menunjukkan bahwa gambut-gambut fibrik pada keadaan normal biasanya mempunyai porositas total 90 menurut volume, sedangkan bahan-bahan saprik
biasanya mempunyai pori kurang dari 85. Pada penelitian ini hanya areal yang terbuka di petak semi mekanis yang mencapai porositas 90,45. Perbedaan
tersebut disebabkan oleh metode, waktu dan lokasi penelitian yang berbeda. Bulk density atau bobot isi tanah adalah berat kering per unit volume tanah
yang mencerminkan kemampuan tanah untuk dukungan struktural, air dan gerakan partikel terlarut serta aerasi tanah Hardjowigeno 2007. Menurut
Andriesse 1988 bulk density tergantung pada tingkat pemadatan gambut, komposisi botanis bahan organik, derajat dekomposisi, serta kandungan mineral
dan kadar air sampel tanah. Bulk density pada areal terbuka berkisar 0,1 gcm
3
- 0,14 gcm
3
sedangkan pada hutan primer sebesar 0,14 gcm
3
. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Andriesse 1988 yang menyebutkan bahwa kisaran bulk
density hutan rawa gambut adalah 0,05 gcm
3
pada tanah yang belum matang fibrik hingga kurang dari 0,5 gcm
3
pada tanah gambut matang saprik. Pada hutan rawa gambut di Indonesia bulk density untuk tanah fibrik kurang dari 0,1
gcm
3
dan lebih dari 0,2 gcm
3
untuk tanah saprik. Pada penelitian ini tidak terdapat tanah saprik, sehingga tidak diperoleh bulk density lebih besar dari 0,2
gcm
3
. Berbeda dengan hutan rawa gambut di Serawak, Malaysia dengan bulk density berkisar 0,09 gcm
3
– 0,12 gcm
3
. Nilai tersebut jauh lebih rendah daripada penelitian ini yaitu dengan kisaran 0,1 – 0,15 gcm
3
. Secara keseluruhan nilai sifat fisik tanah gambut pada penelitian ini hampir
sama di setiap lokasi pengambilan sampel tanah. Keterbukaan areal di lokasi penelitian tidak mempengaruhi nilai kadar air, bulk density, dan porositas tanah
gambut.
5.4 Pertumbuhan Ramin
Secara deskriptif hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi tempat tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan ramin secara alami. Pengamatan
terhadap pertumbuhan semai ramin selama delapan minggu di beberapa lokasi dengan perbedaan kondisi lapangan menunjukkan bahwa ramin tumbuh baik pada
areal terbuka bekas tebangan di petak semi mekanis. Lokasi tersebut merupakan
kondisi dengan luas keterbukaan areal yang sedang. Hasil pengukuran terhadap pertumbuhan ramin dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata pertumbuhan semai ramin selama delapan minggu
Parameter pengukuran semai ramin adalah tinggi semai dan jumlah daunnya. Secara deskriptif hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi tempat
tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan ramin secara alami. Tabel 3 menyatakan ramin tumbuh baik pada areal terbuka bekas penebangan di petak
semi mekanis. Lokasi tersebut merupakan kondisi dengan luas keterbukaan areal yang sedang yaitu 60,99 m
2
dengan rata-rata pertumbuhan ramin sebesar 7,50 cm dan satu penambahan jumlah daun, sedangkan pertumbuhan paling lambat
berlokasi di hutan primer yaitu sebesar 3,07 cm dan rata-rata tidak ada daun yang bertambah. Nilai ini menunjukkan bahwa semai ramin merupakan tanaman semi
toleran, artinya semai ramin tidak tumbuh maksimal pada kondisi di bawah naungan ataupun di tempat terlalu terbuka.
Hasil penelitian Muin 2009 terhadap pertumbuhan ramin di tempat terbuka, agak terbuka dan di bawah naungan, menghasilkan data pertumbuhan
tinggi berturut-turut adalah 17,96 cm, 20,88 cm dan 11,61 cm. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian ini yang menyatakan pertumbuhan tinggi ramin lebih
cepat pada lokasi yang agak terbuka dan tumbuh lambat pada lokasi tertutup.
5.5 Suhu dan Kelembaban
Keterbukaan areal dapat menyebabkan perubahan tutupan vegetasi sehingga terjadi perubahan terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk dan sampai ke
Lokasi Pertumbuhan
Tinggi cm Jumlah daun
Manual TPN
5,07 Jalan sarad
6,67 1
Penebangan 4,10
1 Semi
Mekanis TPN
3,92 1
Jalan sarad 4,17
2 Penebangan
7,50 1
Jalan angkut 4,40
Hutan primer 3,07
lantai hutan. Salah satu faktor lingkungan mikro ini mempengaruhi suhu dan kelembaban serta perkembangan permudaan alam. Tabel 4 menunjukkan kisaran
dan rata-rata suhu dan kelembaban pada masing-masing areal tebuka dan hutan primer.
Tabel 4 Rata-rata suhu dan kelembaban hutan rawa gambut akibat pemanenan
Lokasi Suhu
o
C Kelembaban
Kisaran Rata-rata
Kisaran Rata-
rata Petak manual
27,1 - 44,9 35,5
37 – 89 61
Petak semi mekanis 28,5 - 45,8
37,6 36 – 86
57 Jalan angkut
28,8 - 42,6 35,7
36 – 85 59
Hutan primer 32,5 - 42,2
35,5 37 – 73
58
Tabel 4 menunjukkan bahwa suhu tertinggi berlokasi di petak semi mekanis yaitu berkisar 28,5
C - 45,8 C dengan rata-rata 37,6
C sedangkan kelembabannya berkisar 36 - 86 dengan rata-rata 57 yang merupakan nilai terendah dari
pengukuran kelembaban beberapa lokasi pengukuran. Selain akibat pemanenan, suhu dan kelembaban di petak semi mekanis juga dipengaruhi oleh keterbukaan
akibat jalan yang dilewati oleh alat berat logfisher yang mengakibatkan keterbukaan areal sangat tinggi.
Nilai pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Enrico 1997, dengan pengukuran suhu dan kelembaban pada areal terbuka akibat penebangan,
rumpang besar, dan areal terbuka yang menunjukkan suhu di atas permukaan tanah suhu udara berkisar antara 28
C – 29 C serta kelembaban 85,9 - 91,6.
Kegiatan pemanenan lainnya juga dapat menimbulkan rumpang besar bahkan terbuka yang menghasilkan suhu udara berkisar 30
C - 33 C dan kelembaban
76,1 - 62,1. Perbedaan tersebut dipicu oleh penggunaan jenis alat dan waktu pengukuran yang berbeda jauh dengan penelitian ini.
5.6 Tinggi Muka Air TMA