Analisis dengan X-ray Diffraction XRD

45 Suhu transisi gelas sampel edible film kitosan murni dan komposit pektinkitosan juga tidak dapat ditentukan secara tepat dari kurva hasil analisis termal dengan DSC ini. Pada kurva DSC sampel tersebut tidak dapat dipastikan apakah pergeseran yang terjadi diakibatkan karena transisi gelas, relaksasi bahan, atau penguapan air dalam sampel. Tg kitosan untuk sampel kitosan murni dan komposit pektinkitosan diperkirakan berada pada suhu sekitar 130ºC - 150ºC, dan sampel yang diplastifikasi PEG memiliki Tg yang lebih rendah. Menurut Abiad 2010, pengukuran sampel yang berkadar air rendah sulit dilakukan dengan DSC karena transisi yang sulit dibedakan dan akurasi yang terbatas. Suhu transisi gelas kitosan masih kontroversi hingga saat ini. Penyebab utamanya adalah kitosan sebagai polimer alami memiliki sifat seperti kristalinitas, bobot molekul, dan derajat deasetilasi yang bervariasi bergantung sumber danatau metode ekstraksi sehingga mempengaruhi suhu transisi gelas Neto et al., 2005. Ratto et al. 1995 mendeteksi T g kitosan pada suhu 30ºC untuk kadar air berkisar antara 8 - 30. Lazaridou and Biliaderis 2005 menemukan T g kitosan berkisar antara -23 - 67ºC, tergantung pada kadar air, yang mengindikasikan efek plastifikasi air. Sebaliknya, Sakurai et al. 2000 mendeteksi T g pada 203ºC, sedangkan Kittur et al. 2002 tidak mendeteksi T g dan menyebutkan bahwa T g kitosan terletak pada suhu yang lebih tinggi, dimana degradasi menutupi penentuannya.

8. Analisis dengan X-ray Diffraction XRD

Pola difraksi sinar x dari edible film, baik yang terbuat dari satu komponen maupun komposit, menunjukkan karakteristik struktur amorf-kristalin dengan peak tajam. Semakin besar zona yang bersifat amorf, semakin rendah kristalinitas. Secara umum, kristalinitas dari film komposit bergantung dari kondisi proses berikut ini: 1 sumber biopolimer dan plasticizer, 2 kelarutan biopolimer dalam air, 3 kondisi pengeringan film laju pengeringan dan suhu, dan 4 kadar air akhir dari sampel. Bentuk dan lebar dari profil difraksi ditentukan oleh rata-rata ukuran kristal dan distribusi dari ukuran kristal dalam spesimen dan cacat yang terjadi dalam susunan kristal García et al., 2009. 46 Polimer dapat dikategorikan dalam semikristalin, yaitu memiliki zona kristalin dan zona amorf. Zona kristalin berfungsi susunan penguat, dan meningkatkan kinerja pada kisaran suhu yang luas. Meskipun demikian, kristalinitas yang terlalu besar dapat menyebabkan kerapuhan. Bagian kristalin ditunjukkan dengan peak difraksi yang tajam dan sempit dan komponen amorf ditunjukkan dengan peak yang sangat luas halo. Rasio di antara intensitas ini dapat dipergunakan untuk menghitung kristalinitas dalam suatu materi. Pola difraksi sinar-X sampel edible film disajikan pada Gambar 29. Dari gambar terlihat bahwa penggunaan plasticizer PEG pada film menurunkan ketajaman peak yang berarti penurunan kristalinitas dalam sampel. Plasticizer meningkatkan mobilitas rantai makromolekular sehingga memungkinkan penyusunan ulang dari struktur kristalin dan menurunkan kristalinitas sampel. Selain itu, dalam hal penyimpanan, film yang diplastifikasi memiliki pola difraksi yang stabil pada tahap awal penyimpanan, sedangkan film yang tidak diplastifikasi membutuhkan waktu lebih untuk mencapai kestabilan pola difraksi. Penggunaan plasticizer juga memungkinkan perkembangan struktur yang stabil, dan menurunkan pertumbuhan kristal dengan mengganggu susunan rantai polimer García et al., 2009. Difraktogram dari edible film pektin murni menunjukkan peak yang luas pada 2θ = 15,02º yang mengindikasikan bahwa secara alami sebagian besar struktur pektin bersifat amorf. Penggunaan PEG dalam film pektin murni menimbulkan peak pada 2θ = 22,58º yang berkaitan dengan karakteristik struktur PEG yang bersifat kristalin. Film kitosan murni menunjukkan peak pa da 2θ = 10,54º, 17,68º, dan 19,64º. Difraktogram kitosan murni memiliki garis kurva yang luas, mengindikasikan adanya ketidakteraturan dalam polimer sampel Tripathi et al., 2010 dan menunjukkan tipikal polimer yang bersifat semikristalin. Untuk film komposit pektinkitosan, difraktogram menunjukkan peak pada 2θ = 8,44º, 11,1º, 14,60º, dan 23,84º. Film komposit pektinkitosan memiliki zona kristalin lebih banyak bila dibandingkan dengan film pektin atau kitosan murni. Hal ini dapat disebabkan karena pembentukan polielektrolit kompleks antara pektin dan kitosan sehingga mengakibatkan peningkatan kristalinitas film. 47 Gambar 29. Difraktogram sinar-X edible film: a pektin dan pektin + PEG, b 50 : 50 dan 50 : 50 + PEG, c kitosan dan kitosan + PEG 10 20 30 40 50 60 70 2Teta θ Pektin : Kitosan = 100 : 0 Pektin : Kitosan = 100 : 0 + PEG 10 20 30 40 50 60 70 2Teta θ Pektin : Kitosan = 50 : 50 Pektin : Kitosan = 50 : 50 + PEG 10 20 30 40 50 60 70 2Teta θ Pektin : Kitosan = 0 : 100 Pektin : Kitosan = 0 : 100 + PEG 48 915 1139 1232 1260 1329 1378 1398 1445 1634 1744 2340 2362 2860 2929 3410 800 895 946 1033 1073 1154 1229 1330 1390 1522 1625 1726 1971 2340 2550 2930 3082 3433 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 0.65 1000 2000 3000 4000 Wavenumbers cm-1

9. Analisis dengan FTIR Spectroscopy

Dokumen yang terkait

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

2 126 72

Pengaruh Konsentrasi Polietilen Glikol (PEG) 6000 Terhadap Disolusi Piroksikam Dalam Dispersi Padat

6 91 87

Pemanfaatan Gliserol Dan Turunannya Sebagai Plasticizer Pada Edible Film Gelatin Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii) Sebagai Antimikroba

10 107 120

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe3 O4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi

0 0 5

Aplikasi Karagenan Eucheuma cottonii dengan Penambahan Minyak Sawit dalam Pembuatan Edible Film

0 0 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 2 18

Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Karet Alam/Monmorillonite Menggunakan Polietilen Glikol Sebagai Pemodifikasi Organik

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polietilen Glikol (PEG) - Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol 6000 Terhadap Sifat-sifat Fisik dan Pelepasan Natrium Diklofenak dari Cangkang Kapsul Alginat

0 0 19

Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol 6000 Terhadap Sifat-sifat Fisik dan Pelepasan Natrium Diklofenak dari Cangkang Kapsul Alginat

1 0 16

Pemanfaatan Gliserol Dan Turunannya Sebagai Plasticizer Pada Edible Film Gelatin Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Kulit Kayu Manis (Cinnamomum Burmanii) Sebagai Antimikroba

0 0 13