dianggarkan sebesar Rp. 241,4 miliar, sementara dana yang direalisasikan adalah sebesar Rp. 141,5 miliar. Dan tahun 2009 dana yang dianggarkan adalah sebesar Rp.
109,7 miliar dan realisasinya sebesar Rp. 81,1 miliar. Maka total anggaran untuk investasi sarana tersebut adalah sebesar Rp. 2.419,9 miliar, sementara total
realisasinya sebesar Rp. 1.028,96 miliar. Terdapat selisih anggaran dan realisasi sebesar Rp. 1.390,94 miliar.
Revitalisasi ini sendiri tidak hanya mengandalkan pihak pemerintah, tetapi juga pihak swasta. Dana tersebut di dapat dari APBN, BUMN dan SWASTA.
Keterbukaan untuk pasar industri dan pelayanan perkeretaapian bagi investasi swasta tidak menyebabkan campur tangan dari pihak pemerintah berkurang. Pada kondisi
krisis keuangan global saat ini, investasi swasta diperkirakan tidak terjadi dalam waktu yang cepat, investasi swasta dalam skala besar ini menunggu waktu yang tepat
terutama terkait dengan kepastian regulasi, jaminan pemerintah dan kejelasan akan kemana revitalisasi tersebut diadakan pada jangka panjang.
4.5. Beberapa Negara Yang Telah Melakukan Restrukturisasi Perkeretaapian
Negara yang telah melakukan restrukturisasi atau reformasi perkeretaapian adalah: 1.
Argentina Bermula dari perekonomian Argentina yang pada tahun1980-an berada pada
kondisi hiperinflasi sampai tiga digit. Lalu pada tahun 1989, pemerintah Argentina mencanangkan strategi perbaikan perekonomian lewat privatisasi berbagai BUMN,
termasuk BUMN perkeretaapian FA Ferrocarriles Argentinos. Pemerintah memilih pendekatan dengan member konsesi, dengan cara membagi FA ke dalam entitas
operasi yang berbeda-beda. Keputusan pertama yang dilakukan pemerintah Argentina
disini adalah dengan memisahkan manajemen pengoperasian kereta barang dengan kereta penumpang.
Operasi kereta api barang FA dipandang sebagai entitas yang sangat potensial, profitable, dan memiliki prospek besar bagi kesuksesan privatisasi. Pengoperasian
tersebut dibagi ke dalam beberapa hal, yakni pemegang konsesi pemelihara infrastruktur dan rooling stock, kontor trafik, pengoperasian kereta api, dan pelayanan
pasar. Masing-masing perusahaan pemegang konsesi menerima lokomotif dan rel kereta listrik dari FA yang cukup memadai dalam menjalankan konsesi dan
pemerintah tetap bertindak sebagai pemilik infrastruktur. Untuk konsesi kereta api barang dilakukan evaluasi, yang didasari beberapa
parameter, yaitu pengalaman operator, investasi yang diajukan, biaya yang harus dibayarkan kepada pemerintah atas penggunaan track dan peralatan yang tersedia
sebagai bagian dari konsesi, dan jumlah tenaga kerja FA yang akan dialihkan kepada manajemen operator baru. FA sendiri harus memiliki minimal 15 persen saham dari
masing-masing konsesi dan para pekerja memiliki paling kurang 4 persen saham. Pada Oktober 1993 terdapat lima konsesi yang sudah berada di tangan swasta.
Sektor swasta Argentina pun kemudian menguasai pelayanan kereta api barang. Operasi kereta api barang yang berorientasi pasar berhasil berkompetisi. Efek secara
keseluruhan berhasil menurunkan tarif angkutan barang. Jumlah subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap perkeretaapian juga berkurang 25 persen dari
subsidi sebelum privatisasi dimulai.
2. Jepang
Sebelum dimulainya privatisasi, JNR Japanese Nation Railways mengoperasikan sekitar 12.500 route miles jaringan rel kereta api, dimana 3.500
miles diantaranya dioperasikan oleh perusahaan swasta. JNR merupakan suatu sistem perkeretaapian yang didominasi oleh kereta api penumpang, sedangkan kereta api
barang merupakan komponen yang relatif kecil terhadap bisnis, yang diakibatkan adanya kompetisi yang ketat dengan moda perkapalan dan truk. JNR merupakan
suatu sistem perpanjangan tangan pemerintah Jepang di bidang perkeretaapian. Tenaga kerja JNR adalah pegawai negeri dengan filosofi operasi yang merefleksikan
kepentingan publik sekaligus adanya motif untuk mengambil keuntungan. Yang menentukan keputusan dalam pendanaan dan alokasi sumber daya sangat dipengaruhi
oleh parlemen. Motivasi utama dibalik keputusan privatisasi JNR tersebut adalah karena eskalasi krisis finansial. JNR mengalami penurunan pangsa pasar selama
decade 1960 an, dimulai dengan peningkatan defisit yang sangat besar pada tahun 1964. Solusi jangka pendek yang ditempuh adalah melalui kenaikan tarif, penurunan
pelayanan dan peningkatan subsidi. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan legislasi menyangkut
perkeretaapian dan melakukan reorganisasi JNR pada April 1987. Tindak nyata yang ditempuh adalah pemerintah Jepang melakukan merestrukturisasi perkeretaapian
nasional menjadi perusahaan-perusahaan terpisah kemudian menjualnya kepada pihak swasta. Secara nasional JNR membagi tugasnya dalam enam perusahaan kereta api
penumpang regional yang melayani kawasan geografis tertentu dan satu operator kereta api barang nasional, yang disebut sebagai Japan Railways JR.
Transisi menuju privatisasi tertumpu pada tiga strategi. Pertama, reorganisasi sistem perkeretaapian untuk diprivatisasi. Aset JNR yang diperlukan untuk operasi
masing-masing perusahaan dialihkan, begitu pula tenaga kerja yang diperlukan bagi pengoperasian perkeretaapian yang efektif dan efisien. Kedua, periode pemulihan
ekonomi yang diperlukan untuk menstabilkan kemampuan ekonomi JNR dan sekaligus memperkuat nilai masing-masing perusahaan. Ketiga, dilakukan public
offering atas saham bersama dalam perusahaan JR. Tahapan setelah restrukturisasi adalah privatisasi, JR mampu menggunakan
jaringan kereta api secara intensif dan efisien. Maka yang dihasilkan adalah meski panjang rel kereta api di Jepang hanya 7 persen dibandingkan dengan total jaringan
kereta api Amerika Serikat, ternyata mampu memberikan pendapatan yang sama dengan seluruh pendapatan perkeretaapian di Amerika Serikat.
3. Inggris
British Rail BR menyelenggarkan semua fungsi yang berkaitan dengan perkeretaapian dan bertanggungjawab terhadap tiga divisi yang berbeda, yakni
angkutan kereta api barang, pelayanan penumpang kereta api komuter dan kereta api antar-kota. Sistem kereta api BR dido minasi oleh pelayanan kereta api penumpang.
BR beroperasi sebagai suatu perusahaan tunggal, yang bisnisnya terintegrasi dan menguasai infrastruktur, pemilik pealatan dan pelaksana pemeliharaan,
mengoperasaika kereta api, sekaligus pemasaran bagi pelayanan kereta api penumpang dan kereta api barang. BR diorganisasi bagi pasar angkutan penumpang
dan barang serta divisinya didukung oleh fungsi-fungsi yang bersifat sentralistik, seperti personal, aspek legal, dan sistem akuntansi.
Bagian yang penting dari strategi BR adalah keputusan untuk memisahkan operator-operator pelayanan kereta api dari kepemilikan dan pemeliharaan
infrastruktur. Pemeliharaan atas infrastruktur dipisah dari Railtrack kedalam beberapa entitas terpisah yang menciptakan pasar komersial yang kompetitif bagi pemeliharaan
track. Restrukturisasi perkeretaapian yang telah berlangsung di sejumlah Negara didunia, tidak hanya di bidang prasarana yang modern, tetapi juga menghadirkan
beragam kereta modern yang handal dan nyaman serta memberikan tingkat keselamatan dan pelayanan berkualitas tinggi.
Dalam jangka waktu tahun 2005-2009 telah dilaksanakan kegiatan pembangunan berdasarkan program-program yang strategis untuk mencapai misi dan
sasaran pembangunan transportasi perkeretaapian. Kegiatan tersebut diantaranya adalah peningkatan pembangunan prasaran jalan rel, jembatan, persinyalan
telekomunikasi dan listrik serta peningkatan aksesibilitas angkutan perkeretaapian melalui pengadaan sarana perkeretaapian serta restrukturisasi dan reformasi
kelembagaan. a. Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Kereta Api
Program rehabilitasi terdiri dari rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api, untuk kegiatan rehabilitasi sarana telah dilaksanakan sebanyak 47 unit kereta
ekonomi dari target 100 unit atau realisasi mencapai 47 persen, 18 unit KRL dari target 5 unit atau realisasi mencapai 360 persen dan 26 unit KRD dari target 34 unit
atau mencapai 76,47 persen. Dalam beberapa tahun terakhir dalam kegiatan rehabilitasi sarana tersebut pemerintah lebih berorientasi pada pengadaan sarana baru
sedangkan kegiatan rehabilitasi sarana kereta api telah menjadi kewajiban operator
kereta api. Rehabilitasi prasarana kereta api diantaranya rehabilitasi persinyalan yang telah dilaksanakan sebanyak 1 paket dari target 7 paket atau realisasi mencapai 14,29
persen serta rehabilitasi pintu perlintasan yang telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 95 paket atau realisasi mencapai 7,37 persen. Rehabilitasi pintu perlintasan
masih minim karena lebih disebabkan belum terealisasinya rencana kegiatan rehabilitasi seluruh pintu perlintasan resmi yang ada di pulau Jawa melalui
pembiayaan pinjaman luar negeri, sedangkan untuk rehabilitasi persinyalan lebih disebabkan karena kecendrungan penanganan persinyalan dengan peningkatan
persinyalan melalui penggantian penggunaan kabel tanah menjadi kabel udara.
Tabel 11. Realisasi Program Rehabilitasi Prasarana dan Sarana Perkeretaapian
No Kegiatan
Satu an
Tahun 2005 Tahun 2006
Tahun 2007 Tahun 2008
Tahun 2009 Target
Real isasi
Target Real
isasi Target
Real isasi
Target Real
isasi Target
Rea lisa
si Prasarana Kereta Api
1 Rehabilitasi
Jalan KA Km
14,2 4,00
2,09 26,
8 2
Rehabilitasi Sinyal
Pkt 2
2 1
1 1
1 3
Rehabilitasi Telekomunik
asi Pkt
2 5
7 5
4 Rehabilitasi
Listrik Pkt
2 1
2 5
Perbaikan Pintu
Perlintasan Lks
Pkt 7
19 18
29 29
Sarana Kereta Api 6
Kereta Un
It 7
25 20
25 20
25 25
7 Kereta Rel
Listrik Un
It 5
16 2
8 Kereta Rel
Diesel Un
It 9
2 7
8 6
6 16
6
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
b. Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian
Program restruktirisasi dan reformasi kelembagaan diantaranya terdiri dari kegiatan survey teknik dan desain serta pengembangan data dan sistem informasi
manajemen. Untuk kegiatan STD dalam kurun waktu 2005-2009 telah dilaksanakan sebanyak 215 paket dari target 110 paket atau realisasi mencapai 195,45 persen,
sedangkan kegiatan pengembangan data dan SIM untuk mendukung pelaksanaan tupoksi Ditjen Perkeretaapian telah dilaksanakan sebanyak 7 paket dari target 45
paket atau hanya mencapai 15,56 persen. Khusus untuk pengembangan data dan SIM beberapa kegiatan telah dilaksanakan dalam tingkatan Kementrian Perhubungan di
bawah koordinasi oleh Pusat Data dan Informasi Kementrian Perhubungan.
Tabel 12. Realisasi Program Restrukturisasi dan Reformasi Kelembagaan Perkeretaapian
No Kegiatan Satuan
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
1 STD Paket
27 23
20 20
20 2
Pengembangan data dan SIM
Paket 9
8 8
10 10
3 Administrasi Paket
1 1
1 1
1 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
c. Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian
Dalam rangka peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian, telah dilaksanakan kegiatan pengadaan sarana perkeretaapian khususnya untuk
menunjang angkutan kereta api ekonomi jarak menengah dan jauh. Dalam kurun waktu 2005-2009 jumlah pengadaan kereta ekonomi yang telah dilaksanakan adalah
sebanyak 152 unit dari target 90 unit atau realisasi mencapai 168,89 persen. Selain itu, untuk mendukung pelayanan kereta api komuter perkotaan telah dilaksanakan
pengadaan sejumlah 63 unit dari target 15 unit dan realisasi mencapai 420 persen, serta pengadaan KRL sejumlah 68 unit dari target 10 unit atau realisasi mencapai 680
persen.
Tabel 13. Realisasi Program Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Angkutan Perkeretaapian
No Kegiatan Satuan
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
1 Pengadaan kereta
ekonomi Unit
10 26
39 25
52 2
Subsidi angkutan kereta ekonomi
Paket 1
1 1
1 1
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. d.
Program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana transportasi perkeretaapian
Kegiatan pembangunan prasarana kereta api dalam kurun waktu 2005-2009
diantaranya berupa peningkatan keselamatan perjalanan kereta api yang telah dilaksanakan total sepanjang 1.549,13 km dari target 1145,52 km atau realisasi
mencapai 135,23 persen serta kegiatan pembangunan jalur ganda untuk menambah kapasitas dan mengatasi lintas yang telah padat dilaksanakan sepanjang 244,80 km
dari target 643 km atau realisasi mencapai 38,06 persen. Kegiatan pembangunan jalur kereta api secara program belum memenuhi target renstra kementrian perhubungan
2005-2009 diantaranya karena dalam kurun waktu tersebut kebijakan Ditjen Perkeretaapian lebih memprioritaskan kegiatan peningkatan jalur kereta api dalam
rangka peningkatan keselamatan perjalanan kereta api. Kegiatan peningkatan dan pembangunan jembatan secara keseluruhan telah
memenuhi target. Untuk kegiatan peningkatan jembatan kereta api telah dilaksanakan sebanyak 89 unit dari target 34 unit atau realisasi mencapai 261,76 persen serta
kegiatan pembangunan jembatan kereta api yang telah dilaksanakan sebanyak 111 unit dari target 55 unit atau realisasi mencapai 201,82 persen. Sedangkan untuk
kegiatan modernisasi dan peningkatan persinyalan, telekomunikasi dan listrik yang dilaksanakan dalam rangka kelancaran operasi perjalanan kereta api dan mendukung
peningkatan keselamatan serta peningkatan pelayanan diantaranya terdiri dari pekerjaan persinyalan sebanyak 71 paket atau realisasi mencapai 244,83 persen dan
pekerjaan listrik aliran atas sebanyak 14 paket dari target 14 paket atau realisasi mencapai 100 persen.
Dalam pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jalur kereta api dibutuhkan ketersediaan material logistik utama seperti rel dan wesel. Adapun
pengadaan material wesel yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir berupa pengadaan rel sebanyak 142.311 ton dari target 60.489 ton atau
realisasi mencapai 235,27 persen dan pengadaan wesel sebanyak 105 unit dari target 245 unit atau realisasi mencapai 42,86 persen. Untuk kegiatan pengadaan wesel
masih minim realisasi terhadap target, karena adanya keterbatasan dana APBN. Hasil pembangunan prasarana perkeretaapian tahun 2005-2009 diantaranya
pembangunan jalan kereta api di NAD antara Simpang Mane – Blangpulo – Cunda sepanjang 30,3 km 2007-2008, peningkatan persinyalan dan telekomunikasi di
Sumatera Utara 2006-2007, pembangunan jalan kereta api antara stasiun Payakabung Simpang menuju Indralaya sepanjang 4,3 km 2006-2007,
pembangunan partial double track Tulungbuyut – Blambangan umpu sepanjang 2,6 km 2007-2008, pembangunan jalur ganda Tanah Abang – Serpong sepanjang 23 km
2006-2007, rehabilitasi jalan kereta api lintas Bogor – Sukabumi sepanjang 57 km
2008, elektrifikasi jalur kereta api antara Serpong – Parung Panjang tahap 1 sepanjang 20 km termasuk rehab track eksisting sepanjang 11,52 km 2008,
pembangunan jalur ganda Cikampek – Cirebon sepanjang 135 km 2004-2007, pembangunan jalur ganda Yogyakarta – Kutoarjo sepanjang 64 km 2004-2007,
pembangunan jalur ganda antara Petarukan – Pemalang – Larangan lintas Tegal – Pekalongan sepanjang 33,37 km 2007-2008, pembangunan jalur ganda antara
Patuguran – Purwakerto tahap I linta Cirebon – Kroya sepanjang 24,48 km 2008, serta relokasi jalan kereta api antara Sidoarjo – Gununggangsir lintas Surabaya –
Bangil segmen I sepanjang 3,8 km 2008. Pembangunan jalur kereta api di Kalimantan Timur yang terdapat dalam target Rencana Strategis Kementriamn
Perhubungan 2005-2009 masih belum dapat terlaksana karena masih menunggu peran serta swasta dan pemerintah daerah.
Pembangunan Depo Depok juga merupakan salah satu hasil pembangunan prasarana perkeretaapian yang utama. Pembangunan Depo Depok tersebut bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan perawatan dan inspeksi serta penyimpanan inap kereta api. Pelekasanaan konstruksi dilaksanakan dalam kurun waktu 2004-2007
melalui pembiayaan pinjaman luar negeri. Kegiatan–kegiatan pembangunan diatas secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja transportasi
perkeretaapian. Kinerja tersebut diantaranya berupa produktivitas angkutan baik angkutan penumpang maupun angkutan barang sebagai berikut:
Tabel 14. Kinerja Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009
Uraian Satuan
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
Produktivitas angkutan Angkutan penumpang
1. Penumpang - km juta pnp –
km 14.344
15.438 15.871
18.509 20.791
2. Penumpang juta orang
151,49 161,29
175,46 197,77
220,07 3. Penumpang
Jabodetabek juta orang
100,97 104,42
116,66 126,70
151,26 4. Penumpang non
jabodetabek juta orang
50,52 56,87
58,80 71,07
68,81 Angkutan barang
1. Barang - km juta ton – km
4.390 4.390
4.404 5.451
5.353 2. Barang
juta ton 17,33
17,33 17,03
19,55 18,95
3. Barang nego juta ton
16,53 16,53
16,43 17,49
18,46 4. Barang non nego juta ton
0,80 0,80
0,60 2,06
0,49 Net PSO -IMO –
TAC Milyar
Rupiah 270,0
270,00 425,00
544,67 535,00
Realisasi kereta api ekonomi
Relasi 77
77 72
76 76
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa volume angkutan penumpang kereta api
dalam kurun waktu 5 tahun terakhir termasuk prediksi untuk tahun 2009, secara umum mengalami kenaikan rata-rata sebesar 9,81 persen setiap tahunnya. Pada tahun
2008, volume angkutan penumpang terbesar adalah pada angkutan kereta api komuter Jabodetabek yaitu sebanyak 126,70 juta penumpang. Penambahan jumlah penumpang
tahun 2008 dibandingkan tahun sebelumnya diantaranya disebabkan karena adanya penambahan jenis pelayanan untuk angkutan komuter yaitu ekonomi AC
Jabodetabek.
Volume angkutan kereta api barang dalam periode tahun 2005-2008 tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini diakibatkan oleh dominannya
angkutan barang yang terikat kontrak jangka menengah dan panjang sedangkan untuk angkutan barang yang kontrak jangka pendek memiliki volume yang relatif kecil.
Pada tahun 2008 terjadi kenaikan volume angkutan barang cukup signifikan dimana untuk barang jangka pendek maupun jangka panjang mengalami kenaikan dengan
total sebesar 14,80 persen. Reformasi dan restrukturisasi terhadap perkeretaapian tidak ada hentinya.
Untuk melanjutkan reformasi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan pendanaan perkeretaapian, telah dilaksanakan skema pendanaan Public Service Obligation
PSO. PSO merupakan upaya pemerintah untuk memenuhi kewajiban atas pelayanan umum di bidang transportasi perkeretaapian berupa subsidi operasi angkutan kereta
api kelas ekonomi. Upaya ini dilakukan untuk membantu kemampuan daya beli masyarakat
melalui subsidi yang ditentukan oleh Pemerintah atas selisih harga jasa perjalanan dengan biaya pokok produksi dari setiap penumpang kereta ekonomi. Selain itu juga
terdapat skema pendanaan Infrastructure Maintenance and Operation dan penerapan Track Access Charges untuk pendanaan prasarana perkeretaapian baik oleh
pemerintah maupun operator sebagai pengguna prasarana. Skema pendanaan yang dilakukan akan sangat membantu pemerintah untuk meningkatkan peran kereta api
sebagai jasa transportasi yang baik dan handal.
Tabel 15. Kecelakaan Transportasi Perkeretaapian Tahun 2005-2009
No Uraian
Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
A Jenis kejadian
1 Tabrakan Kereta api -
Kereta api 10
5 3
3 5
2 Tabrakan kereta api –
Ranmor 15
24 20
21 21
3 Anjlog Terguling 66
73 117
107 48
Jumlah 91
102 140
131 74
B Korban kecelakaan
1 Meninggal 36
50 45
45 57
2 Luka berat 85
76 78
78 122
3 Luka ringan 111
52 73
73 76
Jumlah 232
178 196
196 255
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Jumlah kecelakaan jika dilihat dari aspek keselamatan, transportasi
perkeretaapian masih mengalami fluktuatif. Jumlah kecelakaan tertinggi pada kurun waktu 2005-2009 terjadi pada tahun 2007 yaitu 140 kejadian dan untuk jenis kejadian
didominasi oleh kejadian oleh kejadian terguling pada tahun 2007 sebanyak 117 kejadian. Pada tahun 2008 jumlah kecelakaan menurun menjadi 131 kejadian yang
terdiri dari 3 kejadian tabrakan kereta api-kendaraan bermotor dan 107 kejadian terguling.
Kecelakaan kereta api sangat beresiko tinggi pada pihak ketiga yaitu penumpang ataupun orang-orang disekitar daerah operasi kereta api stasiun, rel,
maupun perlintasan. Jumlah korban kecelakaan dari tahun 2005 sampai akhir tahun 2008 terdiri dari luka ringan 400 orang, luka berat 367 orang dan meninggal 165
orang. Hal ini disebabkan karena kondisi prasarana kereta api baik dari sisi prasarana yang tidak terawat maupun aplikasi teknologi persinyalan yang ketinggalan zaman.
Hal ini juga disebabkan karena kondisi sarana kereta api yang tidak memadai serta faktor SDM perkeretaapian. Dalam hal realisasi pembiayaan APBN berdasarkan
Rencana Strategis Kementrian Perhubungan tahun 2005 sampai 2009, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Evaluasi Pembiayaan APBN Berdasarkan Renstra Kementrian Perhubungan Sub Sektor Perkeretaapian Tahun 2005 sampai 2009
Program Target pembiayaan
APBN Milyar Rupiah
Realisasi Pembiayaan APBN
Milyar Rupiah
Rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api
301,81 274,57
90,97 Peningkatan dan
pembangunan sarana dan prasarana
33.177,76 12.065,11
36,37 Peningkatan aksesibilitas
pelayanan angkutan perkeretaapian
1.514,55 2.477,58
163,5 Restrukturisasi dan reformasi
pembangunan 418,16
445,73 106,5
Jumlah 35.412,29
15.262,99 43,10
Investasi prasarana APBN 31.353,16
11.413,56 36,40
Investasi sarana APBN 2.419,95
1.279,03 52,85
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009. Dari Tabel 16 secara keseluruhan dapat diketahui bahwa realisasi pembiayaan
hanya sebesar Rp. 15,26 triliun atu hanya 43,10 persen dari target pembiayaan Renstra Kementrian Perhubungan tahun 2005-2009 yang mencapai Rp. 35,41 persen
triliun. Dalam hal realisasi pembiayaan untuk kegiatan pembangunan prasaran dan sarana perkeretaapian masih minim, dimana realisasi investasi prasarana hanya
mencapai 36,40 persen dan investasi sarana sebesar 52,85 persen. Berdasarkan pembiayaan masing-masing program terdapat program yang tidak memenuhi target
pembiayaan yaitu program rehabilitasi prasarana dan sarana kereta api 90,97 serta
peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api 36,37. Pembiayaan yang tidak terpenuhi tersebut disebabkan karena keterbatasan alokasi
anggaran dana dari APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Program lain yang melampaui target pembiayaan yaitu program peningkatan
aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian 163,58 dan program restrukturisasi dan reformasi kelembagaan 106,59. Untuk realisasi pembiayaan
program peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian didominasi oleh subsidi kereta ekonomi selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan rata-
rata 19,3 persen dimana pada tahun 2005 sebesar Rp. 270 Milyar dan pada tahun 2009 dialokasikan sebesar Rp. 535 Milyar.
4.6. Permasalahan dan Tantangan Perkeretaapian