BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cagar Biosfer
Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi
keanekaragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan yang didukung oleh kajian ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1990 Pasal
1 Ayat 12 disebutkan bahwa cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik danatau ekosistem yang telah mengalami
degradasi keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi
kepentingan penelitian dan pendidikan.
Cagar biosfer mempunyai tujuan untuk mewujudkan pengelolaan lahan, perairan tawar, laut dan sumber daya hayati secara terpadu, melalui program
perencanaan bioregional yang mengintegrasikan konservasi keanekaragaman hayati ke dalam pembangunan berkelanjutan dan dapat dicapai melalui
pengembangan sistem zonasi tepat. Sistem zonasi ini mencakup area inti kawasan yang dilindungi secara ketat yang dikelilingi oleh zona penyangga yang
menekankan aspek konservasi masyarakat tetap diperbolehkan tinggal dan bekerja dan secara keseluruhan kawasan tersebut dikelilingi oleh area transisi,
disebut juga wilayah kerjasama untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
Setiap cagar biosfer diharuskan memenuhi tiga fungsi yang saling menunjang, yaitu : fungsi konservasi, untuk melestarikan sumber daya genetik,
jenis, ekosistem dan lansekap; fungsi pembangunan, untuk memacu pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia; dan fungsi pendukung
logistik, untuk mendukung kegiatan penelitian dan pendidikan serta pelatihan lingkungan
yang berhubungan
dengan permasalahan
konservasi dan
pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, nasional dan dunia.
2.2 Analisis Stakeholders
Stakeholders merupakan pihak-pihak mempengaruhi dan atau dipengaruhi kebijakan dan tindakan dengan kepentingan yang berbeda, baik individu,
kelompok ataupun organisasi. Eden and Ackermann dalam Bryson 2004
menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power kekuatan untuk mempengaruhi secara langsung masa depan
suatu organisasi. Analisis stakeholders menurut Mayers 2005, yaitu mempelajari bagaimana
manusia berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan sumberdaya alam dengan cara memisahkan peran stakeholders ke dalam rights hak,
responsibilities tanggungjawab, revenues pendapatan serta relationship menilai hubungan antar peran tersebut. Analisis stakeholders perlu dilakukan
dengan : 1 mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2 mengidentifikasi individu,
kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi fenomena tersebut; dan 3 memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat dalam
proses pengambilan keputusan Reed et al. 2009. Analisis stakeholders mengklasifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam
pengelolaan. Menurut Colfer et al. 1999, untuk menentukan siapa yang perlu dipertimbangkan dalam analisis stakeholders, dilakukan dengan mengidentifikasi
dimensi yang berkaitan dengan interaksi masyarakat terhadap hutan, dimana stakeholders dapat ditempatkan berdasarkan beberapa faktor, yaitu:
1. Kedekatan
dengan hutan, merupakan jarak tinggal masyarakat yang berhubungan dengan kemudahan akses terhadap hutan.
2. Hak masyarakat, hak-hak yang sudah ada pada kawasan hendaknya diakui dan
dihormati. 3.
Ketergantungan, merupakan kondisi yang menyebabkan masyarakat tidak mempunyai pilihan yang realistis untuk kelangsungan hidupnya sehingga
mereka sangat bergantung dengan keberadaan hutan. 4.
Kemiskinan, mengandung implikasi serius terhadap kesejahteraan manusia sehingga masyarakat yang miskin menjadi prioritas tujuan pengelolaan.
5. Pengetahuan lokal, kearifan lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat
dalam menjaga kelestarian hutan. 6.
Integrasi hutanbudaya, berkaitan dengan tempat-tempat keramat dalam hutan, sistem-sistem simbolis yang memberi arti bagi kehidupan dan sangat erat
dengan perasaan masyarakat tentang dirinya. Selama cara hidup masyarakat terintegrasi dengan hutan, kelangsungan budaya mereka terancam oleh
kehilangan hutan, sehingga mempunyai dampak kemerosotan moral yang berakibat pada kerusakan hutan itu sendiri.
7. Defisit kekuasaan, berhubungan dengan hilangnya kemampuan masyarakat
lokal dalam melindungi sumberdaya atau sumber penghidupan mereka dari tekanan luar sehingga mereka terpaksa melakukan praktik-praktik yang
merusak.
2.3 Partisipasi