UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
molekul melalui celah antar sel. Jumlah obat yang berpenetrasi bergantung dari koefisien partisi suatu obat dalam pembawa dan stratum corneum. Molekul obat
yang bersifat hidrofilik cenderung melalui jalur paraselular sedangkan molekul obat bersifat lipofilik melalui jalur transelular Bhowmick dan Sengodan, 2013.
Penetrasi transepidermal terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama merupakan pelepasan obat dari pembawa ke stratum corneum, kemudian terjadi difusi
melalui epidermis dan dermis dengan bantuan aliran darah yang terdapat dalam lapisan dermis Prabawati, 2015.
2.3.3.2 Mekanisme Transappendageal
Pada jalur ini obat akan masuk ke dalam membran melalui folikel rambut dan kelenjar keringat. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik
dibandingkan jalur transappedageal karena kecilnya luas permukaan pada jalur transappedageal Prabawati, 2015.
Menurut Barrett 1969, absorbsi secara perkutan dipengaruhi oleh : a. Usia
b. Suhu kulit dan sirkulasi periferal c. Keadaan kulit normal atau terjadi inflamasi
d. Daerah pemberian, frekuensi pemberian, dan waktu kontak obat dengan kulit
e. Derajat hidrasi kulit f. Perlakuan pada kulit sebelum diberi obat
g. Perbedaan spesies jika diaplikasikan pada hewan h. Karakteristik penetrant
i. Molekul pembawa j. Hubungan penetrant dan pembawa
2.4 Krim
2.4.1 Definisi Krim
Menurut Farmakope Indonesia III, krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60 dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia IV, krim
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Umumnya krim memiliki konsistensi yang lebih ringan dan kurang kental dari salep. Krim juga lebih mudah menyebar di kulit sehingga mudah digunakan,
selain itu juga mudah dibersihkan karena sifatnya tidak berminyak. Krim mempunyai estetik lebih besar dari salep dan lebih cepat berpenetrasi ke dalam
kulit. Oleh karena itu, penggunaan krim saat ini lebih disenangi daripada penggunaan salep Ansel, 2011
Sediaan krim berfungsi sebagai pembawa obat pada pengobatan topikal, selain itu juga banyak digunakan dalam bidang kosmetik seperti krim pelembab
dan krim pelindung dari rangsangan luar. Krim diaplikasikan pada kulit yang secara umum sensitivitasnya lebih tinggi dari bagian tubuh lain, sehingga kualitas
dan stabilitasnya perlu diperhatikan. Menurut Moh. Anief 2005, sediaan krim harus memenuhi kualitas dasar sebagai berikut :
Stabil selama penyimpanan pada suhu kamar, dan bebas dari inkompatibilitas.
Mudah digunakan dan terdistribusi merata pada kulit serta mudah dihilangkan
Mengandung zat yang lunak, halus dan bercampur sehingga sediaan homogen
Obat terdistribusi merata pada dasar krim
2.4.2 Tipe Krim
Krim merupakan sistem emulsi yang terdiri dari dua fase cair yang tidak tercampurkan, dimana salah satu fase bersifat polar misalnya fase air dan fase
lainnya bersifat nonpolar misalnya fase minyak. Jika fase minyak didispersikan sebagai globul dalam fase kontinu berair, maka sistem tersebut merupakan krim
dengan tipe minyak dalam air ma atau oil-in-water ow. Krim minyak dalam air mengandung air lebih dari 31. Tipe ini lebih banyak disukai karena mudah
diaplikasikan pada kulit, tidak berminyak, dan mudah dicuci. Sedangkan jika fase air didispersikan kedalam fase kontinu minyak, maka sistem tersebut adalah krim
tipe air dalam minyak am atau water in oil wo Martin, 1983. Krim tipe air
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam minyak mengandung air kurang dari 25 dengan minyak sebagai medium pendispersinya. Tipe ini lebih berminyak dibanding tipe ma saat diaplikasikan
pada kulit, sehingga kurang disukai penggunaannya. Untuk memperoleh sediaan yang stabil maka diperlukan adanya bahan pengemulsi saat proses pembuatan.
Bahan pengemulsi dapat terlarut dalam kedua fase cairan dan mengelilingi cairan yang terdispersi membentuk titik-titik air mikro yang terlarut dalam medium
pendispersi. Bahan pengemulsi yang sering digunakan adalah surfaktan, polimer, maupun kombinasi keduanya Asmara et al., 2012.
2.4.3 Formulasi Krim 2.4.3.1 Setil Alkohol Rowe