UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Flavonoid Ekstrak Etanol 70 Herba Kumis
Kucing Orthosiphon stamineus Benth.
Pemeriksaan flavonoid ekstrak etanol 70 herba kumis kucing dilakukan secara kualitatif menggunakan serbuk Mg dan asam klorida pekat. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak yang digunakan masih mengandung flavonoid yang berperan sebagai aktivitas antiinflamasi. Sejumlah
100 mg ekstrak dilarutkan 1 mL etanol 70, kemudian ditambahkan serbuk Mg dan asam klorida pekat. Hasil pemeriksaan positif mengandung flavonoid dengan
indikasi terjadinya perubahan warna menjadi jingga setelah ditambahkan pereaksi. Perubahan warna ini disebabkan karena serbuk Mg dan asam klorida bereaksi
dengan kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak dengan cara mereduksi inti cincin benzopiron dan membentuk garam flavilium yang berwarna
jingga Setyowati et al., 2014. Sebagai antiinflamasi, flavonoid bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase membentuk prostaglandin
dan leukotrin yang berfungsi sebagai mediator inflamasi Rathee et al., 2009 ; Narayana et al., 2001.
Gambar 4.1
Hasil Pemeriksaan Kandungan Flavonoid
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Hasil Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70 Herba Kumis
Kucing Orthosiphon stamineus Benth.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan stabilitas fisik krim yang mengandung ekstrak etanol herba kumis kucing. Kestabilan suatu
sediaan merupakan hal penting dan harus diperhatikan dalam kegiatan formulasi. Sediaan krim yang stabil yaitu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama penyimpanan dan penggunaan oleh konsumen dengan karakteristik yang tetap sama seperti saat dibuat Dewi et al., 2014.
Bahan dasar krim terdiri dari fase air dan fase minyak yang dicampur dengan zat pengemulsi emulgator hingga membentuk basis krim. Pada formulasi
ini, zat aktif yang digunakan adalah ekstrak etanol herba kumis kucing yang penggunaannya ditujukan sebagai antiinflamasi. Ekstrak herba kumis kucing
memiliki kelarutan yang baik dalam air dibanding dalam etanol Pattamadilok et al., 2003, sehingga cocok diformulasikan menjadi krim minyak dalam air.
Konsentrasi ekstrak etanol herba kumis kucing yang digunakan pada formulasi diambil berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secara in vivo oleh Sigit
Prayoga 2008 dan secara in vitro oleh Rini Hendriani et al 2016. Penelitian in vivo yang telah dilakukan oleh Sigit Prayoga 2008,
menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 daun kumis kucing yang diberikan pada tikus jantan galur Wistar dengan dosis 490 mgKgBB dapat menghambat
inflamasi lebih dari 50. Penelitian secara in vitro yang telah dilakukan oleh Rini Hendriani et al 2016 menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kumis kucing
memiliki persen inhibisi sebesar 81,7 pada konsentrasi 200 μgmL dengan nilai
IC
50
sebesar 92,14 μgmL. Fase minyak krim terdiri dari asam stearat yang
berfungsi sebagai emulgator, setil alkohol sebagai bahan pengeras, dan propil paraben sebagai pengawet fase minyak. Fase air krim terdiri dari TEA yang
berfungsi sebagai emulgator, gliserin sebagai humektan, metil paraben sebagai pengawet fase air, vitamin E sebagai zat antioksidan sediaan, dan aquades sebagai
pelarut. Emulgator berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya
dua fase dengan membentuk lapisan film di sekeliling tetesan terdispersi. Emulgator yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
trietanolamin TEA. Kombinasi asam stearat dan TEA merupakan emulgator yang memiliki tingkat keamanan yang tinggi pada kulit saat digunakan. Asam
stearat dapat meningkatkan konsistensi krim sehingga krim tampak lebih kaku, sementara TEA dapat menurunkan konsistensi krim sehingga krim lebih encer dan
mudah dituang. Pada saat bercampur dengan asam stearat, TEA juga akan membentuk garam larut air yang memiliki karakteristik seperti sabun sehingga
dapat menstabilkan krim Rowe et al., 2009. Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi asam stearat sebagai
emulgator guna melihat karakteristik dan stabilitas fisik sediaan krim ekstrak etanol herba kumis kucing selama penyimpanan. Basis yang dipilih dalam
formulasi adalah basis vanishing cream. Vanishing cream merupakan basis yang umum digunakan karena memiliki persentase air yang besar sehingga krim yang
terbentuk adalah tipe minyak dalam air MA. Tipe krim minyak dalam air dapat memberikan efek hidrasi pada kulit. Efek hidrasi dapat meningkatkan
permeabilitas kulit sehingga penetrasi obat meningkat dan mengurangi resiko timbulnya peradangan Dermawan et al., 2015.
Langkah awal dalam pembuatan krim ekstrak herba kumis kucing adalah memisahkan bahan-bahan yang larut dalam fase air dan fase minyak. Kedua fase
tersebut dilebur hingga mencapai suhu 70
o
C. Setelah keduanya melebur, fase minyak ditambahkan kedalam fase air dalam keadaan panas. Masa campuran
dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Ekstrak dan vitamin E ditambahkan kedalam masa krim setelah suhunya
mulai turun, kemudian campuran masa krim dihomogenkan kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit. Proses homogenisasi merupakan proses
penting karena pada proses ini terjadi emulsifikasi yang bertujuan untuk memperkecil ukuran fase terdispersi agar terdispersi dengan baik pada medium
pendispersinya Nabiela, 2013.
4.3 Hasil Evaluasi Fisik Sediaan Krim Ektrak Etanol 70 Herba Kumis