Dari Tabel 7 dapat terlihat bahwa famili Dipterocarpaceae tidak banyak mengalami perubahan. Dari keseluruhan jumlah jenis pada semua
kelerengan tercatat menurun sebanyak 4 jenis. Untuk jumlah famili yang diketemukan pada petak penelitian, pada petak datar terjadi penurunan
sebanyak 3 famili, petak sedang tetap, dan pada petak curam menurun sebanyak 2 famili. Untuk jumlah pohon per hektar dari famili
dipterocarpaceae pada petak datar mengalami penurunan sebanyak 20 pohon, pada petak sedang menurun sebanyak 49 pohon dan pada petak
curam menurun sebanyak 29 pohon. Sedangkan untuk besaran nilai luas bidang dasar pada keseluruhan petak menurun sebanyak 10,6 m
2
ha. Nilai ini lebih rendah dari kondisi primer akibat kegiatan penebangan dan
penjaluran yang menumbangkan sebagian besar pohon-pohon pada areal tersebut dan waktu satu tahun setelah kegiatan penebangan belum mampu
mengembalikan nilainya menjadi sebesar semula.
3. Kerapatan dan Frekuensi Jenis
Mengetahui nilai kerapatan pada sebuah tegakan hutan pada kawasan yang telah terdegradasi dapat digunakan untuk menilai tingkat
kepulihannya. Kerapatan suatu individu dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah jenis individu per luasan areal. Perbandingan nilai
kerapatan dan Frekuensi dari kondisi hutan primer dan Et+1 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Pemudaan Kelompok Jenis Komersial Ditebang pada Plot Pengamatan dilihat dari Kerapatan Nha serta Frekuensi
Kondisi Hutan
Kelerengan Semai
Pancang Tiang
Pohon K
F K
F K
F K
F
Hutan Primer Datar
13.533 2,3 2.197 3,5 240 2,2 166 5,2 Sedang
25.400 2,7 2.208 3,2 368 3,2 173 5,6 Curam
16.867 3,0 3.205 4,1 296 2,7 166 5,6 Rata-Rata
18.600 2,7 2.537 3,6 301 2,7 168 5,5 Setelah
Setahun Datar
19.667 3,0 1.717 2,8 415 3,4 102 3,4 Sedang
22.567 2,6 2.816 4,0 301 2,5 97
3,4 Curam
10.600 2,6 1.957 3,0 204 1,8 107 3,8 Rata-Rata
17.611 2,7 2.163 2,9 307 2,6 102 3,5
Dari tabel 8 dapat dilihat masih dijumpai adanya penurunan jumlah kerapatan dan frekuensi sebagai akibat dari kegiatan pemanenan kayu.
Penurunan kerapatan secara rataan terjadi pada semua tingkatan permudaan. Pada tingkat semai penurunan terbesar terjadi pada petak
dengan kelerengan curam dari sekitar 16.867 individu semaiha turun menjadi sekitar 10.600 individu semaiha. Untuk tingkat pancang
penurunan paling besar terjadi juga pada petak dengan kelerengan curam dari sekitar 3.205 individu pancangha turun cukup besar menjadi 1.957
individu pancangha begitu juga untuk tingkat permudaan tiang yang mengalami penurunan terbesar pada petak dengan kelerengan sedang
yakni dari sejumlah 296 individu tiangha turun menjadi 204 individu tiang ha. Pada tingkat pohon penurunan jumlah kerapatan individu terjadi
pada kelerengan sedang dengan dari sejumlah 173 individu pohonha turun menjadi sekitar 97 individu pohonha. Penurunan jumlah individu dapat
dikarenakan oleh dampak dari kegiatan penebangan yakni karena rebahnya pohon-pohon dan dampak tersebut tergantung dari kondisi lanskap dan
topografi kawasan. Semakin tinggi tingkat kelerengan dan semakin tinggi kerapatan suatu kawasan maka dampak penebangan akan semakin tinggi.
Satu tahun setelah kegiatan penebangan dan penjaluran pada lokasi penelitian selain terjadi penurunan jumlah individuha juga terjadi
peningkatan jumlah individuha, hal ini terjadi pada tingkatan permudaan semai, pancang dan tiang. Pada tingkat semai peningkatan jumlah terjadi
pada petak dengan kelerengan datar yakni meningkat dari sekitar 13.533 individu semaiha menjadi sekitar 19.667 individu semaiha. Pada tingkat
pancang peningkatan terjadi pada petak sedang yakni meningkat dari sekitar 2.208 individu pancangha menjadi 2.816 individu pancangha.
Untuk tingkatan tiang peningkatan jumlah individu kembali teramati pada petak dengan kelerengan datar dengan 240 individu tiangha pada kondisi
primer meningkat menjadi sekitar 415 individu tiangha. Peningkatan jumlah individuha dapat dikarenakan oleh terbukanya celah hutan akibat
kegiatan penebangan sehingga mengakibatkan terjadinya ledakan populasi
dari jenis-jenis yang sangat memerlukan paparan sinar matahari pada permudaan tingkat awal yakni semai dan pancang.
Nilai frekuensi jenis pada kondisi satu tahun jika dibandingkan dengan kondisi primer pada semua tingkatan permudaan rata-rata secara
keseluruhan berada dibawah kondisi primer. Tetapi pada beberapa tingkat permudaan dan kelerengan tertentu nilai frekuensi jenis pada kondisi
primer terlampaui oleh nilai frekuensi jenis pada saat setahun setelah kegiatan penebangan. Hal ini terlihat pada permudaan semai petak datar
dimana nilai frekuensinya meningkat dari 2,3 menjadi 3,0. Nilai frekuensi yang lebih besar juga teramati pada tingkatan pancang pada kelerengan
sedang yang meningkat dari nilai frekuensi 3,2 menjadi 4,0. Pada tingkat tiang nilai lebih besar didapati pada petak dengan kelerengan datar yakni
meningkat dari nilai frekuensi 2,2 menjadi 3,4 nilai ini sekaligus kenaikan terbesar pada semua tingkat permudaan. Hanya tingkat pohon yang nilai
frekuensinya masih berada dibawah dari nilai frekuensi pada kondisi primer.
4. Dominansi Jenis