5. Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis dapat diketahui dengan melihat besarnya nilai Indeks Keanekaragaman Jenis H’. Tinggi
rendahnya nilai H’ mencerminkan tingkatan keanekaragaman pada suatu tegakan. Nilai H’ akan mencapai maksimum jika jenis yang ada pada suatu
tegakan mempunyai nilai kualitatif yang sangat besar. Keanekaragaman suatu jenis ditentukan oleh dua komponen yaitu kekayaan jenis dan
kemerataan jenisnya Magurran, 1988. Dan untuk menentukan parameter pertama digunakan Indeks Kekayaan Jenis Margallef R1. R1 adalah
indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas. Berdasarkan Magurran 1988 besaran R13,5 menunjukkan kekayaan jenis tergolong
rendah, 3,5R15,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong sedang, dan R15,0 menunjukkan kekayaan jenis tergolong tinggi. Besarnya R1 untuk
masing-masing lokasi plot pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Indeks Kekayaan Margallef R1 pada Plot Pengamatan.
Kondisi Hutan
Kelerengan Tingkatan Vegetasi
Semai Pancang
Tiang Pohon
A Datar
4,0 6,1
6,7 7,4
Sedang 5,3
6,0 7,4
7,9 Curam
5,9 5,4
6,2 7,3
D Datar
3,1 4,8
4,9 5,1
Sedang 4,1
4,1 5,9
6,3 Curam
4,5 4,2
5,9 6,6
Keterangan : A = Hutan Primer
D = Hutan Setelah Setahun Penebangan Et+1
Dari Tabel 14 terlihat bahwa pada tingkat semai nilai R1 tergolong tinggi terdapat pada kondisi primer sedang dan curam, untuk nilai R1 yang
tergolong rendah terdapat pada Et+1 datar dan R1 tergolong sedang terdapat pada kondisi primer datar, Et+1 sedang dan Et+1 curam. Pada
tingkatan pancang R1 yang tergolong sedang terdapat pada kondisi E+1 pada semua kelerengan sedangkan pada kondisi primer nilai R1
seluruhnya tergolong tinggi. Pada tingkatan tiang, hampir seluruh nilai R1 tergolong tinggi dengan nilai tertinggi pada kondisi primer sedang.
Sedangkan untuk kondisi Et+1 datar nilai R1 tergolong sedang. Dan pada tingkatan pohon seluruh nilai R1 tergolong tinggi dengan nilai R1 tertinggi
pada kondisi primer sedang.
Evenness Index E atau Indeks Kemerataan menunjukkan ukuran kemerataan proporsi jumlah individu pada setiap spesies yang dijumpai
pada suatu komunitas. E juga dapat digunakan sebagai indikator adanya sistem dominansi antara setiap spesies Magurran, 1988. E pada kondisi
hutan primer dan pada kondisi hutan satu tahun setelah penebangan tersaji pada Tabel 15.
Tabel 15. Indeks Kemerataan Jenis E pada Plot Pengamatan.
Kondisi Hutan
Kelerengan Tingkatan Vegetasi
Semai Pancang
Tiang Pohon
A Datar
0,9 0,8
0,9 0,8
Sedang 0,7
0,8 0,9
0,9 Curam
0,8 0,8
0,9 0,9
D Datar
0,8 0,8
0,8 0,8
Sedang 0,8
0,8 0,8
0,8 Curam
0,8 0,8
0,9 0,9
Keterangan : A = Hutan Primer
D = Hutan Setelah Setahun Penebangan Et+1
Berdasarkan perhitungan dapat dilihat bahwa nilai Indeks Kemerataan E pada kondisi primer ataupun Et+1 memiliki nilai diatas 0,6. Dengan
demikian maka berdasarkan kriteria Megurran 1988 kedua kondisi hutan tersebut bahwa memiliki nilai kemerataan jenis yang tinggi.
Indeks Nilai Penting masing-masing jenis berkaitan erat dengan Indeks Keanekaragaman Jenis H’ dalam petak. Nilai H’ sebenarnya
menggambarkan banyaknya jumlah individu jenis dan jumlah jenis. Perhitungan nilai H’ menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Perubahan
nilai H’ yang terjadi akibat adanya suatu gangguan menyebabkan penurunan nilai H’ pada umumnya. Nilai Keanekaragaman jenis dari
setiap tegakan hutan tersaji dalam Tabel 16. Tabel 16. Indeks Keanekaragaman Jenis H’ pada Plot Pengamatan.
Kondisi Hutan
Kelerenga n
Tingkatan Vegetasi Semai
Pancang Tiang
Pohon
A Datar
2,8 2,9
3,1 3,2
Sedang 2,6
3,1 3,3
3,4 Curam
2,9 3,0
3,2 3,4
D Datar
2,8 2,9
3,1 3,3
Sedang 2,9
3,2 3,2
3,3 Curam
2,8 3,0
3,1 3,5
Keterangan : A = Hutan Primer
D = Hutan Setelah Setahun Penebangan Et+1
Menurut Magurran 1988 nilai Indeks Keanekaragaman Jenis umumnya berada pada kisaran antara 1,5 – 3,5. Jika nilai Indeks
Keanekaragaman Jenis H’ dibawah nilai 1,5 maka nilai H’ tergolong rendah. Jika nilai H’ berada pada rentang 1,5H’3,5 maka tergolong
sedang dan jika berada pada nilai diatas 3,5 maka nilai H’ tergolong tinggi. Pada umumnya karena jarang didapati nilai H’ pada suatu kawasan yang
tergolong tinggi dan mengingat terlalu lebarnya rentang nilai sedang maka jika suatu nilai H’ mendekati 3,5 maka tingkat keanekaragaman sudah
dapat digolongkan cukup tinggi. Dari tabel 16 terlihat bahwa secara umum keanekaragaman jenis pada
kedua kondisi hutan berada pada rentang nilai diatas 3,0 sehingga berdasarkan Magurran 1988 kedua kondisi hutan tersebut memiliki
tingkat keanekaragaman cukup tinggi. Pada kondisi hutan primer seluruh nilai H’ berada dibawah 3,5 sedangkan pada kondisi hutan setahun setelah
penebangan terdapat nilai batas 3,5 yang dapat dikatakan terjadi peningkatan nilai keanekaragaman.
B. Kondisi Jalur Tanam Petak Penelitian