peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api 36,37. Pembiayaan yang tidak terpenuhi tersebut disebabkan karena keterbatasan alokasi
anggaran dana dari APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Program lain yang melampaui target pembiayaan yaitu program peningkatan
aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian 163,58 dan program restrukturisasi dan reformasi kelembagaan 106,59. Untuk realisasi pembiayaan
program peningkatan aksesibilitas pelayanan angkutan perkeretaapian didominasi oleh subsidi kereta ekonomi selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan rata-
rata 19,3 persen dimana pada tahun 2005 sebesar Rp. 270 Milyar dan pada tahun 2009 dialokasikan sebesar Rp. 535 Milyar.
4.6. Permasalahan dan Tantangan Perkeretaapian
Secara umum yang menjadi kendala utama angkutan kereta api adalah terbatasnya jumlah armada, kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian yang tidak
handal karena backlog perawatan, peran dan share angkutan kereta api yang masih rendah, kurangnya keterpaduan dengan moda transportasi serta masih minimnya
peran swasta maupun pemda dalam hal pembangunan perkeretaapian Indonesia. Secara rinci berikut uraian permasalahan dan tantangan yang masih akan dihadapi
dalam pembangunan perkeretaapian: a.
Masih banyak kondisi prasarana rel, jembatan kereta api, dan sistem persinyalan dan telekomunikasi kereta api yang telah melampaui batas umur
teknis serta terjadi backlog pemeliharaan prasarana. b.
Semakin menurunnya kualitas sarana angkutan perkeretaapian karena sebagian besar telah melampaui umur teknis serta kondisi perawatan tidak
memadai, sehingga banyak sarana yang tidak siap operasi. Kondisi perawatan sarana sangat terbatas, disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, sistem
perawbatan yang kurang efisien, dukungan struktur organisasi kelembagaan sebagai unit perawatan masih minim, peralatan dan teknologi serta SDM
masih terbatas, sistem pengoperasian dan pemeliharaan yang kurang terpadu, penggunaan berbagai teknologi yang kurang didukung sistem pendidikan,
pelatihan dan industri perkeretaapian maupun penyediaan materialnya. c.
Bottleneck terjadi di beberapa lintas utama akibat tidak seimbangnya penambahan kapasitas lintas terhadap peningkatan frekuensi pelayanan kereta
api. Sebagian lintas kereta api sudah tidak dioperasikan, namun di sisi lain sebagian lintas perkeretaapian sudah mulai jenuh kapasitasnya, sehingga
berdampak terhadap kelancaran dan keterlambatan operasi kereta api. d.
Sumber pendanaan pemerintah untuk pengembangan dan investasi prasarana masih terbatas, sedangkan peran serta swasta dan Pemdan masih belum
optimal. e.
Tingginya tingkat kecelakaan kereta api terutama akibat backlog pemeliharaan sarana dan prasarana serta masih banyaknya perlintasan
sebidang dan rendahnya disiplin pengguna jalan pada perlintasan tersebut. f.
Masih rendahnya keamanan dan ketertiban serta banyaknya gangguan si stasiun sepanjang jalur jalan kereta api akibat banyak munculnya bangunan
liar dan kegiatan masyarakat disepanjang jalur. Di sisi lain masih rendahnya disiplin dan tindak penertiban dalam pengamanan daerah milik jalan dan
pengguna angkutan tersebut juga dapat membahayakan keselamatan operasi angkutabn.
g. Rendahnya mobilitas angkutan akibat belum optimalnya keterpaduan
pelayanan antar moda, terbatasnya pengembangan lintas jaringan pelayanan. h.
Belum efektifnya kebijakan penerapan skema pendanaan serta masih lemahnya fungsi dan mekanisme perencanaan, monitoring, dan evaluasi serta
kelembagaan dan sistem data dan informasi untuk mendukung pelaksanaan skema pendanaan tersebut.
i. Belum berkembangnya teknologi perkeretaapian dan industri penunjang
perkeretaapian nasional yang berdaya saing. j.
Belum optimalnya peran regulator dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah yang telah ada di bidang
penyelenggaraan perkeretaapian serta lalu lintas dan angkutan kereta api. k.
Kurang efektifnya sistem kelembagaan perkeretaapian. l.
Masih rendahnya peran BUMN perkeretaapian dan partisipasi swasta, karena : 1. Belum adanya kejelasan arah restrukturisasi internal BUMN dan
pemisahan peran BUMN sebagai operator prasarana dan sarana, 2. Masih rendahnya kualitas SDM perkeretaapian terutama dalam budaya
organisasi, manajemen dan penguasaan teknologi, 3. Sistem kerjasama antar swasta, BUMN dan pemerintah belum
berkembang,
4. Risk Management dalam investasi swasta dan BUMN di bidang perkeretaapian perlu direncanakan secara menyeluruh dan detail untuk
mempercepat dan meningkatkan iklim investasi di bidang perkeretaapian. Untuk mengatasi permasalah tersebut, maka program pembangunan diarahkan
untuk pengembangan sistem kelembagaan, peningkatan peran Pemerintah Daerah dan Swasta, peningkatan keselamatan dan tingkat pelayanan seperti peningkatan serta
pemeriksaan kelalaian sarana dan prasarana.
4.7. Target Pertumbuhan dan Kebutuhan Investasi Sektor Transportasi Tahun 2010-2014