Konsep Dayasaing Konsep Aliran Ekspor

lebih kecil dari P2 maka kuantitas impor komoditas X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan sehingga PxPy pun akan meningkat dan pada akhirnya sama dengan P2.

2.2. Konsep Dayasaing

Dayasaing menurut Porter 1995 didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan. Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada keadaan negara yang memengaruhi dayasaing perusahaan perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Dayasaing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Pengertian dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain Porter, 1990. Gonarsyah 1995 menyatakan bahwa dayasaing berarti mengenai keunggulan kompetitif competitive advantage. Suatu produk yang mempunyai keunggulan komparatif belum tentu memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif selain ditentukan oleh keunggulan komparatif juga ditentukan oleh biaya pemasaran dan biaya biaya lainnya. Suatu produk yang memiliki keunggulan kompetitif tapi terjadi kegagalan pasar baik karena kebijakan regulasi pemerintah maupun struktur pasar, maka produk tersebut bisa saja tidak memiliki keunggulan komparatif.

2.3. Konsep Aliran Ekspor

Adanya aliran perdagangan berupa ekspor ke negara negara tujuan ekspor dapat dikarenakan penawaran ekspor dari eskportir maupun permintaan ekspor dari negara importir. Penawaran ekspor dan permintaan ekspor dapat diturunkan dari pengertian penawaran atau permintaan komoditas pada suatu pasar. Arti dari penawaran dijelaskan dalam Lipsey, Courant, dan Ragan 1999 yaitu jumlah komoditas yang dijual oleh penjual atau supplier dalam suatu waktu dan pada suatu pasar. Jika dalam penawaran ekspor, maka arti tersebut akan menjadi jumlah komoditas yang dapat dijual oleh suatu negara. Dalam Lipsey, Courant, dan Ragan 1999 juga dijelaskan bahwa komoditas yang ditawarkan ini adalah jumlah komoditas yang diproduksi oleh supplier. Semakin banyak jumlah yang diproduksi, maka penawaran ekspor suatu negara juga meningkat. Jumlah komoditas yang diproduksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kapasitas supplier dalam hal ini adalah negara dalam memproduksi komoditas atau output. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa kemampuan suatu negara dalam memproduksi output merupakan faktor penting yang memengaruhi jumlah penawaran ekspor. Output yang dihasilkan suatu negara dapat disebut dengan Produk Domestik Bruto PDB atau Gross Domestic Product GDP. Seperti yang dijelaskan oleh Dornbusch, Fischer, dan Startz dalam bukunya Macroeconomics 1998 bahwa GDP adalah nilai akhir dari semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada suatu waktu. GDP ini merupakan nilai ouput total yang telah diproduksi output akhir. Selanjutnya dijelaskan bahwa di sisi produksi, output ini akan dibayarkan sebagai pembayaran atas faktor faktor yang digunakan selama proses produksi, seperti tenagakerja dan modal. GDP merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait dengan meningkatnya GDP maka pembayaran untuk tenagakerja dan modal akan meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenagakerja dan modal tersebut. Peningkatan produktivitas ini maka barang yang diproduksi akan meningkat sehingga output nasional akan meningkat kembali, kemudian penawaran ekspor juga meningkat. Untuk permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor, bahwa pengertian dari permintaan eskpor dapat diambil dari pengertian permintaan. Pengertian dari permintaan Lipsey, Courant, dan Ragan, 1999 adalah jumlah suatu komoditas yang akan dibeli oleh rumahtangga sedangkan permintaan ekspor dapat berarti jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu. Beberapa faktor yang menentukan suatu permintaan komoditas di pasar dijelaskan dalam Lipsey, Courant, dan Ragan 1999 diantaranya yaitu, rata rata pendapatan rumah tangga, dimana jika ada kenaikan pendapatan rata rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Serta jumlah penduduk, jika ada kenaikan jumlah penduduk maka permintaan akan suatu komoditas juga meningkat pada tingkat harga tertentu. Jika dalam konteks perdagangan internasional, maka pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan suatu negara, dan jumlah penduduk adalah populasinya. Gross Domestic Product juga dapat diartikan sebagai pendapatan yang diterima oleh suatu negara. Pendapatan ini dapat diukur dari nilai total barang dan jasa yang diproduksi suatu negara. Kemudian dijelaskan pula dalam Dornbusch, Fischer, dan Startz 1998 bahwa dari sisi konsumsi, output atau GDP ini akan digunakan dalam kegiatan konsumsi dan investasi oleh pemerintah dan para sektor swasta seperti eksportir. Oleh karena itu, GDP merupakan faktor yang juga penting dalam hal permintaan ekspor, jika GDP meningkat maka pendapatan juga meningkat, sehingga konsumsi suatu negara juga meningkat. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa populasi memiliki hubungan yang positif dengan permintaan. Namun, dalam penelitian Kien dan Hashimoto 2005 populasi dapat berdampak positif maupun negatif terhadap ekspor. Di satu sisi, populasi yang besar menandakan besarnya pasar domestik dan besarnya pasar tenaga kerja, dengan tingginya pasar tenagakerja dan pasar domestik biaya, terutama untuk tenagakerja akan semakin murah sehingga efisiensi ekonomi dapat tercapai. Ketika ada peningkatan pasar tenagakerja sebagai faktor produksi maka biaya tenagakerja dapat ditekan sehingga produktivitas meningkat. Ketika produktivitas meningkat, besarnya pasar domestik mampu menyerap banyaknya barang yang ditawarkan. Hal ini akan menyebabkan semakin menurunnya transaksi perdagangan internasional. Namun di sisi lain, jika ternyata penyerapan dari tenagakerja yang produktif tidak sebesar peningkatan konsumsi pasar domestiknya, maka dengan meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan ekspor dalam perdagangan internasional karena kebutuhan domestik yang besar tidak terpenuhi dengan produksi domestiknya. Selain GDP dan populasi, nilai tukar juga memengaruhi permintaan ekspor dari suatu negara Mankiw, 2002. Kurs merupakan perbandingan nilai tukar matauang suatu negara dengan negara lain. Nlai tukar matauang memiliki peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional karena kurs dapat membandingkan harga barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara. Hal ini juga dijelaskan dalam Salvatore 1997 bahwa dalam melakukan transasksi perdagangan antarnegara maka digunakan matauang asing. Apabila matauang domestik terapresiasi maka harga impor bagi penduduk domestik relatif menjadi lebih murah sedangkan bagi para eksportir hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk mereka sebab harganya menjadi relatif lebih mahal. Sebaliknya, jika nilai matauang domestik terdepresiasi maka harga ekspor bagi para negara importir akan relatif lebih murah sedangkan bagi penduduk domestik akan merasa barang impor relatif lebih mahal. Hal tersebut menyebabkan konsumen dunia akan meningkatkan permintaannya terhadap komoditas ekspor Indonesia. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan harga dari komoditas tersebut. Maka dari itu dari sisi produsen, dalam jangka panjang, jika ada kenaikan harga akan memberikan sinyal untuk terus berproduksi hingga keuntungannya maksimal. Hal ini tentunya akan meningkatkan penawaran ekspor. Kurs terdiri dari dua jenis yaitu, kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal nominal exchange rate adalah harga relatif dari matauang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen jepang adalah 120 yen per dolar maka orang Amerika Serikat dapat menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya, orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal Mankiw,2002. Kurs riil real exchange rate adalah harga relatif dari barang barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara dapat memperdagangkan barang barangnya di negara lain dengan kata lain nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga harga dalam negeri dibandingkan dengan harga harga luar negeri. Nilai tukar riil ini dapat pula disebut dengan Terms of Trade TOT. Rumus dari nilai tukar riil RpUS dinyatakan dalam persamaan 2.1. Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x P AS ………2.1 P Indonesia Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga barang Indonesia di luar negeri akan menjadi relatif lebih murah daripada harga barang yang diperdagangkan di pasar dunia. Hal tersebut menyebabkan konsumen dunia akan meningkatkan permintaannya terhadap komoditas ekspor Indonesia. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan harga dari komoditas tersebut. Maka dari itu dari sisi produsen, dalam jangka panjang, jika ada kenaikan harga akan memberikan sinyal untuk terus berproduksi hingga keuntungannya maksimal. Hal ini tentunya akan meningkatkan penawaran ekspor. Pada Gambar 2.2. diperlihatkan pengaruh dari nilai tukar riil e terhadap net ekspor NX. Terjadinya depresiasi atau penurunan harga barang domestik di mata dunia ditunjukkan pada penuruan e dari e1 menjadi e2. Penurunan harga barang domestik ini mengakibatkan ekspor meningkat sehingga net ekspor NX juga meningkat dari NXe1 menjadi NXe2. Sumber: Mankiw, 2002. Gambar 2.2. Dampak Depresiasi Matauang Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat pada Net Ekspor

2.4. Konsep