Kondisi Umum Pulau Weh

Blenniidae 107, Serranidae 102, Muraenidae 61, Syngnathidae 61, Chaetodontidae 59, dan Lutjanidae 43. Secara umum pemanfaatan ikan terbagi menjadi dua jenis yaitu ikan karang hidup dan ikan karang mati. Untuk ikan karang hidup terbagi menjadi dua kelompok yaitu ikan hias dan ikan konsumsi. Ikan karang hidup untuk konsumsi umumnya adalah jenis-jenis kerapu, napoleon, dan lobster. Ikan karang hidup yang dimanfaatkan untuk ikan hias lebih dari 280 jenis ikan. Jenis ikan karang mati adalah ikan karang yang ditangkap dalam kondisi mati, umumnya adalah jenis-jenis yang dagingnya bisa dimakan seperti kerapu, kakap, lencam, ekor kuning, cucut, pari, alu-alu dan sebagainya DKP et al., 2001. Ikan karang hampir dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan terumbu karang yang merupakan habitat utama ikan karang menyebar rata di seluruh wilayah Indonesia. Namun kondisi habitat ikan karang di Indonesia cukup memprihatinkan, di wilayah barat Indonesia terumbu karang yang masih baik dan sangat baik tutupan karang di atas 50 hanya 23 dan di wilayah timur Indonesia 45. Hal ini disebabkan banyaknya ancaman terhadap habitat ikan karang tersebut. Ancaman utama dari habitat ikan karang adalah penangkapan yang merusak dan berlebih Burke et al., 2002. Alat tangkap yang dipergunakan nelayan di Indonesia untuk menangkap ikan awalnya adalah bubu, jaring penghalang, dan pancing. Namun seiiring dengan meningkatnya permintaan dan kurangnya pengetahuan nelayan, nelayan mulai menggunakan alat tangkap yang merusak seperti racun sianida dan bom. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya laju kerusakan terumbu karang DKP et al., 2001.

2.5 Kondisi Umum Pulau Weh

Pulau Weh merupakan pulau berpenghuni di ujung utara Pulau Sumatera. Pulau ini adalah pulau vulkanik yang terbentuk akibat pengangkatan. Pulau Weh merupakan salah satu pulau di wilayah barat Indonesia yang memiliki kondisi ekosistem pesisir yang masih baik. Berdasarkan kondisi ekosistem terumbu karang, di Pulau Weh dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu Ardiwijaya et al., 2007: 1 Wilayah Taman Wisata Alam Pulau Weh yang meliputi sebagian wilayah Lhok Iboih di ujung barat sebelah utara Pulau Weh. Kondisi ekosistem terumbu karang wilayah ini masih baik. 2 Wilayah adat lhok yang memiliki pengaturan penangkapan ikan secara ketat yang meliputi wilayah Ie Meulee, Ujung Kareung dan Anoi Itam di pantai timur. Kondisi ekosistem di sebagian wilayah ini juga relatif masih baik. 3 Wilayah adat lhok yang hampir tidak memiliki pengaturan penangkapan perikanan yang meliputi selain dua wilayah tersebut di atas. Kondisi ekosistem terumbu karang di dua kawasan ini relatif sedang dan buruk. Secara adat di wilayah pesisir Sabang terbagi dalam 10 Lhok yang merupakan kawasan yang dikelola oleh lembaga adat yang dipimpin oleh panglima laot. Menurut Witanto 2006 disebutkan bahwa di beberapa wilayah panglima laot di Kota Sabang memiliki aturan adat tentang larangan bentuk penangkapan ikan. Hukum adat laot yang berlaku di wilayah Sabang antara lain: 1 Larangan untuk menangkap ikan dengan menggunakan zat peledak atau zat kimia yang secara keras diberlakukan di wilayah Anoi Itam, Ujung Kareung dan Ie Meulee; 2 Larangan untuk menangkap ikan menggunakan Pukat Harimau yang diberlakukan hampir di seluruh wilayah Sabang; 3 Larangan untuk menangkap ikan dengan menggunakan segala bentuk jaring yang diberlakukan di wilayah panglima laot Iboih, Anoi Itam dan Ie Meulee; 4 Larangan melakukan penangkapan terhadap ikan hias yang diberlakukan di wilayah panglima laot Iboih dan kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah Kota Sabang nomor 6 Tahun 1997; 5 Larangan untuk melakukan penangkapan terhadap satwa laut yang dilindungi. Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan terlihat bahwa Indonesia perlu mengembangkan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan. Namun sampai saat ini penelitian tentang pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan di Indonesia sangat sedikit dan terbatas. Untuk itu dirasa perlu untuk melakukan penelitian pendekatan ekosistem bagi pengelolaan perikanan di Indonesia. Penelitian ini diperlukan sebagai langkah awal dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan perikanan yang menggunakan pendekatan ekosistem. 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Weh, Kota Sabang, Nangroe Aceh Darussalam Lampiran 1. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah Gambar 5: 1 Memetakan alat tangkap yang dioperasikan di Pulau Weh dan dilakukan monitoring hasil tangkapan untuk menentukan komposisi jenis hasil tangkapan. 2 Menghitung rata-rata biomassa ikan dan menentukan Maximum Sustainablity Yield MSY berdasarkan tingkat kematian alami natural mortality dan kematian akibat penangkapan fishing mortality. Langkah ini merupakan bagian dari opsi pengaturan secara teknis. 3 Melakukan analisis kelayakan usaha terhadap masing-masing alat tangkap sehingga dapat diketahui jenis alat tangkap yang dapat memberi keberlanjutan secara ekonomi bagi nelayan. Analisis sebagai bagian dari prinsip pendekatan ekosistem bahwa perlu ada jaminan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan dalam memanfaatkan perikanan. 4 Menentukan area prioritas berdasarkan kondisi ekologis yang dapat dijadikan kawasan konservasi, sebagai bagian dari opsi pengaturan secara spasial. 5 Melakukan analisis kelembagaan untuk melihat apakah kegiatan pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem dapat dilakukan atau tidak di Kota Sabang. Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

3.1 Alat dan Bahan Penelitian