PRODUKSI SAGU NASIONAL TINJAUAN PUSTAKA

Produksi pati sagu sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan, jenis sagu dan saat panen, selain teknik pengolahan hasil. Kondisi lahan dan jenis sagu adalah dua faktor yang berhubungan dengan teknologi budidaya. Untuk satu pohon sagu pada lahan agak kering dan tidak tergenang air dalam waktu yang cukup lama dapat menghasilkan produk sagu basah sebesar 500 kg pati sagupohon Malia dan Novarianto,1994 dalam Novarianto, 2003.

B. PRODUKSI SAGU NASIONAL

Indonesia merupakan pemilik areal sagu terbesar dengan luas areal sekitar 1,128 juta ha atau 51,3 dari 2,201 juta ha areal sagu dunia, kemudian disusul oleh Papua New Guinea 43,3. Namun Indonesia masih jauh tertinggal dari segi pemanfaatannya bila dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang masing- masing hanya memiliki areal seluas 1,5 dan 0,2. Daerah penghasil sagu potensial di Indonesia antara lain yaitu Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Deptan, 2004. Luas dan penyebaran sagu di Indonesia, diperkirakan sekitar 700.000 sampai 1.300.000 hektar. Tanaman sagu yang tumbuh di lahan basahrawa yang luasnya mencakup 37 juta sampai 40 juta hektar Aris,1996 dalam Miftahurrohman, 1999. Menurut Suharto dan Amos 1996, luas areal sagu di Indonesia sekitar 1 juta hektar dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 2. Potensi-potensi areal dan produksi sagu yang ada di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 2. Rincian Luas Sagu Di Indonesia. Daerah Luas Area Sagu ha Papua 900.000 Riau 32.000 Maluku 31.000 Sulawesi Utara 20.000 Sulawesi Tenggara 6.000 Kalimantan Selatan 5.500 Sumatera Barat 1.500 Sumber: Suharto dan Amos 1996 Di Indonesia, tepung sagu diproduksi oleh industri kecil dan industri menengah. Jumlah tepung sagu yang diproduksi industri kecil pada tahun 1992 mencapai sekitar 47.500 ton yang merupakan hasil produksi dari 328 unit usaha yang tersebar di berbagai daerah. Riau adalah merupakan daerah yang memproduksi tepung sagu terbesar yaitu sekitar 40.000 ton, diikuti Maluku 3.000 ton, Kalimantan Barat 1.700 ton, Sulawesi Utara 1.300 ton, dan sisanya dihasilkan oleh daerah lainnya Suharto dan Amos, 1996 dalam Miftahurrahman, 1999. Prospek pasar sagu cukup baik, permintaan terus meningkat baik untuk kebutuhan ekspor maupun domestik. Secara nasional permintaan diperkirakan mencapai ± 300.000 ton, sedangkan produksi hanya 48.822 ton pada tahun 1988 dan 70.000 ton pada tahun 1989. Permintaan pasar baik luar maupun dalam negeri terus meningkat. Pasar ekspor yang potensial adalah Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Thailand dan Singapura. Permintaan dalam negeri meningkat, karena perkembangan industri makanan, farmasi, maupun industri lainnya Deptan, 2004. Perkiraan potensi produksi sagu mencapai 27 juta ton per tahun, namun hanya 350-500 ribu ton pati sagu yang digunakan setiap tahunnya Djoefrie, 1999. Pemanfaatan areal sagu yang hanya sekitar 0,1 dari total areal sagu nasional disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat dalam mengelola sagu, sebagai akibat dari rendahnya kemampuan dalam mengolah tepung sagu menjadi bentuk-bentuk produk lanjutannya. Selain kurangnya minat, kondisi geografis juga mendukung kurangnya penggunaan sagu karena habitat tanaman sagu pada umumnya berada di daerah marginal rawa-rawa yang sulit dijangkau, serta adanya kecenderungan pada masyarakat yang menilai bahwa pangan sagu tidak terlalu superior seperti halnya pangan beras Deptan, 2004. Tabel 3. Potensi Areal dan Produksi Sagu Indonesia. Propinsi Areal Ha Produksi ton Riau Jambi Jawa Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Papua 51.250 29 292 1.576 564 23.400 7.985 13.706 7.917 94.989 600.000 192.752 12 1.203 7.659 5.212 113.485 689 38.246 37.479 78.862 5.400.000 Sumber : Ditjen Bina Produksi Pertanian 2003

C. PENGOLAHAN SAGU