Kadar Tanin HASIL DAN PEMBAHASAN

18 15 menit mempunyai nilai total fenol yang berada pada posisi ketiga. Untuk sampel dengan nilai total fenol terkecil adalah sampel dengan interaksi suhu penyeduhan 100 o C selama 30 menit Lampiran 25. Hal ini menunjukkan pada suhu 100 o C selama 5 menit komponen bioaktif dapat terekstrak dengan baik dan semakin lamanya waktu pengekstrakan nilai total fenol akan semakin menurun karena teroksidasi oleh panas, sehingga pada penyeduhan 100 o C selama 30 menit menunjukkan nilai total fenol terkecil. Telah diyakini sebelumnya bahwa waktu ekstraksi yang terlalu lama akan memicu pemaparan oksigen lebih banyak yang akan meningkatkan peluang terjadinya oksidasi senyawa fenolik Shahidi dan Naczk 2004. Menurut Marostica et al. 2010 beberapa komponen fenol bersifat termosensitif dan semakin tinggi suhu ekstraksi maka harus ditangani dengan hati-hati. Menurut Pardo et al. 2010 procyanidin yang merupakan salah satu komponen fenol, banyak terdegradasi pada pemanasan dengan suhu 98 o C selama 90 menit dan suhu 120 o C selama 20 menit. Fenol teroksidasi menghasilkan produk hasil oksidasi berupa p-benzokuinon, asam dikarboksilat, dan karbondioksida. Volgina et al. 2005. Geldenhuys 2009 mengukur dan membandingkan total fenol pada wine belum teroksidasi dan wine yang sudah teroksidasi telah diberi penambahan oksigen dengan metode folin- ciocalteau. Hasil penelitian tersebut memberikan informasi bahwa kandungan fenol pada wine yang diberi penambahan oksigen mengalami penurunan walaupun tidak signifikan. Telah diketahui bahwa pada pengukuran total fenol dengan metode folin ciocalteau, fosfotungstat-fosfomolibdat tereduksi oleh gugus OH pada senyawa fenol menghasilkan molibdenum-tungsten. Produk fenol teroksidasi telah kehilangan atom hidrogen sehingga sebagian dari fosfotungtat-fosfomolibdat tidak dapat tereduksi sehingga mengurangi intensitas warna biru yang terukur pada spektrofotometer. Sudah banyak penelitian yang melaporkan bahwa senyawa polifenol memiliki andil dalam menghambat aktivitas enzim. Gugus OH pada senyawa tersebut diyakini dapat berikatan dengan protein. Haslam et al. 1999 diacu dalam Ali 2002 menyatakan bahwa pembentukan kompleks protein-fenol disebabkan salah satunya oleh adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil fenolik dengan gugus NH- dan CO- pada protein, selain itu dilaporkan juga adanya ikatan kovalen dan hidrofobik pada reaksi tersebut. Kompleks protein-fenol ada yang bersifat dapat balik maupun tidak dapat balik. Polifenol teroksidasi berinteraksi lebih kuat dengan protein Siebert 1999 diacu dalam Ali 2002 dan dapat berinteraksi dengan asam amino yang dapat menghambat aktivitas enzim Millic et al. 1968 diacu dalam Ali 2002.

D. Kadar Tanin

Tannin pada umumnya terdapat pada setiap tanaman yang letak dan jumlahnya berbeda tergantung pada jenis tanaman, umur, dan organ dari tanaman itu sendiri. Pengukuran kadar tanin dilakukan dengan menimbang berat dari endapan ekstrak sampel teh hijau dan membaginya dengan berat dari ekstrak teh itu sendiri Nugraha, 1999. Tanin merupakan kompleks polifenolik berbobot molekul tinggi yang dihasilkan melalui reaksi polimerisasi senyawa polifenol sedarhana Rangari 2007. Pengujian kadar tanin ini hanya dilakukan pada ekstrak awal saja. Nilai kadar tanin pada keenam sampel ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 o C selama 5 menit, 70 o C selama 15 menit, 70 o C selama 30 menit, 100 o C selama 5 menit, 100 o C selama 15 menit, dan 100 o C selama 30 menit masing-masing sebesar 4.76, 4.02, 6.18, 8.05, 6.06, dan 5.58 Gambar 5. Menurut Atanassova dan Christova 2009 kadar tanin dari ekstrak kering teh hijau adalah sebesar 55.89. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan cara ekstraksi. Mereka mengekstraksi dengan memasukan 3 gram sampel dan 250 mL air destilasi ke dalam volumetric flask selama 4 jam. 19 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0,05 dengan uji lanjut Duncan Gambar 5. Kadar tanin pada ekstrak awal teh hijau Analisis statistik menunjukkan bahwa faktor waktu tidak memengaruhi kadar tanin yang ada pada sampel p0.05. Sedangkan faktor suhu dan faktor interaksi suhu dan waktu memengaruhi kadar tanin yang ada pada sampel p0.05, untuk itu diperlukan adanya uji lanjut Lampiran 31. Pada suhu penyeduhan 70 o C rata-rata kadar tanin yang dihasilkan adalah 4.99 sedangkan pada suhu 100 o C rata-rata kadar taninnya adalah 6.60 Lampiran 28. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 100 o C tanin dapat terekstrak lebih baik dibandingkan suhu 70 o C. Escribiano dan Santos 2002 menyatakan bahwa semakin tinggi suhu pelarut dapat meningkatkan efisiensi dari proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas dinding sel, meningkatkan kelarutan dan difusi dari senyawa yang diekstrak dan mengurangi viskositas pelarut, namun jika suhu terlalu tinggi dapat mendegradasi senyawa polifenol. Uji anova menunjukkan bahwa interaksi antara suhu dan waktu penyeduhan memengaruhi kadar tanin p0.05 Lampiran 29. Dapat dilihat bahwa ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 o C selama 5 menit dan 70 o C selama 15 menit tidak berbeda nyata, sedangkan sampel ekstrak teh hijau dengan suhu penyeduhan 70 o C selama 5 menit, 70 o C selama 30 menit, 100 o C selama 15 menit, dan 100 o C selama 30 menit juga tidak berbeda nyata. Menurut Pardo et al. 2010 banyak terjadi penurunan kadar tanin dari 422 mg CyEg cyanidin equivalentsgram berat kering menjadi 50-70 mg CyEg cyanidin equivalentsgram berat kering karena proses pemanasan dengan suhu 93 o C selama 30 menit, suhu 98 o C selama 90 menit dan suhu 120 o C selama 20 menit. Nilai kadar tanin tertinggi ada pada ekstrak dengan suhu penyeduhan 100 o C selama 5 menit dapat dilihat pada Gambar 5. Kawamoto et al. 1997 membagi mekanisme pembentukan kompleks tanin-protein pada dua tahap, proses pembentukan kompleks awal initial complexation dan kemudian dilanjutkan dengan proses pengendapan precipitation. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa konsentrasi protein merupakan faktor yang lebih dominan dalam pembentukan tahap pertama yaitu pembentukan kompleks sedangkan suhu, pH, dan kekuatan ionik memengaruhi proses pengendapan. Tanin yang digunakan pada penelitiannya adalah jenis galloylglucose. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 70 C, 5 70 C, 15 70 C, 30 100 C, 5 100 C, 15 100 C, 30 4,755 ab 4,02 a 6,18 b 8,05 c 6,06 b 5,68 b K a d a r T a n in perlakuan sampel suhu menit 20 Kawamoto et al. 1997 melaporkan bahwa pengendapan tanin-protein terlarut terjadi secara maksimal pada pH mendekati titik isoelektrik pI protein. Pengendapan maksimum tanin-tripsin dan tanin-lisosim terjadi pada pH lebih dari 8 pI pepsin: 10.1, pI lisosim: 11.0, tanin-ovalbumin dan tanin-BSA terjadi pada pH 3-5 pI ovalbumin: 4.6, pI BSA: 4.9, serta pengendapan tanin-pepsin terjadi pada pH 3 pI pepsin: 1.0 Hagerman dan Butler 1978 diacu dalam Kawamoto et al. 1997. Enzim alfa amilase pankreas memiliki titik isoelektrik 6.6 Ferey-Roux et al. 1998 dan enzim alfa glukosidase memiliki titik isoelektrik 5.4 Siro et al. 1978. Berdasarkan hal tersebut, pembentukan kompleks tanin-protein yang memberikan peluang terjadinya penghambatan aktivitas enzim dapat terjadi secara optimal pada sekitar pH lingkungan yang mendekati titik isoelektriknya. Ekstrak awal memiliki pH yang mendekati titik isoelektrik kedua enzim tersebut, yaitu 5.42-5.66.

E. Inhibisi Enzim Alfa-amilase