a b
Gambar 17. Cara Pemberian minyak dan Mie yang siap dipasarkan. a Pemberian minyak pada mie
b Mie yang sudah siap dipasarkan.
Mie yang sudah siap untuk dipasarkan dimasukan ke dalam karung untuk kemudian diangkut ke pasar-pasar tradisional yang ada di Kotamadya
Sukabumi.
C. SISTEM DINAMIK
Pembuatan model, simulasi dan analisa dilakukan dengan mengacu pada sasaran, tujuan dan skenario. Sistematika hasil dan pembahasan mencakup
penterjemahan diagram sebab akibat Gambar 7 ke dalam diagram alir sistem dinamik untuk memperjelas hubungan yang terjadi antar komponen di dalam
sistem, melakukan validasi model dengan data sekunder yang diperoleh, simulasi dan analisis terhadap model dengan skenario yang telah ditetapkan.
Model yang dibangun mengikuti bentuk model sistem dinamik dengan simbol-simbol yang digunakan adalah simbol-simbol diagram alir sistem
dinamik. Model yang dibangun dibagi kedalam dua sub-sistem yaitu sub- sistem penyediaan mie dan sub-sistem penyediaan sagu:
1. Model Sub-Sistem Ketersediaan Mie Pada sub-sistem ketersediaan mie yang ditunjukkan oleh Gambar 17.
komponen-komponen yang mempengaruhi adalah sub-sistem produksi mie dan sub-sistem permintaan mie. Sub-sistem produksi mie ditentukan
oleh jumlah produksi mie rata-rata, dimana jumlah produksinya pada saat- saat tertentu akan mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Lonjakan
produksi mie terjadi ketika bulan puasa atau hari raya. Peningkatan yang
prod_mie_mesin_per_thn lj_prod_mie_mesin
lj_prod_mie_mnal prod_mie_mnal_per_thn
rt_prod_mie_msn rt_prod_mie_manual
tot_prod_mie kon_mie_per_thn
pddk_kt_1
prmntaan_mie
prmntaan_mi_per_thn lj_permintaan_mie
NERACA_MIE
prtmbhn_tua lj_mati_kt
jmlh_anak2_kt prtmbhn_dws_kt
jmlh_dws_kt jmlh_tua_kt
hrpn_hdp_kt
jelas terlihat adalah pada produksi ketika bulan puasa. Jumlah produksi rata-rata diluar bulan puasa hanya sebesar 700 kghari untuk pabrik
pengolahan mie secara manual dan 1.100 kghari untuk pabrik pengolahan mie secara mekanis, sedangkan pada bulan puasa produksinya dapat
meningkat hingga 1.500 kghari untuk pabrik pengolahan mie secara manual dan 3.000 kghari untuk pabrik pengolahan secara mekanis.
Sub-sistem permintaan mie komponen yang mempengaruhinya adalah tingkat konsumsi mie dan sub-sistem kependudukan. Fluktuasi jumlah
permintaan juga terjadi pada sub-sistem permintaan mie dimana pada setiap bulan puasa terjadi lonjakan permintaan mie. Bentuk diagram alir
sistem dinamik dari sub-sistem kependudukan dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Model sub-sistem ketersediaan mie.
jmlh_btg sg_hsl_olah
keb_sg_non_mie keb_non_mie
lj_pngrman
Gambar 19. Model sub-sistem kependudukan.
2. Model Sub-Sistem Ketersediaan Sagu Pada sub-sistem ketersediaan sagu komponen-komponen yang
berpengaruh di dalamnya yaitu sub-sistem penyediaan sagu dan sub-sistem permintaan sagu. Untuk sub-sistem penyediaan sagu komponen-
komponen penyusunnya adalah pengiriman batang sagu dan pengolahannya. Pengiriman sagu dilakukan setiap 3 hari sekali dengan
jumlah sekali pengiriman sebesar 4,5 ton batang sagu. Setiap 1 ton batang sagu berdasarkan hasil survei dapat menghasilkan 3 kwintal tepung sagu.
Sedangkan permintaan sagu berdasarkan pada permintaan sagu untuk produksi mie ditambah dengan permintaan sagu untuk konsumsi non mie,
sedangkan kebutuhan sagu untuk industri masih diabaikan. Bentuk model sub-sistem ketersediaan sagu dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 20. Model sub-sistem ketersediaan sagu.
Hasil akhir dari sistem pengolahan mie berbasis pati sagu ini adalah untuk melihat neraca mie dan ketersediaan sagu sebagai bahan baku untuk
pembuatan mie dalam kurun waktu 30 tahun mendatang. 3. Validasi Model Dasar
Validasi model dasar yang dilakukan adalah dengan membandingkan data kependudukan hasil simulasi dengan data kependudukan yang
dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik Kotamadya Sukabumi. Jumlah penduduk didalam simulasi dipengaruhi oleh tingkat
pertumbuhan penduduk, dimana rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk per tahunnya adalah sebesar 0,9 per tahun.
Metoda validasi yang digunakan adalah metode Mean Absolute Percent Error MAPE. Perbandingan antara data hasil simulasi dengan
data aktual dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 6. Tabel perbandingan data
Tahun Xm
Xd ?Xm-Xd?
?Xm-Xd?Xd
1996 241.277 241.277
0,0000 1997
243.448 241.488 1.960,24
0,0081 1998
245.639 241.309 4.330,03
0,0179 1999
247.850 243.068 4.781,52
0,0197 2000
250.080 243.185 6.894,91
0,0284 2001
252.330 247.792 4.538,38
0,0183 2002
254.601 249.643 4.958,09
0,0199 2003
256.892 248.559 8.333,24
0,0335 2004
259.204 259.204 0,0000
? ?Xm-Xd?Xd
0,1458
Dimana: Xm
= Data Hasil Simulasi
Xd = Data aktual
|Xm-Xd| = Nilai Absolut Selisih Data
|Xm-Xd|Xd = Nilai Eror
? |Xm-Xd|Xd = Total Eror
MAPE = 19 x 0,1458 x 100 = 1,62
Besarnya error dari perbandingan antara data hasil simulasi dengan data aktual adalah sebesar 1,62, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa tingkat validitas data hasil simulasinya sebesar 98,38. 4. Simulasi Model
Simulasi model dinamik ini dibuat dalam bentuk yang interaktif sehingga memudahkan untuk melakukan simulasi pada setiap skenario
yang ingin ditampilkan. Bentuk dari model dapat dilihat pada Gambar 20. Model interaksi ini dilengkapi dengan fasilitas slide bar yang bertujuan
untuk memudahkan mengatur komponen-komponen yang perlu diubah untuk menjalankan skenario. Komponen-komponen yang dapat diubah
antara lain adalah tingkat konsumsi per tahun, jumlah produksi mie, jumlah kebutuhan sagu untuk produksi dan jumlah produksi sagu.
Simulasi dilakukan dalam kurun waktu 30 tahun mendatang yaitu mulai tahun 1996-2026, hal ditujukan untuk dapat lebih memperjelas
keadaan sistem pengolahan mie berbasis pati sagu untuk jangka waktu yang panjang. Model matematis dari model dinamik pengolahan mie
berbasis pati sagu ini akan dilampirkan pada Lampiran 3.
Model Dinamik Pengolahan Mie Berbasis Pati Sagu Kasus Kotamadya Sukabumi
Fraksi Pertumbuhan Penduduk
Kotamadya Sukabumi
0.009
Jumlah Penduduk Akhir Tahun Simulasi
241,277.00
SIMULASI MULAI
KELUAR
Grafik Neraca Mie Sagu
Tahun Jumlah Mie Ton
prmntaan_mie tot_prod_mie
NERACA_MIE
1,996 1,999
2,002 2,005
2,008 2,011
2,014 2,017
2,020 2,023
2,026 -20,000
-10,000 10,000
20,000
Produksi Mie Secara Manual
250 300 350 400 450 500 255.50
Produksi Mie Secara Mekanis
250 300 350 400 450 500 401.50
Tingkat Konsumsi Per Tahun
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0.00648
LANJUT Neraca Mie
Ton
20,000 50,000
20,000 50,000
116.12
Gambar 21. Tampilan program simulasi.
a. Skenario-1 Model Dasar Tanpa Kebijakan Grafik yang ditampilkan dalam skenario ini adalah grafik neraca
mie dan grafik kebutuhan sagu untuk produksi mie dari pabrik manual dan mekanis serta grafik jumlah ketersediaan sagu. Dengan komponen-
komponen yang berpengaruh pada skenario ini adalah tingkat konsumsi rata-rata untuk mie gleser dan jumlah produksi rata-rata
tepung sagu. Simulasi pada skenario-1 ini menggunakan asumsi bahwa setiap penduduk Kotamadya Sukabumi mengkonsumsi mie
gleser, sehingga dapat diperoleh tingkat rata-rata konsumsi mie per kapita per tahunnya dari membagi rata-rata produksi per tahun dengan
jumlah penduduk. Asumsi bahwa seluruh penduduk Kotamadya Sukabumi mengkonsumsi mie gleser berdasarkan pada bahwa
Kotamadya Sukabumi merupakan salah satu sentra produksi mie gleser.
Pada skenario ini tidak ada kebijakan apapun yang mempengaruhi sistem sehingga pada skenario ini keadaan yang terjadi mendekati
keadaan yang sebenarnya dimana berdasarkan asumsi yang berlaku
Grafik Neraca Mie Sagu
Tahun Jumlah Mie Ton
prmntaan_mie tot_prod_mie
NERACA_MIE
1,996 1,999 2,002 2,005 2,008 2,011 2,014 2,017 2,020 2,023 2,026 5,000
10,000 15,000
20,000 25,000
Grafik Jumlah Produksi Sagu dan Jumlah Kebutuhan Sagu
Jumlah Sagu Ton
sg_hsl_olah 10,000
15,000
maka diperoleh rata-rata konsumsi mie gleser per kapita adalah sebesar 0,00648 tonkapitatahun, dengan rata-rata jumlah produksi mie gleser
sebesar 657 tontahun. Kebutuhan sagu untuk produksi pada skenario ini adalah sebesar 200,45 ton sagutahun dengan rata-rata jumlah
produksi tepung sagu sebesar 109,5 tontahun setara dengan 365 ton batang sagu. Pola kecenderungan yang dihasilkan oleh skenario ini
dapat dilihat pada Gambar 21 untuk neraca sagu dan Gambar 22 untuk kecenderungan jumlah produksi dan jumlah kebutuhan sagu.
Gambar 22. Pola kecenderungan neraca sagu hasil simulasi skenario-1.
Gambar 23. Pola kecenderungan jumlah produksi sagu dan jumlah kebutuhan sagu hasil simulasi skenario-1.
Dari tampilan grafik- grafik diatas dapat dilihat untuk grafik permintaan mie gleser tidak terlalu tinggi sehingga terjadi surplus mie
gleser yang cukup tinggi di pasaran yaitu mencapai 19.003 ton mie gleser pada akhir tahun 2026 dengan tingkat permintaan pada akhir
tahun 2026 masih dibawah 5.000 ton mie, berdasarkan hal ini maka perlu dilakukan suatu tindakan sehingga surplus mie gleser yang
terjadi tidak terbuang begitu saja. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah diversifikasi hasil olahan mie gleser, seperti membuat
makanan olahan yang berbahan baku mie gleser atau dengan memberi penyuluhan untuk memberikan nilai tambah pada produk mie gleser
salah satunya adalah penyuluhan untuk memberikan kemasan yang menarik pada produk mie gleser sehingga memiliki tampilan yang
memiliki daya tarik untuk dikonsumsi. Tindakan lainnya yang dapat diambil adalah memberikan penyuluhan tentang pentingnya higienis
dan sanitasi pada proses produksi dan memberikan jaminan terhadap kebersihan dan kesehatan produk sehingga para konsumen merasa
aman ketika mengkonsumsi mie gleser. Dengan timbulnya rasa aman pada konsumen maka tingkat konsumsi pun akan meningkat.
Untuk ketersediaan sagu pun mengalami surplus yang cukup tinggi yaitu sebesar 8.915 ton tepung sagu pada akhir tahun 2026
dengan asumsi tingkat produksi rata-rata per tahunnya dan jumlah pengiriman batang sagu tetap, sehingga perlu diambil suatu tindakan
pengambilan kebijakan yang dapat memanfaatkan keadaan tersebut. Tindakan yang dapat diambil salah satunya adalah menjual kelebihan
sagu yang dihasilkan ke daerah lain sehingga dapat dijadikan salah satu pendapatan daerah.
b. Skenario-2 Model dengan Kebijakan Peningkatan Konsumsi Melalui Diversifikasi Hasil Olahan Mie Gleser
Pada skenario ini terjadi peningkatan konsumsi mie gleser yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pada permintaan mie
gleser, maka komponen yang berpengaruh dalam skenario ini adalah jumlah konsumsi rata-rata mie gleser. Peningkatan konsumsi ini
terjadi dengan asumsi bahwa kebijakan yang dilakukan pada skenario- 1 yaitu melakukan diversifikasi pangan dan program penyuluhan untuk
memberikan kemasan yang menarik pada produk mie gleser dan program penyuluhan tentang pentingnya higienis dan keamanan
produk berhasil. Akibat keberhasilan dari kebijakan tersebut maka pada skenario-2 ini produk pangan hasil olahan mie gleser sudah
beragam jenisnya sehingga masyarakat pun mengkonsumsinya lebih sering dan karena sudah timbul rasa aman ketika mengkonsumsi mie
gleser ini maka masyarakat pun berani untuk mengkonsumsi mie gleser lebih banyak lagi.
Peningkatan jumlah konsumsi rata-rata yang terjadi diasumsikan sebesar 0,08012 tontahun dari tingkat konsumsi sebesar 0,00648
tontahun menjadi 0,0866 tontahun. Kecenderungan permintaan mie yang terjadi setelah ada
peningkatan jumlah konsumsi rata-rata dapat dilihat pada Gambar 23. Grafik menunjukkan bahwa dengan terjadinya peningkatan jumlah
konsumsi rata-rata yang mencapai 0,08012 tontahun terlihat adanya kekurangan stok mie gleser sebesar 328 ton pada akhir tahun 2026 dan
Grafik Neraca Mie Sagu
Jumlah Mie Ton
10,000 20,000
kecenderungan yang terlihat pada garis neraca mie masih jauh untuk berpotongan dengan garis permintaan mie, kondisi ini terjadi jika
diasumsikan jumlah produksi per tahun dari pabrik pengolahan mie gleser tidak ada peningkatan..
Untuk menanggulangi hal tersebut maka dapat diambil sebuah kebijakan untuk meningkatan produksi mie gleser per tahunnya yaitu
dengan mengembangkan usaha pabrik pengolahan mie gleser yang sudah ada sehingga kapasitas produksinya dapat meningkat. Cara lain
yang dapat diambil adalah dengan mengambil produk mie gleser dari luar daerah Kotamadya Sukabumi namun kebijakan ini diambil jika
pengembangan usaha pengolahan mie gleser ini tidak dapat dilakukan atau lebih menguntungkan jika mengambil dari luar bila dibandingkan
dengan mengembangkan usaha pengolahan mie gleser. Besarnya peningkatan poduksi mie gleser yang diperlukan akan disimulasikan
pada skenario-3.
Gambar 24. Grafik neraca mie hasil simulasi skenario-2.
c. Skenario-3 Model dengan Kebijakan Peningkatan Tingkat konsumsi dan Peningkatan Produksi Mie Gleser
Pada skenario sebelumnya diambil kebijakan untuk meningkatkan tingkat konsumsi mie gleser, salah satu cara meningkatkan tingkat
konsumsi mie gleser adalah dengan melakukan diversifikasi hasil olahan mie gleser dan penyuluhan tentang pentingnya higienis dan
keamanan produk, pada skenario tersebut terlihat dengan peningkatan tingkat konsumsi sebesar 0,08012 tontahun yaitu tingkat konsumsi
menjadi 0,0866 tontahun maka akan terjadi kekurangan stok mie gleser di pasaran jika diasumsikan kebijakan yang diambil berhasil
dijalankan. Untuk menanggulangi kekurangan stok pada situasi tersebut maka tingkat produksi rata-rata per tahunnya harus
ditingkatkan lagi dengan tidak melebihi kapasitas produksi pabrik yang ada sekarang. Dengan keadaan yang ada sekarang maka tingkat
produksi per tahun paling tinggi yang memungkinkan hanya sebesar 1.095 tontahun untuk pabrik mekanis dan 547,5 tontahun untuk
Grafik Neraca Mie Sagu
Jumlah Mie Ton
40,000
pabrik manual. Namun dengan tingkat produksi tersebut bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi sebesar 0,0866 tontahun
kebutuhan mie gleser di pasaran baru akan terpenuhi pada tahun 2007. Maka untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan cepat diperlukan
tingkat produksi yang lebih besar dari 1.642,5 tontahun. Hasil simulasi dari skenario-3 ini dapat dilihat pada Gambar 24. Dari grafik
yang ditampilkan terlihat bahwa dengan tingkat produksi sebesar 1.642,5 tontahun kebutuhan akan mie gleser di pasaran dapat
terpenuhi pada tahun 2007. Peningkatan jumlah produksi sehingga dapat meningkatkan
kapasitas produksi pabrik-pabrik pengolahan dapat dilakukan dengan cara merangsang investor sehingga usaha pengolahan mie gleser dapat
berkembang. Sehingga pabrik-pabrik pengolahan mie gleser yang proses pengolahannya masih secara manual dapat berkembang menjadi
pabrik yang pengolahannya sudah secara mekanis sehingga tingkat produksinya dapat meningkat lebih besar dari 1.642,5 tontahun untuk
memenuhi kebutuhan pasar. Agar para investor tertarik untuk menanamkan modal dalam usaha ini, pemerintah Kotamadya
Sukabumi perlu melakukan sebuah promosi terhadap usaha pengolahan mie gleser ini seperti membuat sebuah pabrik percontohan
dimana didalamnya pengolahan mie sudah dilakukan dengan baik dan efektif serta menghasilkan sebuah produk yang memiliki nilai tambah
bila dibandingkan dengan mie gleser hasil olahan pada umumnya.
Gambar 25. Grafik neraca mie hasil simulasi skenario-3.
d. Skenario-4 Model dengan Kebijakan Peningkatan Produksi Mie Gleser dan Peningkatan Kebutuhan Sagu Produksi Mie
Pada skenario ketiga diambil sebuah kebijakan untuk meningkatkan produksi mie gleser dengan asumsi terjadi peningkatan
tingkat konsumsi yang diakibatkan oleh suksesnya kebijakan pada skenario-1 yaitu melakukan diversifikasi hasil olahan dari mie gleser
dan menciptakan produk mie gleser yang lebih bersih dan sehat sehingga menimbulkan rasa aman pada konsumen ketika
mengkonsumsi mie gleser. Peningkatan produksi mie gleser tersebut tentu saja harus diikuti dengan peningkatan kebutuhan sagu untuk
produksi mie. Pada skenario keempat ini akan menampilkan pengaruh dari peningkatan kebutuhan sagu untuk produksi mie sebagai akibat
dari meningkatnya produksi mie gleser terhadap neraca sagu Kotamadya Sukabumi tanpa adanya kebijakan untuk meningkatkan
produktivitas pengolahan sagu.
Grafik Jumlah Produksi Sagu dan Jumlah Kebutuhan Sagu
Jumlah Sagu Ton
15,000
Dari hasil simulasi yang ditampilkan pada grafik neraca sagu Gambar. 25 jika terjadi peningkatan kebutuhan sagu untuk produksi
mencapai 600 tontahun maka akan terjadi kekurangan stok sagu sebesar 3.421 ton pada akhir tahun 2026 dengan asumsi tidak ada
perubahan pada jumlah pengiriman batang sagu, kecenderungan yang terlihat pada grafik adalah kekurangan tersebut akan semakin
membesar. Hal tersebut dapat terjadi jika tidak ada kebijakan yang diambil untuk meningkatkan jumlah produksi tepung sagu di
Kotamadya Sukabumi. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan sebuah kebijakan untuk meningkatkan hasil panen tanaman sagu untuk
dapat menutupi kekurangan stok yaitu salah satunya dengan melakukan intensifikasi karena berdasarkan hasil survey, para petani
pemilik lahan sagu kebanyakan menanam tanaman sagu bukan untuk diambil sagunya melainkan hanya diambil kulit batang dan daunnya
saja hanya beberapa petani saja yang membudidayakan tanaman sagu untuk diambil sagunya. Berdasarkan keadaan tersebut maka tingkat
produktivitas lahan sagu masih dapat ditingkatkan lagi untuk menutupi kekurangan yang terjadi pada skenario-4.
Gambar 26. Grafik neraca sagu hasil simulasi.
e. Saran Kebijakan Untuk dapat mengembangkan industri pengolahan mie gleser
maka beberapa saran kebijakan berikut dapat ditempuh: ii.
Meningkatkan tingkat konsumsi mie gleser dengan melakukan diversifikasi hasil olahan mie gleser seperti membuat makanan
olahan yang berbahan baku mie berbasis pati sagu contoh spagetti dari mie berbasis pati sagu atau mie instant dari mie
berbasis pati sagu. iii. Meningkatkan mutu produk mie gleser sehingga dapat
dijadikan sebuah komoditas yang bernilai tinggi, dengan cara menjual mie gleser dengan menggunakan kemasan yang
menarik. iv. Memberikan penyuluhan kepada para pemilik pabrik
pengolahan mie gleser untuk memperhatikan tentang sanitasi pabrik pengolahan serta kebersihan produk yang dihasilkan,
seperti mewajibkan pemilik pabrik untuk melakukan pengemasan terhadap produk yang dihasilkan.
v. Membuat sebuah sentra perdagangan mie gleser dan makanan
olahan lainnya yang berbahan baku mie gleser untuk menarik investor.
vi. Memberikan penyuluhan cara pengolahan sagu yang efektif sehingga tidak banyak tepung sagu yang terbuang ketika
dilakukan pengolahan. vii. Membuat sebuah standar mutu sehingga seluruh produk mie
gleser yang dijual dipasaran memiliki mutu yang seragam. Standar mutu yang diterapkan harus dapat menyaingi mutu
produk mie lainnya yang dijual dipasaran. viii. Memberikan penyuluhan tentang manfaat penggunaan
teknologi didalam memproduksi mie gleser. ix. Membuat sebuah teknologi pengolahan mie yang murah
sehingga dapat terjangkau oleh para pengusaha mie gleser.
D. ANALISA FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN MIE GLESER