Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor

(1)

EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM

PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA

TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI

DI KOTA BOGOR

ADINNA ASTRIANTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Adinna Astrianti


(4)

(5)

ABSTRAK

ADINNA ASTRIANTI. Efektivitas Kinerja serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT.

Sistem shift merupakan salah satu program DLLAJ Kota Bogor untuk mengurangi kemacetan dan menyeimbangkan jumlah angkot yang beroperasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas sistem shift, mengestimasi pendapatan pengemudi dan pemilik angkot, mengestimasi pengurangan beban emisi dari angkot pada trayek sample dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem

shift. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis pendapatan dan estimasi beban pencemar dengan pendekatan penggunaan bahan bakar. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi sistem shift dapat dikatakan efektif. Sanksi dalam sistem shift berupa teguran lisan dan peringatan. Selain itu, menurut pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan adanya penerapan sistem shift dapat mengurangi jumlah angkot tetapi tidak dapat mengurai kemacetan di Kota Bogor. Pendapatan pengemudi 07, 03 dan 02 setelah penerapan sistem shift dalam satu hari meningkat masing-masing sebesar Rp 13.181,7, Rp 10.802,7 dan Rp 1.767,9. Tetapi dalam satu bulan pendapatan pengemudi menurun yang masing-masing sebesar Rp 412.727,3, Rp 438.157,9 dan Rp 320.982,1. Sedangkan pendapatan pengusaha per bulan meningkat sebesar Rp 37.333,3, Rp 121.985,2 dan Rp 155.524,5. Pengurangan beban emisi per bulan pada trayek 07, 03 dan 02 masing-masing sebesar 8,78 ton, 26,48 ton dan 38,25 ton. Selain itu terdapat penghematan biaya konsumsi bahan bakar pada trayek 07, 03, dan 02 masing-masing sebesar Rp 141.553.636,4, Rp 427.035.789,5 dan Rp 616.862.008,9.


(6)

ABSTRACT

ADINNA ASTRIANTI. Performance Effectiveness and Effects of Public Transportation Operational System Towards Income and Emission Load in The City of Bogor. Supervised by ACENG HIDAYAT.

Shifted system is one of DLLAJ programs for reducing traffic congestion and balancing the number of public transportation that operate in Bogor. The objectives of the research are to analyze the effectiveness of the shifted system, to estimate the income of the owners and the drivers of public transportation, to estimate the reduction of the emission load from public transportation and to analyze the perception of the drivers and the users of public transportation about the implementation of shifted system. The methods that used for this research are descriptive analysis, income analysis and estimating the pollutant loads through the consumption of fuel. Based on the research, the implementation of shifted system is effective, but the sanctions of this system merely by verbal reprimands and warnings. Moreover, the drivers and the public transportation’s users assume the implementation of a shifted system has diminished the number of public transportation but it hasn’t reduced the traffic congestion in Bogor. The driver’s income per day of route 07, 03 and 02 were increased about IDR 13.181,7, IDR 10.802,7 and IDR 1.767,9 by implementing the shifted system. However the income per month of each driver were decreased by IDR 412.727,3, IDR 438.157,9 and IDR 320.982,1. While income per month of the owner in each route increased by IDR 37.333,3, IDR 121.985,2 and IDR 155.524,5. The reduction of emission load per month of route 07, 03 and 02 were about 8,78 tons, 26,48 tons and 38,25 tons. There were cost saving on fuel consumption of route 07, 03 and 02 about IDR 141.553.636,4, IDR 427.035.789,5 and IDR 616.862.008,9.


(7)

EFEKTIVITAS KINERJA SERTA DAMPAK DARI SISTEM

PERGILIRAN OPERASIONAL ANGKUTAN KOTA

TERHADAP PENDAPATAN DAN BEBAN EMISI

DI KOTA BOGOR

ADINNA ASTRIANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor

Nama : Adinna Astrianti

NIM : H44090117

Disetujui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul dari skripsi ini adalah Efektivitas Kinerja Serta Dampak dari Sistem Pergiliran Operasional Angkutan Kota terhadap Pendapatan dan Beban Emisi di Kota Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Mama dan papa tersayang, Ka Indah, Rizki, Ade, Ate Eni dan semua keluarga Permedi atas segala doa, kasih sayang, bimbingan, masukan dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku penguji utama dan Nuva, SP, M.Sc selaku dosen perwakilan Departemen ESL.

4. Seluruh staff bidang angkutan umum Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor (Bapak Teten, Bapak Aria, Bapak Asep dll) dan Bapak Ade dari DPC Organda Kota Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan informasi yang telah diberikan.

5. Teman-teman satu bimbingan Eyi, Chintia, Ichi, Cicit, Nobel dan Dinda. 6. Spesial untuk Reyna, Ai, Intan, Citra, Nando, Abhe, Dear, Gugat, Galuh,

Romil, Rizal dan Opiq yang sangat banyak membantu.

7. Teman-teman Charra, Tata, Sandra, Resty, Febi, Yuki, Anin, Abida, Gilang, Kukuh, Qyqy Yasmin, Hilman, Luthfi, Ka Iki, Ka Putri yang telah meluangkan waktunya untuk berdiskusi serta teman-teman ESL 46 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Teman-teman Arga, Risanti, Kikia, Intan dan Ayu yang telah memberi masukan, dorongan serta semangat.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.

Bogor, Juli 2013


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Tinjauan Teoritis ... 7

2.1.1 Angkutan Kota ... 7

2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan ... 8

2.1.3 Kelembagaan ... 9

2.1.4 Pendapatan ... 10

2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor ... 10

2.1.6 Estimasi Beban Emisi ... 11

2.1.7 Persepsi ... 12

2.2 Penelitian Terdahulu yang Terkait ... 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

IV. METODE PENELITIAN... 17

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 17

4.3 Metode Penentuan Sampel ... 17

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 18

4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift ... 20

4.4.2 Analisis Pendapatan ... 21

4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO ... 23

4.4.4 Analisis Persepsi ... 24

V. GAMBARAN UMUM ... 26

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 26

5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor ... 26

5.1.2 Kependudukan ... 26


(14)

5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor ... 29

5.2.2 Angkutan Kota yang Diteliti ... 31

5.3 Karakteristik Pengemudi Angkutan Kota ... 32

5.3.1 Usia ... 33

5.3.2 Pendidikan Terakhir ... 33

5.3.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 34

5.4 Karakteristik Pengusaha Angkutan Kota ... 34

5.4.1 Jenis Kelamin ... 35

5.4.2 Usia ... 35

5.4.3 Pendidikan Terakhir ... 36

5.5 Karakteristik Masyarakat Pengguna Angkutan Kota ... 36

5.5.1 Jenis Kelamin ... 36

5.5.2 Usia ... 37

5.5.3 Pendidikan Terakhir ... 38

5.5.4 Pekerjaan ... 38

5.5.5 Tingkat Pendapatan... 39

5.5.6 Tujuan Menggunakan Angkot ... 40

5.5.7 Frekuensi Penggunaan Angkot ... 40

5.5.8 Alternatif Kendaraan Lain yang Digunakan ... 41

VI. ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM SHIFT ANGKUTAN KOTA DI KOTA BOGOR ... 42

6.1 Pelaku Pelaksanaan Sistem Shift ... 42

6.2 Aturan Sistem Shift ... 45

6.2.1 Aturan Formal ... 45

6.2.2 Aturan Informal ... 46

6.2.3 Boundary Rules, Monitoring dan Sanksi ... 47

6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik ... 48

6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat Kepatuhan Sistem Shift ... 49

6.3.1 Tingkat Pengawasan ... 50

6.3.2 Sanksi ... 52

6.3.3 Tingkat Kepatuhan ... 54

VII. ESTIMASI PENDAPATAN PENGEMUDI DAN PENGUSAHA ANGKUTAN KOTA ... 57

7.1 Pendapatan Pengemudi Angkutan Kota ... 57


(15)

VIII. ESTIMASI PENGURANGAN BEBAN EMISI ANGKUTAN

KOTA SETELAH PENERAPAN SISTEM SHIFT ... 62

IX. ANALISIS PERSEPSI PENGEMUDI DAN MASYARAKAT PENGGUNA ANGKUTAN KOTA ... 65

9.1 Persepsi Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Informasi Sistem Shift ... 65

9.2 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 07 ... 66

9.3 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 03 ... 68

9.4 Persepsi Pengemudi dan Pengguna Angkot 02 ... 71

X. SIMPULAN DAN SARAN ... 73

10.1 Simpulan ... 73

10.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN... 78


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Faktor emisi kendaran berdasarkan jenis bahan bakar ... 11

2 Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data ... 19

3 Matriks analis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor ... 20

4 Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan system shift ... 21

5 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 22

6 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 23

7 Matriks estimasi emisi dari angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor ... 24

8 Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift ... 25

9 Jumlah dan persebaran penduduk kota bogor menurut kecamatan tahun 2010 ... 27

10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012 ... 28

11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012 ... 29

12 Jumlah kendaraan angkutan massal trans pakuan ... 29

13 Realisasi penerapan operasional angkutan kota di Kota Bogor... 30

14 Persepsi mengenai keharmonisan antar stakeholder ... 44

15 Persepsi mengenai sinergisme antar stakeholder... 44

16 Aturan eksternal dalam sistem shift ... 46

17 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan program shift ... 50

18 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat pengawasan sistem shift... 51

19 Sebaran persepsi informan terhadap sanksi sistem shift ... 52

20 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap sanksi sistem shift ... 53

21 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot ... 54

22 Sebaran persepsi pengemudi dan pengusaha angkot terhadap tingkat kepatuhan pengemudi angkot ... 55


(17)

23 Rata-rata pendapatan kotor dan pengeluaran pengemudi sebelum

dan setelah sistem shift ... 58

24 Rata-rata pendapatan bersih pengemudi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 59

25 Rata-rata setoran dan biaya perawatan angkot sebelum dan setelah sistem shift ... 60

26 Rata-rata pendapatan pengusaha sebelum dan setelah system shift .... 61

27 Jumlah angkot yang beroperasi sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 62

28 Rata-rata konsumsi BBM (liter per bulan) sebelum dan setelah penerapan sistem shift ... 63

29 Faktor emisi CO bahan bakar (g/liter) ... 63

30 Biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) sebelum penerapan sistem shift dan penghematan biaya konsumsi bahan bakar (per bulan) ... 64

31 Sebaran persepsi pengguna angkot terhadap pengetahuan informasi sistem shift ... 66

32 Persepsi pengemudi angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ... 67

33 Persepsi masyarakat pengguna angkot 07 terhadap penerapan sistem shift ... 68

34 Persepsi pengemudi angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ... 69

35 Persepsi masyarakat pengguna angkot 03 terhadap penerapan sistem shift ... 70

36 Persepsi pengemudi angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ... 71

37 Persepsi masyarakat pengguna angkot 02 terhadap penerapan sistem shift ... 72

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010 ... 1

2 Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 ... 2

3 Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor Kota Bogor tahun 2010-2013 ... 2

4 Diagram alur kerangka pemikiran operasional ... 16

5 Karakteristik pengemudi berdasarkan usia ... 33


(18)

7 Karakteristik pengemudi berdasarkan jumlah tanggungan keluarga .... 34

8 Karakteristik pengusaha berdasarkan jenis kelamin ... 35

9 Karakteristik pengusaha berdasarkan usia ... 35

10 Karakteristik pengusaha berdasarkan pendidikan terakhir ... 36

11 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 37

12 Karakteristik responden berdasarkan usia ... 37

13 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir ... 38

14 Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 39

15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan ... 39

16 Karakteristik responden berdasarkan tujuan menggunakan angkot ... 40

17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pengguna angkot dalam satu minggu ... 41

18 Karakteristik responden berdasarkan alternatif kendaraan lain yang digunakan... 41

19 Struktur hubungan pelaku pelaksana sistem shift ... 42

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Peta Kota Bogor ... 79

2 Kuisioner Penelitian Responden ... 80

3 Kriteria Persepsi Pengemudi dan Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Penerapan Sistem Shift ... 95

4 Kriteria Persepsi Responden terhadap Efektivitas Sistem Shift ... 96


(19)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Pada tahun 2000 hingga 2010, penduduk Indonesia meningkat sebanyak 31.376.731 jiwa dari 206.264.595 menjadi 237.641.326 jiwa (BPS 2012). Pertambahan penduduk itu dipengaruhi oleh perkawinan, kelahiran, migrasi, dan mobilitas. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia khususnya di Pulau Jawa telah menyebabkan peningkatan konsentrasi penduduk di perkotaan. Hal ini dapat menyebabkan kota semakin padat (Mawardi 2006). Secara lebih jelas peningkatan jumlah penduduk Indonesia tahun 1997 hingga 2010 disajikan pada Gambar 1.

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012

Gambar 1 Jumlah penduduk Indonesia tahun 1997-2010

Kota Bogor merupakan kota yang mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Menurut data BPS Kota Bogor, pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Bogor diperkirakan mencapai 998.565 jiwa. Setiap tahun rata-rata peningkatan penduduk sebesar 1,7 persen, peningkatan dari tahun 2010 sampai 2011 sebesar 3,8 persen dan peningkatan dari tahun 2011 sampai 2012 sebesar 1,2 persen. Secara lebih jelas jumlah proyeksi penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012 disajikan pada Gambar 2.

0 50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000

1971 1980 1990 1995 2000 2010

Penduduk

(

ji

w

a)


(20)

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2012

Gambar 2 Jumlah penduduk Kota Bogor tahun 2010-2012

Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bogor berkaitan erat dengan masalah transportasi. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan mobilisasi penduduk sehingga permintaan jasa transportasi ikut meningkat. Transportasi merupakan sarana pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Adanya transportasi dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya, terutama dalam hal mobilisasi sehingga dapat mengefisiensikan waktu.

Jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor semakin meningkat sejak tahun 2010. Rata-rata peningkatan kendaraan bermotor di Kota Bogor dari tahun 2010 sampai 2013 sebesar 9,78 persen untuk semua jenis kendaraan. Hal ini menjadi suatu indikasi bahwa masyarakat semakin membutuhkan sarana transportasi sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berikut grafik pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Kota Bogor berdasarkan jenis dari tahun 2010 sampai dengan 2013 disajikan pada Gambar 3.

Sumber: Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2013

Gambar 3 Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor Kota Bogor dari tahun 2010-2013.

920.000 940.000 960.000 980.000 1.000.000 1.020.000

2010 2011 2012

P

endu

du

k

(Juta)

Tahun

0 100.000 200.000 300.000 400.000

2010 2011 2012 2013

Mobil penumpang

Mobil barang

Bus

Motor

Kendaraan Khusus


(21)

Angkutan umum memainkan peran penting dalam pemenuhan permintaan kebutuhan pelayanan jasa transportasi untuk masyarakat di Kota Bogor yang tidak memiliki kendaraan pribadi atau pergerakannya biasa menggunakan kendaraan umum. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum disebutkan bahwa terdapat dua jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum yaitu angkutan dalam trayek dan angkutan tidak dalam trayek. Salah satu jenis angkutan dalam trayek adalah Angkutan Kota atau angkot. Angkot merupakan jasa transportasi yang dominan di Kota Bogor. Menurut data dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor, jumlah angkot di Kota Bogor sebanyak 3.412 unit kendaraan yang melayani 23 trayek. Dalam pemenuhan kebutuhan kendaraan pada masing-masing trayek, pemerintah memberikan izin kepada perorangan untuk mengelola dan menyediakan pelayanan. Setiap orang yang mampu secara finansial dapat memiliki usaha jasa angkot tersebut.

Saat ini penyedian angkot tidak terkendali. Banyaknya jumlah angkot yang beroperasi setiap harinya telah melebihi jumlah kebutuhan pengguna angkot. Angkot yang idealnya dapat terisi 70% penumpang tetapi hanya terisi di bawah 70% yaitu 40,28% (DLLAJ Kota Bogor 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Chaeriwati pada tahun 2004 mengenai permintaan jumlah angkot di Kota Bogor, baik pada jam sibuk maupun jam sepi, semua trayek angkot mengalami kelebihan penawaran (excess supply). Total kelebihan angkot pada jam sibuk sebanyak 261 unit dan pada jam sepi sebanyak 449 unit. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan supply dan demand angkot di Kota Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Ketidakseimbangan supply dan demand angkot menimbulkan inefisiensi penggunaan angkot. Pengemudi angkot harus bersaing untuk mencari penumpang karena penumpang yang ada hanya sedikit. Secara langsung hal ini dapat menurunkan pendapatan pengemudi angkot dan pengusaha angkot.


(22)

Pengemudi angkot dalam bersaing mencari penumpang sering kali sengaja memeperlambat kendaraan dan menjaga jarak sejauh mungkin dari angkot pesaing di depannya. Hal ini dapat menghambat jalannya kendaraan yang lain sehingga kemacetan dan kepadatan terjadi pada titik tertentu. Kemacetan dan kepadatan dapat membuat keterlambatan orang yang berpergian. Distribusi barang dan jasa pun menjadi terhambat.

Kemacetan dan kepadatan menyebabkan penggunaan bahan bakar menjadi lebih boros. Hal ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan seperti peningkatan polusi udara. Polusi udara merupakan permasalahan yang rumit, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik fisik dan sumber emisi zat pencemar. Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar terbesar yang menghasilkan gas buangan/emisi. Emisi tersebut merupakan hasil sampingan pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan. Terlalu banyaknya jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan maka akan semakin banyak gas buangan/emisi yang dihasilkan.

Upaya untuk menghadapi masalah di atas dibutuhkan adanya sistem transportasi yang efektif dan efisien. Transportasi yang efektif artinya kapasitas mencukupi, terpadu, tertib dan teratur, lancar, cepat dan tepat, selamat, aman, nyaman serta biaya terjangkau. Sedangkan transportasi yang efisien artinya beban publik rendah dan kepuasan masyarakat yang tinggi (Butar Butar 2008). Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor melakukan langkah-langkah untuk mengantisipasi agar kemacetan dan kepadatan tidak semakin memburuk dan penggunaan angkot efisien, salah satunya dengan penataan angkot. Penataan angkot ini dilakukan dengan penerapan sistem shift pada operasional angkot. Sistem shift adalah pembatasan jumlah angkot yang beroperasi pada setiap trayek per hari. Sistem shift ini dibagi menjadi dua sistem yaitu (1) shift A, B, dan C di mana angkot beroperasi 2 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot beroperasi selama 20 hari. (2) shift A dan B di mana angkot berjalan 1 hari dan libur 1 hari, dalam sebulan angkot beroperasi selama 15 hari.

Pada tahun 2009 sistem shift ini diterapkan pada empat trayek angkot, meliputi trayek 06-AK, trayek 07-AK, trayek 11-AK, dan trayek 13-AK. Pada tahun 2010 terdapat penambahan penerapan sistem shift yaitu pada trayek 01-AK,


(23)

trayek 02-AK, trayek 03-AK, trayek 05-AK, trayek 10-AK, dan trayek 14-AK. Tahun 2011 juga diterapkan pada lima trayek yaitu trayek 08A-AK, trayek 05A-AK, trayek 04-05A-AK, trayek 04A-AP, dan trayek 03-AP. Pada tahun 2012 sistem

shift juga diterapkan pada trayek 07-AK.

Manfaat yang diharapkan dari penerapan sistem shift ini yaitu: (1) Bagi pengemudi, dapat meningkatkan penghasilan, efisiensi biaya operasional (BBM), ada waktu istirahat yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan lainnya. (2) Bagi pemilik angkot, ketercapaian setoran, efisiensi biaya pemeliharaan atau perawatan (sparepart, olie dan ban) karena mobil tidak beroperasi setiap hari, serta ada waktu istirahat untuk perbaikan/pemeliharaan kendaraan. (3) Bagi masyarakat umum, peningkatan waktu tempuh perjalanan dan mengurangi pencemaran udara akibat emisi gas buangan (DLLAJ Kota Bogor 2012).

Untuk mengetahui apakah sistem shift ini berjalan efektif atau tidak dan bagaimana mekanisme dari sistem ini, maka dari itu penelitian ini dilakukan. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah manfaat yang sudah disebutkan sebelumnya dapat tercapai dengan adanya penerapan sistem shift ini.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa pertanyaan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor?

2. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan kota?

3. Bagaimana dampak setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor terhadap pengurangan beban emisi angkutan kota?

4. Bagaimana persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota terhadap penerapan sistem shift?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.

2. Mengestimasi besarnya pendapatan pengemudi dan pengusaha angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.


(24)

3. Mengestimasi besarnya pengurangan beban emisi angkutan kota setelah ada penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.

4. Menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkutan kota terhadap penerapan sistem shift.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini mengambil sample nomor trayek yang terkena penerapan sistem shift A B C. Nomor trayek yang diambil adalah 02, 03 dan 07. Pemilihan nomor trayek 02 karena trayek ini memiliki jumlah kendaraan sebanyak 563, memiliki jarak pulang-pergi sekitar 28,8 km, dan melayani lokasi yang strategis. Pemilihan nomer trayek 03 karena trayek ini memiliki jumlah kendaraan sebanyak 382, memiliki jarak pulang pergi sekitar 22,6 km, dan melayani lokasi yang strategis. Pemilihan nomor trayek 07 karena trayek ini melewati lintasan yang berbeda dari lintasan trayek 02 dan 03, melewati lokasi yang strategis dan sistem shift ini baru ditetapkan pada November 2012.

2. Penelitian hanya dilakukan terhadap dinas terkait, supir angkot dengan nomor trayek 02, 03 dan 07, pengusaha angkot dengan nomor trayek 02, 03 dan 07, dan masyarakat pengguna angkot nomor trayek 02, 03 dan 07 serta karakteristiknya tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

3. Dalam penelitian ini, pendapatan pengemudi dan pengusaha sama dengan pendapatan bersih dari hasil usaha angkot, tidak menghitung pendpatan dari pekerjaan lainnya.

4. Beban pencemar yang diestimasi adalah beban pencemar dari polutan CO angkot dan hanya pada nomor trayek 02, 03 dan 07.


(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari satu tempat ke tempat lain. Transportasi wilayah merupakan sistem pergerakan manusia dan barang antara satu zona asal dan zona tujuan di suatu wilayah. Sistem pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai sarana atau moda yang menggunakan berbagai sumber tenaga, dan dilakukan untuk suatu keperluan tertentu. Pada suatu kegiatan transportasi dibutuhkan alat pendukung yang memiliki karakteristik aman, cepat, lancar, nyaman, ekonomis dan terjamin keberadaannya (Miro 2005 dan Setijowarno dan Frazila 2003).

Objek yang diangkut seiring berjalannya waktu akan bertambah. Hal ini karena adanya pertambahan penduduk, urbanisasi, produksi barang-barang ekonomi, peningkatan pendapatan dan kesajahteraan, adanya perkembangan pusat-pusat kegiatan dan pertambahan keinginan untuk melakukan perjalanan. Adanya pertambahan tersebut dengan sendirinya akan menuntut pertambahan alat pendukungnya yaitu sarana transportasi. Pertambahan tersebut harus diantisipasi agar di masa mendatang tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan yaitu terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan transportasi dengan ketersediaan alat pendukung proses perpindah. Hal tersebut dapat menimbulkan persoaalan, yaitu :

1. Kemacetan, tundaan, kecelakaan, dan kesemrawutan lalu lintas 2. Sulitnya suatu kawasan perkembangan

3. Tingginya biaya ekonomi yang terjadi. 2.1.1 Angkutan Kota

Angkutan kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan menggunakan bus atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur. Angkutan kota ini dapat berupa angkutan massal yang dapat mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dalam satu kali


(26)

perjalanan. Sistem jaringan rute angkutan di perkotaan biasanya terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Jaringan rute yang terbentuk dimulai oleh pihak-pihak pengelola secara sendiri-sendiri.

2. Jaringan rute yang terbentuk secara menyeluruh, yang dilakukan oleh pengelola angkutan massal secara simultan dan bersama-sama.

Pada sistem jaringan rute, jarak antara rute merupakan aspek yang cukup penting untuk diperhatikan karena jarak antar rute berpengaruh langsung terhadap penumpang dan operator. Selain itu terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam masalah ini yaitu lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi pelayanan, jarak tempuh penumpang ke lintasan rute dan waktu tunggu rata-rata di perhentian (Setijowarno dan Frazila 2003).

2.1.2 Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan

Tujuan transportasi adalah memberikan kemudahan dalam pergerakan masyarakat, seperti mudahnya mencapai lokasi tujuan. Beberapa aspek kemudahan dapat dilihat berdasarkan kemudahan dalam mendapatkan faktor-faktor produksi, mudahnya informasi menyebar, kemudahan pergerakan (mobilitas) penduduk, dan lain-lain.

Sektor transportasi merupakan bagian penting dari ekonomi yang sangat mempengaruhi proses produksi, distribusi produk, dan pertukaran kelebihan. Pada proses produksi, transportasi berperan penting dalam menyatukan semua faktor produksi (sumber daya) yang tersebar diberbagai tempat yang berbeda. Transportasi berfungsi mempermudah dan mempercepat tersedianya sumberdaya atau faktor produksi itu di tempat tersebut. Pada proses distribusi, transportasi berfungsi mendistribusikan barang atau jasa ke suatu tempat yang membutuhkannya dan menjamin sampai ketempat tujuan. Sedangkan pada proses pertukaran keahlian, transportasi berperan mengangkut tenaga-tenaga ahli ke suatu daerah yang tidak memiliki tenaga ahli. Secara keseluruhan, transportasi mempengaruhi harga barang dan jasa yang siap dikonsumsi di pasar. Jika sistem transportasi tidak efisien, maka akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi dan harga barang atau jasa menjadi mahal (Miro 2012).


(27)

Transportasi dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan sistem dan teknologi transportasi, faktor lingkungan juga harus diperhatikan terutama masalah dampak yang diakibatkannya. Pergerakan transportasi yang terjadi di perkotaan berdampak negatif terhadap pengotoran udara. Selain itu pemakaian ruang terbuka yang tidak terkendali tanpa adanya manajemen transportasi yang baik akan berdampak luas terhadap lingkungan. Termasuk pemakaian energi yang berlebihan dapat mempercepat menghabiskan cadangan energi yang tersedia (Setijowarno dan Frazila 2003).

Dampak-dampak akibat aktivitas transportasi terhadap lingkungan diantaranya adalah pencemaran udara, kebisingan, getaran, dan pengotoran air. Dampak yang timbul bisa akibat keberadaan dari prasarana transportasi yang secara fisik mempengaruhi lingkungan sekitarnya atau akibat pengoprasian fasilitas tersebut. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat pengoperasian transportasi ini, umumnya menjadi isu-isu yang berkepanjangan karena terus berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas manusia (Morolok 1978). 2.1.3 Kelembagaan

Kelembagaan terdiri dari norma dan konvensi (norms and conventions) serta aturan main (rules of the game). Kelembagaan dapat ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, dan kelembagaan juga dapat secara informal seperti pada aturan adat dan norma yang dianut masyarakat (Arifin 2005).

Kelembagaan dapat didefinisikan sebagai aturan-aturan sosial, kesepakatan dan elemen lain dari struktur kerangka kerja interaksi sosial (Bardhan, 1989 dalam Yustika, 2006). Kelembagaan juga merupakan suatu aturan main pada suatu kelompok sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa aturan formal atau dalam bentuk kode etik informal yang disepakati bersama. Aturan yang telah disepakati bersama tersebut merupakan infrastruktur dalam kelembagaan. Menurut North (1994) dalam Yustika (2006), aturan kelembagaan tersebut dibagi menjadi:

1. Aturan formal (formal institutions) yaitu konstitusi, statuta, hukum dan seluruh regulasi pemerintah lainnya. Aturan formal membentuk sistem politik (struktur pemerintah dan hak-hak individu), sistem ekonomi (hak


(28)

kepemilikan dalam kondisi kelangkaan sumberdaya dan kontrak, dan sistem keamanan (peradilan dan politik).

2. Aturan informal (informal institutions) yaitu pengalaman, nilai-nilai tradisional, agama dan seluruh faktor yang mempengaruhi bentuk persepsi subjektif, agama dan seluruh faktor mempengaruhi bentuk persepsi subjektif individu tentang di mana mereka tinggal.

3. Mekanisme penegakan (enforcement mechanism) pada setiap kelembagaan harus terdapat penegakan tanpa adanya mekanisme penegakan kelembagaan tersebut tidak akan efektif.

2.1.4 Pendapatan

Keuntungan atau pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran. Menurut Soekartawi (1995) perhitungan keuntungan atau pendapatan pelaku usaha digunakan rumus sebagai berikut:

I=TR-TC Keterangan:

I = Pendapatan (Rp) TR= Total Penerimaan (Rp) TC= Total Pengeluaran (Rp)

Di mana ketika total penerimaan lebih besar dari total pengeluaran maka usaha menguntungkan. Sebaliknya jika total penerimaan lebih kecil dari total pengeluaran maka usaha dapat dikatakan rugi. Namun, jika total penerimaan dan total pengeluaran seimbang usaha dikatakan impas yaitu tidak untung dan tidak rugi.

2.1.5 Emisi Gas Buangan Kendaraan Bermotor

Emisi adalah zat atau bahan pencemar yang dikeluarkan langsung dari kendaraan bermotor melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan bermotor sebagai sisa pembakaran bahan bakar dalam mesin. Terdapat lima unsur dalam gas buangan kendaraan bermotor yaitu senyawa CO, HC, CO2, O2 dan senyawa NOX (Suryani 2010).

CO atau Karbon monoksida adalah salah satu unsur gas buangan yang banyak dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. CO adalah gas berbau yang tidak


(29)

berwarna, lebih ringan dari udara, terbentuk sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna. Gas ini merupakan polutan udara yang paling lazim dijumpai. Gas ini sangat bercun bagi manusia dan hewan. CO dapat menyebabkan supply O2 ke seluruh tubuh menurun sehingga kontraksi jantung dapat melemah dan volume darah yang didistribusikan menurun (Kojima et al. 2000).

2.1.6 Estimasi Beban Emisi

Pengukuran kualitas dan beban emisi secara langsung dalam suatu kegiatan tidak mungkin dilakukan untuk setiap sumber pencemar, apalagi pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang jumlahnya tidak sedikit. Pengukuran perkiraan besarnya beban pencemar dapat dirumuskan dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan panjang perjalanan kendaraan bermotor dan pendekatan penggunaan bahan bakar (KLH 2007). Menurut Chandrasiri (1999) perhitungan emisi kendaraan bermotor dapat dirumuskan sebagai berikut:

Emisi = (FEabc x aktivitas abc) Dimana :

FE = faktor emisi

Aktivitas = jumlah konsumsi bahan bakar atau panjang perjalanan kendaraan

a = tipe bahan bakar (bensin, solar, dll) b = tipe kendaraan (mobil, truk, dll)

c = kontrol emisi

Faktor emisi adalah massa dari suatu polutan yang dihasilkan oleh setiap unit proses. Beban massa ini dapat berupa per satuan massa bahan bakar yang dikonsumsi atau per unit produksi (Porteous 1996 dalam Kusuma 2010). Faktor emisi masing-masing gas buang kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Faktor emisi kendaraan berdasarkan jenis bahan bakar

Bahan Bakar CO NOX HC TSP SO2 CO2

Bensin (kg/ton) 377 10,3 14,5 2 0,54 3150

Solar (kg/ton) 43,5 11 26 2,4 19 3150


(30)

2.1.7 Persepsi

Sombowidjojo (1999) dalam Kurniawan (2013) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, penciuman, pendengaran, serta pengalaman masa lalu. Persepsi seseorang terhadap objek yang sama dapat bervariasi karena pengamatan mereka dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dapat dikatakan juga memberi makna. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat 2003).

2.2 Penelitan Terdahulu yang Terkait

Agustina (2009) menganalisis persepsi dan preferensi pengunjung serta dampak ekonomi kegiatan wisata Gunung Salak Endah dengan menggunakan skala likert. Skala yang harus dipilih oleh pengunjung antara lain 1 untuk nilai sangat buruk, 2 untuk nilai buruk, 3 untuk nilai sedang, 4 untuk nilai baik, dan 5 untuk nilai sangat baik. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan diinterpretasikan. Metode pengukuran persepsi menggunakan skala likert dengan lima skala tersebut dapat digunakan untuk mengukur persepsi informan mengenai efektivitas sistem shift, persepsi pengemudi angkot dan persepsi masyarakata pengguna angkot terhadap sistem shift yang sudah diterapkan di Kota Bogor. Ratmoko (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kinerja Kelembagaan Pangan Lokal terhadap Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Kasepuhan Sinar Resmi Kabupaten Sukabumi untuk menganalisis efektifitas kinerja kelembagaan dengan memperhatikan tiga hal yaitu, keefektifan kelembagaan dalam mencapai tujuan, efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan. Dalam mencapai outcome

dibutuhkan suatu kejelasan dan keefektifan. Indikator yang diperhatikan dalam kejelasan adalah kejelasan dan kelengkapan aturan serta tingkat pengetahuan masyarakat. Sedangkan indikator yang diperhatikan dalam keefektifan adalah perubahan perilaku, perubahan produktivitas, tingkat kegunaan dan tingkat


(31)

keberhasilan. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat efektivitas pada sistem

shift.

Dinah (1992) dalam tesisnya yang berjudul Profil Pendapatan dan Hubungan Kerja Usaha Transportasi Opelet di Kotamadya Palembang Suatu Studi Eksploratif mengestimasi pendapatan bersih supir opelet dengan mengurangi pendapatan kotor dengan jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Cara perhitungan pendapatan ini dapat dijadikan rujukan untuk menghitung rata-rata penghasilan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah ada sistem shift.

Rahmawati (2009) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pemcemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Berdasarkan Estimasi Beban Emisi (Studi Kasus: DKI Jakarta) untuk perhitungan estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan nilai panjang perjalanan kendaraan (vehicle kilometers traveled-VKT). Dibutuhkan data masa per unit aktivitas (faktor emisi), jumlah kendaraan dan panjang perjalanan kendaraan (km/waktu). Berdasarkan parameter pencemaran yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar 72,7 persen, NOx sebesar 24,6 persen dan PM10 sebesar 2,7 persen. Suryani (2010) mengestimasi beban emisi CO kendaraan bermotor dengan menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar. Dalam kedua penelitian tersebut estimasi beban emisi dilakukan pada seluruh jenis kendaraan, sedangkan pada penelitian ini hanya menghitung beban emisi CO pada kendaraan angkutan kota yang menjadi sampel dan menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar.


(32)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut BPS Kota Bogor 2011, rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Bogor sebesar 1,7 persen per tahun. Penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 yang masing-masing mencapai 950.334 jiwa, 986.772 jiwa dan 998.565 jiwa. Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut diikuti terjadinya peningkatan mobilisasi penduduk. Adanya peningkatan mobilisasi penduduk menyebabkan permintaan kebutuhan jasa transportasi meningkat.

Jasa transportasi yang paling dominan tersedia di Kota Bogor adalah Angkutan Kota atau angkot. Penyediaan angkot di Kota Bogor dikelola oleh perorangan yang berarti oleh swasta bukan pemerintah. Jumlah pengusaha angkot yang tidak dibatasi dan dikontrol oleh pemerintah menyebabkan jumlah angkot tidak terkendali. Banyak angkot yang beroperasi per hari (supply) tidak sebanding dengan penggunanya (demand). Hal ini berimplikasi pada ketidakseimbangan

supply dan demand angkot di Kota Bogor. Sehingga penggunaan angkot tidak efisien, dimana penumpang tidak sesuai dengan jumlah angkot yang tersedia pada waktu-waktu terentu. Jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan jumlah angkot dapat menyebabkan para pengemudi angkutan kota saling bersaing untuk mencari penumpang. Secara langsung inefisiensi penggunaan angkot akan menyebabkan penurunan pendapatan pengemudi angkot. Selain itu banyaknya jumlah angkot yang beroperasi di jalan dapat memicu terjadinya peningkatan volume lalu lintas (kepadatan dan kemacetan) di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya ketidaktertiban pengemudi angkot dalam menaikan dan menurunkan penumpang. Kemacetan dan kepadatan lalu lintas juga dapat menyebabkan pemborosan penggunaan BBM serta peningkatan emisi.

Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah di atas, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor melakukan penataan angkutan umum melalui sistem shift atau pergiliran operasional pada angkutan kota. Penerapan program

shift pada angkutan kota ini merupakan penanganan masalah transportasi jangka pendek (2010-2014). Sistem shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan

shift A-B. Pada Shift A-B-C, dalam satu bulan angkot beroprasi selama 20 hari. Angkot beroprasi dua hari dan satu hari libur. Sedangkan pada shift A-B, dalam


(33)

satu bulan angkot beroprasi selama 15 hari. Angkot beroperasi satu hari dan satu hari libur. Penerapan shift ini akan memberikan dampak terhadap penguraian kemacetan lalu lintas, pengurangan gas buangan atau emisi, dan peningkatan pendapatan pengemudi serta pengusaha angkot.

Pada penelitian ini tahap pertama yang dilakukan adalah menganalisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor dengan melihat struktur pengurus dan aturan, tingkat pengawasan, sanksi dan tingkat kepatuhan pengemudi. Proses analisis dilakukan melalui proses wawancara dengan informan yang terkait. Kedua melihat dampak penerapan sistem shift terhadap penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot dan mengestimasi pengurangan emisi.

Estimasi pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot dihitung dengan menggunakan analisis perubahan pendapatan. Perhitungan ini akan membandingkan rata-rata penghasilan pengemudi serta pengusaha angkutan kota sebelum dan setelah diterapkannya sistem shift dan setelah itu diselisihkan antara pendapatan setelah dan sebelum penerapan sistem shift.

Estimasi pengurangan beban emisi dihitung menggunakan metode kuantitatif dengan perhitungan beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar. Dimana faktor emisi dikali dengan rata-rata penghematan konsumsi bahan bakar dalam satu bulan dan jumlah kendaraan angkot yang tidak beroperasi. Tahap ketiga adalah menganalisis persepsi pengemudi angkot dan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Analisis persepsi pengemudi angkot dan masyarakat dilakukan dengan mewawancarai responden menggunakan skala likert.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai persepsi efektivitas, dampak dari penerepan sistem shift di Kota Bogor terhadap perubahan penghasilan pengemudi dan pengusaha angkot setelah adanya sistem

shift, dampak terhadap gas buangan atau emisi yang dihasilkan, serta persepsi pengemudi angkot dengan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian dibuatlah alur berfikir yang dapat dilihatpada Gambar 4.


(34)

Gambar 4 Diagram alur kerangka pemikiran operasional Peningkatan Jumlah Penduduk Kota Bogor

Peningkatan Permintaan Kebutuhan Jasa Transportasi

Penyediaan Jasa Angkutan Kota oleh Swasta

Adanya Indikasi Ketidakseimbangan Supply dan Demand Angkutan Kota

Sistem Pergiliran (shift) Operasional Angkot di Kota Bogor

Estimasi pendapatan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkutan

kota sebelum dan setelah sistem shift

Estimasi besarnya pengurangan

beban emisi angkot

Analisis Deskriptif

Analisis Pendapatan

Estimasi Beban Emisi Pendekatan Penggunaan

Bahan Bakar

Implikasi Kebijakan Penataan Angkutan Kota dengan Sistem Pergiliran di Kota Bogor Inefisiensi

Penggunaan Angkot

Penurunan Pendapatan Pengemudi Angkot

Peningkatan Emisi Volume Lalu

Lintas Padat (Kemacetan)

Persepsi pengemudi angkutan kota serta masyarakat terhadap

penerapan sisitem shift Efektivitas

sistem shift

Analisis Deskriptif


(35)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan: (1) Kota Bogor merupakan salah satu kota yang memiliki banyak angkot, (2) Kota Bogor menerapkan shift angkot dalam penataan angkot, (3) Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengalami kemacetan lalu lintas dari waktu ke waktu. Pengambilan data primer melalui kuisioner dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga Mei 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuisioner kepada pengemudi dan pengusaha angkot, masyarakat pengguna angkot, staff Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, wakil sekretaris Organda dan Ketua Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU) Trayek 07, 03 dan 02. Sementara data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan objek penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), DLLAJ Kota Bogor, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), perpustakaan, jurnal, internet serta berbagai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini.

4.3 Metode Penentuan Sampel

Sampel yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini meliputi key person dan responden. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkungannya. Key person yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui secara mendalam terkait dengan sistem shift dengan menggunakan teknik

purposive sampling. Pada penelitian ini key person yang dijadikan narasumber adalah sebanyak 7 orang.

Responden terdiri dari pengemudi angkot, pengusaha angkot dan masyarakat pengguna angkot. Pemilihan sampel nomor trayek menggunakan teknik purposive sampling. Nomor trayek yang dipilih adalah trayek 02


(36)

(Bubulak-Sukasari), trayek 03 (Baranangsiang-Bubulak), dan trayek 07 (Ciparigi-Terminal Merdeka). Berdasarkan data yang diperoleh dari DLLAJ Kota Bogor jumlah angkutan kota pada trayek 02 adalah sebesar 563 unit, 03 adalah sebesar 382 unit, dan pada trayek 07 adalah sebesar 219 unit. Sedangkan jumlah pengusaha angkutan kota, nomer trayek 02 adalah sebesar 300 pengusaha, nomer trayek 03 adalah sebesar 220 pengusaha, dan nomer trayek 07 adalah sebesar 150 pengusaha.

Teknik pemilihan responden pengemudi dan pengusaha angkot menggunakan teknik accidental sampling di mana penentuan sampel berdasarkan kebetulan. Diasumsikan satu mobil angkot dikendarai oleh satu pengemudi. Menurut metode Gay, jumlah sampel yang dinilai cukup mewakili keseluruhan populasi yaitu minimal 10% dari total populasi sehingga responden penelitian ini diambil sebanyak 86 orang untuk nomer trayek angkutan 02, pengemudi angkot sebanyak 56 orang dan pengusaha angkot sebanyak 30 orang. Pada nomer trayek 03 diambil sebanyak 60 orang, pengemudi angkot sebanyak 38 orang dan pengusaha angkot sebanyak 22 orang. Pada nomer trayek 07 diambil sebanyak 37 orang, pengemudi angkot sebanyak 22 orang dan pengusaha angkot sebanyak 15 orang.

Responden lainnya berasal dari masyarakat pengguna angkot. Metode pengambilan sampel terhadap masyarakat pengguna angkot menggunakan metode

non-probability sampling karena daftar populasi dari masyarakat pengguna angkutan kota sulit untuk diketahui dan tidak dapat diperkirakan secara pasti. Sama halnya dengan teknik pengambilan sampel pada pengemudi dan pengusaha angkot, teknik pengambilan pada responden masyarakat juga dilakukan secara kebetulan (accidental sampling). Apabila masyarakat pengguna angkot bersedia untuk di wawancarai maka orang tersebut akan menjadi responden. Jumlah responden untuk masyarakat pengguna angkot masing-masing trayek adalah 30 responden.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisis efektivitas sistem shift dan menganalisis persepsi informan terhadap efektivitas penerapan


(37)

sistem shift dan menganalisis persepsi pengemudi serta masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan sistem shift angkot. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengestimasi rata-rata pendapatan dan pengurangan beban emisi. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007. Matriks metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian tersedia pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2 Matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, metode, dan jenis data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode

Analisis Data Jenis Data

1. Menganalisis

efektivitas sistem

shift angkutan kota di Kota Bogor.

Data Primer (Wawancara informan, pengemudi dan pengusaha dengan menggunakan kuisioner) Analisis Deskriptif Informasi mengenai pihak yang terlibat, peraturan, kepatuhan, sanksi, dan

pengawasan.

2. Mengestimasi

pendapatan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkutan kota setelah adanya

sistem shift angkutan

kota di Kota Bogor.

Data Primer (Wawancara pengemudi dan pengusaha angkot dengan menggunakan kuisioner) Analisis Perubahan Pendapatan Perbandingan antara pendapatan pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah

adanya sistem shift.

3. Mengestimasi

besarnya

pengurangan beban emisi setelah adanya

sistem shift angkutan

kota di Kota Bogor.

Data Primer (Wawancara pengemudi angkot dengan menggunakan kuisioner) Data sekunder (faktor emisi kendaraan (g/l atau g/km). Estimasi BebanEmisi dengan Pendekatan Penggunaan Bahan Bakar Pengurangan beban emisi CO setelah penerapan sistem

shift.

4. Menganalisis

persepsi pengemudi angkutan kota dan masyarakat terhadap

sistem shift.

Data Primer (Wawancara pengemudi angkot dan masyarakat dengan menggunakan kuisioner). Analisi Deskriptif Persepsi pengemudi angkot dan masyarakat terhadap

dampak sistem shift


(38)

4.4.1 Analisis Efektivitas Sistem Shift

Pada penelitian ini untuk mengetahui efektivitas sistem shift menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang akan diselidiki (Nazir 1999).

Analisis efektivitas dilihat dari kemampuan sistem shift dalam mengelola dan menata angkot secara efektif serta berjalan atau tidak sistem ini. Efektivitas sistem shift dapat dilihat dari beberapa tolok ukur, yaitu kejelasan kelembagaan, di mana terdiri dari pihak yang terlibat dan memiliki peran serta fungsi yang jelas, peraturan dan penetapan sanksi, serta monitoring selama sistem shift berjalan. Efektivitas juga diukur dari persepsi informan, pengemudi dan pengusaha terhadap berjalannya sistem shift angkutan kota dengan melihat kepatuhan pengemudi terhadap sistem shift, sanksi yang ditetapkan, dan tingkat pengawasan terhadap sistem shift. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.

Tabel 3 Matriks analisis efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor Tujuan Indikator/Parameter Mengumpulkan Data Jenis Data dan Cara Menganalisis

efektivitas sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.

a.Efektivitas Sistem Shift 1. Pihak yang terlibat 2. Peraturan dan sanksi 3. Pengawasan

4. Sanksi

5. Tingkat Kepatuhan

Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada informan)

Sumber: Penulis, 2013

Selain itu dilihat juga hubungan antara pihak pelaksana, hubungan ini dianalisis dari hasil kuisioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme antar stakeholder yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel 4 berikut ini menyajikan matriks hubungan antar aktor atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan sistem shift.


(39)

Tabel 4 Matriks hubungan antar stakeholder dalam pelaksanaan sistem shift

Indikator Parameter

Interaksi antar aktor atau stakeholder

Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor atau stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan program shift kategorinya adalah:

1. keharmonisan antar stakeholder

 Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik  Sedang, jika masih terdapat konflik

 Rendah, jika sering tidak terjadi konflik 2. Sinergisme antar stakeholder

 Tinggi, jika interaksi antar stakeholder saling mendukung dan bekerjasama.

 Sedang, jika interaksi antar aktor kurang saling mendukung dan bekerja sama

 Rendah, jika interaksi antar stakeholder tidak saling mendukung dan bekerjasama.

Sumber: Penulis, 2013

4.4.2 Analisis Perubahan Pendapatan

Perubahan pendapatan pengemudi angkot didapat dari pengurangan antara pendapatan bersih sebelum sistem shift dan pendapatan bersih setelah adanya penerapan sistem shift. Pendapatan bersih pengemudi adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Pendapatan kotor merupakan jumlah uang yang diterima dalam mengoperasikan angkot per hari kerja. Jumlah setoran harian merupakan besarnya jumlah setoran per hari kerja kepada pemilik angkot. Sedangkan pengeluaran lainnya mencakup biaya pemakaian BBM, iuran KKSU, retribusi, upah calo angkot, dan lainnya. Dalam perhitungan ini rumus dari perubahan pendapatan adalah adalah:

∆I = IA - IB I A/B = TR – TC

= TR – (K + S + i + R + L) Dimana :

IA = Pendapatan bersih sebelum sistem shift (Rp) IB = Pendapatan bersih setelah sistem shift (Rp) TR = Total Pendapatan Kotor (Rp)

TC = Total Biaya (Rp) K = Biaya Konsumsi BBM S = Setoran


(40)

R = retribusi

L = Biaya Lain-lain

Tabel 5 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengemudi angkutan kota setelah adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor

Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara

Mengumpulkan Data Mengestimasi

besarnya pendapatan pengemudi angkutan kota setelah

penerapan shift angkutan kota di Kota Bogor.

1. Pendapatan Kotor (per hari) 2. Besar Setoran (per hari) 3. Pengeluaran BBM (per

hari)

4. Pengeluaran lainnya (per hari) Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada pengemudi angkot)

Sumber: Penulis, 2013

Data yang diperlukan untuk estimasi pendapatan kumulatif pengemudi angkot adalah data mengenai rata-rata pendapatan per hari yang didapat dari responden sebelum dan setelah adanya penerapan shift. Setelah didapat nilai rata-rata dikalikan dengan jumlah hari angkot beroperasi dalam sebulan, sehingga didapat penghasilan kumulatif per bulan sebelum dan sesudah adanya penerapan

shift dan hasilnya dibandingkan untuk mengetahui berapa besar selisih perubahan pendapatan pengemudi angkot.

Perhitungan ini menggunakan perhitungan rata-rata contoh. Rata-rata merupakan suatu nilai pusat data bila data itu dijumlahkan kemudian dibagi oleh banyaknya sampel yang ada. Rata-rata contoh untuk menghitung pendapatan adalah sebagai berikut (Walpole 1992) :

Ave IA =

IA

� �=1

Ave IB =

I

� �=1

Keterangan :

Ave IA = rata-rata pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift

Ave IB = rata-rata pendapatan per hari sesudah diterapkan sistem shift

IA = pendapatan per hari sebelum diterapkan sistem shift

IB = pendapatan per hari sesudah diterpakan sistem shift


(41)

Selain mengestimasi perubahan pendapatan pengemudi, pada penelitian ini juga mengestimasi perubahan pendapatan pengusaha angkot. Perubahan pendapatan pengusaha didapat dari pengurangan antara pendapatan sebelum sistem shift dengan pendapatan setelah sistem shift, di mana pendapatan adalah penerimaan setoran per bulan dikurangi dengan biaya perbaikan atau perawatan seperti sparepart, olie, dan ban selama satu bulan. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks keterkaitan yang digunakan dalam estimasi pendapatan kumulatif pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor. Tabel 6 Matriks analisis pendapatan kumulatif pengusaha angkutan kota setelah

adanya sistem shift angkutan kota di Kota Bogor

Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara

Mengumpulkan Data Mengestimasi

besarnya pendapatan pengusaha angkot setelah adanya sistem shift angkot di Kota Bogor.

a. Pendapatan Pengusaha:

Ketercapaian setoran (per bulan) b. Biaya Pemeliharaan/Perawatan

per bulan (sparepart, olie, ban)

Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada pengusaha angkot)

Sumber: Penulis, 2013

4.4.3 Estimasi Beban Emisi CO

Estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan konsumsi bahan bakar. Secara umum perhitungan beban emisi dari kendaraan bermotor menurut KLH (2007) adalah sebagai berikut :

ECO = ∑ volbensin x FE x 10-6 Keterangan :

ECO = Beban Emisi CO dari angkot (ton/bulan)

∑ volbensin = Konsumsi bahan bakar bensin (liter/bulan)

FE (Faktor Emisi) = Besarnya polutan CO yang diemisikan dari setiap liter

penggunaan bahan bakar bensin (gram/liter)

Estimasi beban emisi berdasarkan pendekatan konsumsi bahan bakar dilakukan dengan mengetahui rata-rata besar konsumsi bahan bakar oleh tiap angkutan kota dalam satu hari. Setelah didapat data tersebut, dikonversikan ke konsumsi bahan bakar dalam satu bulan dan dikalikan oleh jumlah angkot pada


(42)

masing-masing trayek sampel. Data ini didapat dari hasil wawancara terhadap pengemudi angkutan kota.

Faktor emisi adalah massa pencemar dalam gram atau kilogram per kilogram atau per liter bahan bakar yang dikonsumsi atau per kilometer jarak tempuh kendaraan. Data faktor emisi yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari data sekunder. Matriks estimasi beban emisi dari angkot setelah adanya sistem shift disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks estimasi beban emisi dari angkutan kota setelah adanya sistem

shift angkutan kota di Kota Bogor

Tujuan Indikator/Parameter Jenis Data dan Cara

Mengumpulkan Data Mengestimasi

besarnya pengurangan beban emisi angkutan kota setelah ada penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor.

1. Rata-rata penggunaan BBM (liter/hari)

2. Jumlah Angkot per trayek

Data primer (wawancara menggunakan kuisioner kepada pengemudi angkot). Data Sekunder (Data Faktor Emisi dan jumlah angkutan yang beroperasi). Sumber : Penulis, 2013

4.4.4 Analisis Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses individu mengamati dan mengidentifikasi lingkungan atau obyek tertentu kemudian mengevaluasi dan menilainya menggunakan panca indera sehingga menimbulkan makna tertentu. Setiap orang memberikan pengertian atau makna terhadap lingkungan atau obyek yang sama dengan cara yang berbeda (Invancevich et al. 2007).

Pengukuran persepsi responden diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan 2010). Pada metode ini sebagian besar pertanyaan dikumpulkan, setelah itu pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga bias dijawab dalam lima tingkatan jawaban (Gumilar 2012). Adapun lima skala yang harus dipilih oleh responden antara lain 1 = sangat buruk, 2 = buruk, 3 = sedang, 4 = baik, dan 5 = sangat baik. Data yang terkumpul


(43)

kemudian diolah denga menggunakan software Microsoft Office Excel 2007, setelah itu hasilnya diinterpretasikan.

Analisis persepsi dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis persepsi mengenai efektivitas sistem shift. Selain itu digunakan untuk melihat persepsi dari pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap dampak adanya penerapan sistem shift angkutan kota di Kota Bogor. Persepsi pengemudi dan masyarakat pengguna angkot dengan melihat pengaruh sistem shift terhadap kemacetan, jumlah angkot yang beroperasi, waktu tempuh perjalanan, jumlah penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, waktu tunggu penumpang pada saat jam sepi dan jam ramai, jumlah ritasi dan penggunaan BBM. Berikut adalah tabel yang menyajikan matriks analisis persepsi informan, pengemudi dan pengusaha mengenai efektivitas sistem shift, pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap sistem shift.

Tabel 8 Matriks analisis persepsi terhadap sistem shift

Tujuan Indikator/Parameter

Jenis Data dan Cara Mengumpulkan Data Menganalisis persepsi informan, pengemudi dan masyarakat pengguna angkot terhadap penerapan shift.

a. Persepsi informan, pengemudi dan pengusaha terhadap efektivitas sistem shift 1. Kepatuhan pengemudi terhadap sistem

shift

2. Sanksi bagi yang melanggar peraturan sistem shift

3. Pengawasan sistem shift

b. Analisis persepsi pengemudi angkot pengaruh sistem shift terhadap: 1. Kemacetan

2. Jumlah Angkutan kota yang beroperasi. 3. Waktu tempuh Perjalanan

4. Jumlah penumpang 5. Waktu tunggu pengemudi 6. Jumlah ritasi

7. Penggunaan Bensin

c. Analisis persepsi masyarakat pengaruh sistem shift terhadap :

1. Kemacetan

2. Jumlah Angkutan kota yang beroperasi 3. Waktu tempuh Perjalanan

4. Jumlah penumpang 5. Waktu tunggu Pengemudi

Data Primer (Wawancara menggunakan kuisioner kepada informan, pengemudi dan masyarakat pengguna angkutan kota).


(44)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian yang dijelaskan dalam penelitian ini meliputi kondisi fisik daerah dan kependudukan.

5.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor

Letak geografis Kota Bogor berada pada 106˚43'30" BT - 106˚51'00" BT dan 30'30" LS - 6˚41'00" LS. Kota Bogor memiliki topografi dengan ketinggian tanah rata-rata minimal 190 meter dan maksimal 350 meter di atas permukaan laut. Kemiringan tanah berkisar antara 0-15% dan hanya sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15-30%. Terdapat beberapa sungai yang mengalir di mana permukaan airnya jauh di bawah permukaan tanah, yaitu sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok. Dengan kondisi sungai seperti ini, Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir.

Luas wilayah Kota Bogor adalah 11.850 ha. Kota Bogor memiliki enam kecamatan yaitu, Kecamatan Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Jarak Kota Bogor dengan ibukota Jakarta kurang lebih 60 km. (BPS Kota Bogor 2011).

Adapun batas-batas administrasi Kota Bogor yaitu sebagai berikut :

1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.

3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.

5.1.2 Kependudukan

Menurut data yang diperoleh dari BPS Kota Bogor 2011, jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2010 adalah 950.334 orang terdiri dari 484.791 laki-laki dan 465.543 perempuan. Berdasarkan hasil proyeksi tahun 2011 dan 2012, jumlah


(45)

penduduk Kota Bogor sebanyak 986.772 orang dan 998.565 orang. Kepadatan jumlah penduduk di Kota Bogor adalah 8.020 orang/km2. Kecamatan yang memilik kepadatan tertinggi adalah Kecamatan Bogor Tengah yaitu 12.472 orang/km2 dengan luas 8,13 km2, dan kepadatan terendah ada di Kecamatan Bogor Selatan yaitu 5.887 orang/km2 dengan luas 30,81 km2. Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut Kecamatan Tahun 2010 ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 9 Jumlah dan persebaran penduduk Kota Bogor menurut kecamatan tahun 2010

Kecamatan Luas Penduduk (orang) Kepadatan

Penduduk

(Orang/km2)

km2 % Laki-laki Perempuan Jumlah %

Bogor Selatan 30,81 26,0 93.442 87.950 181.392 19,1 5.887

Bogor Timur 10,15 8,6 48.350 46.748 95.098 10,0 9.369

Bogor Utara 17,72 15,0 86.962 83.481 170.443 17,9 9.619

Bogor Tengah 8,13 6,9 51.296 50.102 101.398 10,7 12.472

Bogor Barat 32,85 27,7 107.465 103.619 211.084 22,2 6.426

Tanah Sareal 18,84 15,9 97.276 93.643 190.919 20,1 10.134

Jumlah 118,5 100 484.791 465.543 950.334 100 8.020

Sumber : BPS Kota Bogor, 2011

5.2 Transportasi Kota Bogor

Panjang jalan yang ada di Kota Bogor pada tahun 2011 adalah sekitar 754.754 km, terdiri atas jalan negara sepanjang 33.948 km, jalan provinsi sepanjang 8.989 km, dan jalan kabupaten/kota sepanjang 711.817 km. Dari keseluruhan jalan yang ada, 237.504 km dalam kondisi baik sekali, 417.620 dalam kondisi baik, 87.817 dalam kondisi sedang dan 11.808 dalam kondisi buruk (BPS Kota Bogor 2011).

Alat transportasi primadona bagi masyarakat Kota Bogor yang bekerja di luar Bogor adalah kereta api. Jumlah penumpang yang tercatat oleh BPS 2011 sebanyak 12.716.108 orang. Selain itu sarana angkutan yang ada dalam melayani pergerakan masyarakat Kota Bogor terdiri atas kendaraan pribadi dan angkutan kota.

Sararana angkutan di Kota Bogor yang melayani angkutan kota dan antar kota adalah sebagai berikut :


(46)

1. Angkutan Kota (AK/Angkot) sebanyak 3.412 unit, terdiri dari 23 trayek. 2. Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) sebanyak 4.462 unit, terdiri dari 10

trayek.

3. Trans Pakuan yang memiliki 2 koridor sebanyak 30 unit.

Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 menjelaskan jaringan trayek Angkot, Angkutan Perkotaan AKDP, dan angkutan Trans Pakuan di Kota Bogor Tahun 2012.

Tabel 10 Jaringan trayek angkutan kota (AK) di Kota Bogor tahun 2012

No Kode

Trayek

Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011)

Jumlah Armada

1 01-AK Cipinang Gading –Terminal Merdeka 52

2 01A-AK Terminal Baranangsiang – Ciawi 170

3 02-AK Sukasari – Terminal Bubulak 563

4 03-AK Terminal Baranangsiang – Terminal Bubulak 382

5 04-AK Warung Nangka – Ramayana 182

6 05-AK Ramayana – Cimahpar 162

7 06-AK Ramayana – Ciheuleut 157

8 07-AK Terminal Merdeka – Ciparigi 221

9 07.A-AK Pasar Anyar – Pondok Rumput 51

10 08-AK Warung Jambu – Ramayana 146

11 08A-AK Ramayana – Taman Kencan – Warung Jambu 80

12 09-AK Sukasari – Ciparigi 141

13 10-AK Bantar Kemang – Terminal Merdeka 100

14 11-AK Pajajaran Indah – Pasar Bogor 53

15 12-AK Pasar Anyar – Cimanggu 180

16 13-AK Bantar Kemang – Ramayana 154

17 14-AK Sukasari – Pasir Kuda – Terminal Bubulak 120

18 15-AK Sindang Barang Jero – Terminal Merdeka 105

19 16-AK Pasar Anyar – Salabenda 219

20 17-AK Pomad – Tanah Baru – Bina Marga 55

21 18-AK Ramayana – Mulyaharja 58

22 19-AK Terminal Bubulak – Kencana 38

23 20-AK Pasar Anyar –Vila Mutiara 23

JUMLAH 3.412


(47)

Tabel 11 Jaringan trayek angkutan perkotaan (AKDP) di Kota Bogor tahun 2012 No Kode Trayek Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota

Bogor Nomor: 551.2.45-109.1 Tahun 2011)

Jumlah Armada

1 02-AP Cicurug – Sukasari 597

2 02A-AP Cisarua –Sukasari 664

3 02B-AP Cibedug – Sukasari 160

4 03-AP Ciapus – Ramayana 523

5 04-AP Cihideung – Ramayana 146

6 05-AP Ciomas – Merdeka 371

7 06-AP Parung – Merdeka 509

8 06A-AP Bantar Kambing –Merdeka 155

9 07-AP Bojong Gede – Pasar Anyar 205

10 08-AP Citereup – Pasar Anyar 1.096

JUMLAH 4.462

Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012 Tabel 12 Jumlah kendaraan angkutan massal Trans Pakuan

No Kode

Trayek

Jaringan Trayek (Berdasarkan Keputusan Walikota Bogor Nomor: 551.2.45-109.1

Tahun 2011)

Jumlah Kendaraan

1 AK-1A Terminal Bubulak – Baranangsiang 20

2 AK-1B Baranangsiang – Ciawai 10

JUMLAH 30

Sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor, 2012 5.2.1 Sistem Shift Angkutan Kota di Kota Bogor

Pemerintah Kota Bogor melakukan upaya untuk mengurai kemacetan dan meningkatkan kualitas pelayanan penumpang, salah satunya adalah dengan penataan angkutan umum melalui sistem shift (sistem operasi bergilir). Penerapan sistem shift telah berlangsung sejak Tahun 2009 hingga sekarang dan telah diterapkan pada 16 trayek. Sistem shift adalah pembatasan operasional jumlah angkutan kota yang beroperasi pada setiap trayek per hari, dengan cara penjadwalan. Penjadwalan dilihat dari jumlah kendaraan yang tersedia pada masing-masing trayek, diseimbangkan dengan panjang trayek dan potensi penumpang, sehingga terjadi keseimbangan antara supply dan demand. Sistem

shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan shift A-B. Shift A-B-C dalam satu bulan, angkot beroperasi selama 20 hari di mana angkot beroperasi dua hari dan satu hari libur. Sedangkan shift A-B dalam satu bulan, angkot beroperasi selama 15 hari di mana angkot beroprasi satu hari dan satu hari libur.


(48)

Latar belakang diterapkannya sistem shift atau pergiliran operasional angkutan kota di Kota Bogor ini adalah (DLLAJ Kota Bogor 2012):

1. Volume lalu lintas semakin padat (kemacetan lalu lintas) dan bertambahnya waktu tempuh (menunggu penumpang/ngetem).

2. Adanya penurunan jumlah penumpang karena beralih ke kendaraan pribadi (terlebih sepeda motor).

3. Ketidakseimbangan supply dan demand.

4. Adanya persaingan di antara para pengemudi untuk mencari penumpang. Selain itu terdapat manfaat dari penerapan sistem shift yaitu bagi pengemudi: penghasilan akan lebih meningkat, efisiensi biaya operasional (BBM), ada waktu istirahat dan dapat dipergunakan untuk mencari penghasilan lainnya. Bagi pemilik angkot: ketercapaian setoran, efisiensi biaya pemeliharaan/perawatan (sparepart, olie dan ban) akibat produksi km menurun, serta waktu istirahat untuk perbaikan/pemeliharaan kendaraan. Bagi masyarakat umum: peningkatan waktu tempuh perjalanan dan mengurangi polusi/pencemaran udara akibat emisi gas buangan. Berikut adalah tabel realisasi penerapan operasional angkutan kota sistem shift.

Tabel 13 Realisasi penerapan operasional angkutan kota di Kota Bogor tahun 2009

N o

Trayek Jumlah

Kendaraan

Sistem Shift Kendaraan/hari

Operasi Tidak

Operasi

1 07A-AK Pondok Rumput-Pasar Anyar 51 A-B 26 25

2 06-AK Ciheleut-Ramayana 157 A-B-C 105 52

3 11-AK Pajajaran Indah-Ps. Bogor 53 A-B-C 25 28

4 13-AK Bantar Kemang-Ramayan 154 A-B 77 77

Total 415 243 182

Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012 Tahun 2010

N o

Trayek Jumlah

Kendaraan

Sistem

Shift

Kendaraan/hari

Operasi Tidak

Operasi

1 05-AK Cimahpar-Ramayana 162 A-B-C 108 54

2 02-AK Bubulak-Sukasari (via Taman Topi) 563 A-B-C 375 188

3 03- Bubulak Baranangsiang 382 A-B-C 225 127

4 14-AK Bubulak Sukasari (via Pasir Kuda) 120 A-B-C 80 40

5 01-AK Cipinang Gading-Merdeka 52 A-B-C 35 17

6 10-AK Bantar Kemang-Merdeka 100 A-B-C 67 33

Total 1379 890 459


(49)

Tahun 2011 N

o

Trayek Jumlah

Kendaraan

Sistem

Shift

Kendaraan/hari

Operasi Tidak

Operasi

1 08A-AK Ramayana Kencana-Wr. Jambu 80 A-B-C 53 27

2 05-AP Ciomas-Terminal Merdeka 371 A-B-C 247 124

3 04-AK Ramayana-Warung Nangka 182 A-B-C 121 61

4 04A-AP Ramayana-Cihideng 146 A-B-C 97 49

5 03-AP Ramayana-Ciapus 565 A-B-C 377 188

Total 1344 895 449

Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012 Tahun 2012

N o

Trayek Jumlah

Kendaraan

Sistem

Shift

Kendaraan/hari

Operasi Tidak

Operasi

1 07-AK Ciparigi-Terminal Merdeka 219 A-B-C 146 73

Total 219 146 73

Sumber: DLLAJ Kota Bogor, 2012 5.2.2 Angkutan Kota yang Diteliti

Nomer trayek angkutan kota yang diteliti adalah nomer rayek 02, 03, dan 07. Trayek 02 memiliki jumlah angkot sebanyak 563 armada. Jumlah pengusaha sebanyak 300 orang. Sistem shift (pergiliran operasional) nomer trayek 02 diterapkan pada tahun 2010. Pada trayek 02 diterapkan sistem shift A, B, dan C. Sebelum diterapkan shift jumlah angkot yang beroperasi sebanyak 563 armada per hari, dan setelah diterapkan sistem shift jumlah armada yang beroperasi sebanyak 375 armada per hari. Lintasan trayek pada trayek angkot 02 terdapat dua jalur, yaitu jalur masuk dan jalur keluar. (1) Jalur masuk : Sukasari – Jl. Lawang Gintung – Jl. Pahlawan – Jl. Empang – Jl. Ir. H. Djuanda – Jl. Paledang – Jl. Kapten Muslihat – Jl. Veteran – Jl. Gunung Batu – Jl. Sindang Barang – Jl. Sindang Barang Pilar – Jl. R.1- Terminal Bubulak. (2) Jalur keluar : Terminal Bubulak – Jl. R. 1 – Jl. Sindang Barang Pilar – Jl. Sindang Barang – Jl. Gunung Batu – Jl. Veteran – Jl. Perintis Kemerdekaan – Jl. Mall.1 (Terminal Merdeka) – Jl. Merdeka - Jl. Kapten Muslihat – Jl. Nyi Raja Permas – Gg. Masjid – Jl. Dewi Sartika – Jl. Kapten Muslihat – Jl. Ir. H. Djuanda – Jl. Surya Kencana – Jl. Siliwangi – Sukasari.

Sistem shift (pergiliran operasional) nomer trayek 03 diterapkan pada tahun 2010. Pada trayek 03 diterapkan sistem shift A, B, dan C. Sebelum diterapkan


(1)

D. Persepsi Pengemudi Angkot Terhadap Efektivitas Sistem Shift dalam Operasional Angkutan Kota yang sudah diterapkan di Kota Bogor

Anda diminta memberikan penilaian pada beberapa hal dibawah ini dengan memberikan tanda (x) pada masing-masing kolom. Persepsi diberikan pada kondisi yang ada saat ini (bukan pada kondisi yang anda harapkan)

1. Bagaimana kemacetan setelah ada penerapan sistem shift

[ ]Sangat lancar (jalanan sangat lancar dan kemacetan sangat berkurang) [ ]Lancar (jalanan lancar dan kemacetan berkurang)

[ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan sebelumnya)

[ ]Tidak Lancar (jalanan tidak lancar dan kemacetan bertambah)

[ ]Sangat Tidak Lancar (jalanan sangat tidak lancar dan kemacetan semakin parah)

2. Bagaimana jumlah angkot yang beroperasi setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Berkurang

[ ]Berkurang [ ]Tetap [ ]Bertambah

[ ]Sangat Bertambah

3. Bagaimana waktu tempuh perjalanan ketempat tujuan setelah ada penerapan sistem shift (dari asal ke tempat tujuan)

[ ]Sangat Cepat (waktu tempuh sangat berkurang) [ ]Cepat (waktu tempuh menjadi berkurang) [ ]Tetap (sama saja tidak ada perubahan) [ ]Lama (waktu tempuh bertambah lama)

[ ]Sangat Lama (waktu tempuh menjadi bertambah sangat lama) 4. Bagaimana jumlah penumpang setelah ada penerapan sistem shift

SAAT JAM SEPI

[ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang)

[ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang)

[ ]Sangat Sedikit (1-3 orang) SAAT JAM RAMAI

[ ]Sangat Penuh (10-20 orang) [ ]Penuh (8-9 orang)

[ ]Cukup (6-7 orang) [ ]Sedikit (4-5 orang)

[ ]Sangat Sedikit (1-3 orang)

5. Berapa lama pengemudi dalam menunngu penumpang (mengetem) setelah ada penerapan sistem shift

SAAT JAM SEPI

[ ]Sangat Cepat (1 menit) [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit)


(2)

SAAT JAM SEPI

[ ]Sangat Cepat (1 menit) [ ]Cepat (2-5 menit) [ ]Cukup (6-10 menit) [ ]Lama (11-15 menit) [ ]Sangat Lama (>15 menit)

6. Bagaimana jumlah ritasi setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Bertambah

[ ]Bertambah [ ]Tetap [ ]Berkurang

[ ]Sangat Berkurang

7. Bagaimana penggunaan bensin setelah ada penerapan sistem shift [ ]Sangat Berkurang

[ ]Berkurang [ ]Tetap [ ]Bertambah

[ ]Sangat Bertambah

8. Bagaimana tingkat pengawasan yang dilakukan dalam penerapan sistem shift [ ]Sangat Ketat

[ ]Ketat

[ ]Cukup Ketat [ ]Kurang Ketat [ ]Tidak Ketat

9. Bagaimana tingkat sanksi yang diberikan jika supir angkot tidak patuh dengan peraturan penerapan sistem shift

[ ]Sangat Berat [ ]Berat

[ ]Sedang [ ]Kurang Berat [ ]Tidak Berat

10. Bagaimana keharmonisan antar stakeholder [ ]Tinggi

[ ]Sedang [ ]Rendah

11. Bagaimana sinergisme antar stakeholder [ ]Tinggi

[ ]Sedang [ ]Rendah


(3)

E. Harapan dan Saran Anda Untuk Penataan Angkutan Kota di Kota Bogor Harapan dan Saran :


(4)

Lampiran 3 Kriteria Persepsi Pengemudi dan Masyarakat Pengguna Angkot terhadap Penerapan Sistem Shift.

No Indikator Kriteria

1 Pengaruh Ke Kemacetan

Sangat Baik : sangat lancar, kemacetan sangat berkurang. Baik : Lancar, kemacetan tidak berkurang.

Sedang : Biasa saja, tidak ada perubahan. Buruk : Macet, kemacetan bertambah.

Sangat Buruk : sangat macet, kemacetan sangat parah. 2 Jumlah Angkot Sangat Baik : Sangat berkurang.

Baik : Berkurang sedikit.

Sedang : Sama saja, tidak terlihat pengurangan. Buruk : bertambah sedikit.

Sangat Buruk :Sangat bertambah. 3 Waktu Tempuh

Perjalanan

Sangat Baik : Semakin cepat. Baik : Cepat.

Sedang : Sama saja, tidak ada perubahab. Buruk : Bertambah lama.

Sangat Buruk : Semakin lama. 4 Jumlah

Penumpang menurut Pengemudi Angkot

Sangat Baik : sangat penuh, 10-12 orang. Baik : penuh, 8-9 orang.

Sedang : cukup penuh, 6-7 orang. Buruk : sedikit penumpang, 4-5 orang.

Sangat Buruk : sangat sedikit penumpang, 1-3 orang. 5 Jumlah

Penumpang menurut Masyarakat Pengguna Angkot

Sangat Baik : sangat sedikit penumpang, 1-3 orang. Baik : sedikit penumpang, 4-5 orang.

Sedang : cukup penuh, 6-7 orang. Buruk : penuh, 8-9 orang.

Sangat Buruk : sangat penuh, 10-12 orang.

5 Waktu Tunggu Penumpang

Sangat Baik : Sangat cepat, 1 menit. Baik : Cepat, 2-5 menit.

Sedang : cukup cepat, 6-10 menit. Buruk : lama, 11-15 menit.

Sangat Buruk : Sangat lama, >15 menit.

6 Jumlah Ritasi Sangat Baik : Sangat bertambah, bertambah 2 rit. Baik : bertambah, hanya bertambah 1 rit. Sedang : Tetap, tidak ada pertambahan rit. Buruk : berkurang, berkurang 1 rit.

Sangat Buruk : sangat berkurang, berkurang 2 rit. 7 Penggunaan

BBM

Sangat Baik : sangat berkurang dan sangat hemat. Baik :berkurang dan hemat.

Sedang : tetap, tidak ada pengurangan. Buruk : bertambah dan semakin boros.


(5)

Lampiran 4 Kriteria Persepsi Responden terhadap Efektivitas Sistem Shift.

No Indikator Kriteria

1 Tingkat

Pengawasan

Sangat Tinggi : Sangat Ketat, selalu ada pengawasan setiap saat.

Tinggi : Ketat, pengawasan dalam sehari dilakukan setiap pagi, siang dan malam tetapi tidak 24 jam.

Cukup : Cukup ketat, pengawasan dilakukan tiga hari dalam seminggu.

Rendah : Kurang ketat, pengawasan dilakukan hanya satu kali dalam seminggu.

Sangat Rendah : Tidak ketat, tidak ada pengawasan sama sekali.

2 Sanksi Sangat Tinggi : Sangat berat, pencabutan izin operasi trayek.

Tinggi : Berat, pembekuan angkot dan izin operasi supir dalam beberapa hari.

Cukup : Cukup berat, sanksi berupa teguran lisan dan peringatan.

Rendah : Kurang berat, mendapat teguran ketika sudah 3 kali melanggar.

Sangat Rendah : Tidak ada sanksi sama sekali (skor 1).

3 Tingkat

Kepatuhan

Sangat Tinggi : Sangat patuh, tidak ada yang melanggar. Tinggi : Patuh tetapi terkadang masih ada yang melanggar pada waktu tertentu.

Cukup : Cukup patuh, dalam sebulan ada yang melanggar. Rendah : Kurang patuh, dalam seminggu ada yang melanggar.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Adinna Astrianti, dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Juli 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Dindin Kurdiana dan Atik Agustina.

Penulis mengawali pendidikan di TK Permata Bunda Bogor pada tahun 1994-1997 dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi di SD Negeri Polisi 1 Bogor tahun 1997-2003. Kemudian menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 11 Bogor tahun 2003-2006 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 6 Bogor tahun 2006-2009. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SMPTN tahun 2009 dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selain menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah aktif pada kegiatan organisasi dan kemahasiswaan. Penulis pernah aktif sebagai staf divisi Study

Researches and Development, Himpro REESA FEM IPB (2012-2013). Penulis

juga aktif di berbagai kepanitian dan menjadi volunteer di berbagai acara. Selain itu penulis aktif pada kegiatan dan organisasi luar kampus, sebagai anggota Persatuan Mahasiswa Kota Bogor (PMKB) 2012-sekarang. Penulis juga menerima beasiswa yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2009-2010 dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) 2009-2010-2013.