terbangun masih terdapat kemampuan menyerap CO
2
. Hal ini dikarenakan dalam dokumen Ijin Mendirikan Bangunan IMB diterapkan Koefisien Dasar Hijau
KDH minimal 20 dari area terbangun. Proporsi tersebut dipertahankan sebagai salah satu bentuk RTH privat berupa taman Medha 2009. Maka dari itu
kemampuan menyerap CO
2
lahan terbangun juga ditambahkan dalam perhitungan serapan CO
2
kota. Sumber emisi pemodelan ini berasal dari sektor industri, transportasi, pemakaian listrik dan gas alam, sampah rumah tangga, dan
peternakan.
4.2 Konsep Model
Konsep model penyerapan CO
2
Kota Bogor dituangkan dalam Gambar 2. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep loss-gain emission
dari aktivitas penduduk perkotaan. Model simulasi yang dibangun terdiri dari satu model utama yaitu model penyerapan emisi CO
2
dan beberapa submodel yaitu submodel serapan CO
2
, submodel transportasi, submodel industri, submodel pemakaian listrik dan gas, submodel rumah tangga, serta submodel peternakan.
Berdasarkan konsep model, aktivitas-aktivitas penduduk bersifat menambah emisi CO
2
, sedangkan RTH kota bersifat mengurangi emisi CO
2
. Upaya-upaya untuk mengurangi emisi CO
2
dalam konsep model diantaranya gasifikasi dan penggunaan biodiesel, substitusi LPG dengan biogas, pengelolaan sampah organik
menjadi biogas, dan reforestasi.
Gambar 2 Konsep model dinamika penyerapan emisi CO
2
Kota Bogor
4.3 Model Spesifik
4.3.1
Submodel Serapan CO
2
Submodel serapan CO
2
menggambarkan besarnya serapan CO
2
kota berdasarkan tutupan lahan. Diasumsikan laju peningkatan lahan terbangun berasal
dari konversi RTH sebesar 7.8 per tahun dan pembangunan lahan terbuka 9.8
per tahun. Luasan tiap bentuk tutupan lahan dikalikan dengan daya serap CO
2
masing-masing dan diakumulasikan untuk mengetahui total kemampuan serapan CO
2
Kota Bogor. Besarnya daya serap tiap bentuk tutupan lahan tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daya serap tiap bentuk tutupan lahan
No. Jenis tutupan
lahan Daya serap CO
2
tonhatahun Sekretariat
RAN – GRK
tonhatahun Wasis et al.
tonhatahun Rata
– rata tonhatahun
1 Sawah
29.36 33.83
31.6 2
Ladang 18.35
16.29 17.32
3 Perkebunan
23.12 21.85
22.48 4
Hutan 31.01
27.16 29.08
5 Semak dan rumput
5.5 6.04
5.77 6
Lahan terbangun 6.12
4.58 5.35
Sumber: Wasis et al. 2012, dan http:www.sekretariat-rangrk.orgenglishhome9-uncategorised 173-baulahan [diunduh pada 1 September 2014]
Gambar 3 Submodel serapan CO
2
4.3.2 Submodel Industri
Submodel ini disusun hanya berdasarkan jumlah energi yang digunakan sektor industri. Setiap tahunnya sektor industri Kota Bogor mengonsumsi sekitar
300 sampai 400 juta m
3
gas alam. Nilai kalor gas alam adalah 38.5 ∙ 10
-6
TJNm
3
dan menghasilkan emisi CO
2
sebesar 63 100 kgTJ Boer et al. 2012. Diasumsikan laju konsumsi gas alam sebesar 8.9 per tahun. Besarnya emisi CO
2
yang dihasilkan dari sektor industri meningkat pula sesuai dengan peningkatan konsumsi energinya. Jumlah konsumsi energi dari sektor industri di Kota Bogor
selama lima tahun terakhir disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Konsumsi energi gas alam sektor industri Kota Bogor Tahun
Konsumsi energi m
3
2008 306 289 649
2009 348 339 998
2010 395 450 482
2011 435 704 404
2012 446 435 350
Sumber: Perum Gas Negara Cabang Bogor dalam BPS Kota Bogor
Gambar 4 Submodel industri
4.3.3 Submodel Transportasi
Pada submodel emisi transportasi tersusun dari empat jenis kendaraan sebagai penghasil emisi CO
2
, yaitu sepeda motor, mobil bensin, mobil diesel, dan
bis. Setiap jenis kendaraan memiliki laju jumlah kendaraan dan konsumsi energi spesifik masing-masing. Hal tersebut menentukan besarnya stok jumlah
kendaraan dan emisi yang dihasilkan. Spesifikasi submodel ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Spesifikasi submodel transportasi Kota Bogor Jenis
kendaraan Jumlah
unit Laju jumlah
kendaraan per tahun
Konsumsi energi spesifik
lttahununit Nilai
kalor TJlt
Faktor emisi CO
2
kgTJ Mobil bensin
17 112 12.4
1 813.2 33 ∙ 10
-6
69 300 Mobil diesel
2 935 11.4
2 320.7 34 ∙ 10
-6
74 100 Bis
142 -5.5
4 263.6 34 ∙ 10
-6
74 100 Sepeda motor
55 444 1.8
550.8 33 ∙ 10
-6
69 300
Sumber: BPS Kota Bogor, Boer et al. 2012, dan BPPT 1993 dalam Sugiyono 2000