Kondisi Ketenagakerjaan Pada Rumah Tangga Miskin

oleh Badan Usaha Milik Negara BUMN PT. Geo Dipa Energi Persero. Pada tahun 1970 United States Geological Survei USGS melakukan survei geofisika serta mengebor 6 sumungkal pada kedalaman 150 meter dengan temperatur 92- 173 derajat celcius. Tahun 1976-1994 Pertamina telah menyelesaikan pengeboran sekitar 27 sumur uji. Pada tahun 2012, total kapasitas dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU Dieng mencapai 110 megawatt. Selain sebagai potensi alam yang menjadi sumber energi, keberadaan kawah sumber panas bumi di Dieng juga perlu diwaspadai. Keberadaan kawah menghasilkan berbagai macam jenis gas, khususnya CO2. Pada tahun 1979 tercatat 142 penduduk menjadi korban gas beracun akibat erupsi Kawah Sinila. Bencana gas beracun ini tidak bisa diprediksi dengan mudah karena sifatnya tidak kasat mata. Bencana yang sama juga menimpa Dataran Tinggi Dieng pada tahun 2011 dan 2013 akibat erupsi Kawah Timbang. Selain sebagai pusat panas bumi, Kawasan Dataran Tinggi Dieng juga merupakan wilayah tangkapan yang menjadi hulu Sungai Serayu. Dieng menjadi penyangga bagi kabupaten dan kota yang dilingkupinya serta kelestariannya berpengaruh terhadap ketersediaan pasokan listrik wilayah Jawa dan Bali melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air PLTA Unit Bisnis Pembangkit UBP Mrica di Banjarnegara. Kerusakan hutan di Dataran Tinggi Dieng menyebabkan sedimentasi waduk Jenderal Sudirman sebesar 4 juta tontahun dan telah tersedimen sebesar 40 dari kapasitasnya pada tahun 2012. Faktanya air Sungai Serayu telah megalami tingkat erosi yang cukup tinggi yaitu 4,2 juta m3tahun. Angka erosi tersebut menurut PT Indonesia Power 2012 yang tercantum dalam dokumen Roadmap Pemulihan Kawasan Dieng Banjarnegara oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara 2012 diakibatkan oleh kegiatan pertanian manusia dan erosi alami tebing sungai Merawu. Data inflow PLTA UBP Mrica dinyatakan bahwa rata-rata inflow tahunan adalah 74,73 m3detik. Kecenderungan laju inflow selama tahun 1988-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 46,31 m3detik sampai dengan 111,30 m3detik. Sumber panas bumi ini juga menjadi daya tarik wisata Dataran Tinggi Dieng. Berbagai kawah yang terdapat di kawasan tersebut menjadi destinasi wisata yang dikunjungi oleh banyak turis baik domestik maupun mancanegara. Selain kawah, kondisi keindahan alam dan udara yang sejuk juga menarik banyak pengunjung datang ke Dataran Tinggi Dieng. Situs-situs purbakala yang terdapat di Dataran Tinggi Dieng juga menjadi daya tarik wisatawan. Saat ini, khususnya wilayah Dieng yang masuk ke area Kabupaten Banjarnegara mendapatkan perhatian khusus dari khalayak wisatawan apalagi sejak digelarnya festival tahunan yang dinamakan Dieng Culture Festival. Data yang dirilis oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah wisatawan yang mengunjungi Dieng mencapai angka 500.000 pengunjung dan 5.000 diantaranya adalah turis asing. Kekhasan sumberdaya utama yang menjadi andalan masyarakat di Dataran Tinggi Dieng adalah sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk pertanian. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa peruntukkan lahan untuk pertanian lebih luas dibandingkan dengan peruntukkan lahan untuk kepentingan lain lihat kembali Tabel 1. Iklim yang sejuk menyebabkan kawasan ini cocok sebagai tempat budidaya komoditas hortikultura, terutama kentang Solanum Tuberosum L. yang banyak dibudidayakan oleh petani setempat. Usaha tani kentang merupakan usaha pokok mayoritas petani di Dataran Tinggi Dieng dengan pola tanam kentang musim 1-kentang musim 2-kentang musim 3 dalam satu tahun musim tanam. Berdasarkan Turasih dan Adiwibowo 2012, pada dekade 80-an, tepatnya sekitar tahun 1983, masyarakat Dataran Tinggi Dieng mulai beralih dari tanaman tembakau ke tanaman sayur-sayuran. Tahun 1985, kentang masuk secara intensif dan diperkenalkan oleh petani dari Pangalengan, Jawa Barat. Boomgard 2002 1 menjelaskan bahwa sebelum kentang masuk menjadi komoditi yang bertahan ditanam hingga saat ini, jagung merupakan komiditi andalan bagi petani di Dataran Tinggi Dieng. Ketika sistem tanam paksa cultuur Stelsel mulai diperkenalkan sekitar tahun 1830, Dataran Tinggi Dieng merupakan daerah yang memproduksi jagung dalam jumlah yang cukup tinggi selain Jawa Timur dan Madura. Pada periode tahun 1830-1900, di Dataran Tinggi Dieng lahan tegalan dapat menghasilkan dua atau tiga kali panenan jagung dalam waktu satu tahun, sebagian karena beberapa varietas memiliki masa tanam yang sangat pendek. Biasanya, panenan jagung ke dua hanya akan menghasilkan tiga perempat dari hasil panenan pertama. Jagung hampir menjadi tanaman monokultur, juga sering ditanam bersama tanaman lain atau tumpangsari bersama padi, kacang- kacangan, atau tembakau. Selama abad ke-19 proporsi lahan yang ditanami jagung dan palawija meningkat sedikit demi sedikit dari sekitar 20 menjadi 35 pada tahun 1880. Kemudian pada akhir 1930-an, lahan yang dibudidayakan oleh petani untuk tanaman pangan musiman adalah 45 untuk padi, 23 untuk jagung, dan 11 untuk ketela pohon. Selain jagung dan palawija, antara tahun 1900-1940 Dataran Tinggi Dieng juga menjadi pusat penanaman tembakau. Tembakau merupakan jenis tanaman perdagangan yang ditanam khusus untuk pasar lokal dan daerah lain. Hasilnya per hektar dalam bentuk uang tunai yang sangat tinggi dan dapat digunakan oleh petani untuk menyewa tenaga upahan dan membeli input lainnya seperti pupuk dan benih. Disebutkan bahwa, pupuk untuk tembakau juga dihasilkan dari kotoran manusia, juga pupuk kandang dari ternak dan kuda. Kondisi penanaman tembakau ini menunjukkan bahwa petani di Dataran Tinggi Dieng juga memelihara ternak. Persoalan kerugian mulai nampak dalam hal penanaman tembakau yang penyebabnya termasuk penggundulan hutan dan masalah yang berkaitan dengan kekurangan air. Konsumsi kayu bakar untuk mengeringkan daun tembakau di tempat yang tinggi mengurangi luas tutupan hutan. Meskipun di Dieng petani secara lokal telah menanam pohon seperti kemlandingan gunung Albizzia montana dan bahkan Eucalyptus yang diintroduksi dari luar dan disediakan oleh Dinas Kehutanan, namun kekurangan kayu bakar masih tetap terjadi. Daerah penanaman tembakau di Dataran Tinggi Dieng tidak dibuat dalam bentuk teras- teras, gambaran ini menunjukkan bahwa penanaman tembakau dilakukan di wilayah rawan dan menyebabkan ekspansi yang terus menerus. Mata Pencaharian Penduduk di Dataran Tinggi Dieng 1 Dalam Li, Tania Muray, 2002, Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia, Bab 2. Jagung dan Tembakau di Dataran Tinggi di Indonesia 1600-1900, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.