Kapasitas Adaptif Strategi Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim Pada Rumah Tangga Petani Di Dataran Dieng.

semakin mudah. Hal ini disebabkan adaptasi berhubungan erat dengan sistem sosial dan ekonomi yang dihadapi. Sebagaimana penjelasan lima aset yang telah dijelaskan sebelumnya, petani dengan penguasaan lahan di atas 0,5 ha lebih memiliki akses terhadap berbagai aset baik sumber daya alam, sumber daya manusia, finansial, fisik, maupun sosial. Pada konteks rumah tangga petani kentang di Dataran Tingi Dieng, strategi adaptasi dilakukan di berbagai aspek terutama terkait dengan kebutuhan dasar yakni berhubungan dengan mata pencaharian, pangan, dan kesehatan. Adaptasi mata pencaharian lebih mengarah pada upaya adaptasi yang dilakukan untuk kegiatan pertanian dan pengalihannya terhadap kegiatan lain apabila pertanian tidak dapat lagi diandalkan. Aspek pangan terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan yang sifatnya fluktuatif terutama pada rumah tangga petani dengan aset rendah termasuk buruh tani. Pada aspek kesehatan, adaptasi berhubungan dengan kondisi sanitasi baik di lingkungan rumah tangga maupun komunitas. Adaptasi Mata Pencaharian 1. Pada musim kemarau normal terjadi kekurangan air bagi petani yang lahannya jauh dari sumber air. Upaya antisipasi adalah melakukan pengambilan air dari sungai atau telaga yang jaraknya berkilo-kilo meter. Bagi petani yang menggarap lahan sangat jauh dari sumber air akan memilih untuk tidak menanam pada musim kemarau dan bahkan hanya menanam satu kali setahun. 2. Pada musim hujan terutama di Bulan November – Desember – Januari petani mengantisipasi musim hujan dengan tidak menanam atau memajukan bulan tanam. Pada Bulan November – Januari tanaman kentang petani rentan dengan guyuran hujan dan angin ribut yang dapat sewaktu-waktu terjadi. selain itu sebagian petani juga mengganti jenis tanaman lain selain kentang yaitu tanaman hortikultur berupa kol, wortel. Bagi petani yang memajukan waktu tanam harus mempersiapkan modal yang cukup besar terutama untuk menyediakan benih karena implikasi dari pergeseran musim tanam adalah kemungkinan ketiadaan benih. Jika benih tidak tersedia maka petani akan absen menanam. 3. Pergeseran musim disiasati oleh petani lebih ke arah teknis pengendalian hama dan penyakit, petani menggunakan patokan kalender islam yang diperkirakan setiap tanggal 28 Bulan Syawal merupakan awal musim hujan. 4. Terkait kondisi iklim yang tidak menentu dilakukan oleh rumah tangga petani dengan: a mencari benih kentang yang bagus; b menanam dengan kapasitas yang tidak terlalu banyak; c membuat selingan tanaman hortikultur lain selain kentang, seperti wortel dan sayuran; d pada musim penghujan petani memilih pupuk yang tidak banyak mengandung unsur N Nitrogen dan pada musim kemarau menggunakan pupuk dengan kandungan N yang lebih tinggi. Jenis adaptasi yang sifatnya teknis ini lebih mudah dilakukan oleh rumah tangga dengan kepemilikan aset tinggi karena selain tersedia modal, mereka biasanya sudah memiliki rencana apabila terjadi kondisi musim yang tidak diharapkan. Sebaliknya bagi rumah tangga dengan aset rendah maka jenis adaptasi ini merupakan pilihan yang berat meskipun mereka tahu bahwa demi keberlanjutan usaha tani pilihan adaptasi ini perlu dilakukan, namun apabila dipaksakan akhirnya dapat mengantar mereka pada jerat hutang. 5. Bagi rumah tangga petani dengan penguasaan lahan sempit 0,1 – 0,3 ha, salah satu pilihan beradaptasi dengan kondisi musim yang ada adalah dengan menyewakan atau menjual lahannya kepada petani yang memiliki modal lebih besar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa menyewakan lahan atau menjual lahan kepada petani lain dirasa lebih menguntungkan dibandingkan mereka harus melakukan budidaya sendiri. Apabila petani menyewakan lahannya, dalam periode 1 tahun pendapatan yang diperoleh dari penyewaan lahan berkisar antara Rp 3.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 ditambah dengan penghasilan serabutan yang dapat mereka peroleh dari menjadi buruh di tempat petani lain. Kondisi tersebut dirasa lebih menguntungkan dibandingkan mereka melakukan budidaya pertanian sendiri dengan modal yang berlipat-lipat besarnya. 6. Bagi rumah tangga petani yang telah menyewakan atau menjual lahannya, banyak diantaranya yang menjadi ojek pengangkut kentang. Besaran pendapatan dalam sekali pengangkutan kentang antara Rp 15.000, 00 – Rp 25.000,00 tergantung tingkat kesulitan medan dan jarak lahan. Dalam satu hari pengojek kentang dapat mengangkut 4 hingga 7 kali. Pendapatan ini dirasa lebih baik dibandingkan mereka langsung mengolah lahan sendiri dengan resiko iklim yang lebih tinggi. Adaptasi Pangan Kebutuhan akan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat, tidak terkecuali bagi petani di Dataran Tinggi Dieng. Apabila kebutuhan ini belum tercukupi, mereka tidak akan fokus memperhatikan kebutuhan lain. Kebutuhan pangan dalam kondisi perubahan iklim yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng yang dihadapi oleh rumah tangga petani berkaitan strategi adaptasi mata pencaharian yang dilakukan oleh rumah tangga. Kebutuhan akan makanan bagi rumah tangga petani di Dataran Tinggi Dieng bukan sebagai takaran makan nasi tiga kali sehari saja. Suhu yang dingin membentuk pola kebiasaan makan yang khas. Pada pagi hari, sembari menghangatkan badan di depan tungku atau anglo, setiap anggota rumah tangga menikmati seduhan kopi atau teh panas yang dilengkapi dengan camilan baik berupa gorengan maupun makanan ringan. Mereka menyebutnya dengan medangan. Makan nasi biasanya dilakukan ketika berada di lahan pertanian pada pukul 10.00 pagi atau disebut dengan puluk dan juga sore atau malam hari. Pola makan nasi petani cenderung dua kali sehari. Pola tersebut hampir merata bagi rumah tangga-rumah tangga petani yang ada. Hal yang membedakan adalah dari tingkat ketersediaan pangan yang ada di dalam suatu rumah tangga. Klasifikasi rumah tangga berdasarkan tingkat penguasaan lahannya telah menentukan bagaimana upaya adaptasi yang dilakukan dalam rangka menghadapi dampak iklim yang melanda di kawasan mereka. Bagi rumah tangga petani dengan penguasaan lahan di atas 0,5 ha dapat dikatakan untuk kebutuhan pangan ini relatif masih aman karena terpenuhi dari penghasilan pertaniannya yang masih cukup. Jenis medangan yang tersedia juga lebih bervariasi dan disediakan tidak hanya untuk kebutuhan pagi hari atau satu hari saja tetapi distok untuk beberapa hari. Sebaliknya, pada rumah tangga dengan penguasaan lahan di bawah 0,5 ha atau bahkan non penguasa lahan buruh tani, kebutuhan pangan untuk medangan tidak menjadi prioritas ketersediaannya. Pangan lebih diproritaskan untuk pangan pokok nasi dan lauk. Adaptasi Kesehatan Hal yang mengkhawatirkan pada aspek kesehatan adalah pada lingkungan dusun yang jauh yakni kondisi sanitasinya relatif lebih buruk dibandingkan dengan area-area yang dekat dengan kota kecamatan. Pada lokasi penelitian di Desa Batur, wilayah dusunnya khususnya di Dusun Tieng, Njlegong, Mbakalan, merupakan wilayah dengan kondisi kesehatan yang masih perlu mendapatkan perhatian ketat. Aspek sanitasi sekaligus sarana dan prasarana kesehatan masih minim, banyak warganya yang masih membuang hajat di sungai. Selain itu dusun yang masih minim kondisi kesehatannya ada di Tlagabang, yang kesulitan akses ke bidan desa karena lokasinya paling jauh bersentuhan juga dengan wilayah Perhutani. Di Dusun Njlegong, terdapat polindes namun kondisinya tidak terawat dan bangunannya kurang memenuhi syarat. Saat ini untuk Dusun Tlagabang, Majatengah, dan Bandingan menggunakan satu polindes di Tlagabang. Sub kesehatan desa saat ini masih kurang, misalnya penerapan pola hidup bersih dan sehat PHBS yang masih timpang diusahakan. Sebagai contoh pola hidup bersih tetapi masih membuah sampah sembarangan. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam program pemilahan sampah dan sifat pendanaan yang masih swadaya dan minim. Selama ini pembuangan sampah masih dicampur termasuk sampah pertanian, bangkai, dan pupuk kandang. Demikian juga pada kondisi rumah dan jamban, tidak semua rumah memiliki jamban. Meskipun secara ekonomi memiliki kesejahteraan yang tinggi namun kesadaran kesehatan masih rendah. Biasanya kamar mandi + dapur + peralatan pertanian menjadi satu, dalam beberapa kasus juga bersatu dengan kandang ternak. Kondisi sanitasi dan air bersih di Desa Batur saat ini ditengarai sudah tercemar kuman dari kualitas A menjadi kualitas C. Semakin wilayahnya jauh dari sumber air maka kondisi airnya semakin buruk. Hal ini diduga terjadi pencemaran di jalan sepanjang aliran air tersebut. Kontaminasi bisa berasal dari proses pengobatan tanaman pertanian dan proses buang sampah sembarangan. Proporsi sampah organik jauh lebih besar dibanding sampah anorganik dan meskipun terurai namun sampah organik ini juga berpengaruh terhadap kondisi sanitasi. Secara umum, kondisi iklim yang tidak menentu akibat fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap aspek kesehatan di seluruh wilayah Dataran Tinggi Dieng. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan oleh rumah tangga petani terdorong oleh bagaimana segenap warga di lingkungan tersebut dalam melakukan hal yang sama serta bagaimana kondisi lingkungan yang ada.

2. Adaptasi Tingkat Komunitas

Pada level komunitas strategi adaptasi berkaitan dengan upaya-upaya pengaturan komunitas dalam pengelolaan tenaga kerja pertanian dan pembentukan kelompok-kelompok yang fokus pada penanganan persoalan pertanian. Menghadapi kondisi sulitnya memperoleh tenaga kerja di tengah tuntutan keperluan tenaga kerja di musim-musim ekstrem, petani saling bekerjasama untuk menentukan giliran penggunaan tenaga kerja dengan sistem menunggu selesainya pekerjaan di lahan petani lain. Hal tersebut meningkatkan intensitas komunikasi antar petani yang mengolah lahan. Kondisi iklim yang tidak menentu menimbulkan kesadaran bagi petani terutama pada golongan muda untuk perlu memiliki wadah bersama guna membahas persoalan pertanian. Terdapat beberapa perkumpulan petani khususnya pada golongan muda diantaranya Asosiasi Penangkar Benih Kentang dan Komunitas Petani Kentang Dieng. Asosisasi Penangkar Benih Kentang anggotanya terdiri dari perkumpulan kelompok tani sejumlah 40 kelompok di Dataran Tinggi Dieng. Kegiatan asosiasi ini adalah dalam kegiatan pembenihan. Saat ini ada 17 orang penangkar yang berasal dari kelompok tani maupun perorangan. Selain kegiatan pembenihan asosiasi juga melepas benih yang sudah siap ke masyarakat petani jika benih layak dilepas. Komunikasi dengan petani terus dijalankan dan petani difasilitasi untuk memenuhi stok benih. Asosiasi bekerjasama dengan kelompok tani non- penangkar yang mengembangkan benih menjadi kentang konsumsi. Selain itu Asosiasi juga berhubungan erat dengan Dinas Pertanian dan Balai Penelitian Tanaman pangan BPTP. Asosiasi berdiri secara independen, belum berbadan hukum tetapi dilirik untuk dapat berdiri secara formal. Asosiasi pernah mengikuti Pekan Kentang Nasional dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Balitsa tahun 2008. Komunitas Petani Kentang Dieng KPKD berbentuk komunitas dalam jejaring sosial facebook yang terbentuk sejak tahun 2013. karena aktif di jejaring sosial facebook maka komunitas ini mengadakan pertemuan kopi darat setiap satu bulan sekali pada hari jumat legi selepas solat jumat. Komunitas memiliki ketua dan administrator yang mengurus facebook. Kegiatan kopi darat biasanya dihadiri sekitar 30 orang meliputi seluruh petani di Dataran Tinggi Dieng. Komunitas ini memiliki koordinator pada setiap desa di Dataran Tinggi Dieng. Meskipun dinamakan Komunitas Petani Kentang Dieng tapi keanggotaannya dapat diikuti secara terbuka oleh siapa pun di facebook dan saat ini sudah mencapai 1.700 anggota. Kegiatan yang dilakukan ketika kopi darat adalah diskusi seputar pertanian mulai dari kegiatan pra hingga pasca panen. Komunitas ini menjadi sarana tukar-menukar informasi antar petani kentang dari berbagai daerah. Komunitas ini disebutkan sebagai komunitas independen yang tidak tergabung dengan institusi apa pun termasuk pemerintah desa. Komunitas ini 95 diikuti oleh anak muda yang rata-rata bisa lebih kritis. Komunitas ini menjadi wadah untuk menyaring berbagai informasi sekaligus menjadi sarana untuk mengintorduksikan teknologi. Munculnya kelompok dan komunitas yang memiliki perhatian terhadap perubahan kondisi iklim merupakan peluang bagi upaya adaptasi supaya petani lebih resisten terhadap perubahan iklim. Namun demikian perkembangan kelompok-kelompok tersebut perlu diperhatikan dengan lebih mendalam karena anggota kelompok yang tergabung rata-rata adalah petani yang memiliki pendidikan tinggi dan terdedah media sosial. Bagi petani golongan menengah dan tua yang tidak terlalu paham dengan media sosial, perkumpulan terbatas pada kelompok tani. Secara umum terlihat bahwa perkumpulan-perkumpulan yang ada di masyarakat petani di Dataran Tinggi Dieng dapat menjadi sarana yang efektif bagi proses pertukaran informasi di antara petani. Pertukaran informasi tersebut penting karena menunjukkan tingkat keberdayaan petani. Hanya saja jangkauan perkumpulan yang ada baik kelompok tani, asosiasi benih, maupun komunitas petani kentang lebih mengarah pada petani yang menguasai lahan baik petani pemilik maupun penggarap. Artinya kelompok petani yang tidak menguasai lahan atau buruh tani masih belum mau masuk dalam perkumpulan ada. Hal ini tidak terjadi begitu saja namun bagi mereka yang menjadi buruh tani lebih sibuk untuk mencari sumber penghidupan dibanding menghabiskan waktu untuk berkumpul. 6 ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM SEBAGAI STRATEGI PENGHIDUPAN BERKELANJUTAN Respons Para Pihak Terhadap Penanganan Dampak Perubahan Iklim Di Dataran Tinggi Dieng Analisis mengenai kerentanan rumah tangga terhadap perubahan iklim berdasarkan penguasaan lahan dan upaya-upaya adaptasi yang telah dilakukan di Dataran Tinggi Dieng menjadi hal yang penting. Hal tersebut memberikan pemahaman bagaimana strategi penghidupan pada tingkat lokal dilakukan dan apakah memberikan keberlanjutan bagi pelakunya khususnya pada tingkat rumah tangga. Selain itu keberlanjutan tidak hanya berkaitan dengan petani sebagai pelaku tetapi juga perhatian berbagai pihak yang terhubung di dalamnya, mengingat Dataran Tinggi Dieng merupakan sebuah kawasan yang memberikan dampak dan manfaat bagi banyak pihak. Para pihak yang memiliki perhatian khusus bagi keberlanjutan ekosistem di Dataran Tinggi Dieng adalah pemerintah, swasta, lembaga donor, dan masyarakat. Meskipun tidak secara langsung disebut sebagai adaptasi terhadap perubahan iklim, namun upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengan konteks adaptasi terhadap perubahan iklim. Pada aras Dataran Tinggi Dieng sebagai sebuah kawasan, perhatian banyak diberikan pada upaya pemulihan ekosistem. Kekhawatiran akan kerusakan ekosistem di kawasan tersebut mendorong berbagai pihak melakukan upaya- upaya bagi penanganan dampak. Meskipun belum secara tersurat disebutkan bahwa aksi-aksi yang dijalankan merupakan aksi untuk mengatasi perubahan iklim, namun beberapa hal yang akan dibahas di bawah ini memiliki pengaruh terhadap penanganan resiko iklim dan upaya adaptasi yang telah dilakukan oleh rumah tangga petani.

1. Pemerintah

Respons pemerintah terutama dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah dalam upaya penanganan kawasan Dieng difokuskan pada perencanaan tata ruang wilayah yang dikukuhkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2011-2031. Terdapat beberapa hal yang mencakup pengaturan khususnya di wilayah Dataran Tinggi Dieng dan Kecamatan Batur dalam Perda tersebut. Pengaturan-pengaturan yang disebutkan tercantum pada Tabel 22. Tabel 22 Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011 yang Terkait dengan Pengaturan Kawasan Dataran Tinggi Dieng dan Kecamatan Batur No Jenis Pengaturan Bab, Pasal, Ayat 1 Kecamatan Batur diarahkan sebagai kawasan agropolitan berupa pengembangan kawasan sentra produksi berbasis komoditas unggulan yaitu kawasan sentra produksi kentang, sayur- sayuran, dan Domba Batur Pasal 8 Ayat 2 2 Kecamatan Batur merupakan kawasan strategis letak hutan lindung dan area resapan air, terdapat 6 sumber mata air di Kecamatan Batur Pasal 37 Ayat 2 dan Pasal 38 Ayat 2, Pasal 43 Ayat 2 poin n 3 Terdapat dua cagar alam di Kecamatan Batur, yaitu Cagar Alam Tlogodringo di Desa Pekasiran luas ± 26 ha dan cagar alam Tlogo Sumurup Pasal 45 poin c dan d 4 Terdapat cagar budaya dan ilmu pengetahuan yaitu komplek Candi Dieng Pasal 46 poin a 5 Kecamatan Batur merupakan kawasan rawan longsor, bencana gas beracun, dan rawan kekeringan Pasal 49. Pasal 50, dan Pasal 51 6 Kecamatan Batur merupakan kawasan peruntukan cagar alam geologi, kawasan lindung plasma nutfah, kawasan hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap, kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan hortikultura, kawasan pertambangan panas bumi, kawasan pariwisata alam Dataran Tinggi Dieng yang meliputi kawasan pariwisata budaya Candi Dieng dan kawasan pariwisata buatan hortikultura Pasal 52, Pasal 53, Pasal 55 ayat 2, Pasal 56, Pasal 59, Pasal 65, dan Pasal 72 ayat 2,4, dan 4 7 Wilayah Dieng merupakan kawasan strategis provinsi yang berada di daerah yang terdiri atas a kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya berupa kawasan Candi Dieng, kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng merupakan bagian dari pengembangan kawasan strategis ini; bkawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan alam dan atau teknologi Pasal 77, Pasal 80 ayat 1 dan 2, Pasal 81 ayat 1 poin a dan b, Pasal 82 ayat 1