Sumberdaya Ikan Karang di Pulau Weh

5 PEMBAHASAN

5.1 Sumberdaya Ikan Karang di Pulau Weh

Ikan yang dimanfaatkan secara ekonomi dan ditemukan pada saat survei sensus visual sebanyak 84 spesies dari 14 famili ikan. Famili Scaridae yang merupakan keluarga ikan kakak tua memiliki biomassa tertinggi yaitu sebesar 274,4 kgha yang kemudian diikuti famili Caesionidae dan Acanthuridae yang masing-masing sebesar 213,5 kgha dan 116,8 kgha. Hal ini menunjukkan alat tangkap yang menangkap ikan Scaridae merupakan alat tangkap yang direkomendasikan untuk dikembangkan. Berdasarkan jenis makanan masing-masing spesies ikan Allen et al., 2005, maka ikan karang yang dimanfaatkan dapat dikelompokkan menjadi herbivore, planktivore, carnivore, omnivore dan benthic invertebrate. Ikan herbivore memiliki biomassa tertinggi yang diikuti planktivore, carnivore, omnivore, dan benthic invert. Hal ini sesuai dengan penelitian Bengen 2004 serta Hart dan Reynolds 2004 dimana semakin tinggi piramida makanan semakin rendah biomassanya dan semakin panjang atau besar ukurannya. Komposisi biomassa masing-masing famili dan komposisi berdasarkan trophic level disajikan pada Gambar 17 dan 18. Beberapa spesies ikan memiliki tingkat kematian alamiah yang besar nilai M lebih besar dari 1. Ikan-ikan yang memiliki tingkat kematian alami yang besar tersebut antara lain Balistapus undulates, Melichthys indicus, Rhinecanthus rectangulus, Sufflamen bursa, Sufflamen chrysopterus, Pterocaesio tile, Myripristis, Neoniphon samara, Sargocentron, Lutjanus carponotatus, Mulloidichthys, Upeneus vittatus, Pempheris adusta, Pempheris vanicolensis, Priacanthus hamrur, Chlorurus sordidus, Scarus niger, Scarus tricolor, Cephalopholis boenak dan Epinephelus merra. Ikan-ikan tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan nilai pemanfaatan yang tinggi. Gambar 17. Komposisi Biomassa Famili Ikan Karang Hasil Tangkapan Gambar 18. Komposisi Trophic Level Ikan Karang Hasil Tangkapan Acanthuridae 13.36 Balistidae 6.53 Caesionidae 24.40 Carangidae 3.84 Haemulidae 0.97 Holocentridae 2.48 Lethrinidae 1.12 Lutjanidae 4.83 Mullidae 5.22 Pemperidae 0.51 Priacanthidae 0.32 Scaridae 31.37 Serranidae 4.32 Sphyraenidae 0.73 Biomassa Ikan Karang per Famili 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Herbivore Planktivore Carnivore Omnivore Benthic Inverts P er se n tase Komposisi Biomassa Ikan Berdasarkan Trophic Level Garcia et al. 1989, Amin et al. 2002 dan Ault et al. 2008 meyebutkan bahwa tingkat pemanfaatan lestari terjadi pada saat tingkat kematian alamiah M sama dengan kematian akibat penangkapan F atau tingkat eksploitasi 0,5. Namun konsep umum ini tidak berlaku bagi ikan karang, penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan lestari terjadi pada tingkat eksploitasi 0,5 F=M jika tingkat kematian alamiah kurang dari 0,8. Jika tingkat kematian alamiah lebih dari 0,8 maka penghitungan Fmsy dihitung berdasarkan persamaan penghitungan MSY Garcia et al., 1989 dan Samoilys, 1997. MSY dalam penghitungan Fmsy ditentukan berdasarkan Katsukawa 2004 yang menyebutkan 20 sisa dari biomassa merupakan tingkat kritis rekruitmen agar tidak terjadi overfishing. Quinn II dan Collie 2005 juga menyebutkan bahwa nilai MSY berdasarkan nilai biomassa lebih baik untuk mencegah resiko tingkat pemanfaatan pada tingkat kritis. Sebaran nilai M, Fmsy dan Emsy disajikan pada Gambar 19 berikut. Gambar 19. Sebaran Nilai M, Fmsy dan Emsy Sumberdaya Ikan Karang Berdasarkan boxplot tersebut nilai mortalitas alami M menyebar dengan nilai pemusatan 0,66 Q1=0,43 dan Q3=0,875, yang menunjukkan kurva sebaran D a ta Emsy Fmsy M 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Boxplot of M, Fmsy, Emsy nilai M berpusat dibagian kiri atau miring ke kanan. Nilai kematian akibat penangkatan saat MSY Fmsy menyebar dengan nilai pemusatan 0,56 Q1=0,43 dan Q3=0,7375 dengan kurva sebaran miring ke kiri. Sebaran nilai pemanfaatan saat MSY Emsy menunjukkan banyaknya data pencilan yang disebabkan banyaknya nilai Emsy yang berada pada 0,5 Q1=0,44, Q2=0,5 dan Q3=0,5. Nilai Fmsy dan Emsy menunjukkan nilai korelasi yang signifikan dengan M. Namun nilai korelasi M dan Fmsy menunjukkan nilai yang agak rendah yaitu sekitar 0,4. Nilai korelasi M dan Emsy menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu sekitar 0,84. Gambar 20. Hubungan Antara MSY dan Biomassa Ikan Karang Tingkat pemanfaatan lestari MSY masing-masing ikan karang yang dibandingkan dengan biomassa ikan karang disajikan pada Gambar 20. Persamaan linear pada perbandingan tersebut menunjukkan bahwa nilai MSY dapat diprediksi dengan persamaan MSY = 0,608 Biomassa + 0,141. Persamaan tersebut menunjukkan konstanta yang signifikan pvalue = 0,000 sebesar 0,6 yang berarti bahwa secara umum nilai ikan karang yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 60 dari biomassa ikan karang. Persamaan tersebut juga memiliki y = 0.6084x + 0.1412 R² = 0.9057 - 10 20 30 40 50 60 70 80 20 40 60 80 100 120 M SY k g ha Biomasa kgha Perbandingan MSY dan Biomasa koefisien determinansi sebesar 0,905 yang berarti persamaan tersebut mampu menjelaskan sebesar 90.5 dari perbandingan data biomassa dan MSY. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Katsukawa 2004 dan Mace 2001 yang menyebutkan bahwa tingkat pemanfaatan ikan akan lestari jika dilakukan pada 60 dari biomassa yang ada atau lebih rendah dari nilai MSY masing-masing species. Tingkat pemanfaatan ikan karang tersebut dipengaruhi oleh nilai M. Menurut Sparre dan Venema 1999 bahwa ikan dengan nilai M yang besar akan memproduksi telur yang lebih banyak sehingga nilai MSY nya juga cukup tinggi. Analisis optimasi alat tangkap ikan karang menunjukkan 9 spesies dikeluarkan dari model LGP. Hal ini menunjukkan 9 spesies ikan karang ini perlu diatur dan dilindungi. Dua dari Sembilan spesies tersebut menunjukkan tingkat kerentanan yang cukup tinggi dimana perbandingan hasil tangkapan dan dan biomassa ikan kurang dari 1. Dua spesies tersebut antara lain Ikan Salem Elagatis bipinnulatus dan Kerapu Mutiara Cephalopholis miniata. Gambar 21. Komposisi Hasil Tangkapan Masing-masing Alat Tangkap Hasil analisis LGP pada kelompok 1 menunjukkan alat tangkap jaring insang merupakan alat tangkap yang direkomendasikan untuk dikembangkan. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Jaring Insang Jaring Pisang- pisang Pancing Pukat Jepang Purse Seine Rawai Speargun Tonda P er sen tase H asi l T an g ka p an Komposisi Hasil Tangkapan Acanthuridae Balistidae Caesionidae Carangidae Haemulidae Holocentridae Lethrinidae Lutjanidae Mullidae Pemperidae Priacanthidae Scaridae Serranidae Sphyraenidae Jaring insang merupakan alat tangkap dengan tangkapan utama Carangidae dan Scaridae yang biomassanya masih cukup tinggi Gambar 21. Alat tangkap jaring insang juga merupakan alat tangkap yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi namun dengan modal yang relatif rendah sehingga sangat layak dikembangkan. Jika dibandingkan dengan jumlah alat tangkap di Pulau Weh pada tahun 2007 menunjukkan jumlah jaring insang hanya 19 alat tangkap. Hal ini menunjukkan alat tangkap jaring insang masih jauh lebih sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan alat tangkap yang direkomendasikan yaitu sebanyak 144 alat tangkap. Alternatif alat tangkap selain jaring insang adalah jaring pisang-pisang yang direkomendasikan jumlahnya sebanyak 35 alat tangkap. Alat tangkap jaring pisang-pisang memiliki tangkapan dominan Caesionidae dan Acanthuridae yang biomassanya masih cukup tinggi. Alat tangkap berikutnya yang direkomendasikan adalah alat tangkap pancing dengan jumlah alat tangkap 30. Alat tangkap panah ikan speargun, dan pukat jepang merupakan alat tangkap yang perlu dibatasi, dimana jumlah maksimum masing masing alat tangkap adalah 10 dan 19 pada kondisi tingkat pemanfaatan yang lestari. Alat tangkap speargun dan pukat jepang merupakan alat tangkap yang juga dapat menimbulkan konflik sosial sehingga diperlukan pengaturan yang cukup ketat berkenaan dengan alat tangkap tersebut. Selain itu alat tangkap speargun merupakan alat tangkap yang dominan hasil tangkapannya kerapu. Speargun juga merupakan alat tangkap dengan hasil tangkapan kerapu tertinggi dibandingkan alat tangkap lainnya. Alat tangkap purse seine dan tonda yang direkomendasikan dengan jumlah yang tinggi bukan merupakan jumlah alat tangkap yang disarankan dioperasikan di Pulau Weh. Hal ini disebabkan adanya faktor pembatas lainnya yang tidak dibahas dalam penelitian ini, yaitu nilai MSY ikan pelagis yang merupakan hasil tangkapan utama kedua alat tangkap tersebut. Hasil analisis LGP kelompok 1 juga menunjukkan adanya nilai batas bawah yang berarti terdapat ikan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh seluruh alat tangkap hasil perhitungan analisis LGP. Hal ini dapat disebabkan jauhnya kisaran model pembatas masing-masing spesies ikan karang. Ikan dengan biomassa yang jauh lebih rendah akan menjadi pembatas model ikan yang jauh lebih tinggi. Berdasarkan jumlah alat tangkap hasil analisis LGP maka rata-rata ikan karang yang dimanfaatkan hanya 42 dari jumlah MSY. Selain nilai batas bawah terdapat juga nilai batas atas yang jumlahnya melebihi 80 dari biomassa. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha penangkapan pada spesies tersebut harus dikurangi atau diatur jumlah hasil tangkapannya. Spesies-spesies tersebut adalah Caesio caerulaurea, Aphareus furca, Lutjanus carponotatus, Pempheris adusta, Chlorurus troschelii, Epinephelus fasciatus dan Epinephelus merra. Hasil analisis LGP pada kelompok 2 menunjukkan perbedaan dimana alat tangkap yang disarankan adalah speargun 1932 alat tangkap dan pancing 406 alat tangkap. Hal ini dapat terjadi karena fungsi pembatas dari speargun dan pancing dikeluarkan dari model analisis LGP kelompok 2. Meskipun pancing direkomendasikan dengan jumlah 406 alat tangkap, namun jumlah tersebut tetap saja jauh lebih rendah dibandingkan jumlah alat tangkap pancing yang beroperasi saat ini. Jumlah alat tangkap jaring insang dan jaring pisang-pisang yang optimal masing-masing sebanyak 155 dan 193. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah jaring insang dan jaring pisang-pisang yang beroperasi saat ini sehingga alat tangkap jaring insang dan jaring pisang-pisang tetap merupakan alat tangkap yang direkomendasikan untuk dikembangkan saat ini. Terdapat tiga belas 13 spesies yang memiliki batas atas hingga lebih 80 dari biomassa, yang berarti terdapat tiga belas 13 spesies yang perlu diatur jumlah hasil tangkapannya. Tiga belas 13 spesies tersebut antara lain Rhinecanthus rectangulus, Diagramma pictum, Sargocentron, Lethrinus harak, Lutjanus carponotatus, Lutjanus ehrenbergii, Lutjanus fulvus, Pinjalo pinjalo, Parupeneus, Upeneus vittatus, Scarus tricolor, Epinephelus merra dan Epinephelus quoyanus. Jika alat tangkap purse seine, rawai, tonda, pukat jepang dan speargun dikeluarkan dari model LGP maka jumlah alat tangkap yang dapat dioperasikan disajikan pada Tabel 12. Alat tangkap pukat jepang dan speargun dikeluarkan dari model karena dua alat tangkap ini merupakan alat tangkap tidak ramah lingkungan dan menimbulkan konflik sosial. Alat tangkap purse seine, rawai dan tonda dikeluarkan dari model karena ketiga alat tangkap tersebut hasil tangkapan utamanya adalah ikan pelagis. Tabel 12. Hasil Analisis LGP pada 3 Alat Tangkap Utama No Alat Tangkap Kode Skenario Kelompok 1 75 spesies Kelompok 2 45 spesies 1 Jaring insang JI 163 155 2 Jaring pisang-pisang JP 36 189 3 Pancing P 103 625 Hasil penelitian Mardle dan Pascoe 1999 juga menunjukkan perlu adanya modifikasi fungsi pembatas pada analisis LGP. Modifikasi dapat dilakukan dengan pembobotan atau pengelompokan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan capaian yang paling optimal dari fungsi pembatas dan goal yang diinginkan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak semua tujuan dapat terpenuhi mengingat banyaknya dan besarnya variasi fungsi pembatas yang ada. Jika dibandingkan dengan skenario kelompok 1, skenario pada kelompok 2 ini jumlah spesies yang diatur relatif jauh lebih banyak yaitu 39 spesies Tabel 13. Hal ini berarti dengan penambahan alat tangkap berdasarkan hasil LGP kelompok 2, maka semakin banyak jumlah spesies yang harus diatur dan dilindungi. Hasil analisis LGP pada dua kelompok tersebut juga menunjukkan alat tangkap jaring insang dan jaring pisang-pisang merupakan alat tangkap yang direkomendasikan untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari dua alat tangkap tersebut jumlah optimalnya jauh lebih tinggi dari kondisi yang ada saat ini. Alat tangkap pancing yang jumlah optimalnya sangat banyak pada skenario kelompok 2 yaitu sebanyak 568 alat tangkap, namun jumlah ini masih lebih rendah dibandingkan kondisi saat ini, sehingga tetap perlu diatur jumlahnya. Tabel 13. Spesies Penapisan LGP Kelompok 2 Famili Spesies Acanthuridae Acanthurus mata Naso Balistidae Balistoides viridescens Melichthys indicus Melichthys niger Famili Spesies Pseudobalistes fuscus Sufflamen fraenatus Caesionidae Caesio caerulaurea Caesio teres Pterocaesio tile Carangidae Carangoides orthogrammus Carangoides plagiotaenia Elagatis bipinnulatus Haemulidae Plectorhinchus Holocentridae Myripristis Lutjanidae Aphareus furca Lutjanus bohar Lutjanus Kasmira Macolor niger Pemperidae Pempheris adusta Pempheris vanicolensis Priacanthidae Priacanthus hamrur Scaridae Chlorurus troschelii Scarus altipinnis Scarus ghobban Scarus rubroviolaceus Serranidae Aethaloperca rogaa Cephalopholis argus Cephalopholis boenak Cephalopholis miniata Cephalopholis sonnerati Cephalopholis spiloparaea Epinephelus caeruleopunctatus Epinephelus fasciatus Epinephelus macrospilos Epinephelus ongus Epinephelus spilotoceps Epinephelus tauvina Variola louti

5.2 Area Prioritas