Tabel 9 Kategori tempat pengambilan spesies tumbuhan
No Kategori
Jumlah spesies Persentase
1 a
84 21
2 b
214 54
3 c
82 21
4 d
16 4
Keterangan: a= spesies yang hanya diambil dari satu tempat; b= spesies yang diambil dari dua tempat berbeda; c= spesies yang diambil dari tiga tempat berbeda; d= spesies yang diambil dari
empat tempat berbeda
Kategori yang perlu diperhatikan adalah kategori a karena pengambilan spesies tumbuhan hanya terkonsentrasi pada satu tempat tertentu. Terdapat 84
spesies yang termasuk ke dalam kategori a, 63 spesies di antaranya diambil dari hutan lindung dan 21 spesies lainnya diambil dari reuma atau pekarangan.
Beberapa alasan yang menyebabkan spesies tumbuhan hanya diambil dari hutan lindung antara lain: 1 spesies tersebut merupakan tumbuhan liar yang hanya
terdapat di leuweung titipan, misalnya bareubeuy Garcinia lateriflora, jasah Aporosa frutescens, dan ki mokla Knema intermedia; 2 spesies tersebut
umumnya hanya memiliki satu manfaat saja, sehingga tidak dibudidayakan karena dinilai kurang efektif dan efisien. Pemanfaatan terhadap spesies tumbuhan yang
berasal dari hutan umumnya dilakukan bersamaan ketika masyarakat sedang memiliki keperluan lain sehingga harus pergi ke hutan, misalnya ketika mencari
odeng madu, berburu, memanen buah, mengawasi hutan, atau jika di tempat yang lebih mudah terjangkau tidak ditemukan lagi spesies pengganti untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
5.1.5 Tingkat pemanfaatan komersial spesies tumbuhan liar
Pemanfaatan komersial spesies tumbuhan liar yang dilakukan oleh masyarakat merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mendapatkan nilai ekonomi
berupa uang dari pemanfaatan satu atau beberapa spesies tumbuhan liar yang memiliki manfaat komersial. Freese 1998 menyatakan bahwa manfaat komersial
merupakan satu atau beberapa manfaat dari spesies tumbuhan liar yang sangat mempengaruhi motivasi seseorang atau banyak orang untuk mendapatkan
penghasilan. Hal ini berarti semakin besar motivasi seseorang untuk mendapatkan penghasilan maka akan berakibat pada semakin tinggi pemanfaatan terhadap
spesies tumbuhan liar yang memiliki nilai komersial.
Tingkat pemanfaatan yang tinggi jika dilakukan secara terus-menerus dan melebihi kemampuan regenerasi hutan akan menyebabkan perubahan struktur dan
fungsi hutan Andel Havinga 2008; Pei et al. 2009. Hal ini terutama ditujukan bagi pemanfaatan bagian batang karena akan mematikan individu pohon. Jika
kondisi tersebut yang terjadi, maka secara tidak langsung pemanfaatan yang dilakukan akan membawa dampak pada degradasi hutan. Kleine et al. 2009
menjelaskan bahwa degradasi hutan merupakan proses menurunnya atau menghilangnya fungsi hutan.
Terdapat beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan secara komersial oleh masyarakat Baduy yaitu asam ranji Dialium indum, kadu Durio
zibethinus, dan peuteuy Parkia speciosa. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dari ketiga spesies tersebut adalah buah. Berdasarkan hasil analisis data diketahui
tingkat pemanfaatan komersial spesies tumbuhan liar RUIs oleh masyarakat Baduy sebesar 1,27 Lampiran 9. Rendahnya nilai tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Pertama, didalam peraturan adat Baduy terdapat larangan menebang pohon dari hutan lindung untuk tujuan komersial, sehingga tidak ada
masyarakat Baduy yang melakukan penebangan pohon dari hutan lindung untuk dijual. Hal ini mereka lakukan karena ketaatan terhadap adat, takut terkena
bencana atau musibah atau penyakit, dan akan terkena sanksi sosial dari masyarakat yang ada di sekitarnya jika melakukan pelanggaran.
Kedua, pemanfaatan terhadap bagian lain dari tumbuhan boleh dilakukan dengan didasari oleh aturan tertentu. Aturan ini berfungsi untuk mencegah
terjadinya pemanfaatan yang berlebihan dan bersifat eksploitatif. Salah satu aturan yang dibuat oleh masyarakat Baduy adalah menentukan waktu pemanenan buah,
khususnya buah asam ranji D. indum. Bagi buah kadu D. zibethinus dan peuteuy P. speciosa, pengambilannya dapat dilakukan di setiap musim karena
spesies ini sudah banyak dibudidayakan sehingga ketersediaannya melimpah. Pengambilan dari hutan lindung ditujukan agar buah yang dihasilkan oleh kedua
spesies tersebut tidak terbuang percuma dan dapat dimanfaatkan. Berbeda dengan asam ranji D. indum yang puncak musim panennya
dilakukan jika jangka waktu sudah mencapai tujuh tahun dari waktu panen sebelumnya. Penetapan musim panen dilakukan untuk mengurangi tekanan
terhadap hutan lindung, membatasi panen liar, dan memberikan waktu bagi hutan untuk melakukan regenerasi, khususnya bagi pohon yang dimanfaatkan. Cara
yang dikembangkan oleh masyarakat Baduy untuk mengambil buah asam ranji D. indum sangat menarik yaitu dengan cara tutuhan memotong percabangan
yang memiliki banyak buah. Cara ini dikembangkan karena lebih praktis dan tidak memakan waktu yang lama. Selain itu, dengan cara memotong cabang
diharapkan akan menumbuhkan tunas-tunas baru yang sehat dan produktif sehingga pohon tetap menghasilkan buah dalam jumlah banyak. Berbagai
penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan komersial spesies tumbuhan liar yang dilakukan oleh masyarakat Baduy tidak mengarah pada degradasi hutan.
5.2 Penerapan Etnobotani dalam Pengelolaan Hutan