Analisis dayasaing dan aliran ekspor produk Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia

(1)

2/(+

1858/$1'(/,6$ +

'(3$57(0(1,/08(.2120,

)$.8/7$6(.2120,'$10$1$-(0(1

,167,7873(57$1,$1%2*25


(2)

2

!

"#$#!##!#%&!'##%&(%&)) *$##+#(#*(*) #,# #%)()&*(*)

-...

/-..0.

----1

2


(3)

5,1*.$6$1

1858/ $1'(/,6$ &UXGH &RFRQXW 2LO GLELPELQJ ROHK 5,1$ 2.7$9,$1,

! " # ! $# $ $ %& $ ! $ $ # ' & ! $ ! (#$ # $ ! # ! $ $ !$ $ & )$ $ #& ! # #*$ + $# $ &$ & #& # $ & ' ! FUXGHFRFRQXWRLO

, ! & $" " # " &" ! " $ " $ & % # -./- # # #! 0 $ ! $ ' # $! ! $ $ !$ + $ # ! *$ *$$* $ # $' $ #$ & $ ! # !' ' $ &

$ # $$$* $" $ # $ # $ 5HYHDOHG &RPSDUDWLYH $GYDQWDJH 5&$ ([SRUW 3URGXFW '\QDPLF (3' GDQ ,QWUD,QGXVWU\ 7UDGH ,,7 $ $ # -./- % $" # $ $ JUDYLW\PRGHO $ # *$/*$ # # & $ !$ / $' $ # ! $ WLPHVHULHV FURVVVHFWLRQ # -/-

1 # ' !&) ! # / $' # # #$* # -./- 2 $ ' # ' !&) $ !$ # # # $$* 3 $4 #$ / $' #$ & $ ' $ RQH ZD\ WUDGH ! *$ LQWHULQGXVWU\ WUDGH # # ! & $ # # $ $* $ # # ' !&) 0! $' " 5 $ $' " $ & $ & #$ $'" $ ' # ! & $ # $ 0! $ ! & $" 5 $


(4)

,167,7873(57$1,$1%2*25 )$.8/7$6(.2120,'$10$1$-(0(1

'(3$57(0(1,/08(.2120,

# $ !&) &"

6# 2&) 7 6

6# 1 $ 7

# %$ 7 # #

8 % 7 $QDOLVLV'D\DVDLQJGDQ$OLUDQ(NVSRU3URGXN &UXGH&RFRQXW2LO&&2,QGRQHVLD

$ $ # ! $ $ # # & %' # $ # # #" 9$ # 2' # " $$$ $ ,

2 $'" #!#!

* 1 $0" 2% 6 -: ;: - -

2 $&"

( $ $ # # #

,# #" 2+ 6 -- ;: :


(5)

3(51<$7$$1

'(1*$1 ,1, 6$<$ 0(1<$7$.$1 %$+:$ 6.5,36, ,1, $'$/$+ %(1$5%(1$5 +$6,/ .$5<$ 6$<$ 6(1',5, <$1* %(/80 3(51$+ ',*81$.$1 6(%$*$, 6.5,36, $7$8 .$5<$ ,/0,$+ 3$'$3(5*858$17,1**,$7$8/(0%$*$0$1$381 %RJRU-XQL 1XUXO$QGHOLVD +


(6)

5,:$<$7+,'83

! # 6 " & $ 8 ;; =& #) =& #) & $ & ) $ =65 /LTXLG 1DWXUDO *DV $ $ ! $ 0 6 + & # 6 # $# # 1&# 8 ' ) <( 2" 6 <( ! ($ , = # #$ & %6 5 5 ," # # '$ %=<6 . , $& -: $& # $ # %26 : , $& -

# '$ $ ' ' $ $& - $$$ $ , # >' % 2 , >%2 $& ! $" # # 2?2 $ # $ # # #" 9$ # 2' # " $$$ $ ,


(7)

.$7$3(1*$17$5

# + ' &$ & %@<" $ &#$ $ && $ & # #! $ ! & $ # " ' A &UXGH&RFRQXW2LO B # & $ $ $ # # %' #" 9$ # 2' # " $$$ $ ,

# + $ # & 7

* 1 $0" 2% #!#! $ & # #! !#! ! + $ $ # $ $ )$ # #!$ & $ !

- ,# #" 2+ ' $ & # #! $ ! *$ # #! ! #

: 2&## 9 C" 2+ ' (# $ & # #! # $$ + ! !

( $ $" , #" 22 ! 1&#" $ 1#D 6& # #! #$0" #$"

. %# $ +$" @ #0 1" % % D # # $ # #! #$

% & $* ' $ # # # $ '# !$ # # $$ # ,

1 / !#!" 6 * $ ,$ $ #$" '#" !$

; %&!$/&!$ # $ & ! #/# # $$ # ," ,


(8)

% # ! #*$ ! $/ $ '$ # & % $" ! &

$ # #! )) ! # &UXGH

&RFRQXW2LO # # && # $&

," 8 -

6


(9)

'$)7$5,6, # '$)7$5,6, '$)7$57$%(/ '$)7$5*$0%$5 '$)7$5/$03,5$1 ,3(1'$+8/8$1 =$ , - # 2& : <' $ 2*$ $ . 1 $ ,,7,1-$8$13867$.$ - < $ -- ( -: ( - ( *UDYLW\0RGHO

-. $ -. 3RROHG/HDVW6TXDUH

-.-* < $)L[HG(IIHFW -.: * + 5DQGRP(IIHFW

- $ < & - $ 2 -- $ 2 *UDYLW\0RGHO

-: $ 2 $ $ - $ 2 ( - ! $ < & -; ( # - $ $ 0 0 0 . - - -- - -; - : : : :: : : : : :


(10)

,,,0(72'(3(1(/,7,$1 : 8 %#! $ :- 2 $ & $ :- 5HYHDOHG&RPSDUDWLYH$GYDQWDJH 1 :-- ([SRUW3URGXFW'\QDPLF :-: ,QWUD,QGXVWU\7UDGH < :- $# *UDYLW\0RGHO :- # 2 :-- * :-: #& 2 # & $

:- >' $

:-. ( * $ # :- ' # 2 ,9*$0%$5$18080 #! &UXGH&RFRQXW2LO

-/- - #! &UXGH&RFRQXW2LO

-/- - 6 /6

<' 9$1$/,6,6'$<$6$,1*'$1$/,5$1(.6325352'8.

&58'(&2&21872,/&&2,1'21(6,$ .

$ 6 /6 <' . 2 $ 1 .- 2 $ .: 2 $ < .- 6

<' .- $# 2

-/-.-- $ $ 2 &UXGH&RFRQXW

2LO

-/-9,.(6,038/$1'$16$5$1 ( # : . ; . .- .- .. .. .; - . . . ; ; ; ;. ; ;


(11)

- % '$)7$53867$.$ /$03,5$1 - .


(12)

'$)7$57$%(/

6# #

(#$ !EEEEEEEEEEE

- , $ ($ - 2 $ = >&E - : 6 < ! ( -;EE :

= " " $0$ ( EEEEE

: $ %#! $ # $E

:- 2$ EEEEEEEEEEEEEEEE

:: % 6 %$$$ !/@$ $ ( $E .

. $# 1 EE .

.- $# 1 6 /6

.: $# 1 &EE

. $# 1 %E

.. $# 1 EEE

. $# 1 2E -

. $# 1 , E -

.; $# 1 %E :

. $# 1 <EE

. $# 1 #

% $ %EEEEEEEEEEEEEEEEEEE

.

. 1$/1$ $# <

6 <' EEEEEEEEEEEE

;

.- $# 2 ;

.: >' 6#$ 2

EEEEEEEEEEEEEEEEEEEE ;:


(13)

'$)7$5*$0%$5

6# #

6 F# ( &

EEEEEEEEEEEEEEEEEEEE

- 6 ( & EEE

: 1$/1$ ($! 8 2 (

-./-EEEEEEEEEEEEE ;

- ( #! $

-- # 2$ 1& < &

# % $ 6 $ EEEEEEEEEEE --

-: ( #! $ , <$EE -

- ( #EEEEEEEEEEEEEEE :;

: 2$ EEEEEEEEEEEEEEEE

#! EEEEE ..

- ($! 6 /6

-./-EEEEEEEEEEEEEEEEE .

: ($! 6 /6 #

-./-EEEEEEEEEEEEEEEEE .; #! F# /#

-/-EEEEEEEEEEEE .

. 6 2$

-/-EEEEEEEEEEEEEEEE 6 /6 # -:/-EEEEEEEEEEEEEEEEEEEE

;

& % -/-EEEEEEEEEEEEEEEE 2 -/-EEEEEEEEEEEEEEEE ,

% -/-EEEEEEEEEEEEE < # % $ % -/-EEEEEEEEEEEE

- : :

. $# EEEEEEE

.- -/-EEEEE ;


(14)

'$)7$5/$03,5$1

6# #

& 2 $ 1 EEEE .

- & 2 $ EEEEEE

: & 2 $ < EEEEE : F! /F! # 2

-/-EEEEEEEEEEE .

. >' &) < $ # < $ 2 6 <'EEEEEEEE $$ 2 6 <' -/- )L[HG(IIHFW */6EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE >' 6#$ 2 6 <'

-/- )L[HG(IIHFW*/6EEEEEEEEEEEEE -

; >' 6 ( 2

6 <' -/- )L[HG(IIHFW

*/6EEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE :


(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, perekonomiannya bertumpu pada sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah subsektor perkebunan. Beberapa komoditi unggulan Indonesia dari sektor ini yaitu, kelapa sawit, kelapa, karet, tebu, kakao, dan kopi. Masing masing komoditi memiliki kekhasan yang membuat Indonesia menjadi salah satu eksportir terbesar di dunia. Tabel 1.1. menyajikan produksi komoditi perkebunan Indonesia dari tahun 2005 sampai 2009. Produksi kelapa menempati posisi kedua setelah kelapa sawit dengan jumlah produksi pada tahun 2009 sebesar 3,257 juta ton. Selain itu, setiap tahun produksi kelapa meningkat. Hal ini merupakan salah satu potensi kelapa yang harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.

Tabel 1.1. Produksi Komoditi Perkebunan ( juta Ton) Komoditi/

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Kelapa Sawit 11,861 17,35 17,664 17,539 19,324

Kelapa 3,096 3,131 3,193 3,239 3,257 Karet 2,270 2,637 2,755 2,751 2,44

Tebu 2,241 2,307 2,623 2,668 2,517 Kakao 0,748 0,769 0,74 0,803 0,809 Kopi 0,640 0,682 0,676 0,698 0,682

Sumber : Kementan RI ,2011.

Kelapa (Cocos nucivera L.) merupakan komoditi perkebunan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi petani kelapa itu sendiri, kelapa juga berkontribusi pada ekspor Indonesia sebagai penghasil devisa, dan membantu penyerapan tenaga kerja dari


(16)

sektor hulu sampai sektor hilirnya serta berperan dalam pemenuhan kebutuhan domestik.

Tabel 1.2. PDB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008* 2009**

1. Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 262.402,8 271.509,3 284.620,7 296.369,3

Tanaman Bahan

Makanan 129.548,6 133.888,5 142.000,4 148.691,6

Tanaman Perkebunan 41.318 43.199,2 44.785,5 45.887,1

Peternakan 33.430,2 34.220,7 35.425,3 36.743,6

Kehutanan 16.686,9 16.548,1 16.543,3 16.793,8

Perikanan 41.419,1 43.652,8 45.866,2 48.253,2

2. Pertambangan dan

Penggalian 168.031,7 171.278,4 172.442,7 179.974,9

3. Industri Pengolahan 514.100,30 538.084,6 557.764,4 569.550,8

4. Listrik, Gas & Air

Bersih 12.251 13.517 14.993,6 17.059,8

5. Konstruksi 112.233,60 121.808,9 130.951,6 140.184,2

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 312.518,70 340.437,1 363.813,5 367.958,8

7. Pengangkutan dan

Komunikasi 124.808,90 142.326,7 165.905,5 191.674

9. Jasa jasa 170.705,40 181.706 193.024,3 205.371,5

PDB 1.847.126 1.964.327 2.082.315 2.176.975

PDB Tanpa Migas 1.703.422 1.821.757 1.939.482 2.035.125

Sumber: BPS RI, 2011. *Angka sementara

**Angka Sangat Sementara

Tabel 1.2. menunjukkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB atas harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2009 sebesar 296.369,3 miliar rupiah dengan kontribusi 13,6 persen dari total PDB sebesar 2.176.975 miliar rupiah. Periode 2006 2009 menunjukkan kontribusi baik sektor pertanian khususnya tanaman perkebunan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tanaman perkebunan menyumbang PDB terbesar ketiga pada sektor pertanian


(17)

setelah tanaman bahan makanan dan perikanan dengan kontribusi sebesar 15 persen pada tahun 2009.

Potensi Indonesia sangat besar untuk mengembangkan berbagai produk olahan kelapa dimana populasi tanaman kelapa Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Tabel 1.3. memperlihatkan bahwa Indonesia adalah negara yang produksi kelapanya terbesar di seluruh dunia dengan jumlah produksi sebesar 19.500.000 metrik ton. Posisi kedua ditempati oleh Filipina dengan jumlah produksi 15.319.500 metrik ton dan India merupakan produsen ke tiga terbesar dengan jumlah produksi sebesar 10.894.000 metrik ton.

Tabel 1.3. Negara Terbesar pada Produksi Kelapa Di Dunia 2008 (metrik ton)

Negara Produksi

Indonesia 19.500.000

Filipina 15.319.500

India 10.894.000

Brazil 2.759.044

Sri Lanka 2.210.800

Sumber: FAO, 2011.

Pohon kelapa tumbuh sekitar 3 juta hektar di Indonesia atau 31 persen dari total pohon kelapa dunia. Indonesia seharusnya dapat menguasai produk berbahan dasar kelapa, misalnya produk minyak kelapa, sabut, dan tempurung. Selain itu, pohon kelapa juga mudah dikembangbiakkan, usia produktivitasnya hampir mencapai 50 tahun dan dapat diselingi pohon tumpang sari lainnya sehingga investasi menjadi lebih murah.

Berikut disajikan pada tabel 1.4. mengenai luas areal, produksi dan produktivitas kelapa Indonesia kurun waktu 2005 2009. Luas areal kelapa yang relatif stabil dengan produksi serta produktivitas kelapa meningkat setiap


(18)

tahunnya menunjukkan bahwa potensi kelapa Indonesia sangat besar dari sektor hulu sampai sektor hilirnya. Hal yang utama adalah bagaimana meningkatkan produktivitas kelapa agar potensi tersebut menjadi maksimal.

Tabel 1.4. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Kelapa

Indikator Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha) 2005 3,803,614 3,096,845 1,105 2006 3,788,892 3,131,158 1,119 2007 3,787,989 3,193,266 1,145 2008 3,783,074 3,239,673 1,168.86 2009 3,799,124 3,257,970 1,175

Sumber: Kementan RI, 2011.

Dari sisi nilai ekspornya, produk kelapa dan olahannya berfluktuatif. Pada tahun 2005 Indonesia mengekspor sebanyak 1,413 juta ton dengan nilai sebesar US$ 536,252 juta. Kurun waktu 5 tahun, nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2008 dengan nilai ekspor sebesar US$ 900,499 juta dan volume ekspor 1,080 juta ton serta luas lahan sebanyak 191,944 juta hektar. Nilai ini lebih rendah ketimbang ekspor kepala Filipina yang sebesar US$ 1,493 miliar dengan luas lahan produksi sebesar 29,817 juta hektar (Kementan, 2011).

Sumber: UNComtrade, 2011 (diolah).


(19)

Penurunan ekspor yang signifikan terjadi pada tahun 2009 dengan nilai ekspor sebesar US$ 494,533 juta dan volume ekspor 992,76 ribu ton. Padahal volume ekspor 2009 hanya menurun sebesar 8,1 persen sedangkan nilai ekspornya turun 45,1 persen. Penyebab utama penurunan ekspor yang terjadi tahun 2009 adalah harga, pada tahun 2008 harga ekspor produk kelapa dan olahannya 0,9 US$/kg dan pada tahun 2009 hanya 0,49 US$/kg.

Menurut APCC, perolehan ekspor produk kelapa Indonesia masih lebih rendah dibanding negara pesaing utama (Filipina), padahal bila dibandingkan tingkat harga ekspor antar produk kelapa di kedua negara, harga beberapa produk kelapa asal Indonesia lebih murah. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam perolehan manfaat perdagangan kelapa Indonesia, pengaruh faktor nonharga masih cukup signifikan. Faktor faktor yang terkait dengan kualitas produk, tingginya biaya transportasi, dan kompleksitas prosedur ekspor diduga turut berpengaruh terhadap perolehan manfaat perdagangan (ekspor) produk kelapa Indonesia yang belum maksimal.

1.2 Perumusan Masalah

Pada era perdagangan yang semakin bebas seperti saat ini, dayasaing produk kelapa terletak pada industri hilirnya, tidak lagi pada produk primer, di mana nilai tambah dalam negeri yang dapat tercipta pada produk hilir dapat berlipat ganda daripada produk primernya. Usaha produk hilir saat ini terus berkembang dan memiliki kelayakan yang tinggi baik untuk usaha kecil, menengah maupun besar sehingga industri hilir menjadi lokomotif industri hulu.


(20)

Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan di dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pangsa pasar terutama minyak kelapa di pasar internasional relatif kecil. Berbeda dengan Filipina yang merupakan negara penghasil kelapa nomor dua dunia setelah Indonesia, namun 80 persen produksinya untuk ekspor (Kementan RI, 2011).

Permasalahan yang dihadapi industri pengolahan kelapa antara lain persoalan bahan baku. Saat ini tingkat pertanaman kelapa yang tidak produktif karena sudah tua dan rusak mencapai 30 40 persen dari luas areal perkebunan kelapa rakyat. Produktivitas tanaman kelapa masih sangat rendah yaitu sekitar 4.200 butir/ha atau setara 0,83 ton kopra/ha. Pasokan bahan baku terbatas dari segi jumlah maupun mutu.

Di bidang produksi masalah yang dihadapi adalah terbatasnya untuk diversifikasi produk kelapa olahan. Saat ini industri pengolahan kelapa masih didominasi oleh produk setengah jadi berupa kopra dan crude coconut oil. Harga nominal kelapa relatif makin turun sehingga pertambahan input tidak akan meningkatkan nilai tambah. Utilitas kapasitas produksi Industri olahan kelapa masih rendah sekitar 40 persen. Produk olahan kelapa yang dihasilkan hanya beberapa jenis, sedangkan di Filipina mencapai 100 jenis produk (Kementan, 2011).

Berbagai produk kelapa dan olahannya diekspor Indonesia ke dunia yaitu, kopra, minyak kelapa (MK), kelapa olahan (KO), bungkil kelapa (BK), serar kasar kelapa (SKK) dan serat olahan kelapa (SOK). Namun, minyak kelapa merupakan


(21)

produk yang menyumbang devisa terbesar dengan nilai rata rata ekspor selama 2005 2009 sebesar US$ 481,881,600 walaupun pendapatan ekspor akan produk tersebut berfluktuatif. Sementara itu, produk kelapa lainnya memiliki perolehan nilai ekspor yang cenderung konstan.

Sumber: Ditjenbun Kementan RI, 2010.

Gambar 1.2. Nilai Ekspor Produk Kelapa dan Olahan Indonesia

Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia pada tahun 2005 sebesar US$ 411,830 juta sedangkan pada tahun 2006, produk ini mengalami penurunan yang signifikan sebesar US$141,156 juta. Pada tahun berikutnya, nilai ekspor minyak kelapa mengalami peningkatan dua kali lipat menjadi US$ 570,410 juta. Selanjutnya produk ini kembali meningkat dengan perolehan nilai ekspor sebesar US$ 769,134 juta dan merupakan perolehan ekspor tertinggi selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Selanjutnya di tahun 2009, minyak kelapa mengalami penurunan nilai ekspor hampir 50 persen menjadi US$ 387,36 juta. Hal ini disebabkan oleh penurunan permintaan yang masih terkait dengan dampak krisis finansial global sehingga terjadi penurunan harga akan produk tersebut.


(22)

Sumber: Ditjenbun Kementan RI, 2010

Gambar 1.3. Rata Rata Kontribusi Ekspor Jenis Produk Minyak Kelapa Indonesia Periode 2005 2009

Selama periode 2005 2009, minyak kelapa kasar (CCO) merupakan penyumbang devisa terbesar diantara jenis produk minyak kelapa lainnya dengan kontribusi nilai ekspor sebesar 77 persen. Selanjutnya minyak kelapa setengah jadi berkontribusi sebesar 15 persen, minyak kelapa murni atau yang lebih dikenal dengan VCO sebesar 6 persen dan sisanya 2 persen berupa minyak kelapa.

Potensi produk CCO dilihat dari sisi nilai ekspor cukup tinggi. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kontribusinya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini sebesar 77 persen dari jenis produk minyak kelapa lainnya. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai dayasaing baik kompetitif maupun komparatif agar dapat diketahui bagaimana dayasaing produk tersebut di pasar internasional khususnya di negara negara tujuan ekspor. Selain itu, perlu diteliti faktor faktor apa saja yang memengaruhi aliran ekspor produk CCO Indonesia di negara negara tujuan ekspor.


(23)

Berdasarkan pada latar belakang dan uraian tersebut maka rumusan masalah yang perlu diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dayasaing produk crude coconut oil (CCO) Indonesia?

2. Faktor faktor apa saja yang memengaruhi aliran ekspor produk crude coconut oil (CCO) Indonesia di negara tujuan?

3. Bagaimana implikasi kebijakan pada produk crude coconut oil (CCO) Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis dayasaing produk crude coconut oil (CCO) Indonesia.

2. Menganalisis faktor faktor yang memengaruhi aliran ekspor produk crude coconut oil (CCO) Indonesia di negara tujuan.

3. Memberikan rekomendasi kebijakan pada produk crude coconut oil (CCO) Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain yaitu:


(24)

1. Bagi pemerintah atau instansi terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan ekspor produk crude coconut oil (CCO) Indonesia. 2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam

penelitian penelitian selanjutnya.

3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup serta keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :

1. Periode tahun analisis aliran eskpor yang digunakan hanya dari tahun 2001 sampai 2009 dikarenakan keterbatasan data pada tahun sebelum 2001 sedangkan analisis dayasaing dari tahun 2005 2009, dan data pada tahun 2010 yang masih belum tersedia pada saat penelitian dilakukan.

2. Pada analisis aliran ekspor produk kelapa dan olahannya hanya difokuskan pada produk crude coconut oil (CCO) yang disesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini.

3. Kode HS dari produk kelapa dan olahan yang digunakan dalam analisis dayasaing dan aliran ekspor adalah HS 151311 yaitu, crude coconut oil (CCO). 4. Penelitian ini menggunakan 5 variabel independen yang terdiri dari GDP

perkapita riil Indonesia, GDP perkapita riil negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor, nilai tukar riil rupiah terhadap matauang negara tujuan,


(25)

dan jarak ekonomi antara negara Indonesia dengan negara mitra dagangnya sedangkan volume ekspor produk CCO sebagai variebel dependen.

5. Negara tujuan ekspor yang digunakan hanya 8 negara karena negara negara tersebut secara berkesinambungan mengimpor produk CCO dari Indonesia selama periode 2001 2009.

6. Model yang digunakan dalam mengestimasi adalah model Fixed Effects karena penulis percaya adanya perbedaan antar cross section.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perdagangan Internasional

Teori mengenai perdagangan antara dua negara yang dikenal luas dengan teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Asumsi yang menjadi dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih efisien atau memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan menukarkannya dengan komiditi lain yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional (Salvatore, 1997).

Kenyataannya dalam forum perdagangan global, fakta menunjukan bahwa tidak semua negara di dunia mempunyai keunggulan absolut dalam perdagangan. Kelemahan teori keunggulan absolut ini dikoreksi oleh David Ricardo melalui buku yang berjudul Principal of Political Economy and Taxation. Teori tersebut dalam perkembangannya disebut sebagai teori keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun suatu negara kurang efisien (memiliki kerugian absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun masih terdapat asumsi keunggulan komparatif yang dapat mendasari dalam perdagangan internasional. Asumsi ini diaplikasikan melalui spesialisasi dalam kegiatan produksi produk ekspor dengan kerugian absolut lebih kecil (keunggulan


(27)

komparatif) dan sebaliknya melakukan impor terhadap komoditas yang memiliki kerugian absolut (kerugian komparatif) yang lebih besar.

Beberapa asumsi lain yang dikemukakan oleh Ricardo yaitu, (1) hanya terdapat dua negara dengan dua komoditas, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) Terdapat mobilitas antardua negara tersebut, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) teknologi konstan, (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja.

Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya dikemukakan oleh Heckscher Ohlin (H O). Menurut Hecksher Ohlin, terdapat perbedaan opportunity cost suatu produk antarsuatu negara dengan negara lain yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki masing masing negara. Negara negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing masing negara akan mengimpor barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam produksinya (Salvatore, 1997).

Untuk melihat sebuah proses terciptanya harga komoditas relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan antar negara yang ditinjau dari analisis keseimbangan parsial dijelaskan dalam Salvatore (1997). Dalam panel A dan panel C, kurva Dx dan kurva Sx pada Gambar 2.1. masing masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditas X di negara 1 dan negara 2. Untuk sumbu vertikal pada ketiga panel mengukur harga harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus


(28)

dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas komoditas X.

Sumber : Salvatore,1997

Gambar 2.1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional

Secara spesifik, Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di Negara 1, sehingga Negara 1 tidak akan mengekspor komoditas X sama sekali (keseimbangan terletak pada titik A). Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S di panel B (yang merupakan kurva penawaran ekspor Negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditas X, dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan diekspor oleh Negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* di panel B,


(29)

dan disitulah letak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditas X dari Negara 1.

Sementara itu Panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3, maka penawaran dan permintaan untuk komoditas X akan sama besarnya, sehingga Negara 2 tidak akan mengadakan impor komoditas X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor komoditas X Negara 2 yang berada di Panel B. Panel C juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan lebih besar dari penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh Negara 2 berdasarkan harga relatif P2. Kemudian jumlah tersebut sama dengan B*E* pada Panel B, yang menjadi titik E*.

Kemudian berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh Negara 2 (sebesar B’E’ dalam Panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh Negara 1 (sebesar BE dalam Panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara (lihat Panel B). Dengan demikian P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditas X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari Panel B dapat juga dilihat bahwa apabila Px/Py lebih besar dari P2 maka kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditas X tersebut (Px/Py) akan mengalami penurunan sehingga akhirnya akan sama dengan harga ekuilibrium (P2). Di lain pihak apabila Px/Py


(30)

lebih kecil dari P2 maka kuantitas impor komoditas X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan sehingga Px/Py pun akan meningkat dan pada akhirnya sama dengan P2.

2.2. Konsep Dayasaing

Dayasaing menurut Porter (1995) didefinisikan sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan. Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat tergantung pada tingkat sumberdaya relatif yang dimilikinya. Penelitian Porter tentang keunggulan bersaing negara negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada keadaan negara yang memengaruhi dayasaing perusahaan perusahaan internasional pada industri yang berbeda.

Dayasaing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan di dalam pasar tersebut. Pengertian dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain (Porter, 1990).

Gonarsyah (1995) menyatakan bahwa dayasaing berarti mengenai keunggulan kompetitif (competitive advantage). Suatu produk yang mempunyai keunggulan komparatif belum tentu memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif selain ditentukan oleh keunggulan komparatif juga ditentukan oleh biaya pemasaran dan biaya biaya lainnya. Suatu produk yang memiliki keunggulan kompetitif tapi terjadi kegagalan pasar baik karena kebijakan regulasi


(31)

pemerintah maupun struktur pasar, maka produk tersebut bisa saja tidak memiliki keunggulan komparatif.

2.3. Konsep Aliran Ekspor

Adanya aliran perdagangan berupa ekspor ke negara negara tujuan ekspor dapat dikarenakan penawaran ekspor dari eskportir maupun permintaan ekspor dari negara importir. Penawaran ekspor dan permintaan ekspor dapat diturunkan dari pengertian penawaran atau permintaan komoditas pada suatu pasar.

Arti dari penawaran dijelaskan dalam Lipsey, Courant, dan Ragan (1999) yaitu jumlah komoditas yang dijual oleh penjual atau supplier dalam suatu waktu dan pada suatu pasar. Jika dalam penawaran ekspor, maka arti tersebut akan menjadi jumlah komoditas yang dapat dijual oleh suatu negara. Dalam Lipsey, Courant, dan Ragan (1999) juga dijelaskan bahwa komoditas yang ditawarkan ini adalah jumlah komoditas yang diproduksi oleh supplier. Semakin banyak jumlah yang diproduksi, maka penawaran ekspor suatu negara juga meningkat. Jumlah komoditas yang diproduksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kapasitas supplier (dalam hal ini adalah negara) dalam memproduksi komoditas atau output.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa kemampuan suatu negara dalam memproduksi output merupakan faktor penting yang memengaruhi jumlah penawaran ekspor. Output yang dihasilkan suatu negara dapat disebut dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). Seperti yang dijelaskan oleh Dornbusch, Fischer, dan Startz dalam bukunya Macroeconomics (1998) bahwa GDP adalah nilai akhir dari semua barang dan


(32)

jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada suatu waktu. GDP ini merupakan nilai ouput total yang telah diproduksi (output akhir). Selanjutnya dijelaskan bahwa di sisi produksi, output ini akan dibayarkan sebagai pembayaran atas faktor faktor yang digunakan selama proses produksi, seperti tenagakerja dan modal.

GDP merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait dengan meningkatnya GDP maka pembayaran untuk tenagakerja dan modal akan meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenagakerja dan modal tersebut. Peningkatan produktivitas ini maka barang yang diproduksi akan meningkat sehingga output nasional akan meningkat kembali, kemudian penawaran ekspor juga meningkat.

Untuk permintaan ekspor juga sama halnya dengan penawaran ekspor, bahwa pengertian dari permintaan eskpor dapat diambil dari pengertian permintaan. Pengertian dari permintaan (Lipsey, Courant, dan Ragan, 1999) adalah jumlah suatu komoditas yang akan dibeli oleh rumahtangga sedangkan permintaan ekspor dapat berarti jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu.

Beberapa faktor yang menentukan suatu permintaan komoditas di pasar dijelaskan dalam Lipsey, Courant, dan Ragan (1999) diantaranya yaitu, rata rata pendapatan rumah tangga, dimana jika ada kenaikan pendapatan rata rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih banyak pada setiap harga tertentu. Serta jumlah penduduk, jika ada kenaikan jumlah penduduk maka permintaan akan suatu komoditas juga meningkat pada tingkat harga


(33)

tertentu. Jika dalam konteks perdagangan internasional, maka pendapatan rumah tangga merupakan pendapatan suatu negara, dan jumlah penduduk adalah populasinya.

Gross Domestic Product juga dapat diartikan sebagai pendapatan yang diterima oleh suatu negara. Pendapatan ini dapat diukur dari nilai total barang dan jasa yang diproduksi suatu negara. Kemudian dijelaskan pula dalam Dornbusch, Fischer, dan Startz (1998) bahwa dari sisi konsumsi, output atau GDP ini akan digunakan dalam kegiatan konsumsi dan investasi oleh pemerintah dan para sektor swasta seperti eksportir. Oleh karena itu, GDP merupakan faktor yang juga penting dalam hal permintaan ekspor, jika GDP meningkat maka pendapatan juga meningkat, sehingga konsumsi suatu negara juga meningkat.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa populasi memiliki hubungan yang positif dengan permintaan. Namun, dalam penelitian Kien dan Hashimoto (2005) populasi dapat berdampak positif maupun negatif terhadap ekspor. Di satu sisi, populasi yang besar menandakan besarnya pasar domestik dan besarnya pasar tenaga kerja, dengan tingginya pasar tenagakerja dan pasar domestik biaya, terutama untuk tenagakerja akan semakin murah sehingga efisiensi ekonomi dapat tercapai.

Ketika ada peningkatan pasar tenagakerja sebagai faktor produksi maka biaya tenagakerja dapat ditekan sehingga produktivitas meningkat. Ketika produktivitas meningkat, besarnya pasar domestik mampu menyerap banyaknya barang yang ditawarkan. Hal ini akan menyebabkan semakin menurunnya transaksi perdagangan internasional. Namun di sisi lain, jika ternyata penyerapan


(34)

dari tenagakerja yang produktif tidak sebesar peningkatan konsumsi pasar domestiknya, maka dengan meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan ekspor dalam perdagangan internasional karena kebutuhan domestik yang besar tidak terpenuhi dengan produksi domestiknya.

Selain GDP dan populasi, nilai tukar juga memengaruhi permintaan ekspor dari suatu negara (Mankiw, 2002). Kurs merupakan perbandingan nilai tukar matauang suatu negara dengan negara lain. Nlai tukar matauang memiliki peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional karena kurs dapat membandingkan harga barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara. Hal ini juga dijelaskan dalam Salvatore (1997) bahwa dalam melakukan transasksi perdagangan antarnegara maka digunakan matauang asing. Apabila matauang domestik terapresiasi maka harga impor bagi penduduk domestik relatif menjadi lebih murah sedangkan bagi para eksportir hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk mereka sebab harganya menjadi relatif lebih mahal. Sebaliknya, jika nilai matauang domestik terdepresiasi maka harga ekspor bagi para negara importir akan relatif lebih murah sedangkan bagi penduduk domestik akan merasa barang impor relatif lebih mahal. Hal tersebut menyebabkan konsumen dunia akan meningkatkan permintaannya terhadap komoditas ekspor Indonesia. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan harga dari komoditas tersebut. Maka dari itu dari sisi produsen, dalam jangka panjang, jika ada kenaikan harga akan memberikan sinyal untuk terus berproduksi hingga keuntungannya maksimal. Hal ini tentunya akan meningkatkan penawaran ekspor.


(35)

Kurs terdiri dari dua jenis yaitu, kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari matauang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen jepang adalah 120 yen per dolar maka orang Amerika Serikat dapat menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya, orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw,2002).

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara dapat memperdagangkan barang barangnya di negara lain dengan kata lain nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga harga dalam negeri dibandingkan dengan harga harga luar negeri. Nilai tukar riil ini dapat pula disebut dengan Terms of Trade (TOT). Rumus dari nilai tukar riil Rp/US$ dinyatakan dalam persamaan (2.1).

Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x P (AS) ………(2.1) P (Indonesia)

Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga barang Indonesia di luar negeri akan menjadi relatif lebih murah daripada harga barang yang diperdagangkan di pasar dunia. Hal tersebut menyebabkan konsumen dunia akan meningkatkan permintaannya terhadap komoditas ekspor Indonesia. Permintaan yang meningkat ini akan meningkatkan harga dari komoditas tersebut. Maka dari itu dari sisi produsen, dalam jangka panjang, jika ada kenaikan harga akan memberikan sinyal untuk terus berproduksi


(36)

hingga keuntungannya maksimal. Hal ini tentunya akan meningkatkan penawaran ekspor. Pada Gambar 2.2. diperlihatkan pengaruh dari nilai tukar riil (e) terhadap net ekspor (NX). Terjadinya depresiasi atau penurunan harga barang domestik di mata dunia ditunjukkan pada penuruan e dari e1 menjadi e2. Penurunan harga barang domestik ini mengakibatkan ekspor meningkat sehingga net ekspor (NX) juga meningkat dari NX(e1) menjadi NX(e2).

Sumber: Mankiw, 2002.

Gambar 2.2. Dampak Depresiasi Matauang Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat pada Net Ekspor

2.4. Konsep

Gravity Model didasarkan pada teori gravitasi Newton mengenai interaksi antara dua objek. Teori Gravitasi Newton menyatakan bahwa kekuatan yang digunakan oleh dua objek adalah suatu fungsi dari massa masing masing objek dan kuadrat jarak antara kedua objek tersebut. Prinsip tersebut telah dapat digunakan untuk sejumlah konteks pemikiran yang berbeda, diantaranya

e

NX(e1) NX(e2)

NX e1


(37)

menjelaskan interaksi dalam dimensi ruang, seperti perpindahan penduduk atau perpindahan barang dan jasa (perdagangan).

Gravity model saat ini sudah lazim dipakai sebagai metode standar untuk mengevaluasi potensi perdagangan suatu produk atau jasa antarnegara yang berbeda. Secara fisik, gravity model didasarkan pada peramalan potensi perdagangan melalui variabel jarak, populasi dan GNP dari negara tersebut. Argumen yang melatarbelakangi pemakaian gravity model, bahwa negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan luar negeri bila dibandingkan dengan negara yang lebih kecil dan miskin dimana jarak yang semakin jauh dianggap bukan sebagai hambatan. Gravity model berkaitan dengan long range equilibrium aliran perdagangan dan sebagai model ideal untuk membandingkan perdagangan dari dua daerah atau dari dua sistem ekonomi yang berbeda.

Gravity Model mempresentasikan perdagangan antardua negara sebagai fungsi dari massa ekonomi masing masing negara, jarak antarnegara, dan faktor lainnya. Dalam Cortez (2005) dijelaskan bahwa model ini diperkenalkan pertama kali oleh Tinbergen (1962) dan Poyhonen (1963) yang meneliti tentang aliran perdagangan diantara negara negara di Eropa. Sejak saat itu model ini mulai digunakan dengan ekstensif sebagai studi empiris perdagangan internasional. Sinaga dalam Napitupulu (2007) menjelaskan bahwa pemikiran mendasar yang menjadi argumen pemakaian gravity model adalah negara yang lebih besar dan kaya akan lebih banyak melakukan perdagangan internasional bila dibandingkan


(38)

dengan negara yang kecil dan miskin. Perumusan Teori Gravitasi Newton dalam fisika dituliskan dalam persamaan 2.2.

Fij =

G X Mi X Mj

... (2.2) Dij

“interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing masing”

Jika persamaan (2.2) diaplikasikan dalam perdagangan internasional maka: F : Volume interaksi antaradua negara (aliran perdagangan)

M : Ukuran ekonomi untuk kedua negara D : Jarak ekonomi kedua negara

G : Konstanta

Kemudian dengan menggunakan logaritma, persamaan (2.2) akan diubah ke dalam bentuk linear dan menjadi bentuk umum dari Gravity Model untuk analisis ekonometrika (persamaan 2.3), dimana konstanta G menjadi bagian dari β0, dan GDP menggambarkan ukuran ekonomi untuk kedua negara.

Log (Aliran Perdagangan Bilateral) = β0 + β1 log (GDP negara 1) + β2 log (GDP negara 2) + β3 log (Jarak) + O ... (2.3)

Dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama yang selalu terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral (Sinaga dalam Napitupulu, 2007). Tiga jenis variabel tersebut adalah:

a. Variabel variabel yang memiliki total permintaan potensial negara pengimpor. b. Variabel variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.


(39)

c. Variabel variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antarnegara pengekspor dan negara pengimpor.

Variabel indikator dari total permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan GDP negara importir dan populasinya sedangkan untuk indikator penawaran potensial dari negara pengekspor dapat digunakan GDP negara pengekspor. Selain itu, pendapatan per kapita pun dapat digunakan sebagai pengganti variabel GDP. Pendapatan per kapita adalah ukuran berapa banyak perolehan pendapatan setiap individu dalam perekonomian. Pengertian lain mengenai pendapatan per kapita adalah jumlah yang tersedia bagi rumah tangga atau perusahaan untukmelakuan pengeluaran. Dengan demikian tingkat konsumsi atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari pendapatan perkapita penduduknya. Jika pendapatan per kapita suatu negara dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu. Beberapa variabel tambahan sebagai penghambat dalam aliran ekspor adalah adanya variabel jarak antardua negara.

Variabel jarak tersebut dapat dimodifikasi menjadi economic distance atau jarak ekonomi. Li, Song, dan Zhou (2008) menggunakan jarak ekonomi sebagai pendekatan yang mewakili biaya transportasi. Variabel ini menghitung jarak geografis antara dua negara juga memasukkan GDP negara mitra dagang atau yang disebut weighted average economis distance. Rumus yang digunakan dalam menghitung jarak ekonomi yaitu:

Jarak Ekonomi =

jarak geografis antar negara X GDP j

…...…………..…(2.4) ( ∑ GDP negara j)


(40)

Pengaruh biaya transportasi terhadap keseimbangan internasional dijelaskan dalam Salvatore (1997). Pada Gambar 2.4. sumbu vertikal mengukur harga komoditas Z dalam satuan dollar yang berlaku di kedua negara. Setiap pergerakan ke sebelah kiri dari pusat sumbu mengukur peningkatan kuantitas komoditas Z untuk Negara 1. Tanpa adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan berproduksi sebanyak 50Z dan semuanya akan habis dikonsumsi sendiri. Harga komoditas Z yang berlaku di Negara 1 adalah Pz = 5 dollar. Sedangkan Negara 2 akan memproduksi komoditas Z sebanyak 50 unit dan semuanya juga akan habis dikonsumsi berdasarkan harga yang berlaku yakni Pz = 11 dollar.

Sumber: Salvatore: 1997

Gambar 2.3. Analisis Keseimbangan Parsial Atas Biaya Transportasi

Setelah perdagangan internasional berlangsung antar kedua negara tersebut (tanpa biaya transportasi), Negara 1 akan mengekspor komoditas Z ke Negara 2 ketika harga Pz di Negara 1 mulai naik. Kenaikan harga ini mendorong Negara 1 untuk memproduksi komoditas Z dan kemudian kelebihan produksinya akan diekspor ke Negara 2. Di Negara 2 harga dari komoditas Z mulai menurun. Tanpa


(41)

adanya biaya transportasi maka harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu sebesar 8 dollar dengan jumlah komoditas Z yang diperdagangkan antar negara sebanyak 60 unit.

Namun, ketika perdagangan internasional terjadi dengan adanya biaya transportasi, misalkan sebesar 2 dollar per unit, maka Pz di Negara 2 akan melampaui Pz di Negara 1 sebesar 2 dollar. Dalam Gambar 2.3., hal tersebut terjadi apabila Pz = 7 dollar di Negara 1 dan Pz = 9 dollar di Negara 2. Pada Pz = 7 dollar tersebut maka Negara 1 akan meningkatkn produksi domestik atas komoditas Z hingga 70 unit, diantaranya konsumsi domestik sebanyak 30 unit, dan 40 unit sisanya diekspor ke Negara 2. Sedangkan di Negara 2. sendiri di saat Pz = 9 dollar produksi komoditas Z turun menjadi 30 unit dan tingkat konsumsi domestiknya naik menjadi 70 unit, sisa 40 unit kekurangannya diimpor dari Negara 1.

Secara lebih ringkas dapat dikatakan jika ada perdagangan internasional tetapi tidak ada biaya transportasi jumlah komoditas Z yang diperdagangkan sebanyak 60 unit, dan ketika ada perdagangan internasional dengan biaya transportasi sebesar 2 dollar kuantitas yang diperdagangkan menurun menjadi 40 unit. Hal ini berarti adanya biaya transportasi mengakibatkan turunnya volume dan keuntungan perdagangan.

2.5. Panel Data

Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah


(42)

observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah :

a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.

b. Panel data dapat memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien.

c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan pekerjaan, atau perubahan kebijakan pemerintah. Dengan menggunakan panel data maka penyesuaian penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari.

d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni.

e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).

2.5.1.

Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang


(43)

lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan terntunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.5).

Yit = αi + βj xjit + /it …... (2.5) dimana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j

/it = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

2.5.2. Efek Tetap ( )

Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisai secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable.

Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya


(44)

degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan terntunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.6).

Yit = αi + βj xjit + /it ... (2.6) dimana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j

/it = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

2.5.3. Efek Acak ( )

Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah : Yit = α + βj xjit + wit ... (2.7) dimana :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

α1i = α1 + /it , dengan nilai intersep yang akan berbeda antar individu cross section i akibat random error (/it) antar individu tersebut O

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

wit = /it + τi , yaitu /it : error dan τi : individual effect


(45)

kriteria pembobotan yang berbeda beda, yakni:

1. No Weighting : semua observasi diberi bobot yang sama.

2. Cross Section Weight : Generalized Least Square (GLS) dengan menggunakan estimasi varians residual cross section. Digunakan apabila ada asumsi bahwa terdapat cross section heteroskedasticity.

3. SUR (seemingly unrelated regression) : GLS menggunakan estimasi residual covariance matrix cross section. Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar unit cross section.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan penulis sebagai acuan terdiri dari empat jenis, yaitu: mengenai dayasaing, gravity model, perdagangan intra industri, dan kelapa.

2.6.1. Penelitian Mengenai Dayasaing

Batra dan Khan (2005) dengan judul “Revealed Comparative Advantage: An Analysis For India and China” dilakukan selama periode 2000 2003. Penelitian mengidentifikasi pola RCA dengan menggunakan indeks Balassa (1965) juga keunggulan komparatif berdasarkan intensitas faktor dengan menghitung pada sektor dan komoditi berdasarkan klasifikasi Harmonized System (HS). Hasil menunjukkan terdapat banyak kesamaan struktur keunggulan komparatif pada India dan China di pasar internasional.

Zhou, Wu, dan Si (2006) melihat fenomena peningkatan permintaan China pada impor produk pertanian menghadirkan kesempatan yang baik untuk ekspor produk pertanian Australia pada pasar tersebut. Hal ini berhubungan dengan


(46)

industri pertanian Australia yaitu terjadinya perubahan pola perdagangan pertaninan antara China dan Australia. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perdagangan pertanian antara kedua negara dengan menggunakan beberapa metode seperti, Trade Intensity Index, Revealed Comparative Advantage, dan Trade Complementarity Index. Hasilnya menunjukkan bahwa perlu ditingkatkannya perdagangan produk pertanian dan kerjasama antara Australia dan China.

Kartikasari (2008), penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Komoditi Tanaman Hias dan Aliran Perdagangan Anggrek Indonesia di Pasar Internasional” dengan metode RCA mengungkapkan bahwa perkembangan industri tanaman hias Indonesia lebih lambat dibandingkan dengan Thailand sebagai kompetitor utama untuk kawasan Asia Tenggara. Waktu penelitian dari 1996 2006 menunjukkan perolehan nilai ekspor tanaman hias Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan Thailand. Selain itu, Thailand juga memegang pangsa ekspor tanaman hias lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Di pasar Korea komoditi tanamana hias Indonesia memiliki keunggulan komparatif berarti memiliki dayasaing yang tinggi di pasar tersebut sebaliknya terjadi di pasar Jepang, Amerika Serikat, dan Belanda.

Selain itu, ada juga penelitian mengenai analisis dayasaing produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan dan faktor faktor yang memengaruhinya (Dewi, 2009). Hasilnya menunjukkan bahwa dari empat produk yang dianalisis hanya satu produk yaitu Palm kernel or babassu oil and frac (minyak sawit) yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi.


(47)

Produk Plywood consisting solely of sheets (kayu lapis) dan Semi bleached or bleached Pulp of Paper (bubur kertas) memiliki keunggulan komparatif. Produk yang tidak memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif adalah Coniferous of Wood (kayu serabut). Penggunaan analisis CMS menghasilkan tentang dayasaing keempat produk yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisi komoditi selama periode 2000 2006, kecuali produk minyak sawit yang paling dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja.

2.6.2. Penelitian Mengenai

Napitupulu (2007) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Faktor Faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Beras Intra ASEAN”, melakukan analisa kualitatif untuk mengetahui keragaan produksi, konsumsi, dan kebijakan perberasan negara negara ASEAN serta melakukan analisa kuantitatif untuk mengetahui faktor faktor yang memengaruhi aliran perdagangan beras intra ASEAN. Dari hasil chow test, analisis gravity model menggunakan fixed effect dengan estimasi GLS. R2 yang diperoleh 49,57 persen. Faktor yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen yaitu GDP negara asal impor, populasi negara tujuan impor, konsumsi beras negara asal impor, konsumsi beras negara tujuan impor, dan nilai tukar terhadap USD negara tujuan impor.

Sinaga (2007), di dalam penelitiannya yang berjudul aliran perdagangan komoditas karet alam Indonesia dan faktor faktor yang memengaruhinya di negara tujuan, manganalisis dengan menggunakan gravity model. Dari hasil pengolahan diketahui bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi ekspor karet alam Indonesia ke negara tujuan adalah variabel GDP negara tujuan dan nilai


(48)

ekspor produk ban negara tujuan. Faktor faktor lainnya di luar model yang disusun adalah persediaan dan cadangan karet alam negara tujuan, pesaing serta peristiwa global dan kondisi sosial politik negara tujuan.

Penelitian yang berjudul “Analisis Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model menggunakan data 10 negara utama dari perdagangan Indonesia yang diteliti selama periode 1970 2002 (Yuniarti, 2007). Hasilnya menunjukkan bahwa pendapatan domestik, populasi, dan kesamaan ukuran ekonomi memiliki dampak positif terhadap perdagangan bilateral Indonesia sedangkan variable yang berdampak negative adalah jarak. Faktor endowment dan dummy Regional Trade Arrangement tidak berdampak pada perdagangan bilateral Indonesia.

Li, Song, dan Zhau (2008) melakukan penelitian dengan judul “Component Trade and China’s Global Economic Integration” mengenai faktor faktor yang memengaruhi pola perdagangan China pada komponen dan bagiannya Penggunaan gravity model menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, peningkatan ukuran pasar dan economies of scale, investasi asing langsung, serta peningkatan infrastruktur termasuk telekomunikasi dan transportasi adalah faktor faktor yang penting pada perdagangan China dengan negara mitra dagangnya.

2.6.3. Penelitian Mengenai Perdagangan Intra Industri

Hermanto (2002) melakukan penelitian dengan judul “Perdagangan Intra Industri Indonesia di Pasar Dunia”. Perdagangan Intra Industri dikategorikan dalam 3 jenis yaitu, county specific, industry specific dan policy based. Penelitian ini difokuskan pada hipotesis industry specific pada perdagangan intra ndustri


(49)

Indonesia. Analisis deskriptif dan model ekonometrika diaplikasikan guna menghasilkan kesimpulan mengenai perdagangan intra industri Indonesia dan variabel variabel yang memengaruhinya khusus pada produk industri manufaktur berdasarkan pada SITC dan ISIC pada periode 1980 1997.

Budhijana (2008) dalam “Performa Ekspor Impor dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Indonesia: Kasus Perdagangan Bilateral Antara Indonesia dan Malaysia”. Penelitiannya bertujuan melihar pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional Indonesia khususnya dengan Malaysia sebelum dan setelah krisis sampai tahun 2000. Metode Grubel Lloyd digunakan untuk mengukur kinerja perdagangan bilateral Indonesia Malaysia seperti kontribusi dalam perdagangan, laju pertumbuhan total perdagangan dan kontribusi ekspor dan impor. Hasil menunjukkan bahwa perdagangan bilateral antara Indonesia dan Malaysia banyak memberikan keuntungan bagi pihak Indonesia.

Penelitian selanjutnya berjudul “Intra Industry Trade and Revealed Comparative Advantage: An Inverted U Relationship” oleh Faustino (2008). Tujuannya adalah untuk meneliti hubungan antara keuntungan komparatif dengan berbagai tipe intra industry trade (IIT) pada perdagangan bilateral antara Portugal dan Spanyol dengan 40 jenis produk utama. Hasilnya menunjukkan bukti kuat mengenai hubungan terbalik U. Selain itu, biaya relatif autarki adalah determinan yang umum pada semua tipe IIT hal ini berkontradiksi dengan prediksi yang dibuat berdasarkan teori untuk memisahkan determinan determinan dari IIT horizontal dan vertikal.


(50)

Leitao (2011) dengan judul “Intra Industry Trade in The Agriculture Sector : The Experience of United States”. Penelitian ini menganalisis faktor faktor ynag memengaruhi Inta Industry Trade (IIT) Amerika Serikat khususnya pada sektor pertanian selama periode 1995 2008. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel perbedaan GDP perkapita antara Amerika Serikat dengan negara mitra dagangnya berpengaruh negatif terhadap IIT sedangkan variabel arus investasi langsung berpengaruh positif.

2.6.4. Penelitian Mengenai Kelapa

Muslim (2006) dengan judul “Analisis Daya Saing Produk Ekspor Agroindustri Komoditas Berbasis Kelapa di Indonesia” berdasarkan permintaan jenis produk komoditas perkebunan utama di Sulawesi Utara, Bangka Belitung, dan Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode RCA, Acceleration Ratio (AR), dan Trade Specialization Index (TSI). Hasilnya adalah produk CCO, bungkil kopra, dan coconut desiccated Indonesia menempati urutan pengekspor kedua setelah Filipina sedangkan produk kopra dan arang tempurung Indonesia masih tetap sebagai negara pengekspor terbesar di dunia.

2.7. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Produk kelapa dan olahan yang diteliti adalah khusus produk crude coconut oil (CCO) Indonesia untuk meneliti dayasaing selama periode 2005 2009 sedangkan penelitian sebelumnya meneliti tentang dayasaing semua produk kelapa dan olahan Indonesia pada periode 2000 2004. Untuk melengkapi penelitian ini perlu diteliti mengenai faktor faktor yang memengaruhi volume


(51)

ekspor produk CCO Indonesia periode 2001 2009, khususnya di negara negara tujuan ekspor dengan menggunakan gravity model.

2.8. Kerangka Pemikiran

Subsektor perkebunan berperan dalam PDB (Produk Domestik Bruto) meskipun kontribusinya relatif tidak besar dibandingkan subsektor lainnya yaitu, penyumbang ketiga terbesar setelah bahan tanaman makanan dan perikanan pada sektor pertanian (BPS, 2011). Salah satu andalan subsektor perkebunan Indonesia adalah komoditi kelapa. Produksi kelapa Indonesia menempati posisi kedua setelah kelapa sawit (Ditjenbun RI, 2010). Potensi ini dimanfaatkan Indonesia untuk mengolah komoditi kelapa menjadi produk olahan yang tentunya memiliki nilai tambah yang tinggi. Namun, industri kelapa Indonesia didominasi oleh produk setengah jadi berupa kopra dan crude coconut oil (CCO). Dari segi luar areal tanam, pohon kelapa tumbuh sekitar 3 juta hektar di Indonesia atau 31 persen dari total pohon kelapa dunia.

Selain itu, produksi kelapa Indonesia merupakan nomor satu di dunia namun nilai ekspor produk kelapa dan olahannya masih kalah bersaing dengan Filipina, India, Srilanka, dan Thailand karena para pelaku industrinya yang mayoritas Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Produksi buah kelapa sebanyak 16 miliar butir pertahun, nilai ekspor produk kelapa dan olahannya hanya sebesar US$ 427,16 juta sedangkan Filipina yang produksinya hanya 12 miliar butir per tahun, nilai ekspor dua kali lipat Indonesia yakni US$ 841,038 juta (Kemenperin RI, 2010).


(52)

Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran

Produk olahan kelapa Indonesia yang memiliki nilai ekspor paling tinggi adalah crude coconut oil (CCO) meskipun eksportir kedua setelah Filipina. Produk ini dijadikan sebagai salah satu bahan baku untuk memperoleh produk jadi oleh negara importir. Oleh karena itu, dengan posisi tersebut perlu diteliti bagaimana dayasaing produk tersebut dengan menggunakan beberapa metode yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Inter Industry Trade (IIT). Selanjutnya perlu diteliti mengenai aliran ekspor produk CCO Indonesia di negara tujuan ekspor. Penelitian ini diharapkan dapat

Ekspor Produk Crude Coconut Oil (CCO)

Indonesia

Dayasaing Produk CCO Indonesia di Pasar Internasional dan Negara

Tujuan Ekspor

Faktor Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Produk CCO Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Implikasi Kebijakan Metode RCA

Metode EPD Metode IIT

Gravity Model:

Jarak Ekonomi GDP perkapita riil Indonesia GDP perkapita negara tujuan

Populasi negara tujuan Nilai tukar riil rupiah


(53)

menghasilkan rekomendasi kebijakan sehingga terjadi peningkatan dayasaing produk CCO Indonesia di pasar internasional dan khususnya pada negara tujuan ekspor.

2.9. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien variabel variabel yang memengaruhi aliran ekspor produk crude coconut oil (CCO) Indonesia di negara tujuan ekspor. Hipotesis yang digunakan, yaitu :

1. GDP per kapita riil negara Indonesia diharapkan berpengaruh negatif terhadap volume ekspor produk CCO di negara tujuan.

2. GDP per kapita riil negara tujuan ekspor diharapkan berpengaruh positif terhadap volume ekspor produk CCO Indonesia.

3. Populasi penduduk negara importir diharapkan berpengaruh positif terhadap volume ekspor produk CCO Indonesia.

4. Jarak ekonomi atau economic distance, diduga berpengaruh negatif terhadap volume ekspor produk CCO Indonesia.

5. Nilai tukar riil rupiah terhadap matauang negara tujuan diharapkan berpengaruh positif terhadap volume ekspor produk CCO Indonesia.


(54)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber. Sumber sumber tersebut adalah World Bank, IMF (International Monetary Fund), BPS (Badan Pusat Statistik), Kementrian Pertanian, dan UNComtrade. Selain itu, sumber data yang digunakan juga melalui penelusuran internet dan literatur terkait.

Adapun data data yang diperlukan dalam permodelan yaitu volume ekspor produk CCO Indonesia ke negara negara tujuan utama ekspor, GDP dan GDP per kapita riil negara Indonesia, GDP dan GDP per kapita riil negara tujuan ekspor, populasi penduduk negara tujuan ekspor, nilai tukar riil Rp/matauang negara tujuan, serta jarak ekonomi antar Indonesia dan negara importir.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section. Time series yang digunakan berupa data sekunder tahunan periode 2001 2009. Cross section yang digunakan adalah negara tujuan ekspor sebanyak 8 negara. Untuk lebih jelasnya keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini, baik yang digunakan dalam permodelan maupun tidak, dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(55)

Tabel 3.1. Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No Data yang Digunakan Sumber

1. Nilai dan volume ekspor produk CCO Indonesia ke dunia dan negara tujuan ekspor 2001 2009

UN COMTRADE (wits.worldbak.org) 2. Nilai impor produk CCO Indonesia UN COMTRADE

(wits.worldbak.org) 3. Nilai dan Volume Ekspor Produk Kelapa dan

Olahannya periode 2003 2009

Kementrian Pertanian 4. Jarak geografis antara Indonesia dan negara

negara tujuan ekspor

www.timeanddate.com 5. Populasi penduduk negara negara tujuan

utama eskpor produk CCO periode 2001 2009

International Monetary Fund (www.imf.org) 6. GDP riil dan GDP perkapita riil Indonesia dan

negara negara tujuan ekspor produk CCO Indonesia 2001 2009

Worldbank Database (www.worldbank.org) 7. Nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS www.oanda.com

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis Revealed Comparative Advantege (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Intra Industry Trade (IIT) yang bertujuan menganalisis dayasaing produk crude coconut oil (CCO) Indonesia. Selain itu, digunakan juga analisis regresi panel data dengan menggunakan gravity model dengan persamaan tunggal yang digunakan untuk menganalisis faktor faktor yang memengaruhi aliran ekspor produk tersebut. Data sekunder diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan Eviews 6 yang kemudian hasil outputnya akan diinterpretasikan.

3.2.1. (RCA)

Revealed Comparative Advantage digunakan dengan obyektif untuk menganalisis keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara. Konsep


(56)

ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Batra dan Khan 2005).

Metode RCA didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

RCA

t j

it ij

W W

X X

/ /

.... 3.1)

dimana :

Xij = nilai ekspor negara i akan komoditi j ke dunia

Xit = total nilai ekspor negara i ke dunia pada tahun ke t

Wj = nilai ekspor komoditi j di dunia

Wt = total nilai ekspor dunia pada tahun ke t

Jika nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dalam produknya.

Keunggulan metode Revealed Comparative Advantage adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu :


(57)

2.Nilai RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal.

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk produk yang berpotensi di masa yang akan datang.

3.2.2. (EPD)

Pendekatan Export Product Dynamic digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif suatu produk, juga mengetahui apakah produk tersebut merupakan produk dengan performa yang dinamis atau tidak. Walaupun beberapa produk mungkin bukan merupakan bagian yang besar pada ekspor suatu negara, namun terdapat beberapa alasan untuk mengidentifikasi produk yang dinamis (pertumbuhannya cepat) dalam ekspor suatu negara. Jika pertumbuhannya di atas rata rata secara berkesinambungan selama waktu yang panjang, maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Selanjutnya, jika produk dinamis tersebut mempunyai karakteristik produksi yang spesifik, maka hal ini juga menjadi informasi yang penting dalam kesempatan ekspor, dalam hubungannya dengan produk yang serupa. Terdapat ketertarikan untuk mengidentifikasi produk produk dinamis sehingga negosiasi multilateral atau bilateral untuk mengatasi berbagai hambatan perdagangan beberapa produk di pasar ekspor bisa terfokuskan. Metode yang paling sering digunakan untuk mengidentifikasi produk produk dinamis adalah dengan memilih produk produk berdasarkan tingkat pertumbuhannya selama periode yang ditetapkan.

Penambahan fungsional indikator pangsa pasar adalah posisi pangsa pasar (Estherhuizen, 2006). Perusahaan perusahaan dan industri industri suatu negara


(58)

dianggap bersaing dalam produk ketika pangsa pasar mereka meningkat. Sebuah produk ekspor dianggap dinamis dalam perdagangan dunia jika pangsa pasarnya meningkat lebih cepat daripada rata rata pangsa pasar dunia.

Gambar 3.1. Matriks Posisi Pasar

Keterangan: sumbu x = pangsa pertumbuhan ekspor produk sumbu y = pangsa pertumbuhan produk

Sumber: Nabi & Luthria, 2002 dalam Esterhuizen, D (2006) Tabel 3.2. Matriks Posisi Pasar

Pangsa produk di dunia Pangsa ekspor negara di

dunia

Rising (Dynamic)

Falling (Stagnant) Rising

(competitive)

“Rising star” “Falling star”

Falling

(Non competitive)

“Lost opportunity” “Retreat”

Sumber: Nabi & Luthria, 2002 dalam Esterhuizen, D (2006)

Posisi pasar ideal bertujuan untuk memperoleh pangsa ekspor tertinggi sebagai “Rising Star”, ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk produk yang berkembang cepat. “Lost Opportunity” dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar pada produk dinamis. “Falling Star” juga tidak

Rising Star Lost

Opportunity

Retreat Falling Star

x

Y


(59)

diinginkan, terjadi ketika ada peningkatan, tetapi bukan pada produk produk dinamis. Sementara itu, “Retreat” tidak diinginkan lagi di pasar. Hal ini adalah hal yang paling tidak diinginkan. “Retreat” bisa diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis. Tabel 3.1 menggambarkan empat dekomposisi umum ekspor (berdasarkan posisi pangsa pasar) dan Gambar 3.1. memperlihatkan posisi produk dalam matriks. Sumbu x menunjukkan pangsa pertumbuhan ekspor suatu negara di dunia dan sumbu y menerangkan pangsa pertumbuhan suatu produk di dunia. Empat dekomposisi indikator dayasaing perdagangan tersebut diterapkan pada banyak penyusunan indikator kuantitatif.

3.2.3! " " # (IIT)

Untuk melihat aliran perdagangan internasional digunakan indikator Intra Industry Trade (IIT) atau Grubel Lloyd index (GLI). Berdasarkan formula, indikator tersebut berada pada ukuran nilai antara 0 dan 1. IIT yang mendekati 0 mencerminkan aliran perdagangan yang bersifat inter industri, sedangkan IIT yang mendekati 1 mencerminkan aliran perdagangan yang bersifat intra industri.

IITjk = [1(Xijk Mijk)/ (Xijk+Mijk)] ………...………...(3.2)

dimana:

Xijk = nilai ekspor produk i dari negara j ke negara k

Mijk = nilai impor produk i negara j dari negara k

Perdagangan intra industri terjadi karena adanya perbedaan faktor “endowment” sehingga terjadi spesialisasi di masing masing negara yang diterangkan dalam teori Heckscher Ohlin. Teori perdagangan ini menerangkan interaksi perdagangan yang terjadi antara negara berkembang dan negara maju


(60)

sedangkan perdagangan intra industri secara signifikan terjadi antara negara maju (Kandogan, 2003).

3.2.4. Estimasi

3.2.4.1. Perumusan Model

Perumusan model merupakan langkah pertama dan yang paling penting harus dilakukan dalam mempelajari hubungan antara variabel variabel. Model digunakan untuk memilih hubungan variabel variabel dalam bentuk matematika dimana suatu perumusan ekonomi dipenuhi secara empirik. Analisis yang digunakan adalah regresi panel data dengan model logaritma natural.

Transformasi model dalam bentuk log dapat mengurangi masalah

heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati 2004). Pada penelitian ini digunakan metode data panel dengan fixed effect karena dengan fixed effect dapat diperoleh hasil intercept yang berbeda beda antar unit cross section. Dugaan persamaan aliran ekspor produk CCO Indonesia dirumuskan sebagai berikut: Ln Xijt = β0 + β1 ln Distanceijt + β2 ln GDPCjt + β3 ln Populasijt + β4 ln ERjt + β5

ln GDPCIt + ei………..………..…………....…(3.3)

dimana :

Xijt = Volume ekspor CCO dari Indonesia ke negara j (Kilogram)

Distanceijt = Jarak ekonomi antara negara Indonesia dan negara tujuan (Km)

GDPCjt = Pendapatan per kapita riil negara tujuan (US$/orang)


(61)

ERjt = Nilai tukar riil mata uang rupiah terhadap negara tujuan

(rupiah/ matauang negara tujuan)

GDPCIt = Pendapatan per kapita riil negara Indonesia (US$/orang)

Ei = error term

β 0 = konstanta (intercept)

β n = parameter yang diduga (n = 1,2, … ,5)

Tanda koefisien yang diharapkan yaitu: β1 < 0 ; β2 > 0 ; β3 > 0 : β4 >0, dan β5 > 0 3.2.4.2. Definisi Operasional

Untuk memahami secara jelas variabel variabel yang dituliskan dalam persamaan (3.3), maka definisi operasional variabel variabel tersebut yaitu :

1. Volume ekspor produk X adalah total ekspor dari produk X ke negara tujuan selama jangka waktu satu tahun terhitung sejak tahun 2001 2009, dinyatakan dalam satuan kg (kilogram).

2. Nilai GDP per kapita riil Indonesia adalah produk domestik bruto perkapita riil yang dihasilkan oleh Indonesia dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2005 selama periode 2001 2009, dinyatakan dalam US$.

3. Nilai GDP per kapita riil negara j adalah nilai produk domestik riil perkapita negara tujuan ekspor (importir) yang dihasilkan perekonomian negara tersebut dalam satu tahun berdasarkan harga konstan tahun 2005 selama periode 2001 2009, dinyatakan dalam US$.


(62)

4. Populasi penduduk negara j adalah total jumlah penduduk di negara tujuan ekspor dalam satu tahun terhitung sejak tahun 2001 2009, dinyatakan dalam satuan orang.

5. Jarak ekonomi (JE) atau economic distance merupakan pendekatan yang mewakili biaya transportasi.

Jarak Ekonomi =

jarak geografis antar negara X GDP j

.……..…(3.4) ( ∑ GDP negara j)

6. Nilai tukar riil mata uang negara Indonesia terhadap US$ Amerika, dinyatakan dalam Rp/US$. Hal ini karena dalam perdagangan internasional menggunakan mata uang US$. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai tukar riil Rupiah terhadap US$ Amerika adalah :

Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x IHK (AS) ..(3.5) IHK (Indonesia)

3.2.4.3. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

Pemilihan model yang akan digunakan dalam satu penelitian perlu dipertimbangkan secara statistik. Hal ini ditujukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Ada dua pengujian untuk menentukan model yang akan digunakan dalam pengolahan data panel yaitu Chow Test dan Hausman Test.

1. Chow Test

Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan adalah Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana diketahui, bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section


(63)

memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut :

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistik seperti yang

dirumuskan oleh Chow :

Chow = (RSS1 RSS2) / (N 1) ……….………(3.6)

(RSS2) / (NT N K)

dimana:

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan PLS

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model Fixed Effect

N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F statistik dengan derajat bebas jika nilai Chow statistik (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect dan begitu juga sebaliknya.

2. Hausman Test

Uji Hausman digunakan untuk membandingkan metode fixed effect dengan random effect. Model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya unsur derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy. Namun penggunaan model random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.


(64)

Hipotesa Hausman Test adalah sebagai berikut : H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Sebagai dasar panolakan H0 maka digunakan Statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi Square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut :

m = (β – b)(M0 – M1)1(β – b) ~ χ2(K)……….……… (3.7)

dimana :

: vektor statistik variabel fixed effect, b : vektor statistik variabel random effect,

M0 : matriks kovarians untuk dugaan random effect.

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2 tabel, maka cukup

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model

fixed effect dan begitu pula sebaliknya.

3. LM Test

LM Test atau The Breusch – Pagan LM Test digunkan sebagai

pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect Model versus Pooled Least Square. Pengujian hipotesisnya:

H0 : PLS

H1 : Random Effect Model

Dasar penolakan H0 dengan mengguanakan statistik LM yang mengikuti distribusi


(1)

2007 17.90152075 10.56362461 19.52454588 9.352077673 6.945209746 8.9949068 2008 18.23594564 10.55439187 19.53377105 9.333976358 6.991702388 8.9939911 2009 17.68525167 10.51910785 19.54238111 9.309495036 7.024701351 9.0017754


(2)

Lampiran 5. Hasil Uji Chow Test dan Hausman Test Model Aliran Ekspor Produk CCO Indonesia di Negara Tujuan Ekspor

Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01

Test cross section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross section F 218.355442 (7,59) 0.0000

Correlated Random Effects Hausman Test Equation: EQ01

Test cross section random effects

Test Summary

Chi Sq.

Statistic Chi Sq. d.f. Prob.


(3)

Lampiran 6. Hasil Output Model Aliran Ekspor Produk CCO Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Periode 2001 2009 (Fixed Effect GLS)

Dependent Variable: VOLUME

Method: Panel EGLS (Cross section SUR) Date: 06/21/11 Time: 07:03

Sample: 2001 2009 Periods included: 9 Cross sections included: 8

Total panel (balanced) observations: 72

Linear estimation after one step weighting matrix

White cross section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t Statistic Prob. POPULASI 7.794575 0.938396 8.306278 0.0000 GDPCI 0.131545 0.834070 0.157715 0.8752 GDPC 2.410188 0.979240 2.461284 0.0168 ER 1.814861 0.175597 10.33538 0.0000 DISTANCE 2.759765 1.044614 2.641900 0.0105 C 165.5510 15.79003 10.48453 0.0000

Effects Specification Cross section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R squared 0.990527 Mean dependent var 50.86817 Adjusted R squared 0.988600 S.D. dependent var 57.83311 S.E. of regression 1.076925 Sum squared resid 68.42632 F statistic 514.0918 Durbin Watson stat 2.289748 Prob(F statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R squared 0.857438 Mean dependent var 16.76434 Sum squared resid 26.85132 Durbin Watson stat 1.631636


(4)

Negara Fixed Effect (Cross)

China 33.74668

Spanyol 3.297539

India 29.36465

Malaysia 24.59898

Belanda 5.477871

Singapura 48.68339

Tunisia 16.83896


(5)

Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas Model Aliran Ekspor Produk CCO Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Produk CCO Indonesia 2001 2009 (Fixed Effect GLS)

! "

! ! #

! $$

% & '

( " $

) * + " "


(6)

-Lampiran 8. Hasil Uji Nilai Korelasi Model Aliran Ekspor Produk CCO Indonesia di Negara Tujuan Ekspor 2001 2009 (Fixed Effect GLS)

VOLUME GDPC Populasi Distance GDPCI ER VOLUME 1.000000 0.174916 0.275325 0.304653 0.011928 0.067699

GDPC 0.174916 1.000000 0.527049 0.199025 0.070561 0.837576 Populasi 0.275325 0.527049 1.000000 0.656852 0.015907 0.668579 Distance 0.304653 0.199025 0.656852 1.000000 0.018783 0.070525 GDPCI 0.011928 0.070561 0.015907 0.018783 1.000000 0.049243 ER 0.067699 0.837576 0.668579 0.070525 0.049243 1.000000