Keterbukaan Areal HASIL DAN PEMBAHASAN

chainsaw harus menguasai teknik penebangan pohon sesuai dengan karakter pohon tersebut dalam pelaksanaan penebangan. Upaya pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan PWH yang dilakukan oleh PT DRT adalah penanaman pada areal terbuka yaitu di kiri kanan jalan dan pada areal sekitar sempadan sungai.

5.2 Keterbukaan Areal

Kegiatan pemanenan akan menimbulkan keterbukaan areal, dalam hal ini meliputi penebangan pohon, pembuatan jalan sarad dan jalan seling, pembuatan TPn dan pembuatan jalan angkutan kayu. Pengukuran terhadap masing-masing luas tersebut berlokasi di tiga sub petak dengan pengerjaan menggunakan sistem manual dan tiga sub petak dengan pengerjaan menggunakan sistem mekanis. Tabel 1 Rata-rata keterbukaan areal pada masing-masing lokasi Lokasi Rata-rata keterbukaan m 2 ha Rata-rata keterbukaan m 2 pohon Keterbukaan Manual TPN 750,00 - 7,50 Jalan sarad 160,00 - 1,60 Penebangan 802,90 50,18 8,03 Jumlah 1712,90 - 17,13 Semi Mekanis TPN 327,96 - 3,28 Jalan sarad 51,03 - 8,64 Penebangan 1036,86 60,99 10,37 Jumlah 1415,85 - 22,29 Jalan angkut 600 - 6,00 Hutan primer - 0,00 Total 3728,75 - Tabel 1 menunjukkan luas areal yang terjadi akibat kegiatan pemanenan, meliputi areal penebangan, bekas jalan sarad, bekas TPn dan jalan angkut pada RKT 2010, 2011, dan 2012 di petak tebang manual dan mekanis. Keterbukaan areal total akibat pemanenan adalah 3.728,75 m 2 ha dengan masing masing keterbukaan areal di petak manual 1.712,90 m 2 ha, di petak semi mekanis 1.415,85 m 2 ha, dan jalan angkut adalah 600 m 2 ha. Rata-Rata keterbukaan areal paling tinggi terjadi di penebangan pada petak semi mekanis, yaitu 1.036,86 m 2 ha dengan intensitas pohon ditebang 17 pohon, namun untuk satu pohon rata-rata keterbukaan sedang yaitu 60,99 m 2 . Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Enrico 1997 pada hutan rawa gambut yang menghasilkan keterbukaan akibat TPn 0,8 hablok tebang, jalan sarad 0,04-0,05 hablok tebang serta jalan angkut dan pemanenan itu sendiri 0,4-0,6 ha blok tebang. Keterbukaan total akibat pemanenan adalah 6.775,67 m 2 blok tebang. Akan tetapi tidak dijelaskan pengukuran tersebut dilakukan pada pemanenan manual atau mekanis. Penelitian Kurniawan 2002 menyebutkan rata-rata keterbukaan yang ditimbulkan oleh penebangan adalah 1.679 m 2 ha dengan intensitas tebang 29 pohonha atau 57,89 m 2 pohon dan rata-rata keterbukaan akibat penyaradan adalah 571,68 m 2 ha dengan rata-rata panjang jalan 329,05 m dan lebar 1,44 m. Pada hutan tropis Kalimantan hutan bukan gambut, penelitian yang dikemukakan oleh Nasution 2009 menghasilkan luas terbuka akibat pembuatan TPn, jalan sarad, penebangan dan jalan angkut berturut- turut adalah 0,12; 17,72; 196,85 m 2 pohon dan 4,7. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan nilai yang diperoleh dari hasil penelitian ini yang disebabkan oleh perbedaan kondisi hutan dan metode pengukuran yang berbeda pula. Semakin sedikit areal yang terbuka dengan produktivitas tertentu maka kegiatan pemanenan hutan kayu semakin baik untuk kelestarian hutan. Penggunaan logfisher pada petak semi mekanis menyebabkan keterbukaan areal lebih tinggi dari pada petak manual. Berdasarkan rasio keterbukaan areal pada petak manual dengan petak semi mekanis tanpa menggunakan logfisher, diperoleh luas keterbukaan pada petak manual 1,21 kali lebih luas daripada keterbukaan areal di petak semi mekanis, sedangkan jika menggunakan logfisher keterbukaan areal pada petak manual 0,71 kali dari luas keterbukaan petak semi mekanis. Penambahan luas keterbukaan areal oleh logfisher sebesar 1000 m 2 ha atau sebesar 70,6. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan logfisher dapat menyebabkan keterbukaan areal di petak semi mekanis meningkat.

5.3 Sifat Fisik Tanah Gambut Setelah Pemanenan