II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Perdagangan Internasional
Teori mengenai perdagangan antara dua negara yang dikenal luas dengan teori keunggulan absolut dikemukakan oleh Adam Smith. Asumsi yang menjadi
dasar dalam teori ini adalah perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keuntungan absolut. Jika suatu negara lebih efisien atau
memiliki keunggulan absolut terhadap negara lainnya dalam memproduksi suatu komoditas, namun kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi
komoditi lain, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing masing melakukan spesialisasi dalam komoditi unggulan dan
menukarkannya dengan komiditi lain yang tidak memiliki keunggulan absolut dalam suatu mekanisme perdagangan internasional Salvatore, 1997.
Kenyataannya dalam forum perdagangan global, fakta menunjukan bahwa tidak semua negara di dunia mempunyai keunggulan absolut dalam perdagangan.
Kelemahan teori keunggulan absolut ini dikoreksi oleh David Ricardo melalui buku yang berjudul Principal of Political Economy and Taxation. Teori tersebut
dalam perkembangannya disebut sebagai teori keunggulan komparatif. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun suatu negara kurang efisien memiliki
kerugian absolut terhadap negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun masih terdapat asumsi keunggulan komparatif yang dapat mendasari dalam
perdagangan internasional. Asumsi ini diaplikasikan melalui spesialisasi dalam kegiatan produksi produk ekspor dengan kerugian absolut lebih kecil keunggulan
komparatif dan sebaliknya melakukan impor terhadap komoditas yang memiliki kerugian absolut kerugian komparatif yang lebih besar.
Beberapa asumsi lain yang dikemukakan oleh Ricardo yaitu, 1 hanya terdapat dua negara dengan dua komoditas, 2 perdagangan bersifat bebas, 3
Terdapat mobilitas antardua negara tersebut, 4 biaya produksi konstan, 5 tidak terdapat biaya transportasi, 6 teknologi konstan, 7 menggunakan teori nilai
tenaga kerja. Perkembangan dalam teori perdagangan internasional selanjutnya
dikemukakan oleh Heckscher Ohlin H O. Menurut Hecksher Ohlin, terdapat perbedaan opportunity cost suatu produk antarsuatu negara dengan negara lain
yang disebabkan karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi yang dimiliki masing masing negara. Negara negara yang memiliki faktor produksi relatif
banyak dan murah dalam produksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing masing negara akan mengimpor
barang tertentu apabila negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka dan mahal dalam produksinya Salvatore, 1997.
Untuk melihat sebuah proses terciptanya harga komoditas relatif ekuilibrium dengan adanya perdagangan antar negara yang ditinjau dari analisis
keseimbangan parsial dijelaskan dalam Salvatore 1997. Dalam panel A dan
panel C, kurva Dx dan kurva Sx pada Gambar 2.1. masing masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditas X di negara 1 dan negara 2.
Untuk sumbu vertikal pada ketiga panel mengukur harga harga relatif untuk komoditas X PxPy atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus
dikorbankan oleh suatu negara dalam rangka memproduksi satu unit tambahan komoditas X. Sedangkan, sumbu horizontal di ketiga panel mengukur kuantitas
komoditas X.
Sumber : Salvatore,1997
Gambar 2.1. Analisis Keseimbangan Parsial Perdagangan Internasional Secara spesifik, Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif
P1, kuantitas komoditas X yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta oleh konsumen di Negara 1, sehingga Negara 1 tidak akan mengekspor
komoditas X sama sekali keseimbangan terletak pada titik A. Hal tersebut memunculkan titik A pada kurva S di panel B yang merupakan kurva
penawaran ekspor Negara 1. Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P2, maka akan terjadi kelebihan penawaran apabila dibandingkan
dengan tingkat permintaan untuk komoditas X, dan kelebihan itu sebesar BE. Kuantitas sebesar BE itulah yang merupakan kuantitas komoditas X yang akan
diekspor oleh Negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan BE di panel B,
dan disitulah letak titik E yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditas X dari Negara 1.
Sementara itu Panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3, maka penawaran dan permintaan untuk komoditas X akan sama besarnya,
sehingga Negara 2 tidak akan mengadakan impor komoditas X sama sekali. Hal tersebut dilambangkan oleh titik A’ yang terletak pada kurva permintaan impor
komoditas X Negara 2 yang berada di Panel B. Panel C juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan permintaan lebih besar dari
penawarannya, yaitu sebesar B’E’. Kelebihan itu sama artinya dengan kuantitas komoditas X yang akan diimpor oleh Negara 2 berdasarkan harga relatif P2.
Kemudian jumlah tersebut sama dengan BE pada Panel B, yang menjadi titik E.
Kemudian berdasarkan harga relatif P2, kuantitas impor komoditas X yang diminta oleh Negara 2 sebesar B’E’ dalam Panel C sama dengan kuantitas
ekspor komoditas X yang ditawarkan oleh Negara 1 sebesar BE dalam Panel A. Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah
komoditas X diperdagangkan di antara kedua negara lihat Panel B. Dengan demikian P2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditas X setelah
perdagangan internasional berlangsung. Dari Panel B dapat juga dilihat bahwa apabila PxPy lebih besar dari P2 maka kuantitas ekspor komoditas X yang
ditawarkan akan melebihi tingkat permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditas X tersebut PxPy akan mengalami penurunan sehingga
akhirnya akan sama dengan harga ekuilibrium P2. Di lain pihak apabila PxPy
lebih kecil dari P2 maka kuantitas impor komoditas X yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditas X yang ditawarkan sehingga PxPy pun akan
meningkat dan pada akhirnya sama dengan P2.
2.2. Konsep Dayasaing