memiliki kepentingan yang sama dalam pengelolaan, yaitu keseimbangan fungsi- fungsi ekosistem CB-GSK-BB. Keefektifan dan dukungan koalisi pihak-pihak
terhadap pengelolaan dapat diketahui dengan membangun hubungan kerja yang baik atau bermitra satu sama lain, karena stakeholders pada kuadran ini memiliki
kapasitas sumberdaya yang besar dalam hal partisipasi dan kontribusi, sumberdaya manusia dan sumberdaya yang disediakan fasilitas, dana dan
informasi dalam melaksanakan pengelolaan, sehingga stakeholders harus berperan aktif dan saling mendukung support demi keberhasilan pengelolaan
CB-GSK-BB.
c. Context setters
Hasil pemetaan stakeholders menunjukkan bahwa pada posisi kategori III
context setters ditempati oleh 15 stakeholders, yaitu Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau, Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Riau, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bengkalis, Badan Lingkungan Hidup Bengkalis, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Bengkalis, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Siak, Badan Lingkungan Hidup Siak, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Siak, Majelis Ilmiah, Universitas
Lancang Kuning, Universitas Islam Riau, Universitas Riau, Yayasan Penyelamatan Harimau Sumatera dan Siak Cerdas. Menurut Groenendijk 2003,
pihak pada kategori III context setters merupakan pihak dengan pengaruh yang tinggi, dapat mempengaruhi pengelolaan tetapi tidak memiliki kepentingan
terhadap pengelolaan. Stakeholders ini perlu diperhatikan dan dibutuhkan monitoring dan manajemen yang hati-hati dalam pengelolaan.
Stakeholders pemerintah pusat, provinsi, kabupaten memiliki otoritas yang tinggi sehubungan dengan perumusan kebijakan pengelolaan. LSM dan Perguruan
Tinggi berperan sehubungan dengan kemampuannya dalam memainkan peran intermediasi, penyebaran informasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini
menjadi perhatian karena stakeholders yang berada dalam kategori III context setters tersebut berperan dalam merumuskan kebijakan dan menjembatani
perumusan keputusan dan opini yang berkembang di sekitar CB-GSK-BB. Stakeholders ini juga perlu dikelola untuk dimintai saran pendapat konsultasi
ataupun hanya sekedar pemberitahuan akan dilaksanakannya suatu kegiatan
pengelolaan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak menjadi sumber kendala yang dapat menghambat pelaksanaan kegiatan pengelolaan CB-GSK-BB.
d. Crowd
Posisi kategori IV crowd ditempati oleh 4 stakeholders, yaitu Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Bengkalis, Badan Penyuluhan dan Ketahanan
Pangan Siak, Dinas Perkebunan Provinsi Riau dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau. Menurut Groenendijk 2003, pihak pada kategori IV crowd
merupakan pihak dengan pengaruh yang rendah dan kepentingan yang rendah pula terhadap pengelolaan, mungkin membutuhkan monitoring atau evaluasi
namun dengan prioritas rendah. Keberadaan stakeholders ini sebenarnya bisa diabaikan karena bukan merupakan subjects dalam pengelolaan. Namun,
mengingat bahwa kegiatan pengelolaan CB-GSK-BB ini melibatkan banyak pihak multistakeholder management, maka stakeholders ini bisa dilibatkan untuk
mendukung setiap pelaksanaan kegiatan pengelolaan CB-GSK-BB . Matriks nilai penting importance dan pengaruh stakeholders dapat
berubah tipenya sepanjang waktu dan dampak perubahan tersebut perlu dipertimbangkan Reed et al. 2009. Disamping itu, dimungkinkan juga
munculnya stakeholders baru yang belum teridentifikasi pada penelitian ini, terkait dengan dinamika sosial yang terus berkembang di lokasi penelitian.
Berdasarkan analisis nilai penting importance dan pengaruh tersebut ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan dalam pengelolaan CB-GSK-BB
yaitu diperlukan koordinasi dan kerjasama yang solid antar stakeholders sesuai dengan peran dan fungsinya serta pendekatan yang dapat mengakomodasi
kepentingan stakeholders lainnya tanpa mengurangi tingkat pengaruhnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat
Asikin 2001
dalam pembangungan
perlu diberdayakannya bentuk-bentuk partisipasi stakeholders.
5.4 Bentuk dan Tingkat Partisipasi Stakeholders