apakah pemerintah daerah perlu dilibatkan melihat kondisi keadaan ekonomi masyarakat masing-masing daerah tidak sama.
2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tertulis bahwa pemerintah berkewajiban terhadap investasi dan pemeliharaan prasarana kereta api, sedangkan
untuk sarana sendiri merupakan kewajiban dari operator badan penyelenggara perkeretaapian. Dalam pelaksanaannya masalah pendanaan prasarana dan sarana
perkeretaapian belum mendapat dukungan dari sistem regulasi, kelembagaan dan kebijakan pemerintah yang kondusif, efisien dan akuntabel. Sumber pendanaan
pemerintah semakin terbatas untuk pemeliharaan dan investasi prasarana, maupun pengembangan prasarana baru, sedangkan sumber pendanaan lain maupun peran dari
sektor swasta belum berkembang. Koordinasi perencanaan dan kebijakan antara pemerintah dan badan
penyelenggara masih belum terpadu dengan baik dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada. Sistem
penajaman prioritas pendanaan untuk rencana investasi dan pemeliharaan prasarana belum dilaksananakan secara optimal dalam tahapan yang
jelas sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana pembangunan pemerintah dengan rencana sistem pengoperasian dalam jangka panjang. Alokasi pendanaan
pemerintah terhadap pengembangan perkeretaapian dilaksanakan melalui alokasi dana pembangunan APBN sektor transportasi di departemen keuangan.
Penerapan kebijakan oleh pemerintah tersebut merupakan upaya paling penting untuk mengoperasikan kereta api yang lebih aman. Kejadian yang terjadi di
lapangan diakibatkan kurang ditaatinya regulasi yang mengatur operasional kereta
api. Disamping itu masyarakat juga berperan penting dalam menjaga fasilitas yang ada di kereta api.
Kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif penumpang kelas ekonomi umumnya masih diregulasi. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi masih
ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan tarif angkutan barang bersifat komersial, yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah. Tarif angkutan barang ini masih
dapat dinegosiasikan antara operator dengan pengguna jasa. Pada kenyatannya penetapan tarif angkutan barang ini tidak fleksibel, karena masih banyak tarif
angkutan barang yang harganya masih jauh dibawah biaya operasi, dan pada akhirnya menyebabkan kerugian.
Pada tahun 2002, sebagian wilayah operasi kereta api di Sumatera Utara mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 32 miliar tahun untuk seluruh angkutan
barang dan penumpang, Sumatera Barat mengalami kerugian Rp. 29 miliar tahun. Produktivitas yang semakin rendah dan pada akhirnya mengalami kerugian ini
disebabkan karena kurangnya profesionalitas manajemen pemasaran dan pentarifan, inefisiensi operasi dan manajemen, dan sistem insentif pegawai perekerataapian.
2.1.7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi 2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM Social Accounting Matrix