Sosial ekonomi Kearifan masyarakat lokal

4.3 Sosial Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kondisi masyarakat Informasi kondisi masyarakat sekitar didapat dari laporan LIPI 2008b yang melakukan penelitian di lima desa pada empat lokasi kecamatan yang berada di dua kabupaten, sudah dapat mencerminkan keterwakilan dan variasi kondisi sosial ekonomi serta budaya masyarakat yang ada di CB-GSK-BB. Adapun rincian desa penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 dan posisi di peta dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 5. Lokasi dan struktur masyarakat desa Sumber: LIPI 2008 Sumber: LIPI 2008 Gambar 7 Peta lokasi desa-desa penelitian LIPI.

4.3.2 Sosial ekonomi

Mata pencaharian penduduk masih terkait dengan subsisten pertanian, terutama perkebunan sawit, karet dan perikanan Tabel 6. Masyarakat lokal telah lama berkebun karet Hevea brasiliensis yang diintroduksi di masa penjajahan Desa Kecamatan Kabupaten Posisi Tasik Betung Sungai Siak Sebagian berada di area inti Tasik Serai Sungai Kecil Bengkalis Mendekati ke area inti Tasik Serai Timur Pinggir Bengkalis Sebagian berada di area inti Sumber Jaya Mandau Bengkalis Mendekati ke area inti Tanjung Leban Bukit Batu Bengkalis Mendekati ke area inti Belanda. Perkebunan kelapa sawit baru diintroduksi beberapa puluh tahun terakhir. Etnis Melayu cenderung menanam karet, sedang pendatang etnis Batak dan Jawa lebih memilih menanam sawit dengan luas berkisar antara 2-3 ha. Tabel 6. Mata pencaharian utama penduduk di sekitar CB-GSK-BB Komoditas Tasik Betung Tasik Serai Tasik Serai Timur Sumber Jaya Tanjung Leban Kelapa Sawit √ √ √ √ √ Karet √ √ √ - √ Ikan √ √ √ - - Sumber: LIPI 2008 Infrastruktur yang tersedia di lima desa penelitian masih sangat terbatas. Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, jembatan, listrik, pasar ataupun perbankan masih kurang untuk mendukung aktivitas kehidupan mereka. Di beberapa desa, kurangnya infrastruktur yang tersedia telah mendorong inisiatif penduduk untuk membangun infrastruktur dengan kondisi dan kualitas seadanya. Misalnya saja di Desa Tasik Serai dan Tasik Serai Timur, dengan difasilitasi oleh pedagang dari luar daerah, penduduk di kedua desa itu telah berhasil membangun pasar yang beroperasi seminggu sekali. Demikian halnya yang terjadi pada Dusun Air Raja Desa Tanjung Leban, secara swadaya warga di dusun itu berhasil membangun jembatan yang dapat dilalui sepeda motor.

4.3.3 Kearifan masyarakat lokal

Informasi yang diperoleh penelitian LIPI 2008b di desa penelitian, menunjukkan bahwa pada dasarnya budaya suku Melayu asli yang tinggal di sekitar hutan cukup adaptif dengan lingkungan. Hubungan antara masyarakat dengan hutan dan ladang tidaklah bercorak eksploitatif. Artinya, meskipun masyarakat tersebut aktivitas pekerjaannya memang membuka ladang berpindah karena didorong oleh faktor lingkungan alam yang kurang subur, namun dalam membuka ladang itu areal yang dimanfaatkan hanya sebatas kemampuan mereka, yaitu antara satu sampai dua hektar untuk memenuhi kebutuhan subsistensi ekonomi mereka. Meskipun demikian, rotasi perpindahan ladang masyarakat asli lebih menunjukkan pola keteraturan antara satu ladang dengan ladang lainnya. Misalnya masyarakat asli desa Tasik Serai Timur dalam membuat ladang, senantiasa melibatkan anggota keluarga secara luas, ayah, anak dan saudara- saudara yang lain. Ladang yang dibuka oleh orang yang paling tua senantiasa diletakkan pada posisi paling kanan, demikian seterusnya sampai pada anggota keluarga yang paling muda. Pada saat membuka ladang, mereka senantiasa mengukur kemampuan dan kebutuhan mereka. Sewaktu hutan alam masih luas, mereka selalu berpindah-pindah selama tujuh putaran. Dengan demikian, paling tidak selama tujuh tahun mereka senantiasa berpindah-pindah tempat perladangan untuk kemudian kembali ke tempat awal. Semakin sempitnya hutan di sekitar tempat mereka tinggal, menyebabkan putaran perladangan berpindah hanya dilakukan selama tiga kali, bahkan saat ini semakin sulit masyarakat melakukan perladangan berpindah. Pemahaman tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di dalam lansekap CB-GSK-BB sangat penting, terutama Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Keterlibatan masyarakat dan dukungannya dalam pengelolaan cagar biosfer menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1 Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu CB-GSK-BB

Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu CB-GSK-BB merupakan ekoregion hutan rawa gambut peat-swamp forest Sumatera dengan keistimewaan banyaknya “tasik” danau kecil di dalamnya. Keunikan dan kekhasan CB-GSK-BB dijadikan sebagai suatu model lansekap pembangunan berkelanjutan di Provinsi Riau, yang mempunyai fungsi utama sebagai penyangga kehidupan melalui perannya dalam menjaga keseimbangan ekohidrologi dan pelestarian sumber plasma nutfah, menjadi stasiun penelitian lapangan unggulan untuk mengembangkan potensi keanekaragaman hayati hutan rawa gambut, dan sebagai upaya pemanfaatan lestari yaitu wahana peningkatan ekowisata yang berlandaskan keindahan, keunikan dan kemurnian alam dan budayanya, serta upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. CB-GSK-BB diharapkan dapat melestarikan dan menghasilkan nilai-nilai alami dan budaya melalui pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sesuai dengan kreatifitas budaya dan diterapkan secara berkelanjutan. CB-GSK-BB perlu mempunyai rencana pengelolaan yang tepat karena lansekapnya sangat layak dikembangkan untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan. Adanya Usulan Rencana Pengelolaan CB-GSK-BB Tahun 2009-2013 dimaksudkan untuk memberikan arah, kerangka, panduan, dan acuan kegiatan kepada pengelola Cagar Biosfer yang bersifat “multistakeholders management ” mengingat bervariasinya lansekap dan pemangkunya. Pengaturan pengelolaannya menggunakan pendekatan atau sistem pembagian wilayah zonasi, yaitu area inti, zona penyangga dan area transisi. Berikut kegiatan pengelolaan berdasarkan dari setiap zonasi.

a. Area Inti Core Area

Area inti cagar biosfer harus mempunyai esensi perlindungan hukum berjangka panjang agar kelestarian keanekaragaman hayatinya dapat terjamin. Perlindungan hukum bukan hanya yang berstatus hukum formal seperti suaka margasatwa yang ditetapkan oleh pemerintah, namun dapat pula perlindungan