Penerapan Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Pengganda Social Accounting Matrix (Periode 2005 – 2010)
1.1. Latar Belakang
Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah
adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah
penyebaran investasi yang tidak merata baik dalam lingkup regional maupun sektoral.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi ketimpangan dan
ketidakmerataan di dalam pembangunan ini adalah mengetahui setiap peran sektoral.
Peran sektoral ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi
pembangunan suatu wilayah.
Sektor transportasi adalah sektor yang berperan penting dalam pembangunan
di Indonesia. Sektor ini termasuk dalam pembangunan infrastruktur yang berfungsi
untuk mendukung seluruh aspek dan kegiatan pembangunan. Suatu studi oleh World
Bank (1994) menyatakan bahwa elastisitas Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap
infrastruktur di suatu negara berkisar antara 0,07 hingga 0,44. Artinya, peningkatan
ketersediaan infrastruktur sebesar 1 persen akan berdampak terhadap pertumbuhan
PDB sebesar 7 persen hingga 44 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Peran vital infrastruktur bagi Indonesia tercermin pada target pembangunan
ekonomi nasional Indonesia yang dilakukan Bappenas dengan asumsi pertumbuhan
ekonomi rata-rata 6,6 persen per tahun diperlukan investasi untuk jalan, listrik,
telepon dan air minum dalam 5 tahun (2005-2009) dengan total sebesar Rp. 690
(2)
2
berperan dalam mendistribusikan barang dan jasa. Untuk meningkatkan kinerja sektor
transportasi ini diperlukan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun
pengawasan akan setiap program pembangunan, sehingga dapat terwujud jasa
transportasi yang lancar, aman, handal, dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat
umum (Dinas Infokom Jatim, 2008).
Pengembangan transportasi sangat penting dalam menunjang dan
menggerakkan dinamika pembangunan, karena transportasi berfungsi sebagai
katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah.
Keberhasilan pembangunan ini dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Sistem
jaringan transportasi dilihat dari segi efektivitas, aksesibilitas tinggi, terpadu,
kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan tepat mudah dicapai, tepat waktu, nyaman,
tarif terjangkau, tertib, aman, rendah polusi serta dari segi efisiensi dalam arti beban
publik rendah dan utilitas tinggi.
Kereta api memiliki nilai lebih dari transportasi lain jika dilihat dari kapasitas
angkutnya yang banyak, biaya polutan rendah, dan harga yang terjangkau. Tabel 1
menunjukkan bagaimana perbandingan transportasi kereta api dengan transportasi
yang lain, dilihat dari sisi kapasitas angkut, konsumsi BBM, dan beban biaya polutan.
Perbandingan kapasitas angkut kereta api cukup besar dengan alat transportasi
(3)
Tabel 1. Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya Tahun 2009
Sumber: Rencana Kerja Kementrian Perhubungan, Tahun 2009.
Dalam meningkatkan pergerakan manusia dan barang sampai pelosok tanah
air, maka diperlukan dukungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
yang memadai. Transportasi perkeretaapian ini merupakan pilihan terbaik karena
merupakan transportasi yang memiliki peranan penting dalam melayani pergerakan
penumpang dan barang. Kereta api juga dikatakan sebagai instrumen vital bagi
negara dalam meraih kemajuan perekonomian. Kereta api menjadi transportasi yang
handal, yang dapat dikatakan sebagai urat nadi transportasi. Hal ini terlihat dari
kondisi di banyak negara yang memperhatikan perkembangan dan terus membangun
kereta api.
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak,
yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang berjalan
sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong. Rangkaian kereta atau gerbong tersebut
relatif besar sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar.
Kereta api terbukti dapat memberikan manfaat yang besar dibandingkan transportasi
yang lain, yang dilihat dari kemampuannya yaitu dalam menghemat biaya
pemeliharaan, menghemat energi, dan mengurangi polusi (RIPN, 2010).
Moda Transportasi
Kapasitas Angkut (Orang)
Konsumsi BBM/KM (Liter/KM)
Konsumsi BBM/KM/Orang
(L/KM/ORG)
Beban Biaya Polutan (US$ Juta)
Kereta Api 1500 3 0,002 60
Bus 40 0,5 0,0125 16300
Pesawat Terbang 500 40 0,05 900
(4)
4
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang baru untuk melakukan
perubahan besar perkeretaapian nasional. Penggerak utama dari revitalisasi
perkeretaapian nasional adalah terbitnya Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23
Tahun 2007 tentang perkeretaapian sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1992. Undang-Undang ini ibarat gerbang masuk untuk memperbaiki
pembangunan Indonesia melalui sektor transportasi khususnya kereta api.
Pembangunan perkeretaapian ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, akan
tetapi dilakukan secara bersama oleh pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan sektor
swasta. Tujuan akhir pembangunan perkeretaapian adalah meningkatkan pangsa pasar
kereta api dalam mobilitas perekonomian nasional sehingga dapat berfungsi sebagai
tulang punggung sistem logistik dan distribusi nasional di dalam perekonomian
Indonesia ke depan.
Perkeretaapian nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992,
bahwa perkeretaapian adalah ranah ekonomi yang harus diselenggarakan oleh para
pelaku ekonomi secara efisien dan profesional. Peningkatan peran kereta api ini pada
waktunya akan menciptakan sistem transportasi yang terintegrasi, yang merupakan
keterpaduan dan integrasi kereta api dengan transportasi jalan raya, angkutan laut,
dan udara. Untuk itu akses jalan kereta api ke pelabuhan untuk angkutan barang dan
ke lapangan terbang untuk angkutan penumpang harus dibangun. Peningkatan peran
kereta api dalam perekonomian juga dapat dilakukan dengan membangun interaksi
jaringan kereta api dengan kawasan industri, sentra pertanian, wilayah pertambangan,
(5)
1.2. Perumusan Masalah
Kereta api memiliki keunggulan dari alat transportasi lain, seperti
kemampuannya dalam mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar,
hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, dan adiktif
terhadap perkembangan teknologi. Permasalahan perkeretaapian Indonesia menjadi
latarbelakang pemerintah dalam melakukan revitalisasi perkeretaapian.
Revitalisasi perkeretaapian adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Hal ini dilakukan karena pemerintah
mengetahui peran sektor kereta api dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 membuka peluang untuk membangun
perkeretaapian nasional agar perkeretaapian lebih terbuka. Hal ini menjadi dasar bagi
sektor transportasi untuk melakukan revitalisasi perkeretaapian. Hal ini tidak terlepas
dari investasi untuk mewujudkan transportasi kereta api yang handal dan layak
operasi diperlukan investasi yang relatif besar untuk meningkatkan daya saing dan
daya dukung sarana dan prasarana perkeretaapian, baik melalui pembiayaan
Pemerintah (APBN) maupun swasta. Pemerintah bertanggungjawab dalam
penyediaan transportasi baik melalui mekanisme pembiayaan APBN atau APBD,
kerjasama Pemerintah dengan swasta maupun swasta sepenuhnya (RKDP, 2010).
Penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian bertujuan agar kinerja dari
P.T. KA sebagai operator angkutan kereta api dapat lebih ditingkatkan, sehingga para
produsen kereta api mendapat kepuasan yang lebih baik. Adanya revitalisasi
perkeretaapian ini, maka diharapkan perhubungan antar satu tempat ke tempat lain
(6)
6
sangat membantu, baik dalam pemindahan barang, terpenuhinya kebutuhan
konsumen kereta api, ini juga melihat semakin meningkatnya pengguna kereta api.
Tabel 2. Jumlah Penumpang P.T. Kereta Api Tahun 2003 sampai 2007
Sumber: Laporan laba rugi P.T. Kereta Api Indonesia, diolah. 2007
Kebijakan revitalisasi perkeretaapian ini akan terlaksana apabila pemerintah
sudah terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian ketidakseimbangan pasar
angkutan. Kereta api adalah alternatif yang paling baik bagi angkutan darat jarak jauh
baik penumpang maupun barang, dan untuk mobilisasi angkutan perkotaan maupun
metropolitan. Pergerakan ekonomi di Indonesia yang belum efisien dapat terlihat pula
dari sistem transportasi di Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum memiliki
sistem transportasi yang efisien sehingga pergerakan orang dan barang sangat
bergantung pada transportasi jalan. Investasi dari sektor pemerintah maupun swasta
dalam meningkatkan pangsa pasar akan sangat membantu demi terciptanya
transportasi yang baik dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak dari penerapan kebijakan
revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian Indonesia, dilihat dari nilai tambah
faktor produksi, distribusi pendapatan institusi, dan bagaimana keterkaitannya antar
sektor produksi.
Tahun Jumlah Penumpang (Orang) Jumlah barang (Ton)
2003 9.872.414 171.236
2004 9.835.264 142.556
2005 9.283.116 151.934
2006 9.790.541 193.985
(7)
1.3. Tujuan Penelitian
Kondisi perkeretaapian Indonesia yang menjanjikan mengakibatkan
pemerintah mengeluarkan kebijakan perkeretaapian berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2007 melalui kebijakan revitalisasi perkeretaapian. Berdasarkan
permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak
penerapan kebijakan revitalisasi perkeretaapian terhadap alokasi sumberdaya,
pendapatan institusi, dan keterkaitannya antar sektor produksi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak
pemerintah, yang dapat dijadikan sebagai masukan sebagai pembuat kebijakan, juga
mengkaji lebih jauh lagi setiap kebijakan yang telah dan akan diterapkan. Selain itu
penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk melihat kembali kinerja
yang dilakukan, agar mengalami peningkatan khususnya bagi sektor perkeretaapian.
Begitupun bagi pihak lain yang berkepentingan, berharap penelitian ini sedikit
banyaknya membantu untuk mendapatkan informasi yang diperlukan terkait
(8)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pembangunan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2006) pembangunan harus dipandang sebagai
suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas
struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping juga tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan
serta pengentasan kemiskinan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan
merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras
mungkin demi kehidupan yang lebih baik.
Teori pembangunan ini juga menjelaskan bahwa industri yang tangguh
tercipta dari proses peningkatan kemampuan dan kapasitas sektor yang menggunakan
sumber daya yang ada, melalui akumulasi modal. Akumulasi modal terbentuk dari
surplus yang diperoleh setiap pelaku dalam kegiatan ekonomi. Semakin tinggi kaitan
antar sektor berarti semakin banyak mengikutsertakan pelaku sektor dalam kegiatan
ekonomi. Peningkatan kaitan antar sektor yang saling mendukung ini pada gilirannya
akan memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan industri berikutnya.
2.1.2. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses terjadinya peningkatan output
atau produksi barang dan jasa per kapita pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi
(9)
Product (GDP) digunakan untuk mengukur nilai pasar total dari output negara yang bersangkutan. Nilai pasar dari output nasional tersebut dapat dilihat melalui produk
nasional dan pendapatan nasional. Kedua konsep ini memiliki total nilai yang sama,
yaitu GDP. Produk nasional yang tercermin dalam GDP menekankan pada output
nasional, sedangkan pendapatan nasional lebih menekankan pada pendapatan yang
diperoleh dari hasil total output tersebut.
Kegiatan investasi merupakan salah satu bagian dari kegiatan pembangunan
karena investasi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Harrod-Domar (1957) yang dikutip oleh
Jhingan (1993) mengemukakan bahwa investasi merupakan kunci dari pertumbuhan
ekonomi sebab investasi dapat menciptakan pendapatan dan dapat memperbesar
kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal.
Investasi berdasarkan pemilik modal terdiri dari investasi swasta dan investasi
pemerintah. Investasi pemerintah umumnya dalam bentuk infrastruktur seperti jalan,
pelabuhan, dan listrik yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk dunia usaha untuk
melakukan kegiatan produksi. Sedangkan investasi swasta pada umumnya terdiri
dalam bentuk faktor produksi seperti mesin, bahan baku, dan bahan penolong untuk
meningkatkan produksi barang dan jasa. Dalam suatu perekonomian, penanaman
modal asing memiliki peran mikro maupun makro. Penanaman modal asing disini
berperan dalam peningkatan kegiatan investasi nasional dan pertumbuhan ekonomi
(BKPM, 2005).
Dalam sudut pandang ekonomi makro, investasi memiliki peranan yang cukup
(10)
10
konsumsi masyarakat pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Berdasarkan
Sukirno (1981), besar kecilnya investasi yang dilakukan dalam suatu kegiatan
ekonomi/ produksi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat pendapatan, kemajuan
teknologi, ramalan kondisi ekonomi ke depan, dan faktor-faktor lainnya.
2.1.3. Infrastruktur
Infrastruktur dibedakan menjadi dua jenis, yakni infrastruktur ekonomi dan
infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik, baik yang
digunakan dalam proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Dalam pengertian ini semua prasarana umum, yang meliputi tenaga listrik,
telekomunikasi, perhubungan, irigasi, air bersih, dan sanitasi serta pembuangan
limbah. Sedangkan infrastruktur sosial antara lain meliputi prasarana kesehatan dan
pendidikan (Ramelan, 1997).
Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara dan sebagainya
merupakan social overhead capital, yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa daerah yang
mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula. Maka
dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam
mendukung pembangunan nasional (Bappenas, 2003).
Infrastruktur jalan merupakan infrastruktur yang memiliki peran strategis
terutama pada tahap awal pembangunan suatu negara atau daerah. Ketersediaannya
(11)
mendorong penyediaan berbagai jenis infrastruktur lainnya. Pembangunan jaringan
infrastruktur listrik, jaringan telepon, rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan
infrastruktur lainnya.
Teori Wagner menyebutkan adanya keterkaitan positif antara pertumbuhan
ekonomi dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur.
Teori ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan tumbuh lebih cepat dari
GDP. Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara
relatif pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Dasar dari teori Wagner ini
adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Mangkoebroto, 2001).
Pengeluaran pemerintah akan meningkat guna membiayai tuntutan masyarakat akan
kemudahan mobilitas untuk mendukung kegiatan ekonomi.
2.1.4. Defenisi Revitalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) revitalisasi merupakan suatu
proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal sebelumnya kurang
terberdaya. Target revitalisasi ini biasanya mencegah terjadinya penurunan produksi
ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan ekonomi daerah,
meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya mengembangkan daerah
usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan kegiatan lain. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, bahwa
perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumberdaya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
(12)
12
2.1.4.1. Kereta Api Penumpang
Produksi angkutan kereta api penumpang pada tahun 2005 hingga 2009
cendrung mengalami kenaikan. Dari 14.345 juta kilometer penumpang pada tahun
2005, naik menjadi 19.779 juta kilometer penumpang pada tahun 2009. Ini
menunjukkan bahwa jumlah penumpang pada tahun 2005 per kilometernya sebanyak
14.345 penumpang, dan pada tahun 2009 jumlah penumpang sebanyak 19.779 setiap
kilometernya. Secara rataan terjadi kenaikan produksi sebesar 6,64 persen per tahun.
Kenaikan produksi tersebut juga ditunjukkan oleh adanya kenaikan jumlah
penumpang yang diangkut. Pada tahun 2005 realisasi penumpang yang diangkut
adalah sebanyak 151,5 juta penumpang dan naik pada tahun 2009 menjadi 207,0 juta
penumpang atau naik rata-rata 6,44 persen per tahun.
Tabel 3. Produksi Kereta Api Penumpang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km Penumpang)
Sumber: BPS, 2009.
Adanya peningkatan produksi angkutan penumpang ini terjadi pada wilayah
Sumatera dan Jawa. Rata-rata kenaikan produksi kereta api di wilayah Jawa 6,74
persen per tahun, sedangkan untuk wilayah Sumatera 4,55 persen per tahun.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2009 terjadi kenaikan produksi
penumpang di wilayah Jawa maupun Sumatera masing-masing 10,68 persen dan 2,46
persen. Kenaikan tersebut mengakibatkan kenaikan produksi kereta api penumpang
secara umum di Indonesia 10,27 persen.
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan per tahun (%)
Jawa 13 610 14 799 15 090 17 041 18 861 6,74
Sumatera 735 780 782 896 918 4,55
(13)
Tabel 4. Jumlah Penumpang Kereta Api di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005-2009 (Juta Orang)
Sumber: BPS, 2009.
Pada jumlah penumpang kereta api juga dapat dilihat bahwa di wilayah Jawa
terjadi kenaikan yaitu naik dari 148,4 juta orang pada tahun 2005 menjadi 202,8 juta
orang pada tahun 2009, atau naik rata-rata 6,45 persen per tahun. Untuk jumlah
penumpang di wilayah Sumatera naik dari 3,1 juta penumpang pada tahun 2005
menjadi 4,2 juta penumpang pada tahun 2009 atau naik rata-rata 6,26 persen per
tahun. Produksi angkutan penumpang tahun 2009 di wilayah Jawa lebih besar dari
wilayah Sumatera yaitu 95,36 persen berbanding 4,64 persen. Hal ini disebabkan
komposisi jumlah penumpang di wilayah Jawa lebih besar dibandingkan wilayah
Sumatera dengan komposisi 97,97 persen banding 2,03 persen.
2.1.4.2. Kereta Api Barang
Terlihat terjadi kenaikan produksi kereta api barang sebesar 5,19 persen per
tahun. Kenaikan produksi kereta api barang terjadi di Sumatera dan Jawa
masing-masing sebesar 5,20 persen dan 5,16 persen per tahun. Pada tahun 2009 terjadi
kenaikan sebesar 8,06 persen. Di wilayah Sumatera dan Jawa terjadi kenaikan
masing-masing sebesar 2,50 persen dan 35,75 persen.
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan
per Tahun (%)
Jawa 148,4 156,1 171,9 190,1 202,8 6,45
Sumatera 3,1 3,3 3,4 3,9 4,2 6,26
(14)
14
Tabel 5. Produksi Kereta Api Barang di Jawa dan Sumatera, Tahun 2005 sampai 2009 (Juta Km - Ton)
Sumber: BPS, 2009.
Jumlah barang angkutan kereta api di wilayah Jawa turun dari 4.459 ribu ton
barang pada tahun 2005 menjadi 3.975 ribu ton barang pada tahun 2009 atau turun
rata-rata 2,27 persen per tahun. Untuk jumlah barang di Sumatera naik dari 12.882
ribu ton barang pada tahun 2005 menjadi 14.948 ribu ton barang pada tahun 2009,
atau naik rata-rata 3,02 persen per tahun.
Tabel 6. Jumlah Barang Angkutan Kereta Api di Jawa dan Sumatera, tahun 2005 sampai 2009 (Ribu Ton)
Sumber: BPS, 2009.
Berbeda dengan kereta api penumpang, pada jenis angkutan kereta api barang
wilayah Sumatera memberikan proporsi yang lebih besar terhadap produksi kereta api
barang nasional sebesar 78,98 persen, sedangkan produksi kereta api barang wilayah
Jawa sebesar 21,02 persen.
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan per Tahun (%)
Jawa 933 862 894 884 1 200 5,16
Sumatera 3 499 3 612 3 532 4 399 4 509 5,20
Jumlah 4 432 4 474 4 426 5 283 5 709 5,19
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan per Tahun (%)
Jawa 4 459 3 900 3 922 3 963 3 975 -2,27
Sumatera 12 882 13 373 13 155 15 480 14 948 3,02
(15)
2.1.5. Permasalahan Umum Perkeretaapian 2.1.5.1. Pelayanan
Kualitas pelayananan kereta api masih harus ditingkatkan, jika dilihat dari
berbagai tolak ukur pelayanan, seperti keselamatan, kenyamanan, ketepatan,
kecepatan angkutan, kemudahan untuk mengakses, dan kemudahan pelayanan.
Kualitas pelayanan dan sistem penjualan tiket belum transparan dan optimal. Sistem
informasi dan sistem pelayanan tiket terpadu baik dengan angkutan lain yang dapat
memberi kemudahan bagi semua konsumen serta sistem pelayanan yang sama yang
dapat diakses dari berbagai lokasi belum dikembangkan. Sistem komputerisasi secara
online masih mengalami banyak kendala dan belum optimal, diantaranya sistem
pembelian tiket pulang pergi, serta pelayanan penjualan tiket melalui internet, telpon
dan agen perjalanan secara terbuka.
Masalah kenyamanan, ketepatan, dan kebersihan masih perlu diperhatikan
pada saat sebelum perjalanan, didalam kereta, dan setelah perjalanan. Untuk
mendukung kinerja pelayanan tersebut diperlukan dukungan berbagai fasilitas, antara
lain adalah fasilitas tunggu di stasiun, fasilitas penunjang di kereta. Selain itu akibat
dari kondisi sarana dan prasarana kereta yang semakin menurun menyebabkan aspek
kepuasan pelanggan menurun. Bagi masyarakat pelanggan atau pemakai jasa kereta
api, ada hal yang penting yang mendasar yang perlu dipenuhi oleh P.T. Kereta Api
Indonesia dalam melayani masyarakat. Fasilitas dasar itu, seperti penerangan,
ketersediaan air dan kamar kecil, tempat duduk yang memadai, dan pintu masuk yang
(16)
16
Keamanan juga menjadi masalah dan tuntutan bagi penumpangnya dan
angkutan barang. Keamanan yang memprihatinkan dengan banyaknya pencurian
yang terjadi, juga keamanan dalam perjalanan yang kemungkinan terjadinya kereta
api anjlok atau tabrakan. Dibawah ini dapat dilihat adaya perkembangan aset
perkeretaapian Indonesia.
Tabel 7. Perkembangan Aset Perkeretaapian Indonesia Tahun 1939 sampai 2000
Sumber: BPS, 2009.
2.1.5.2. Tarif Relatif Kereta Api
Sistem pasar dalam perkeretaapian nasional masih monopoli dilihat dari
jumlah operatornya. Disisi lain terdapat kompetisi dari pelayanan angkutan lain,
seperti angkutan udara dan jalan. Penetapan kenaikan tarif angkutan kereta api
semula tidak sensitif terhadap apresiasi valuta asing, walaupun masih tergantung pada
produk impor. Pada tahun 2002, peningkatan kompetisi antar angkutan udara dengan
adanya perang tarif, serta adanya tuntutan penyesuaian tarif kereta api sesuai dengan
kebutuhan biaya pokoknya.
1939 1955/1956 2000
Panjang jalan kereta api 6.811 km
6.096 km
Turun 40 % dalam 61 tahun
Jumlah stasiun dan pemberhentian 1.516 km
571 buah
Turun 62 % dalam 45 tahun
Jumlah lokomotif 1.314 buah
530 buah
Turun 60 % dalam 61 tahun
Jumlah penumpang 146.9 juta
191.9 juta
Naik 30 % dalam 45 tahun
Jumlah penduduk 54.5 juta
114.9 juta
Tahun 1955 kereta api mengangkut 248 %, sementara tahun 2000 hanya mengangkut 60 %
Jumlah penumpang kereta api 132.5 juta 69.2
(17)
Pada sistem angkutan barang, meskipun jasa kereta api merupakan monopoli,
namun belum dapat memanfaatkan peluang secara professional dan mandiri, terutama
dalam melakukan negosiasi pelanggan, kurangnya fleksibilitas operator dalam
penerapan tarif komersial yang seimbang dengan biaya operasi dan pemeliharaan,
serta belum dapat sepenuhnya memperhitungkan penggantian nilai investasi secara
efisien, sehingga masih banyak tarif yang ditetapkan dibawah tarif ekonomis atau
tidak mampu mencapai tingkat cost recovery. Masih kurangnya sistem manajemen
dan pemasaran angkutan, serta kurangnya dukungan fasilitas bongkar muat barang
juga merupakan suatu permasalahan.
2.1.6. Peran Pemerintah Terhadap Perkeretaapian
2.1.6.1. Pembagian Wewenang Pemerintah Pusat dan Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah, maka akan berpengaruh terhadap Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, disamping perlu adanya penyesuaian mengenai
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan. Ini disebabkan karena adanya perubahan kewenangan, dari yang tadinya
kewenangan pemerintah pusat, menjadi kewenangan pemerintah daerah dalam rangka
otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah ini, maka Pemerintah Daerah
masing-masing punya kewenangan untuk membangun daerahnya masing-masing,
yang dalam hal ini diperlukan adanya koordinasi dan kerjasama yang baik antara
(18)
18
1. Dalam Pasal 13 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1992 dinyatakan bahwa
“Untuk kelancaran dan keselamatan pengoperasian kereta api, pemerintah
menetapkan pengaturan mengenai jalur kereta api, pemerintah menetapkan
pengaturan mengenai jalur kereta api yang meliputi daerah manfaat jalan,
daerah milik jalan, dan daerah pengawasan jalan termasuk bagian bawahnya
serta bagian atasnya”. Pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, sehingga diperlukan adanya perubahan perumusan tentang
pasal tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Bab IV, yang
menentukan kewenangan-kewenangan apa saja yang dilimpahkan kepada
daerah dan apa saja yang masih tetap dalam campur tangan pemerintah pusat,
dan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 yang merupakan tindak
lanjutnya tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai
daerah otonom. Yang merupakan kewenangan pemerintah daerah tersebut,
berkaitan dengan perkeretaapian, baik untuk sebagian maupun secara
keseluruhan, yaitu bidang perhubungan, pekerjaan umum, ketenaga kerjaan,
penataan ruang, pertanahan, dan perimbangan keuangan.
2. Pergantian status perusahaan menjadi persero, mengakibatkan perlu
diadakannya peninjauan ulang yang sebelumnya telah diatur dalam pasal 4
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 yang berisi bahwa “Perkeretaapian
dikuasai Negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah”. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan
(19)
maka hak dan kewajibannya sama dengan pemegang saham lainnya dalam
perusahaan. Tentang pemilikan saham oleh Negara baik seluruhnya, maupun
51 persen dari saham yang dikeluarkan, dilakukan peninjauan kembali apakah
dari ketentuan tersebut termasuk yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
3. Dalam penyelenggaraan perkeretaapian, yang dilihat dalam pasal 6
Undang-Undang Nomor 13 tahun 1992 sepenuhnya diselenggarakan oleh pemerintah
dan pelaksanaannya oleh penyelenggara. Setelah badan penyelenggara
berubah menjadi P.T. Kereta Api maka pengelolaan dan mekanisme
organisasi dilaksanakan sesuai dengan prinsip perseroan terbatas dengan
memberikan peluang seluas-luasnya untuk mengembangkan usahanya
sehingga P.T. Kereta Api (persero) dapat menjadi badan udaha yang lebih
maju dan mandiri.
4. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 pasal 8 dinyatakan bahwa
pemerintah menyediakan dan merawat prasarana kereta api. Terkait dengan
adanya perubahan yang sekarang menjadi persero, maka ketentuan tersebut
perlu dikaji ulang. Adapun tugas dari P.T. Kereta Api (persero), disamping
harus memupuk keuntungan dan menyediakan jasa yang bermutu tinggi, P.T.
Kereta Api ini juga bertugas untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan
umum. Jadi perlu adanya pemberian tanggungjawab antara pemerintah pusat,
pemerintah daerah dan P.T. Kereta Api.
5. Kebijakan pentarifan yang tertulis dalam pasal 30 Undang-Undang Nomor 13
(20)
20
apakah pemerintah daerah perlu dilibatkan melihat kondisi/ keadaan ekonomi
masyarakat masing-masing daerah tidak sama.
2.1.6.2. Pendanaan Pemerintah
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tertulis bahwa pemerintah
berkewajiban terhadap investasi dan pemeliharaan prasarana kereta api, sedangkan
untuk sarana sendiri merupakan kewajiban dari operator/ badan penyelenggara
perkeretaapian. Dalam pelaksanaannya masalah pendanaan prasarana dan sarana
perkeretaapian belum mendapat dukungan dari sistem regulasi, kelembagaan dan
kebijakan pemerintah yang kondusif, efisien dan akuntabel. Sumber pendanaan
pemerintah semakin terbatas untuk pemeliharaan dan investasi prasarana, maupun
pengembangan prasarana baru, sedangkan sumber pendanaan lain maupun peran dari
sektor swasta belum berkembang.
Koordinasi perencanaan dan kebijakan antara pemerintah dan badan
penyelenggara masih belum terpadu dengan baik dalam mengoptimalkan sumber
daya yang ada. Sistem penajaman prioritas pendanaan untuk rencana investasi dan
pemeliharaan prasarana belum dilaksananakan secara optimal dalam tahapan yang
jelas sehingga sering terjadi ketidaksesuaian antara rencana pembangunan pemerintah
dengan rencana sistem pengoperasian dalam jangka panjang. Alokasi pendanaan
pemerintah terhadap pengembangan perkeretaapian dilaksanakan melalui alokasi
dana pembangunan APBN sektor transportasi di departemen keuangan.
Penerapan kebijakan oleh pemerintah tersebut merupakan upaya paling
penting untuk mengoperasikan kereta api yang lebih aman. Kejadian yang terjadi di
(21)
api. Disamping itu masyarakat juga berperan penting dalam menjaga fasilitas yang
ada di kereta api.
Kebijakan pemerintah dalam penetapan tarif penumpang kelas ekonomi
umumnya masih diregulasi. Tarif angkutan penumpang kelas ekonomi masih
ditetapkan oleh pemerintah, sedangkan tarif angkutan barang bersifat komersial, yang
didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah. Tarif angkutan barang ini masih
dapat dinegosiasikan antara operator dengan pengguna jasa. Pada kenyatannya
penetapan tarif angkutan barang ini tidak fleksibel, karena masih banyak tarif
angkutan barang yang harganya masih jauh dibawah biaya operasi, dan pada akhirnya
menyebabkan kerugian.
Pada tahun 2002, sebagian wilayah operasi kereta api di Sumatera Utara
mengalami kerugian hingga mencapai Rp. 32 miliar/ tahun untuk seluruh angkutan
barang dan penumpang, Sumatera Barat mengalami kerugian Rp. 29 miliar/ tahun.
Produktivitas yang semakin rendah dan pada akhirnya mengalami kerugian ini
disebabkan karena kurangnya profesionalitas manajemen pemasaran dan pentarifan,
inefisiensi operasi dan manajemen, dan sistem insentif pegawai perekerataapian.
2.1.7. Sistem Neraca Sosial Ekonomi
2.1.7.1. Kerangka Dasar Model SAM (Social Accounting Matrix)
SAM atau SNSE merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial
dan ekonomi secara menyeluruh. Neraca-neraca tersebut dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca
eksogen. Kelompok neraca endogen tersebut dibagi dalam tiga blok, yaitu: (1) blok
(22)
22
produksi. Dan ketiga blok tersebut disebut sebagai blok faktor produksi, blok
institusi, dan blok kegiatan produksi. Secara sederhana kerangka SNSE dapat dilihat
dalam Tabel 8.
Tabel 8. Kerangka Dasar SNSE
PENGELUARAN NERACA ENDOGEN NERACA EKSOGEN T O T A L FAKTOR
PRODUKSI INSTITUSI
KEGIATAN PRODUKSI NERACA
ENDOGEN
FAKTOR
PRODUKSI 0 0
T 13
T
14 1
INSTITUSI
T 21
T
22 0
T
24 2
PENE RIMA
AN
KEGIATAN
PRODUKSI 0
T 32
T 33
T
34 3
NERACA EKSOGEN T 41 T 42 T 43 T
44 4
TOTAL y' 1 y' 2 y' 3 y' 4 Sumber : Badan Pusat Statistik, 1996
Baris dalam Tabel 8 menunjukkan penerimaan, sedangkan kolom
menunjukkan pengeluaran. Pada Tabel 8 submatriks Tij digunakan untuk
menunjukkan penerimaan neraca baris ke-i dari neraca kolom ke-j. Vektor yi
menunjukkan total penerimaan neraca baris ke-i, sebaliknya vector y’j menunjukkan
total pengeluaran neraca kolom ke-j. Sesuai dengan ketentuan pada SNSE, bahwa
vector yi sama dengan vector y’j, dan dengan kata lain vector y’j merupakan vector
transpose dari y’i untuk setiap i = j. Untuk dapat mengerti dengan mudah
(23)
2.2. Tinjauan Empiris
Pada penelitian Triastuti (2010) yang berjudul Analisis Dampak Revitalisasi di Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Indonesia dengan Analisis Input Output, menunjukkan bahwa pada konsumsi rumahtangga, sektor agroindustri memiliki kontribusi terbesar terhadap permintaan akhir dibandingkan dengan
investasi, ekspor, dan impor. Analisis keterkaitan dan dampak penyebaran
memperlihatkan bahwa sektor agroindustri lebih mampu mempengaruhi
pembentukan output dan pendapatan terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor
hilirnya. Untuk analisis multiplier output dan pendapatan memperlihatkan bahwa
kemampuan sektor agroindustri untuk mempengaruhi pembentukan output dan
pendapatan adalah kuat, tetapi jauh lebih kuat kemampuan sektor agroindustri untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam perekonomian. Mengingat
pentingnya peran sektor agroindustri didalam perekonomian Indonesia sebaiknya
diikuti oleh semakin besarnya perhatian pemerintah dengan mempermudah investor
lain bergabung.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malandow (2001) mengenai
“Investasi Publik Untuk Infrastruktur Terhadap Perilaku Investasi di Tingkat Regional” disimpulkan bahwa pengeluaran pembangunan pemerintah memiliki pengaruh bagi investasi swasta. Pengaruh tersebut terdiri dari dua hal, yaitu: pertama
pemerintah masih mempunyai variabel kebijakan untuk membantu perkembangan
daerah dan variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap investasi swasta. Kedua
adalah kemungkinan besar pengeluaran pembangunan diatur oleh pemerintah daerah
(24)
24
hubungan yang signifikan dengan investasi swasta. Selain itu, variabel yang
menggambarkan aktivitas masyarakat swasta memiliki pengaruh langsung yang besar
terhadap investasi swasta.
Penelitian yang dilakukan oleh Ucup pada tahun 2010 dengan judul “analisis
pengaruh yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi dalam industri baja dari
adanya China ASEAN Free Trade terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian
dan distribusi pendapatan di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan
adalah Social Accounting Matrix, dimana penelitian ini melihat bagaimana perubahan ekspor industri besi dan baja terhadap pendapatan faktor produksi, institusi dan sektor
perekonomian. Hasil penelitian menunjukkan dampak terhadap pendapatan faktor
produksi terlihat bahwa penurunan nett export sektor besi dan baja dasar sebesar 98,92 persen dan sektor barang dari besi dan baja dasar sebesar 2,43 persen
mengakibatkan penurunan pendapatan terbesar pada blok faktor produksi terjadi pada
faktor produksi bukan tenaga kerja dengan penurunan mencapai 0,1124 persen atau
Rp 1.513,39 milyar dari pendapatan awalnya sebesar Rp 1.346.454,27 milyar.
Penurunan pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ini mencapai 52,74 persen
dari total penurunan pendapatan faktor produksi. Hal ini mengindikasikan bahwa
sektor industri besi dan baja adalah suatu jenis industri yang bersifat padat modal.
Peringkat kedua dengan penurunan terbesar ditempati oleh faktor produksi
produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar di kota sebesar 0,109
persen, atau berkurang sebanyak Rp 244.666 milyar dari pendapatan awalnya sebesar
Rp 244.459,37 milyar. Melalui perubahan jumlah nett export industri besi dan baja dapat diketahui perbedaan peningkatan dan penurunan pendapatan faktor produksi
(25)
nasional dalam skenario kemungkinan dampak yang ditimbulkan oleh ASEAN Cina Free Trade Agreement (ACFTA) pada saat diberlakukan di Indonesia. Untuk analisis kemungkinan negatif yang ditimbulkan oleh ACFTA (melalui trend perubahan nett export 2009-2010) terhadap sektor industri besi dan baja.
Dampak terhadap pendapatan institusi dapat disimpulkan peningkatan
pendapatan terbesar akibat peningkatan nett export industri besi dan baja adalah peningkatan pendapatan yang berasal dari peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar. Total peningkatan pendapatan institusi akibat adanya
peningkatan nett export industri barang dari besi dan baja dasar adalah sebesar 0,343 persen atau sebesar Rp 140,6 milyar. Sedangkan total peningkatan pendapatan
institusi akibat adanya peningkatan nett export industri besi dan baja dasar adalah sebesar 0,077 persen atau sebesar Rp 33,33 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa
sektor industri barang dari besi dan baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan
institusi nasional. Perubahan nett export yang dilakukan pada sektor industri besi dan baja dasar, yang memberikan pengaruh terbesar bagi perubahan pendapatan
sektor-sektor produksi nasional adalah perubahan nett export sektor industri barang dari besi dan baja dasar, yang dapat diartikan bahwa sektor industri barang dari besi dan
baja lebih peka dalam peningkatan pendapatan sektor produksi nasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Susiliwati pada tahun 2007 dengan judul
“Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan Rumahtangga di Indonesia”. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model Sistem Neraca
(26)
26
ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan
rumahtangga. Data yang digunakan adalah data dari Susenas. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di
sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki
distribusi pendapatan rumahtangga, sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran
pembangunan pemerintah di sektor agroindustri kurang memberikan dampak positif.
Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri non makanan berdampak lebih besar untuk
memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga. Kebijakan ekonomi di sektor
agroindustri prioritas merupakan kebijakan yang paling efektif menurunkan tingkat
kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumahtangga.
Penelitian yang berjudul “Analisis Kebijakan Revitalisasi Perkeretaapian dan
Implikasinya Terhadap Perekonomian Indonesia: Pendekatan Social Accounting
Matrix (Periode 2005 – 2010)” berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal metode yang digunakan. Metode Social Accounting Matrix ini lebih detail karena dapat melihat bagaimana pengaruh suatu kebijakan hingga sektor terkecil.
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat yang dipaparkan sebelumnya
dapat dilihat bagaimana kerangka pemikiran penelitian, dimana pembangunan
perekonomian Indonesia didukung oleh sektor perhubungan, khususnya transportasi
kereta api. Hal ini karena kereta api memiliki peluang untuk meningkatkan
perekonomian Indonesia. Revitalisasi perkeretaapian nasional yang didukung oleh
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2007 ini menjadi dasar dilakukannya revitalisasi
(27)
model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), yang pada akhirnya dapat melihat apa
dampak dari kebijakan revitalisasi terhadap perekonomian Indonesia dan apa
implikasi kebijakan yang tepat dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian tersebut.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Pembangunan Perekonomian Indonesia
Sektor Perhubungan
Revitalisasi Perkeretaapian Nasional
Pengaruh Terhadap Sektor-Sektor
Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Perkembangan
Perkeretaapian Indonesia
Model SNSE
Revitalisasi Perkeretaapian Nasional
Potensinya Terhadap Perkembangan Perekonomian Indonesia
Implikasi Kebijakan UU No 23 Tahun
(28)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Menurut Sugiyono (2005:129) pengumpulan data dilakukan dengan berbagai
setting,berbagai sumber, dan berbagai cara. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang
telah dikumpulkan oleh pihak lain atau lembaga pengumpul data dan dipublikasikan
kepada masyarakat pengguna data. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh
dari responden secara langsung yang dikumpulkan melalui survey lapangan dengan
menggunakan alat pengumpulan data tertentu yang dibuat secara khusus.
Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sumber data primer, yaitu pelaku yang terlibat langsung dengan objek
penelitian.
2. Sumber data sekunder, yaitu pelaku yang tidak langsung berhubungan
dengan objek penelitian, tetapi bersifat membantu dan memberikan
informasi bagi penelitian. Data sekunder dari pihak lain yang berasal
dari buku-buku, majalah, literatur, artikel, internet, dan tulisan-tulisan
ilmiah.
Penelitian ini menggunakan data tabel SNSE dan data sekunder dari beberapa
instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat Jakarta, Kementrian
Perhubungan khususnya Perkeretaapian bagian perencanaan, data-data dari internet,
perpustakaan perhubungan Jakarta, dan literatur lain yang terkait dengan
(29)
2008 dengan mendisagregasi sektor perhubungan sehingga memungkinkan sektor
perhubungan kereta api ini dapat dianalisis. Penulis juga mendisagregasi sektor
perhubungan menjadi angkutan darat dan kereta api.
3.2. Metode Analisis
3.2.1. Sistem Neraca Social Ekonomi (SNSE) Indonesia 2008
Social Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam
sebuah perekonomian (Thorbecke, 1988). SAM adalah salah satu sistem pendataan
dan juga alat analisis penting yang dikembangkan untuk memantau dan menganalisa
berbagai hal, diantaranya: untuk mengamati apakah sebuah kebijakan ekonomi dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuat distribusi pendapatan semakin
merata di suatu negara. SNSE adalah sebuah neraca ekonomi masukan ganda
tradisional berbentuk matriks partisi yang mencatat segala transaksi ekonomi antar
agen, terutama sekali antar sektor-sektor di dalam blok produksi, sektor-sektor di
dalam blok institusi (termasuk di dalamnya rumahtangga), dan sektor-sektor di dalam
blok faktor produksi, di suatu perekonomian (Pyatt dan Round, 1979; Hartono dan
Resosudarmo, 1998).
Selain itu SNSE merupakan suatu sistem pendataan yang baik karena: (1)
SNSE merangkum seluruh kegiatan transaksi ekonomi yang terjadi di suatu
perekonomian untuk sebuah kurun waktu tertentu, dengan demikian SNSE dapat
(30)
29
dan (2) SNSE memotret struktur sosial-ekonomi di suatu perekonomian, dengan
demikian SNSE diantaranya dapat memberikan gambaran tentang kemiskinan dan
distribusi pendapatan di perekonomian tersebut.
SNSE juga merupakan suatu sistem kerangka data yang disajikan dalam
bentuk matriks, yang memberikan gambaran mengenai kondisi ekonomi dan sosial
masyarakat dan keterkaitan antara keduanya secara komprehensif, konsisten dan
terintegrasi. Sebagai suatu sistem kerangka data yang komprehensif dan terintegrasi,
SNSE mencakup berbagai data ekonomi dan social secara konsisten karena menjamin
keseimbangan transaksi dalam setiap neraca yang terdapat didalamnya. SNSE juga
bersifat modular karena dapat menghubungkan berbagai variabel ekonomi dan social
di dalamnya, sehingga keterkaitan antar variabel-variabel tersebut dapat diperlihatkan
dan diperjelas. SNSE yang merupakan alat analisis penting, karena: (1) analisa
dengan menggunakan SNSE dapat menunjukkan dengan baik dampak dari suatu
kebijakan ekonomi terhadap pendapatan masyarakat, dengan demikian dengan Social Accounting Matrix (SAM) dapat diketahui dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masalah kemiskinan dan distribusi pendapatan; dan (2) analisa dengan
SNSE relatif sederhana, maka penerapannya dapat dilakukan dengan mudah
diberbagai negara.
3.2.2. Tabel SNSE Indonesia 2008
Tabel SNSE 2008 terdiri atas empat neraca utama yaitu neraca faktor
produksi, neraca institusi, aktivitas/sektor produksi, dan neraca eksogen. Neraca
faktor produksi terdiri atas 17 neraca, neraca institusi terdiri atas 10 neraca, yaitu 8
(31)
atau sektor produksi terdiri atas 24 neraca, juga terdiri dari 1 neraca margin
perdagangan, 1 neraca margin pengangkutan, dan 24 neraca komoditas domestik.
Neraca eksogen sendiri terdiri dari 24 neraca komoditi impor, neraca kapital, pajak
tidak langsung, subsidi, dan luar negeri. Total neraca keseluruhan adalah 105 neraca.
Langkah Konstruksi dan Disagregasi Tabel SNSE Indonesia 2008 adalah:
Pengolahan data dilakukan dengan cara agregasi dan disagregasi Tabel SNSE
Indonesia 2008 hingga menyerupai kerangka dasar Social Accounting Matrix dengan matrix 56 x 56. Ini bermanfaat dalam proses analisis. Tahapan dari agregasi Tabel
SNSE adalah:
1. Masukkan baris dan kolom baru di neraca eksogen SNSE Indonesia 2008
yang akan disebut sebagai ROW (Rest Of the World)
2. Jumlahkan baris dan kolom dari komoditi impor agar mendapat nilai ROW
(Rest Of the World)
3. Hapus baris dan kolom dari komoditi impor
4. Hapus nilai matrix diagonal yang menghubungkan sektor produksi dan
komoditi domestik
5. Jumlahkan kolom dari sektor produksi dan komoditi domestik untuk membuat
blok aktivitas produksi pada SAM (Social Accounting Matrix), demikian pula pada barisnya
6. Masukkan nilai pada baris margin perdagangan ke baris sektor perdagangan
7. Hapus baris dan kolom margin perdagangan
8. Masukkan nilai baris margin pengangkutan ke baris sektor angkutan darat,
(32)
31
dan pergudangan sesuai dengan proporsi pengeluaran kolom margin
pengangkutan ke setiap sektor tersebut
9. Hapus baris dan kolom margin pengangkutan.
Neraca sektor produksi dalam SNSE Indonesia 2008 ini terdiri dari 24 sektor, dimana
kereta api dan angkutan darat merupakan sub sektor yang termasuk dalam sektor
angkutan darat. Dengan demikian dilakukan disagregasi pada sektor angkutan darat
agar sub sektor kereta api ini dapat diteliti. Data yang digunakan untuk melengkapi
neraca sub sektor yang didisagregasi diambil dari data Tabel Input-Output 2008 yang
terdiri dari 66 sektor.
3.2.3. Kerangka Dasar Social Accounting Matrix (SAM)
Salah satu tujuan menyusun SAM adalah untuk memperluas gambaran sistem
pendapatan nasional, dimana SAM lebih terfokus kepada pembahasan mengenai
tingkat kesejahteraan dari kelompok-kelompok sosial ekonomi yang berbeda
(MaGrath, 1987). Menurut Wagner (1999) ada beberapa keuntungan yang didapatkan
dengan menggunakan model SAM dalam suatu perencanaan ekonomi. Pertama,
SAM mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antara aktivitas
produksi, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan investasi, serta
perdagangan luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa SAM dapat menjelaskan
keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan di dalam suatu kawasan
perekonomian. Kedua, SAM dapat memberikan suatu kerangka kerja yang dapat
menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Ketiga, dengan
SAM dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang berguna untuk mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan,
(33)
yang menggambarkan struktur perekonomian. Sementara BPS (2003) mengemukakan
bahwa perangkat SAM dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang
menjelaskan mengenai :
1. Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara, seperti distribusi Produk Domestik
Bruto (PDB), konsumsi, tabungan, dan sebagainya.
2. Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang dirinci menurut
faktor-faktor produksi diantaranya tenaga kerja dan modal.
3. Distribusi pendapatan rumahtangga yang dirinci menurut berbagai golongan.
4. Pola pengeluaran rumahtangga.
5. Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja,
termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang mereka peroleh sebagai
kompensasi atas keterlibatannya dalam proses produksi.
Ada enam tipe neraca dalam sebuah Matrix SAM yang lengkap yaitu. 1. aktivitas, 2.
Komoditas, 3. faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan modal), 4. Institusi domestic
yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah, 5. Modal, 6. Rest of the
world. Lima neraca pertama dikelompokkan sebagai neraca endogen, sedangkan
neraca keenam menjadi neraca eksogen yang dapat mempengaruhi besar kecilnya
perubahan neraca endogen ketika dilakukan injeksi pada neraca.
Dalam kerangka dasar SAM Indonesia terdapat 4 neraca utama, yaitu: 1.
neraca faktor produksi, 2. neraca institusi, 3. neraca sektor produksi, 4. neraca
eksogen yang terdiri neraca modal dan rest of the world (ROW) (Daryanto, 2001b). Masing-masing neraca tersebut menempati lajur baris dan kolom. Neraca
(34)
33
menunjukkan penerimaan-penerimaan yang berasal dari upah dan sewa, selain itu
menunjukkan pendapatan modal, sedangkan kolom menunjukkan adanya revenue
yang didistribusikan ke rumahtangga sebagai pendapatan tenaga kerja, distribusi ke
perusahaan, dan keuntungan yang bukan dari perusahaan, serta keuntungan
perusahaan setelah dikurangi pembayaran pemerintah.
Neraca institusi mencakup rumahtangga, perusahaan, dan pemerintah.
Rumahtangga didisagregasikan kedalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang
berbeda tingkatnya. penerimaan rumahtangga antara lain datang dari pendapatan
faktor-faktor produksi, berbagai macam bentuk transfer seperti transfer pendapatan,
diantara rumahtangga, transfer pendapatan dari pemerintah, dari perusahaan atau dari
luar negeri. Sementara pengeluaran rumahtangga ditujukan untuk konsumsi
barang-barang dan pajak pendapatan, serta sebagian dimasukkan untuk saving dalam neraca modal. Pada perusahaannya, penerimaannya berasal dari keuntungan yang diperoleh
dan sebagian dari transfer, sedangkan pengeluarannya kepada pembayaran pajak dan
transfer. Untuk pemerintah, pengeluarannya berupa subsidi, konsumsi barang dan
jasa, transfer ke rumahtangga dan perumahan. Sebagian ada yang berupa saving. Penerimaannya sendiri berasal dari pajak dan transfer pendapatan dari luar negeri.
Neraca aktivitas atau sektor produksi merupakan neraca yang menjelaskan
tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barang-barang antara dan sewa
untuk memproduksi suatu komoditas. Kolom terdiri dari semua transaksi pengeluaran
yang meliputi permintaan antara, upah, sewa, dan value added dari pajak. Baris menunjukkan semua transaksi penerimaan yang meliputi penjualan domestik, subsidi
(35)
Neraca terakhir adalah neraca eksogen yang memuat neraca modal, dan
transaksi luar negeri atau rest of world (ROW). Dalam neraca modal, penerimaan
berupa pemasukan dalam bentuk tabungan rumahtangga, swasta, dan pemerintah.
Sementara dari sisi pengeluaran, pada neraca komoditas berupa investasi. Transaksi
antara domestik dengan luar negeri juga dicatat dalam neraca terakhir yang memuat
segala penerimaan yang berhubungan dengan luar negeri yang datang dari ekspor,
transfer pendapatan institusi dari luar negeri, transfer pendapatan dari faktor-faktor
produksi, dan pemasukan modal dari luar negeri. Sedangkan pengeluaran berupa
impor, pembayaran faktor-faktor produksi dan transfer ke luar negeri. Jumlah
pengeluaran dan penerimaan pada masing-masing neraca harus sama. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa dalam tabel SAM selalu terdapat keseimbangan dari
masing-masing neraca.
3.2.4. Perhitungan Matriks Pengganda dan dekomposisi
Dalam melakukan analisis dengan menggunakan SNSE, perhitungan matriks
pengganda (analisis multiplier) dan dekomposisi matriks pengganda merupakan suatu
teknik atau langkah penting. Dengan mendapatkan matriks pengganda dari suatu
SNSE dapat dilihat dampak dari suatu kebijakan terhadap berbagai sektor di dalam
suatu perekonomian , termasuk di dalamnya dampak suatu kebijakan terhadap
distribusi pendapatan. Dekomposisi matriks pengganda tersebut dilakukan untuk
memperjelas proses pengganda dalam suatu perekonomian, dengan kata lain
dekomposisi matriks pengganda dapat menunjukkan tahapan dampak yang terjadi
akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap berbagai sektor dalam suatu
(36)
35
pengganda yang dikembangkan oleh Pyatt (1979) yang relatif banyak digunakan.
Pada dekomposisi pengganda tersebut, Pyatt dan Round memecah matriks pengganda
menjadi tiga buah matriks pengganda closed loop. Secara umum matriks pengganda transfer, matriks pengganda open loop, dan matriks pengganda closed loop. Secara
umum matriks pengganda transfer menunjukkan dampak langsung aktivitas sebuah
sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama. Matriks pengganda open loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor-sektor di blok lainnya. Sedangkan matriks closed loop menunjukkan dampak aktivitas sebuah sektor terhadap sektor lainnya di dalam blok yang sama setelah terlebih dahulu
mempengaruhi sektor-sektor di blok lain.
3.2.5. Analisis Efek Pengganda Neraca
Aliran penerimaan dan pengeluaran yang dinyatakan dalam satuan moneter di
tabel SNSE ditunjukkan oleh matriks transaksi T. Jika setiap sel dalam matriks T
dibagi dalam jumlah kolomnya, maka akan didapat sebuah matriks baru yang
menunjukkan besarnya kecenderungan pengeluaran rata-rata yang dinyatakan dalam
proporsi (perbandingan). Matriks baru tersebut disebut matriks A, unsur-unsurnya
adalah Aij yang merupakan hasil pembagian nilai T pada baris ke I dan kolom j (Tij)
oleh jumlah kolom j, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Matrix A
� = � �−
Dimana :
(37)
Tij: nilai neraca baris ke-i dan kolom ke-j
�− :total kolom ke j atau total pengeluaran kolom ke j
Dalam hal ini �− adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom, sehingga :
�= �
0 0 �
� � 0
0 � �
� 2. Matrix Identitas (I)
3. Multiplier SAM
maka :
= � + , atau
= (� − �)−
Jika �� = (� − �)− , maka :
= �� Dimana :
Ma : pengganda neraca total (Multiplier SAM)
Y : Neraca endogen (faktor produksi, institusi, dan aktivitas produksi)
X : Neraca eksogen
Model ini menunjukkan bahwa dalam perubahan neraca eksogen (X) akan
(38)
37
3.2.6. Simulasi Kebijakan dan Justifikasinya
Social Accounting Matrix dapat mengkaji serta menganalisis bagaimana pengaruh dari penerapan revitalisasi perkeretaapian terhadap perekonomian
Indonesia, dengan melakukan beberapa simulasi sehingga nantinya dapat terlihat
bagaimana pengaruhnya terhadap pengalokasian sumberdaya (modal dan tenaga
kerja), pendapatan institusi, serta hubungan antar sektor produksi (aktivitas produksi).
Adapun skenario dari penelitian ini adalah: Simulasi Penerapan Kebijakan
Revitalisasi Perkeretaapian.
Justifikasi dari kebijakan revitalisasi perkeretaapian sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, dimana Pemerintah
berkewajiban untuk menyediakan biaya pembangunan dan pemeliharaan prasarana
perkeretaapian. Sebaliknya untuk pengadaan sarana merupakan kewajiban operator
sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian. Revitalisasi perkeretaapian
membutuhan dana sebesar Rp 19,3 triliun, sebagai bagian dari implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Revitalisasi digunakan
dengan cara meningkatkan kualitas sarana dan prasarana perkeretaapian serta
penyehatan P.T. Kereta Api. Penyehatan tersebut dilakukan dengan menginventrisasi
aset, audit kinerja, dan audit keuangan dengan batas waktu hingga tiga tahun ke
(39)
4.1. Perkeretaapian Indonesia
Perkeretaapian Indonesia dimulai tanggal 17 Juni 1864 dengan pemasangan
rel kereta api pertama di Semarang. Proyek tersebut dilaksanakan oleh NISM
(Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij) dan peresmiannya dilakukan oleh
Gubernur Jenderal Sloet Van Beele. Pemasangan lintas pertama bermotif komersial,
karena hasil bumi dari daerah Surakarta dan Yogyakarta yang merupakan bahan
ekspor, memerlukan angkutan cepat untuk sampai di pelabuhan Semarang. Pada
tahun 1868 mulai beroperasi Semarang-Tanggung sepanjang 26 km. Pada tahun 1870
selesai dipasang dan dibuka untuk umum lintas Semarang-Gundih-Surakarta. Tahun
1871-1873 dilakukan pemasangan rel Surakarta-Yogyakarta-Lempuyangan. Tanggal
10 April 1869 juga dipasang oleh NISM lintas Jakarta-Bogor selesai tahun 1873.
Lintas ini kemudian diambil oleh pemerintah yang mendirikan perusahaan kereta api,
yaitu SS (Staaatsspoor Wegen). Kemudian dilanjutkan pemasangan lintas
Bogor-Sukabumi-Bandung-Kroya-Yogyakarta-Surabaya. Pada lintas Yogyakarta-Surakarta
terdapat rel triganda (jalur dengan tiga batang rel) karena NISM menggunakan rel
lebar sedang SS sendiri menggunakanh rel normal. Tahun 1903 mulai dipasang oleh
NISM lintas Kedungjati-Ambarawa-Magelang-Yogyakarta. Tahun 1907 lintas
Sacang-Temanggung-Parakan. Tahun 1899-1903 dipasang oleh NISM
(40)
40
berdirinya perusahaan-perusahaan kereta api swasta lainnya yang berjumlah sepuluh
perusahaan SCS (Semarang Cirebon Stoomtram Maatschapij), SJS (Semarang
Juwana Stomtram Maatschappij).
Pemasangan rel kereta api di Sumatera terjadi tanggal 12 November 1876,
mulai dipasang lintas Ulele-Kota Raja (Banda Aceh). Kereta api ini dipasang oleh
Departemen Peperangan (DVO) untuk keperluan perang Aceh. Tanggal 1 Juni 1891
mulai dipasang lintas Pulu Aer-Padang untuk kepentingan tambang batubara. Tahun
1912 mulai dipasang lintas Teluk Betung-Perabumulih, Juli 1886 oleh perusahaan
DSM (Deli Spoorweg My) dipasang lintas Labuhan-Medan. Sulawesi mulai tanggal 1
Juli 1923 telah dipasang oleh SS lintas Makassar-Takalar dan beberapa tahun
kemudian operasinya dihentikan karena terlalu berat biaya eksploitasinya.
Setelah Republik Indonesia berdiri, perkeretaapian Indonesia diambil alih oleh
pemerintah Republik Indonesia. Tanggal 28 September 1945 secara resmi lahirlah
Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) berpusat tetap di Bandung yang
meliputi perusahaan kereta api di Jawa dan Madura. Pada waktu itu di Sumatera
masih dibawah pendudukan Belanda dibawah SS/VS (Staatspoor-weg En Verenigde
Spoorweg Bedrijr). Setelah Negara RI menjadi Negara kesatuan pada Januari 1950,
DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1963 terhitung 22 Mei 1963 status
perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api
(41)
dan masuk dibawah perusahaan api pemerintah pada saat itu kemudian bergabung
menjadi PNKA.
Penetapan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 1971 status
pekeretaapian berubah menjadi Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990, yang berlaku elektif
mulai tanggal 1 Januari 1991 berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api
(Perumka). Pada tahun 1992, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1992 tentang Perkeretaapian. Keluarnya Undang-Undang tersebut
mengakibatkan banyak peraturan perkeretaapian sejak jaman Belanda dinyatakan
tidak berlaku lagi. Status kereta api sekarang P.T. Kereta Api (Persero).
Undang-Undang kereta api yang terbaru adalah Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007,
dengan adanya Undang-Undang tersebut maka Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1992 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 disebutkan bahwa pemerintah
telah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk ikut mengembangkan bisnis
perkeretaapian di Indonesia. Jadi P.T. Kereta Api (Persero) harus menyiapkan diri
agar mampu menghadapi persaingan bisnis kereta api di Indonesia yang sebelumnya
menjadi hak monopoli mereka. Perusahaan tersebut telah melakukan banyak
pembenahan agar tetap eksis di bisnis kereta api dan mampu memanfaatkan segala
potensi yang dimiliki. Kereta api ini memiliki potensi bisnis yang belum tergali
dengan maksimal. Masih banyak jasa angkutan barang maupun penumpang yang
(42)
42
Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari zaman penjajahan
Belanda Tahun 1840 sampai dengan saat ini 2010, yang sampai saat ini belum
berhasil dengan baik. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun
jumlah maupun kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan
modernisasi. Dari sisi efisiensi energi dan rendahnya polutan yang dihasilkan, moda
kereta api sangat unggul dibandingkan moda lain. Moda ini mampu menjadi leading transportation mode khususnya sebagai lintas utama transportasi nasional.
Penentuan kebutuhan anggaran dana yang diperlukan dalam melakukan
revitalisasi perkeretaapian memerlukan perhitungan yang baik agar kebutuhan dan
realisasi anggaran dana yang diperlukan dalam revitalisasi tidak jauh berbeda. Dari
enam tahun terakhir dapat dilihat bahwa dana yang dianggarkan diawal dan
realisasinya di lapangan memiliki perbandingan yang jauh. Kebutuhan anggaran
untuk revitalisasi perkeretaapian paling kecil terlihat pada tahun 2005 sebesar 1,52
triliun, namun pada tahun berikutnya anggaran dana yang dibutuhkan jauh lebih
besar, hingga mencapai 10,39 triliun. Realisasi anggaran dana tahun 2011 sebesar
4,64 triliun, dan ini merupakan anggaran realisasi dana terbesar dibanding tahun
sebelumnya. Tabel 9 menunjukkan kebutuhan dan realisasi anggaran ditjen
perkeretaapian dalam hal revitalisasi perkeretaapian, yaitu:
Tabel 9. Kebutuhan dan Realisasi Anggaran Dana Revitalisasi Perkeretaapian Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Kebutuhan (triliun) 1.52 6.67 7.27 9.55 10.39 9.2 9.59 54.19
Realisasi (triliun) 1.38 2.79 3.05 3.21 3.69 3.92 4.64 22.68
Realisasi (%) 90.7 41.83 41.9 33.6 35.51 42.61 48.3 41.85 Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
(43)
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
Gambar 2. Progress Anggaran dan Realisasi Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008-2010
Dari Gambar 2 dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Total kebutuhan Anggaran Revitalisasi Perkeretaapian sebesar Rp. 19,36
Triliun.
2. Pada tahun 2009 terdapat alokasi Program Stimulus TA.2009 sebesar
Rp.601,9 Milyar.
3. Pagu Definitif TA.2010 sebasar Rp.3.729,46 Milyar (Usulan sebesar
Rp.8.672 Milyar).
4. Realisasi program revitalisasi (3 tahun) total sebesar Rp.11,451 Triliun.
Program revitalisasi perkeretaapian yang sudah dimulai tahun 2008 hingga saat ini
mengalami peningkatan, jika dilihat dari program yang akan dilakukan. Pada Tabel
10 dapat dilihat bagaimana progres pembangunan prasarana dan sarana dalam
revitalisasi perkeretaapian. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2008 2009 2010
4,655 7,154 7,556 4,600 7,500 8,600 (73,6) 3.428 (60,0%) 4,294 (49,4%) 3.729 (Tr il iun)
(44)
44
Tabel 10. Program Revitalisasi Perkeretaapian Tahun 2008 sampai 2010
Kegiatan Program Revitalisasi
2008 – 2010
Realisasi s.d
2010 Sisa
PRASARANA
a. Rehab / Peningkatan Jalan
KA 1.369 km 826 km 543 km
b. Pembukaan Lintas yang
Tidak Beroperasi 187 km 119 km 68 km
c. Pembuatan Jalur KA
Baru/ Jalur Ganda 388 km 232 km 156 km
d. Listrik Aliran Atas 132 km 43 km 89 km
e. Persinyalan 85 Pkt 36 Pkt 49 Pkt
f. Rehab / Peningkatan
Jembatan 150 Pkt 118 Pkt 32 Pkt
SARANA
a. KRL 176 Unit 92 Unit 84 Unit
b. Kereta Ekonomi 180 Unit 82 Unit 98 Unit
c. KRDI / KRDE 48 Unit 57 Unit 0 Unit
d. Lokomotif 87 Unit 3 Unit 84 Unit
e. Gerbong Barang 500 Unit 20 Unit 480 Unit
Sumber : Ditjend Perkeretaapian Kemenhub, 2009.
4.2. Revitalisasi Perkeretaapian
Menurut Forum Perkeretaapian Indonesia (2009), revitalisasi perkeretaapiaan
adalah pekerjaan besar yang mencakup perubahan struktural dan kultural. Revitalisasi
juga mengandung pengertian keterbukaan, akuntabilitas publik, dan dialog dengan
seluruh pemangku kepentingan. Program revitalisasi perkeretaapian Indonesia ini
merupakan upaya meningkatkan keamanan dan pelayanan moda massal.
Penggerak utama dari revitalisasi perkeretaapian nasional adalah terbitnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian sebagai pengganti
dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992. Undang-Undang ini melepas monopoli
(45)
maupun pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007
tentang Perkeretaapian mendorong peran pemerintah daerah dalam turut serta
menyelenggarakan layanan transportasi di daerahnya. Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2007 mempunyai tujuan dan latar belakang. Adapun tujuannya yaitu: 1.
Perlunya pengembangan potensi dan peningkatan peran kereta api sebagai alat
transportasi, 2. Peningkatan share kereta api dalam angkutan orang dan barang, 3.
Peningkatan kualitas pelayanan kereta api, 4. Menghilangkan monopoli dalam usaha
penyelenggaraan perkeretaapian. Latar balakangnya yaitu: 1. Memperlancar
perpindahan orang dan atau barang secara massal, 2. Dengan selamat, aman, nyaman,
cepat dan lancer, tepat waktu, tertib dan efisien, 3. Menunjang pemerataan,
pertumbuhan, dan stabilitas, 4. Menjadi pendorong dan penggerak pembangunan
nasional.
Pemerintah daerah pun harus secara tepat dan cermat memanfaatkan layanan
kereta api, dengan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan wilayah
masing-masing. Undang-undang ini menjadi dasar untuk diadakannya revitalisasi
perkeretaapian nasional. Banyak pasal dalam Undang-Undang tersebut yang
mengamanatkan perlunya pemerintah melakukan upaya revitalisasi dan
restrukturisasi untuk menyelamatkan perkeretaapian dari ancaman keterpurukan
berkepanjangan yang dapat membahayakan kelangsungan pelayanan publik dan
untuk memperbaiki sistem transportasi nasional. Salah satunya pada pasal 23 dan
pasal 31 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 menegaskan bahwa
penyelenggaraan prasarana dan sarana perkeretaapian umum dilakukan oleh badan
(46)
46
Maksudnya tidak ada badan usaha yang menyelenggarakan prasarana dan sarana
perkeretaapian umum. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menyelenggarakan
prasarana dan sarana perkeretaapian. Berbagai rencana strategis oleh departemen
perhubungan pada tahun 2005 hingga 2009 dalam hal revitalisasi perkeretaapian,
yang terdiri dari beberapa program dan sasaran, yaitu:
4.3. Rehabilitasi Sarana dan Prasarana Kereta Api
Sasaran rehabilitasi sarana dan prasarana kereta api adalah pemulihan fungsi
sarana dan prasarana perhubungan. Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan adalah
perbaikan terhadap prasarana kereta api, antara lain: rehabilitasi jalan kereta api,
rehabilitasi jembatan, rehabilitasi sinyal, rehabilitasi telekomunikasi, rehabilitasi
listrik, dan perbaikan pintu perlintasan, sedangkan untuk sarananya sendiri antara
lain: kereta (K3), kereta rel listrik (KRL), kereta rel diesel (KRD). Pada tahun 2005,
biaya yang dianggarkan adalah Rp. 71,5 miliar dan realisasinya di lapangan adalah
Rp. 25.5 miliar. Pada tahun 2006, biaya yang dianggarkan adalah Rp. 41,4 miliar dan
realisasinya adalah Rp. 39,9 miliar. Pada tahun 2007, biaya yang dianggarkan adalah
Rp. 57,3 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 30,7 miliar. Pada tahun 2008, biaya yang
dianggarkan adalah Rp. 64,6 miliar, dan realisasinya adalah Rp. 24,01 miliar. Untuk
tahun 2009, dana yang dianggarkan adalah Rp. 67,1 miliar, dan realisasinya adalah
Rp. 52,0 miliar. Jadi dari program pertama, dari keseluruhan yang dianggarkan
sebesar Rp. 301,81 miliar, dihitung realisasinya sebesar Rp. 172,14 miliar. Terlihat
perbandingan yang cukup jauh antara anggaran yang direncanakan dan apa yang
(1)
Lampiran 4. Klasifikasi Aktivitas Produksi Tabel SAM 2008 (Setelah
didisagregasi)
Aktivitas
Produksi
Pertanian Tanaman Pangan
28
Pertanian Tanaman Lainnya
29
Peternakan dan Hasil-hasilnya
30
Kehutanan dan Perburuan
31
Perikanan
32
Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi
33
Pertambangan dan Penggalian Lainnya
34
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
35
Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit
36
Industri Kayu & Barang Dari Kayu
37
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari
Logam dan Industri
38
Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen
39
Listrik, Gas Dan Air Minum
40
Konstruksi
41
perdagangan+margin
42
restoran+perhotelan
43
angkutan darat+margin
44
kereta api
45
angkutan darat
45
angkutan udara air dan komunikasi+margin
46
jasa penunjang angkutan dan pergudangan+margin
47
Bank dan Asuransi
48
Real Estate dan Jasa Perusahaan
49
Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film
dan Jasa Sosial Lainnya
50
(2)
Lampiran 5. Matriks Multiplier SAM
Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0.1 97 0.15 5 0.06 8 0.05 8 0.07 3 0.08 3 0.00 8 0.00 3 0.02 1 0.09 1 0.00 8 0.01 5 0.00 5 0.01 8 19 0.4 39 0.01 5 1.81 6 0.13 0 0.22 3 0.27 6 0.28 3 0.02 8 0.03 8 0.32 0 0.11 7 0.03 8 0.03 7 0.17 1 20 0.1 57 0
0.18 1 0
1.09 3 0
0.14 3 0
0.23 4 0
0.64 1 0
0.04 5 0 21
0.0 89 0
0.25 6 0
0.15 5 0
0.20 8 0
0.02 8 0
0.03 6 0
0.07 5 0 22
0.1 18 0
0.63 7 0
0.13 5 0
0.36 6 0
0.38 2 0
0.34 4 0
0.37 3 0 23 0
0.02 3 0
0.03 5 0
2.05 6 0
0.53 2 0
0.91 1 0
0.26 9 0
0.06 7 24 0
0.01 0 0
0.02 9 0
0.49 9 0
0.03 3 0
0.44 9 0
0.18 4 0
0.08 5 25 0
0.06 3 0
0.05 6 0
0.23 3 0
0.32 2 0
1.53 5 0
1.22 2 0
1.10 5
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(3)
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM
Kode 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.40
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.08
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.00
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.19
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.16
18 0.1 0.00 0.0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.04 0.01 0.32 0 19 0.0 0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02 0.03 0.39 0 20 0.0 0 0.69 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.02 0.02 0.32 0 21 0.0 0 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.10 0 22 0.0 0 1.08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.02 0 23 0 0.05 0.99 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.07 0.22 0 24 0 0.01 0.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.08 0 25 0 0.18 1.46 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.02 0 26 0 0 12.13 0.00 0.06 0.02 0.01 0.04 0.04 0.01 0.05 1.34 0.68 0 27 0 0 0 0.02 0.09 0.07 0.02 0.10 0.14 0.04 0.14 4.95 1.38 0 28 0 0 0 0.18 0.57 0.32 0.09 0.17 0.36 0.10 0.23 0 0 0.14 29 0 0 0 0.00 0.02 0.02 0.00 0.01 0.02 0.00 0.01 0 0.00 0.09 30 0 0 0 0.08 0.27 0.22 0.06 0.15 0.28 0.08 0.22 0 0 0.12 31 0 0 0 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0 0 0.00 32 0 0 0 0.06 0.23 0.20 0.05 0.14 0.20 0.07 0.20 0 0 0
33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0 0 0 35 0 0 0 0.37 1.16 0.71 0.21 0.54 1.01 0.32 0.90 0 0 0 36 0 0 0 0.03 0.14 0.13 0.04 0.08 0.14 0.04 0.12 0 0.01 0.00 37 0 0 0 0.01 0.05 0.05 0.00 0.04 0.05 0.00 0.06 0 0.00 0.00 38 0 0 0 0.06 0.36 0.26 0.09 0.28 0.54 0.19 0.62 0 0.12 0.00 39 0 0 0 0.04 0.16 0.25 0.09 0.22 0.28 0.12 0.27 0 0.05 0.17 40 0 0 0 0.00 0.04 0.03 0.01 0.03 0.06 0.01 0.08 0 0.02 0.00 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.13 0.00
42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.71
43 0 0 0 0.02 0.26 0.18 0.10 0.24 0.41 0.12 0.41 0 0.12 0.00 44 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0 0.00 0.00 45 0 0 0 0.03 0.12 0.07 0.03 0.05 0.10 0.02 0.08 0 0.04 0.06 46 0 0 0 0.00 0.17 0.1 0.02 0.14 0.17 0.05 0.23 0 0.06 0.02 47 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0 0.01 0.00 48 0 0 0 0.00 0.07 0.05 0.00 0.06 0.07 0.01 0.12 0 0.04 0.00 49 0 0 0 0.02 0.09 0.12 0.02 0.08 0.20 0.03 0.16 0 0.02 0.00 50 0 0 0 0.14 0.39 0.32 0.10 0.16 0.46 0.08 0.35 0 1.34 0 51 0 0 0 0.03 0.12 0.12 0.02 0.09 0.20 0.04 0.23 0 0.11 0.00
(4)
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM
kode 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 1 0.236 0.218 0.033 0.110 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0.045 0.053 0.014 0.072 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0.460 0.323 0.037 0.131 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0.026 0.039 0.006 0.041 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0.012 0.014 0.008 0.003 0.08 0.08 0.17 0.05 0.06 0.15 0.19 0.01 0.56 0.03 6 0.006 0.012 0.001 0.006 0.14 0.07 0.31 0.17 0.07 0.62 0.47 0.02 0.55 0.12 7 0.002 0.001 0.002 0.001 0 0.09 0.13 0.03 0.06 0.15 0.17 0.00 0.09 0.02 8 0.001 0.001 0.001 0.000 0 0.05 0.11 0.03 0.04 0.09 0.05 0.00 0.08 0.08 9 0.010 0.012 0.004 0.003 0.02 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02 0.02 0.00 0.00 0.16 10 0.004 0.010 0.005 0.006 0.12 0.00 0.08 0.03 0.00 0.20 0.19 0.03 0.08 0.74 11 0.002 0.001 0.000 0.001 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.88 12 0.001 0.001 0.000 0.001 0 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 1.19 13 0.002 0.006 0.000 0.001 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 14 0.001 0.008 0.001 0.001 0.07 0.00 0.03 0.00 0.00 0.05 0.08 0.02 0.05 0.07 15 0.003 0.000 0.002 0.001 0 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 16 0.001 0.000 0.001 0.001 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.02 0.00 0.04 0.01 17 0.171 0.292 0.189 0.645 3.24 0.12 1.27 0.48 0.27 1.92 2.85 0.84 1.72 0.44
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0.003 0.056 0 0.005 0 0 1.78 0 0 0.00 0.00 0 0 0.00 29 0.098 0.016 0.016 0.005 0 0 0.78 0.02 0.00 0.00 0.34 0 0 0.00 30 0.032 0.394 0 0.001 0 0 0.08 0.08 0.00 0.00 0.00 0 0 0 31 0.001 0.000 0.009 0.001 0.00 0.00 0.00 0.01 0.18 0.01 0.00 0.00 0.18 0.00 32 7.9E-05 0 0 0.177 0 0 0.40 0.00 0 0.00 0.00 0 0 0 33 0 0 0 0 0.48 0 0.00 0.00 0.00 0.43 1.36 0.16 0.00 0 34 2.0E-07 2E-05 0 0 0 0.00 0.00 0.00 0 0.00 0.05 0 0.67 0.00 35 3.7E-03 5E-01 0 0.063 0 0 1.28 0.01 0.00 0.00 0.03 0 0 0.01 36 1.7E-03 6E-05 0.001 0.000 0.00 0.00 0.00 0.60 0.00 0.02 0.01 0.00 0.00 0.06 37 5.8E-04 1E-04 0 0.001 0 0.00 0.00 0.00 0.29 0.05 0.00 0 0.51 0.03 38 1.7E-02 6E-04 0.025 0.014 0.10 0.01 0.05 0.04 0.03 1.90 0.08 0.02 1.66 0.22 39 2.0E-01 2E-02 0.006 0.057 0.05 0.05 0.10 0.19 0.08 0.75 0.86 0.22 1.33 0.41 40 3.5E-04 3E-03 0.000 0.002 0.00 0.00 0.01 0.04 0.01 0.11 0.05 0.09 0.00 0.18 41 4.1E-02 9E-04 0.008 0.004 0.02 0.03 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.21 42 1.1E-01 6E-01 0.064 0.438
0.03
6 0.07 1.43 0.25 0.22 1.47 1.00 0 0 0 43 1.0E-03 1E-04 0.000 0.002 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.03 0.02 0.00 0.06 0.11 44 1.2E-04 3E-04 0.000 0.000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 45 2.3E-02 5E-02 0.009 0.024 0.01 0.03 0.09 0.04 0.06 0.29 0.25 0.00 0.02 0.33 46 7.8E-03 2E-02 0.007 0.012 0.01 0.01 0.04 0.02 0.02 0.14 0.13 0.00 0.04 0.29 47 2.9E-03 7E-03 0.002 0.004 0.00 0.00 0.01 0.00 0.01 0.05
0.04 4
5E-05 0 0.01 48 5.1E-02 5E-03 0.004 0.007 0.01 0.00 0.06 0.03 0.02 0.10
0.06 5
8E-03 0.09 0.47 49 4.0E-03 2E-03 0.003 0.000 0.01 0.00 0.02 0.01 0.00 0.12
0.02 5
1E-02 0.20 0.62 50 0 0 0 0 0 0 0.03 0.00 0.00 0.02
0.02 6
2E-04 0 0.00 51 0.021 0.004 0.00 0.000 0.02 0.01 0.02 0.00 0.01 0.06
0.02 7
(5)
Lanjutan Lampiran 5. Matrix Multiplier SAM
Kode 43 44 45 46 47 48 49 50 51
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0.002 0.002 0.102 0.021 0.005 0.003 0.009 0.023 0.041 6 0.016 0.003 0.152 0.080 0.019 0.011 0.037 0.110 0.115 7 0.008 0.002 0.091 0.069 0.017 0.000 0.001 0.011 0.021 8 0.012 0.004 0.185 0.043 0.026 0.001 0.002 0.029 0.039 9 0.070 0.001 0.024 0.033 0.008 0.052 0.014 0.139 0.050 10 0.302 0.001 0.062 0.192 0.047 0.252 0.125 0.509 0.266 11 0.147 0.000 0.008 0.015 0.009 0.002 0.005 0.014 0.013 12 0.283 0.000 0.013 0.018 0.014 0.003 0.055 0.055 0.030 13 0.002 0.000 0.001 0.003 0.001 0.006 0.004 0.448 0.009 14 0.017 0.000 0.010 0.041 0.008 0.070 0.066 0.767 0.052 15 0.001 0.000 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.021 0.003 16 0.005 0.000 0.003 0.003 0.003 0.003 0.026 0.057 0.017 17 0.199 0.003 0.139 0.891 0.046 0.929 1.163 0.339 0.426
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0.192 0 0 0.001 0 0 0 0.231 0
29 0.010 0 1.2E-05 4.9E-05 0 6E-07 0 0.004 0.006 30 0.546 0 5.7E-04 1.3E-03 0 0 1.5E-05 0.091 0 31 0.001 5E-05 0 0 0 0 1.5E-04 0.000 0.002 32 0.092 0 0 0.000442515 0 0 2.4E-03 0.025 0
33 0.000 0.001 0 0 0 0 0 0 0
34 0.000 0 0 0 0 0 0 0.009 0
35 0.492 0.001 0.000 0.026 0.001 0.002 0.007 0.183 0.004 36 0.017 0.000 0.004 0.003 0.001 0.000 0.006 0.010 0.021 37 0.000 0 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.002 0.001 38 0.002 0.005 0.048 0.085 0.007 0.049 0.050 0.172 0.326 39 0.013 0.010 0.444 0.217 0.006 0.017 0.031 0.174 0.228 40 0.005 0.004 0.005 0.022 0.010 0.011 0.013 0.013 0.025 41 0.001 0.006 0.005 0.032 0.038 0.013 0.120 0.026 0.007
42 0 0 0 0 0 0 0 0 0.000
43 0.002 0.000 0.006 0.027 0.000 0.010 0.016 0.010 0.011 44 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 45 0.001 0.000 0.017 0.003 0.001 0.011 0.011 0.009 0.005 46 0.003 0.001 0.028 0.132 0.023 0.035 0.049 0.024 0.015 47 0.000 0.000 0.018 0.085 0.019 0.001 0.002 0.001 0.000 48 0.007 0.001 0.044 0.063 0.003 0.400 0.074 0.020 0.013 49 0.007 0.001 0.029 0.046 0.015 0.050 0.039 0.052 0.047 50 0.003 0.000 0.000 0.015 0.002 0.014 0.024 0.075 0.013 51 0.001 0.001 0.381 0.032 0.013 0.043 0.111 0.023 0.013
(6)