Sistem Peringatan Dini Banjir Pengaruh Perubahan PenutupanPenggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi

Jenis-jenis Banjir berdasarkan Penyebabnya dan Proses terjadinya di Indonesia menurut Kristianto 2010: 1. Banjir Bandang Banjir bandang terjadi saat penjenuhan air terhadap tanah di wilayah tersebut berlangsung sangat cepat hingga tidak dapat diserap lagi. Air yang tergenang lalu berkumpul dan mengalir dengan cepat di daerah-daerah dengan permukaan rendah. Akibatnya, segala macam yang dilewatinya dikelilingi oleh air dengan tiba-tiba. Banjir bandang terjadi begitu cepat sehingga setiap detik begitu sangat berharga. 2. Banjir Sungai Banjir sungai umumnya terjadi akibat curah hujan yang terjadi di daerah aliran sungai DAS secara luas yang berlangsung cukup lama. Selanjutnya air hujan yang tidak tertampung lagi di sungai meluap sehingga menimbulkan banjir dan genangan di daerah sekitarnya. Banjir sungai umumnya akan menjadi banjir besar secara perlahan, dan tergolong banjir musiman yang dapat berlanjut sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu. 3. Banjir Pantai Banjir pantai adalah banjir yang terkait dengan terjadinya badai tropis. Air laut membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami gelombang pasang.

2.9 Sistem Peringatan Dini Banjir

Early warning system EWS atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan resiko. EWS bertujuan untuk memberikan peringatan agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat, tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan. Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari petugas pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting ACF dan European Comission Humanitarian Aid, 2011. Peringatan dini dikeluarkan sesaat sebelum terjadinya bencana banjir. Selama ini, sistem peringatan dini banjir di Indonesia disampaikan berdasarkan tahapan kondisi siaga yang didasarkan tinggi muka air di beberapa pos pengamatan dan pintu air. Contohnya di DKI Jakarta, kondisi siaga ditentukan berdasarkan tinggi muka air di pos Depok, Katulampa dan Manggarai. Berikut ini contoh kondisi siaga di DKI Jakarta berdasarkan tinggi muka air dari ketiga pos tersebut: • Siaga IV : Kondisi normal dimana Katulampa 80 cm, Depok 200 cm dan Manggarai 750 cm • Siaga III : Katulampa 80 cm, Depok 200 cm dan Manggarai 750 cm • Siaga II : Katulampa 150 cm, Depok 270 cm dan Manggarai 850 cm • Siaga I : Katulampa 200 cm, Depok 350 cm dan Manggarai 950 cm Promise Indonesia, 2009

2.10 Pengaruh Perubahan PenutupanPenggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi

Leopold dan Dunne 1978 dalam Sudadi et al. 1991 mengatakan secara umum perubahan penggunaan lahan akan mengubah: 1 karakteristik aliran sungai, 2 total aliran permukaan, 3 kualitas air dan 4 sifat hidrologi yang bersangkutan. Alih fungsi lahan memberikan pengaruh terhadap perubahan debit banjir melalui kemampuan tanah menyerap air hujan berdasarkan penutupanpenggunaan lahannya Yustina, 2007. Berkurangnya kawasan bervegetasi dan meningkatnya area terbangun, menyebabkan kecenderungan naiknya nilai koefisien run off, yang berkaitan erat dengan meningkatnya debit maksimum sungai dan menurunnya debit minimum sungai. Selanjutnya fenomena yang kerap terjadi adalah banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau Sarminingsih, 2007. Kegiatan tataguna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu DAS seringkali dapat mempengaruhi hasil air wateryield. Pada batas tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air. Pembalakan hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan lainnya, perladangan berpindah, atau perubahan tataguna lahan hutan menjadi areal pertanian atau padang rumput adalah contoh-contoh kegiatan yang sering dijumpai di negara berkembang. Terjadinya perubahan tataguna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen, dapat mempengaruhi besar-kecilnya hasil air Asdak, 2010. Menurut Arsyad 2006, vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam 1 intersepsi air hujan, 2 mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, 3 pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan- kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur porositas tanah, dan 4 transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah.

III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian