Adaptasi privat untuk kepentingan publik
subsistensi di mana resiko-resiko dihindari sebagai hal yang mengandung potensi bencana, sedangkan di luar batas itu berlaku kalkulasi laba yang bersifat borjuis.
Bagi petani, jaminan terhadap krisis merupakan prinsip stratifikasi yang lebih aktif dibandingkan dengan penghasilan. Petani-petani dengan mobilitas ke
bawah mungkin akan berusaha bertahan mati-matian pada garis batas di mana meraka menghadapi risiko kehilangan sebagian besar dari kepastian yang mereka
miliki sebelumnya. Pada akhirnya petani akan melakukan strategi bertahan hidup demi mempertahankan kecukupan pada rumah tangganya. Terdapat tiga sebab
utama mengapa petani melakukan strategi untuk bertahan yaitu: 1 fluktuasi- fluktuasi hasil karena sebab alami kerawanan ekologis; 2 fluktuasi-fluktuasi
pasar dunia kerawanan harga; dan 3 fluktuasi hasil monokultur kerawanan monokultur. Untuk menghadapi fluktuasi tersebut petani melakukan empat
strategi utama yaitu: 1 Self-help: pengandalan pada bentuk-bentk setempat dari usaha swadaya; 2 pPengandalan pada sektor ekonomi bukan petani; 3
pengandalan pada bentuk-bentuk patronase dan bantuan yang didukung oleh negara; 4 pengandalan pada struktur proteksi dan bantuan yang bersifat
keagamaan atau oposisi. Keempat strategi bertahan hidup tersebut tidak bersifat eksklusif, artinya dapat berubah-ubah menurut waktu. Seorang petani bisa saja
menggunakan keempat pola tersebut sekaligus.
Strategi Penghidupan Rumah Tangga
Konsep livelhood telah banyak digunakan dalam berbagai tulisan mengenai kemiskinan dan pembangunan pedesaan, namun demikian definisinya
dapat bermacam-macam tergantung dari sumbernya. Livelihood memiliki makna kamus yaitu
‘cara hidup’ means of living. Ellis 2000 mengelaborasi definisi livelihood yaitu:
A livelihood comprises the assets natural, physical, human, financial, and social capital, the activities, and the access to these mediated by
institution and social relations that together determined the living gained by the individual or household.
Konstruksi livelihood harus dilihat sebagai sebuah proses yang terus menerus dan tidak sama dari waktu ke waktu. Aset-asetnya dapat dibangun,
berkurang, ataupun dapat rusak begitu saja. Hal tersebut juga dipengaruhi leh tren ekonomi yang lebih besar di level nasional dan bahkan level yang lebih luas.
Begitupun akses terhadap aset sumberdaya dan kesempatan yang dapat berubah bagi individu maupun rumah tangga misalnya dipengaruhi oleh perubahan norma
dan kelembagaan sosial. Selanjutnya Ellis 2000 memberikan gambaran mengenai kerangka kerja analisis livelihood pedesaan Gambar 4. Rumah tangga
pedesaan merupakan unit sosial utama dalam kerangka analisis tersebut. Hal ini
berarti penggunaan istilah “livelihood strategy” atau strategi penghidupan di mana rumah tangga sebagai unit sosialnya digunakan untuk melihat keberagaman
aktivitas berdasarkan aset dan perubahan kondisi sekitarnya. Di pedesaan atau level komunitas, strategi penghidupan tunggal tidak dapat diaplikasikan, rumah
tangga akan melakukan strategi-strategi yang berbeda berdasarkan aset dan status aksesnya terhadap aset tersebut.
Ellis 2000 menyatakan bahwa pengertian livelihood berbeda dengan pendapatan income, namun demikian keduanya berkaitan erat karena
pendapatan merupakan hasil dari livelihood yang paling dapat diukur. Ellis membagi income ke dalam tiga kelompok yaitu: 1 Farm income; 2 Off-farm
income; 3 Non-farm income. Farm income merupakan pendapatan yang dihasilkan dari pertanian baik berasal dari lahan milik sendiri maupun lahan sewa
dan bagi hasil. Off-farm income yaitu dapat berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil harvest share system, kontrak upah tenaga kerja non upah dan
lain-lain. Non farm income yaitu sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang meliputi upah tenaga kerja pedesaan bukan pertanian,
usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, pendapatan dari hak milik misalnya: sewa, kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan kiriman dari buruh
migran yang pergi ke luar negeri.
A B
C D
E F
Livelihood platform
Acces modified by
In context of Resulting in
Composed of With Effects
on Social relations
Gender Class
Age Ethnicity
Trends Population
Migration Technological
change Relative prices
Macro Policy National econ
trends World econ
trends NR-based
activities Collection
Cultivation food
Cultivation non-food
Livestock Non-farm NR
Livelihood security
Income level Income
stability Seasonality
Degrees of risk
Assets Natural
capital Physical
capital Human
capital Financial
capital Social
capital Institution
Rules and customs
Land tenure Market in
practice
Livelihood strategies
Organisations Associations
NGOs Local admin
State agencies Shock
Drought Floods
Pests Diseases
Civil war Non-NR-based
rural trade other services
rural manufacture
remitances other transfers
Env. Sustainability
Soils and land quality
Water Rangeland
Forests Biodiversity
Sumber: Ellis, 2000
Gambar 4 Kerangka kerja untuk analisa kebijakan mikro pada livelihood pedesaan Scoones 1998 juga telah membuat sebuah kerangka pemikiran mengenai
livelihood yang menghubungkan antara kondisi, konteks, dan kecenderungan yang terjadi di masyarakat. Saleh 2014 menyatakan bahwa kerangka kerja Scoones
dapat digunakan pada skala yang berbeda-beda baik individu, rumah tangga, organisasi kekerabatan, desa, daerah, atau bahkan negara. Berdasarkan kerangka
kerja Scoones tersebut penghidupan yang berkelanjutan dapat dinilai pada level- level yang berbeda sesuai interaksi berbagai aspek. Kerangka kerja Scoone dapat
dilihat pada Gambar 5 Scoones membagi strategi penghidupan menjadi tiga yaitu: 1 strategi intensifikasiekstensifikasi pertanian; 2 strategi diversifikasi
pendapatan; 3 strategi migrasi. Oleh Scoones disebutkan bahwa rumah tangga dapat melakukan kombinasi kegiatan dan pilihan-pilihan yang dibuat untuk
mencapai kesejahteraan. Strategi tersebut meliputi cara-cara rumah tangga merangkai berbagai kegiatan untuk memperoleh pendapatan, cara-cara
memanfaatkan berbagai aset, pilihan aset untuk invesatsi dan bagaimana rumah tangga mempertahankan aset serta pendapatannya. Kerangka kerja Scoones
tercantum pada gambar 5.
Sumber: Scoones, 1998 Gambar 5 Kerangka kerja sustainable rural livelihoods
Kerangka Pemikiran
Asumsi dasar dari penelitian ini adalah: petani dataran tinggi telah dan sedang melakukan strategi adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim.
Perubahan iklim merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi, di sektor pertanian dampak besar yang dirasakan adalah perubahan siklusmusim kemarau dan
penghujan, dan perubahan curah hujan. Kedua perubahan ini akan menimbulkan potensi tingginya kegagalan panen, selain itu petani akan kesulitan untuk
menentukan waktu memulai bercocok tanam karena ketidakpastian musim kemarau dan musim hujan.
Perubahan iklim dalam penelitian ini mengikuti pengertian IPCC 2007 bahwa perubahan iklim termasuk variabilitas iklim alami dan perubahan yang
disebabkan faktor manusia antrophogenic seperti pertumbuhan penduduk dan aktivitas manusia. Pada sektor pertanian perubahan iklim dapat dicirikan dari
perubahan temperatur dan kejadian iklim ekstrem. Kejadian perubahan iklim memberikan dampak bagi kehidupan pada aspek fisik dan ekologi, ekonomi, dan
sosial. Dampak tersebut mempengaruhi rumah tangga dan komunitas berdasarkan lima aset yang dikuasai meliputi aset alam, aset manusia, aset keuangan, aset fisik,
dan aset sosial. Akses terhadap aset
–aset tersebut mempengaruhi strategi adaptasi yang dilakukan oleh rumah tangga petani di Dataran Tinggi dalam menghadapi
perubahan iklim. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh rumah tangga petani di Dataran Tinggi Dieng dipengaruhi oleh lingkungan internal dan lingkungan
eksternal. Lingkungan internal meliputi lingkungna fisik yaitu pengelolaan lahan dan pemukiman, serta lingkungan sosial yang meliputi nilainorma, interaksi
sosial, dan sistem ekonomi. Lingkungan eksternal terdiri dari dua hal yaitu proses kebijakan dan intervensi eksternal dalam proses-proses pembangunan yang terjadi
di Dataran Tinggi Dieng.
Strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani dataran tinggi dalam menghadapi perubahan iklim mengarah pada adaptasi yang direncanakan
planned adaptation Boer dan Kolopaking 2010 dalam Kolopaking 2011. Strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani dataran tinggi berkaitan dengan
kerentanan mereka terhadap dampak yang disebabkan oleh perubahan iklim. Diperkirakan petani dataran tinggi memiliki strategi adaptasi yang berkaitan
dengan tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim. Tingkat kerentanan dilihat berdasarkan tingkat keterpaparan exposure, tingkat sensitivitas sensitivity, dan
kapasitas adaptif adaptive capacity. Keberhasilan strategi adaptasi yang dilakukan oleh rumah tangga petani dapat menjadi pendukung bagi penguatan
kelembagaan adaptasi petani di tingkat lokal dan mendukung keberlanjutan strategi penghidupan pada rumah tangga petani. Keberlanjutan strategi
penghidupan dapat terjadi apabila strategi adaptasi perubahan iklim yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh rumah tangga petani dapat melihat aspek
pengurangan resiko terhadap perubahan iklim dan dapat meningkatkan peluang dari kejadian yang dipengaruhi oleh perubahan iklim. Gambaran mengenai alur
kerangka berpikir penelitian ini tercantum pada Gambar 6.
Keterangan:
Mempengaruhi Saling terkait
Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian strategi adaptasi perubahan iklim petani dataran tinggi
Strategi penghidupan berkelanjutan
Mengurangi resiko Meningkatkan
peluang RT Petani Dataran Tinggi
Strategi adaptasi perubahan iklim
Antisipatif
Otonom
Terencana
Lingkungan internal
Lingkungan fisik: pengelolaan lahan dan
pemukiman Lingkungan sosial:
nilainorma, interaksi sosial, sistem ekonomi
Lingkungan eksternal
Proses Kebijakan Intervensi
eksternal
Kerentanan
Keterpaparan exposure
Sensitivitas sensitivity
Kapasitas Adaptif adaptive capacity
Aset Alam
Sosial Manusia
Keuangan Fisik
Perubahan iklim IPCC, 2007: variabilitas iklim
alami, antrophogenic pertumbuhan penduduk
dan aktvitas manusia
RTKomunitas
Perubahan iklim sektor pertanian: perubahan
temperatur dan kejdian iklim ekstrem
Dampak perubahan iklim: 1.
Fisik dan ekologi 2.
Ekonomi 3.
Sosial
METODOLOGI Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-interpretatif yang dikuatkan dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif mengandalkan grounded research
dan fenomenologi untuk melihat interpretasi-konstruktif dari tineliti mengenai pemaknaan atas fenomena perubahan iklim yang terjadi di Dataran Tinggi Dieng.
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didukung dengan melakukan wawancara mendalam in-depth interview dan wawancara terstruktur.
Wawancara mendalam berguna untuk memperoleh datainfomasi tentang pengalaman, pendapat-reflektif, perasaan, pemaknaanpemahaman subjektif k
atas berbagai hal terkait dengan proses-proses adaptasi yang terjadi pada petani dataran tinggi dalam menghadapi perubahan iklim. Juga memperoleh data
bagaimana upaya adaptasi tersebut dilakukan supaya bisa melembaga dan mampu mendukung kebijakan di tingkat daerah. Sumber datainformasi dalam hal ini
adalah resource persons tokoh masyarakat, pemerintah desa, panutan masyarakat yang bertindak atas nama dirinya sendiri maupun atas nama
masyarakat luas menceritakan apa yang terjadi pada masyarakat dimana resource person menjadi bagiannya. Prinsip penelitian fenomenologi yang dipilih sebagai
teknik kajian untuk memahami proses pengorganisasianperencanaan strategi adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh petani di dataran tinggi.
Wawancara mendalam akan digunakan untuk menggali informasi dari tineliti subjekorang yang diteliti. Tineliti menceritakan pandangannya dan pendapatnya
tanpa intervensi dan interpretasi sedikitpun dari peneliti.
Wawancara terstruktrur structured interview mengacu pada situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap
responden dengan kategori jawaban tertentuterbatas Fontana dan Frey 1997. Peneliti menyediakan sedikit ruang bagi variasi jawaban, kecuali jika
menggunakan metode pertanyaan terbka open-ended question yang tidak menuntut keteraturan. Jawaban untuk setiap pertanyaan dicatat berdasarkan skema
kode coding scheme. Penggunaan wawancara terstruktur adalah untuk meminimalisasi kesalahan-kesalahan. Dalam setting wawancara terstruktur hanya
ada sedikit kelenturan flexibility terkait dengan cara pertanyaan seharusnya disampaikan atau bagaimana jawaban diberikan. Wawancara terstruktur dengan
kuesioner ini dilakukan untuk menilai kerentanan rumah tangga petani terhadap perubahan iklim.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Dataran Tinggi Dieng di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian menganalisa wilayah Dataran Tinggi
Dieng sebagai satu kawasan yang terdiri dari 8 Desa yaitu Desa Batur, Desa Sumberejo, Desa Pekasiran, Desa Kepakisan, Desa Karang Tengah, Desa Bakal,
Desa Pesurenan, dan Desa Dieng Kulon. Kemudian untuk menganalisa kondisi spesifik desa diambil studi kasus di Desa Batur. Selain itu, penelitian juga
dilakukan di berbagai SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Banjarnegara yang meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda,
Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November-Desember tahun 2014.
Unit Analisis dan Subjek Penelitian
Unit analisis utama dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani di Desa Batur, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara yang terletak di Dataran
Tinggi Dieng. Rumah tangga dikelompokkan berdasarkan tipe penguasaan lahan yang terdiri dari rumah tangga yang tidak menguasai lahan 0 ha, rumah tangga
dengan penguasaan lahan 0,1 ha ≤ x 0,3 ha, rumah tangga dengan penguasaan lahan 0,3 ha ≤ x 0,5 ha, rumah tangga dengan penguasaan lahan 0,5 ha ≤ x 1
ha, dan rumah tangga dengan penguasaan lahan ≥ 1 ha. Unit analisis pendukungnya terdiri dari kelembagaan petani yang terdapat di tingkat komunitas,
desa, maupun daerah yang meliputi Kelompok Tani di Desa Batur, Asosiasi Penangkar Benih Kentang Dieng, Komunitas Petani Kentang Dieng, Pemerintah
Desa Batur, Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di Kabupaten Banjarnegara yang meliputi Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Banjarnegara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banjarnegara, Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara, dan lembaga pemerintah non-departemen
yaitu Badan Penanggunalan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Banjarnegara, dan penyuluh pertanian.
Subjek penelitian sesuai dengan unit analisis ini dipilih berdasarkan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria penguasaan lahan. Metode purposive
sampling diberlakukan dengan mempertimbangkan kriteria dari responden yang diwawancarai yaitu sebagai responden yang diharapkan bisa tahu mengenai
informasi yang diharapkan oleh peneliti. Total rumah tangga yang menjadi subjek penelitian adalah 30 rumah tangga dan subjek dari unit analisis pendukung terdiri
dari 16 orang. Rincian subjek penelitian tersebut tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Subjek penelitian dari unit analisis utama dan unit analisis pendukung
No Unit Analisis
Jumlah 1
Rumah tangga non penguasa lahan 8 rumah tangga
2 Rumah tangga penguasa lahan 0,1 ha ≤ x 0,3 ha
7 rumah tangga 3
Rumah tangga penguasa lahan 0,3 ha ≤ x 0,5 ha 5 rumah tangga
4 Rumah tangga penguasa lahan 0,5 ha ≤ x 1 ha
5 rumah tangga 5
Rumah tangga penguasa lahan ≥ 1 ha
5 rumah tangga 6
Kelompok Tani 4 orang
7 Asosiasi Penangkar Benih Kentang Dieng
1 orang 8
Pemerintah Desa Batur 1 orang
9 Bappeda Kabupaten Banjarnegara
3 orang 10
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banjarnegara 1 orang
11 Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara
1 orang 12
Badan Penanggulangan Bencana Daerah 1 orang
13 Penyuluh pertanian Kecamatan Batur
1 orang
Skor kumulatif per variabel = Jumlah skor sub variabel Jumlah skor tertinggi sub variabel
Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara dan observasi langsung, sedangkan data
sekunder berasal dari literatur, dokumen, film, dan data-data statistik yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data penelitian berupa data kualitatif dan
data kuantitatif. Data kualitatif bersumber dari hasil wawancara, literatur, dokumen, film, dan sumber yang relevan. Sedangkan data kuantitatif utama dalam
penelitian bersumber dari dari data statistik berupa data Kecamatan Batur Dalam Angka Periode Tahun 1990-2014. Data kuantitatif lainnya diperoleh dari sumber
literatur pendukung yang sesuai dengan konteks penelitian.
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data mengikuti tahapan analisis yang digagas oleh Huberman dan Miles 1997 dimana analisis data menggunakan model interaktif dan penyajian
datanya bersifat sekuensial dan interaktif. Analisis data meliputi tiga subproses yang saling terkait yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambilan
keputusanverifikasi.