26
kemampuan dalam menghambat kerja dari enzim alfa-glukosidase yang terdapat dalam teh hijau masih dapat terekstrak dan bekerja dengan baik, sehingga kemampuan yang dimiliki komponen
bioaktif tersebut masih setara dengan acarbose sebagai kontrol positif. Tadera et al. 2006 melaporkan bahwa enzim alfa glukosidase dapat dihambat secara
efektif oleh naringenin, kaemferol, luteolin, apigenin, katekin dan epikatekin, diadzein dan epigalokatekin galat. Kandungan kaemferol, luteoin, katekin, epikatekin, dan epigalokatekin galat
yang terdapat dalam teh hijau yang telah diseduh adalah sebesar 1.42, 0.17, 2.73, 8.47, dan 82.89 mg100 g United States Departement of Agriculture 2003. Tadera et al. 2006 juga
menambahkan bahwa senyawa flavonoid lain yang berpotensi menghambat enzim alfa glukosidase yang berasal dari khamir adalah antosianidin, isoflavon, dan kelompok flavonol. Valant-Vetschera
dan Wollenweber diacu dalam Andersen dan Markham 2006 memaparkan bahwa quersetin, kaemferol, dan myricetin termasuk ke dalam golongan flavonol. Minuman teh hitam mengandung
kaemferol, myricetin dan quersetin masing-masing sebesar 1.42, 1.1, dan 2.69 mg100 g United States Departement of Agriculture 2003.
2. Inhibisi Enzim Alfa-Glukosidase dari Ekstrak Teh Hijau setelah melalui
simulasi sistem pencernaan
Analisis statistik menunjukkan bahwa faktor suhu dan faktor waktu tidak berpengaruh terhadap nilai inhibisi enzim alfa-glukosidase p0.05 pada pH 6,8 setelah melewati proses
pencernaan ekstrak teh hijau Lampiran 17. Untuk interaksi antara suhu dan lamanya waktu penyeduhan teh hijau, kedua faktor ini berpengaruh terhadap nilai inhibisi enzim alfa-glukosidase
p0.05 pada pH 6,8 setelah melewati proses pencernaan ekstrak teh hijau, untuk itu diperlukan uji lanjutan Lampiran 18 dan 19. Terdapat satu sampel yang memiliki respon yang tidak berbeda
nyata dengan respon acarbose sebagai kontrol positif pada taraf kepercayaan 5. Sampel tersebut antara lain adalah sampel teh hijau dengan suhu penyeduhan 70
o
C selama 30 menit. Sedangkan kelima sampel lainnya, yaitu sampel dengan suhu penyeduhan 70
o
C selama 5 menit, 70
o
C selama 15 menit, 100
o
C selama 5 menit , 100
o
C selama 15 menit, dan sampel dengan suhu penyeduhan 100
o
C selama 30 menit memberikan respon yang berbeda dengan taraf kepercayaan 5. Dengan kata lain pada pengujian nilai inhibisi alfa-glukosidase ini terdapat satu sampel dengan kombinasi
perlakuan antara suhu dan waktu penyeduhan terbaik, sehingga komponen bioaktif yang diduga berperan dalam menghambat kerja enzim alfa-glukosidase dapat terekstrak dan dapat bekerja
dengan baik. Dapat dilihat juga bahwa pada ekstrak sampel pada suhu penyeduhan 70
o
C selama 30 menit nilai inhibisi enzim alfa-glukosidase ini masih tidak berbeda nyata dengan acarbose sebagai
kontrol positif pada p0.05. Hal ini menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang diduga menghambat kerja dari enzim alfa-glukosidase mempunyai sifat yang tahan terhadap perubahan
pH di dalam sistem pencernaan tubuh manusia dan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Friedman dan Jurgen 2000 menyatakan bahwa --Catechin, --epigallocatechin, dan ferulic acid adalah
komponen yang tahan terhadap degradasi karena perubahan pH. Hasil uji T-test berpasangan menunjukkan bahwa nilai inhibisi enzim alfa-glukosidase
ekstrak pada pH awal dan ekstrak pada pH 6.8 memberikan hasil yang berbeda nyata pada p0.05 Lampiran 36. Untuk memilih kondisi perlakuan dengan kombinasi terbaik pada nilai
inhibisi enzim alfa-glukosidase, hal yang perlu diperhatikan adalah nilai inhibisi enzim alfa- glukosidase tersebut pada pH 6,8 setelah melalui proses pencernaan secara in vitro. Hal ini
dikarenakan pada manusia enzim alfa-glukosidase terdapat pada usus dan enzim tersebut tidak terdapat pada saliva manusia. Dengan kata lain pada pengujian nilai inhibisi enzim alfa-
27
glukosidase perlakuan dengan kombinasi terbaik adalah sampel teh hijau dengan suhu penyeduhan 70
o
C selama 30 menit.
3. Hubungan Inhibisi Enzim Alfa-Glukosidase dan Total Fenol