38 lebih kompak dibandingkan dengan film komposit lainnya, sehingga memiliki
permeabilitas uap air yang lebih rendah.
6. Pengujian Aktivitas Antimikroba
Penyebab utama kerusakan pada produk pangan adalah pertumbuhan mikroba. Penurunan aktivitas air dan perlindungan dengan kemasan yang tahan
terhadap kelembaban merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mencegah kerusakan pada produk pangan. Meskipun demikian, reorganisasi air
dalam kemasan yang disebabkan perubahan suhu, dapat mendorong terjadinya kondensasi air pada permukaan makanan dan meningkatkan kemungkinan
pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan kapang, khamir, dan bakteri dalam penyimpanan produk dapat secara drastis menurunkan kualitas dan keamanan
makanan Quezada-Gallo, 2009. Kemasan antimikroba merupakan salah satu sistem kemasan aktif yang secara
efektif mampu membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen pada makanan Dutta et al., 2009. Menurut Han 2009, kemasan
antimikroba merupakan sistem yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperpanjang masa simpan produk dan
meningkatkan keamanan produk yang dikemas. Studi terhadap kitosan sebagai bahan pengemas antimikroba telah banyak
dilakukan, namun mekanisme antimikroba dari kitosan belum diketahui secara pasti. Salah satu penyebab dari sifat antimikroba kitosan adalah gugus amina yang
bermuatan positif yang berinteraksi dengan membran sel mikroba yang bermuatan negatif sehingga menyebabkan kebocoran protein dan konstituen intraselular
lainnya dari mikroorganisme Shahidi et al., 1999. Dutta et al. 2009 juga menyebutkan bahwa kitosan berfungsi sebagai agen pengkelat yang mengikat
logam menyebabkan penghambatan produksi toksin dan pertumbuhan mikroba. Kitosan berikatan dengan air dan menghambat aktivitas bermacam enzim. Selain
itu, kitosan berikatan dengan DNA dan menghambat sintesis mRNA dan protein Sudarshan et al., 1992.
Dalam studi ini, diameter penghambatan film pektin dan kitosan murni baik yang diplastifikasi dengan PEG maupun film tanpa PEG tidak dapat diukur
39 karena kedua film tidak dapat ditempelkan secara sempurna pada permukaan
nutrient agar. Film pektin murni mencair sesaat setelah ditempelkan, dan film kitosan murni menekuk ketika menempel pada permukaan agar kemudian
mengalami swelling Gambar 24. Astuti 2008 dan Sumarto 2008 berhasil melakukan pengujian kapasitas antimikroba film kitosan murni dengan pelarut
asam asetat dan asam laktat menggunakan metode yang sama, dapat disimpulkan bahwa perbedaan karakter film kitosan saat ditempelkan ke permukaan agar
disebabkan oleh perbedaan bahan baku kitosan dan pelarut yang digunakan. Film pektin murni mencair sesaat setelah ditempelkan pada agar mungkin disebabkan
oleh sifatnya yang larut air.
Gambar 24.
Film pektin murni a dan film kitosan murni b setelah diinkubasi pada nutrient agar yang berisi kultur uji
Gambar 25. Daerah penghambatan edible film komposit pektinkitosan terhadap:
a Escherichia coli dan b Bacillus cereus Gambar 25 memperlihatkan daerah penghambatan edible film komposit
pektinkitosan terhadap Escherichia coli gram negatif dan Bacillus cereus gram positif, sedangkan grafik hasil pengamatan kapasitas antimikroba edible film
a b
a b
40 ditampilkan pada Gambar 26. Analisis sidik ragam terhadap kapasitas antimikroba
dengan taraf α = 5 untuk kedua bakteri Lampiran 10 dan Lampiran 11 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada film yang diplastifikasi dan
film yang tidak diplastifikasi. Film yang diplastifikasi dengan PEG cenderung memiliki kapasitas antimikroba yang lebih rendah, yang terlihat dari diameter
penghambatan yang lebih kecil.
Gambar 26.
Grafik hasil pengamatan kapasitas antimikroba edible film komposit pektinkitosan D = 1 cm terhadap Escherichia coli dan Bacillus cereus
Analisis sidik ragam terhadap aktivitas antimikroba pada bakteri Escherichia coli gram negatif juga menunjukkan hasil tidak berbeda secara signifikan untuk
setiap formulasi. Namun, pada bakteri Bacillus cereus gram positif terjadi
75 : 25 50 : 50
25 : 75 PEG
1.31 1.45
1.39 Tanpa PEG
1.41 1.47
1.38 1.15
1.20 1.25
1.30 1.35
1.40 1.45
1.50 1.55
1.60
D p
e n
g h
am b
atan E
. co
li c
m
Formulasi Pektin : Kitosan
75 : 25 50 : 50
25 : 75 PEG
2.20 1.76
1.80 Tanpa PEG
2.51 2.18
2.48 0.00
0.50 1.00
1.50 2.00
2.50 3.00
D p
e n
g h
am b
atan B
. ce
re u
s c
m
Formulasi Pektin : Kitosan
41 perbedaan aktivitas antimikroba yang signifikan dalam formulasi film. Sebagai
contoh, berdasarkan Astuti 2008 film kitosan murni dengan pelarut asam laktat memiliki zona penghambatan = D penghambatan - D film terhadap Escherichia
coli sebesar 7,645 mm, sedangkan terhadap Bacillus cereus sebesar 10,705 mm. Dari contoh tersebut, film kitosan murni diperkirakan memiliki aktivitas
antimikroba yang lebih tinggi dibanding film komposit pektinkitosan. Penggabungan kitosan dengan pektin menghasilkan film komposit dapat
meningkatkan aktivitas antimikroba film bila dibandingkan dengan film pektin murni. Film pektin murni memiliki kapasitas antimikroba yang rendah, terlihat
dari sulitnya pembentukan film tanpa terjadi kontaminasi makroskopik pada proses pengeringan.
Dari grafik terlihat bahwa edible film komposit pektinkitosan memberikan penghambatan yang lebih besar terhadap Bacillus cereus dibanding Escherichia
coli. Diameter penghambatan untuk Escherichia coli berkisar antara 1,31 - 1,48 cm, sedangkan untuk Bacillus cereus berkisar antara 1,76 - 2,51 cm. Pada bakteri
gram positif, konstituen utama dari dinding selnya adalah peptidoglikan dan sedikit protein. Sebaliknya, dinding sel bakteri gram negatif lebih tipis, tetapi
lebih kompleks dan mengandung berbagai polisakarida, protein, dan lipid, disamping peptidoglikan. Dinding sel bakteri gram negatif juga memiliki
membran luar yang menyusun permukaan luar dinding sel Black, 1996. Selain itu, menurut Sumarto 2008, kitosan mampu merusak peptidoglikan pada dinding
sel bakteri, sehingga fungsi dinding sel bakteri menurun dan permeabilitas sel terganggu. Bakteri gram positif memiliki jumlah peptidoglikan yang lebih banyak
dibanding bakteri gram negatif. Menurut Zheng dan Zhu 2003, mekanisme aktivitas antimikroba kitosan
berbeda untuk bakteri gram positif dan gram negatif. Untuk gram positif, aktivitas antimikroba meningkat seiring dengan peningkatan bobot molekul dari kitosan.
Untuk gram negatif, aktivitas antimikroba meningkat seiring dengan penurunan bobot molekul kitosan. Disebutkan bahwa pada bakteri gram positif, kitosan pada
permukaan sel membentuk membran polimer yang menghambat nutrien masuk ke dalam sel, sedangkan pada bakteri gram negatif, kitosan yang berbobot molekul
rendah dapat masuk ke dalam sel melalui penyebaran.
42 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba dari
kitosan. Kitosan berbobot molekul rendah lebih kecil dari 10 kDa memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi dibanding kitosan alami. Derajat
polimerisasi minimal 7 dibutuhkan, fraksi bobot molekul yang lebih rendah memiliki aktivitas yang rendah atau tidak ada sama sekali. Kitosan yang tinggi
derajat deasetilasinya lebih bersifat antimikroba dibanding kitosan dengan proporsi gugus amina terasetilasi tinggi karena peningkatan kelarutan dan densitas
muatan yang lebih tinggi. Untuk alasan yang sama, pH yang lebih rendah juga meningkatkan aktivitas antimikroba kitosan, sebagai tambahan hurdle effect dari
stress yang ditimbulkan asam pada mikroorganisme target Dutta et al., 2009. Asam kuat seperti HCl terdisosiasi secara sempurna pada pH normal dan
memberikan efek terhadap mikroba hanya dalam hal penurunan pH atau peningkatan konsentrasi proton. Mikroorganisme memiliki kisaran pH eksternal
untuk pertumbuhan dan bertahan hidup, asidifikasi umumnya efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba Booth dan Stratford, 2003.
7. Analisis dengan Differential Scanning Calorimeter DSC