Konflik Antar Buruh dan Tuan Kebun

Pada masa gajian besar yaitu pada akhir bulan, bagi para kuli disediakan wayang yang merupakan kesenangan bagi kuli jawa dan teater Cina bagi kuli Cina, hal semacam ini adalah hiburan yang sangat menarik dan mereka menganggap untuk mendapatkan hal ini adalah sebuah pesta besar yang tidak boleh ketinggalan karena mereka hanya menikmatinya sebulan sekali di mana di dalam satu bulan itu mereka telah melalui hari-hari yang berat dan tidak mengenakkan. Memang kelihatannya para tuan kebun memiliki kebaikan hati untuk menyewa artis-artis ini yang datang dari luar Deli yaitu dari Malaka dan Pulau Jawa, namun di balik maksud itu tuan kebun beranggapan tidak masalah memberi sedikit angin segar bagi para kuli sehingga mereka mau untuk dikontrak lagi dan terus menerus bekerja di perkebunan. Selain pertunjukan seni, hiburan yang disediakan walau tidak secara terang- terangan disebutkan adalah perjudian yang nyatanya telah mengikat para kuli karena banyak berhutang pada bandar judi sehingga mau tidak mau mereka harus menerima kontrak lagi, selain candu yang sangat disenangi oleh kuli Cina. Kemudian hiburan untuk mendatangi rumah bordil juga diperbolehkan dan karena itulah menyebabkan banyaknya penyakit kelamin yang berjangkit diantara mereka.

4.5 Konflik Antar Buruh dan Tuan Kebun

Setiap pergolakan yang ada di perkebunan di Deli Maatschappij pasti menyulut konflik baik antar buruh maupun antara buruh dengan tuan kebun. Hal ini didasarkan pada sistem kerja yang berat sehingga bagi mereka yang sudah tidak tahan melakukan protes pada tuan kebun maka akhirnya terjadilah kejahatan terhadap Universitas Sumatera Utara majikannnya sedangkan konflik antar buruh disebabkan permasalah etnisitas, pembagian kerja yang tidak rata, ataupun masalah perebutan wanita. Namun, yang menjadi masalahnya adalah bagaimana konflik diselesaikan. Biasanya konflik diselesaikan dengan penegakan hukum yang adil, tetapi di perkebunan tidak demikian karena setiap pelanggaran yang terjadi harus dilakukan dengan hukuman fisik yang membuat buruh semakin sakit dan tidak terima. Mereka seakan-akan diperlakukan sebagai binatang yang apabila tidak mematuhi aturan harus menerima ganjaran berupa hukuman seperti hukuman pukul, cambuk, dijemur di tengah-tengah lapangan ataupun dipukuli oleh kuli lainnya yang merasa dendam dengan si pesakit. Cara mengatur pekerjaan di perkebunan hampir tidak memungkinkan orang melakukan perlawanan kolektif. Selain intimidasi dan teror sistematis yang selalu merundung para kuli, perbedaan di antara kuli sendiri juga merupakan kendala struktural yang penting dalam aksi bersama. Karenanya, sangat menarik perhatian bahwa letupan-letupan spontan yang melibatkan sejumlah besar kuli masih sangat sering terjadi. Para tuan kebun sangat takut akan kerusuhan kuli semacam itu, terutama apabila para bawahan menunjukkan bahwa mereka bersedia dan sanggup melakukan perlawanan bersama terhadap pemimpin perusahaan, walau hanya sebentar. Satu saja sumber perlawanan sudah cukup untuk menyeret para pekerja di dalam perkebunan yang lain ke dalam suasana rusuh dan pemberontakan. Setiap Universitas Sumatera Utara kerusuhan, betapapun kecilnya dapat menjadi percikan api yang meledakan tong mesiu. 40 Para tuan kebun selamanya menghawatirkan kemungkinan terjadinya peningkatan kerusuhan, tapi biasanya mereka berhasil menghindarinya atau paling tidak segera menghentikannya. Kejadian semacam ini dapat menyebabkan berbagai tindak kriminal baik sengaja maupun tidak sengaja yang dilimpahkan kepada para kuli, dan tentu saja merekalah yang menjadi terdakwanya dan mereka jugalah yang merasakan hukuman yang keji itu. Hal-hal sepele sebenarnya menjadi hal-hal yang di besar-besarkan untuk menambah penderitaan kuli dan untuk membuat jera kuli lainnya yang hendak membuat kerusuhan di perkebunan, dan atas alasan inilah poenale sanctie diberlakukan di perkebunan, namun kenyataannya hukum yang berlaku tidak diterapkan sebagaimana adanya karena setiap pelanggaran yang kuli lakukan selalu memberatkan dan hukuman yang tidak terlalu berat harus dibuat seberat mungkin agar para kuli tidak melakukannya lagi dan parahnya kebanyakan kasus itu dibuat agar para kuli saling membenci dan adanya tingkat persaingan menyebabkan kuli harus lebih giat bekerja maka siasat seperti ini dianggap berhasil oleh para majikan agar kuli mau bekerja lebih keras lagi untuk mereka. 41 40 Jan Breman, Ibid, hlm. 159. 41 Ibid, hlm. 161. Meskipun dengan cara yang licik mereka harus menyediakan informan di dalam setiap barak apakah ada kelompok-kelompok tertentu yang membahas akan melaksanakan pemberontokan terhadap tuan kebun dan Universitas Sumatera Utara manajernya. Apabila ditemukan hal yang demikian maka satu-satu orang-orang di kelompok itu akan mendapatkan hukuman. Karena tidak adanya sarana yang akseptebel untuk melakukan protes secara legal, kuli yang tidak puas dengan hanya menyabot pekerjaan yang dibebankan kepadanya tidak dapat berbuat lain selain melakukan perlawanan secara terbuka. Perlawanan itu dapat berbentuk aksi kekerasan terhadap pemimpin perusahaan lapisan bawah, yaitu biasanya kepala regunya sendiri, tetapi terkadang juga asisten kulit putih. Karena merasa terus menerus terancam oleh serangan kuli maka ke mana- mana anggota staff Eropa selalu membawa tongkat untuk mempertahankan diri. Terutama serangan dari kuli Cina yang terkenal sangat cepat marah bila mereka merasa diperlakukan tidak adil. Kejengkelan yang bertumpuk-tumpuk dapat meledak menjadi agresi spontan. Tetapi sebelum sampai sedemikian jauh, pemimpin perusahaan sering sudah dapat bertindak berdasarkan informasi yang mereka terima sebelumnya. 42 Dengan keadaan yang memberatkan para kuli ini, maka hal yang diperlukan oleh para kuli adalah pelarian ke dalam hutan di sepanjang pantai Sumatera Timur, namun untuk melakukan ini tidak mudah karena hutan yang dikenal sangat luas ini, juga terdapat suruhan-suruhan dari para tuan kebun untuk menyewa suku pedalaman untuk memburu para pelarian. Dan bahkan jika pelarian berhasil melarikan dari hutan yang luas dan pemburu, mereka harus menghadapi tantangan lainnya yaitu menjadi 42 Ibid, hlm. 165. Universitas Sumatera Utara orang yang terasing di tempat yang baru yang biasanya dengan lingkungan yang keras pula. Seperti yang diberitakan sebagai berikut : Semakin lama, kuli-kuli yang melarikan diri semakin banyak. Tempo polisi buat mengurus orang-orang pelarian ini banyak yang dipergunakan. Kuli-kuli makin tahu bahwa peraturan yang cocok dengan perasaan mereka. Banyak yang tidak tahan dengan kungkungan Poenale Sanctie. Buat mempersaksikan, pembaca boleh lihat catatan di bawah ini. Sejak tanggal 6 April, kira-kira 21 orang kuli kontrak yang lari dan ditahan. Pada tanggal 6April saja, kira-kira 9 orang yang ditangkap. Mereka melarikan diri dari kebun dengan nekat, walau tidak mendapat surat atau mempunyai surat pas. Kebanyak diantara kuli-kuli yang ditanya, sebab-sebab mereka melarikan diri karena tidak tahan dalam kebun, dan mereka lebih suka mencari kerja jadi kuli preman. 43 Hukuman yang paling lazim diberikan adalah pengurangan upah ataupun penambahan jam kerja. Namun, untuk kasus-kasus yang berat seperti pemberontakan, penganiyaan, melarikan diri dan membunuh, hukumannya mulai dari hukum cambuk hingga hukuman mati dengan hukum gantung meskipun hukum cambuk yang diterima divonis untuk tidak mematikan nyawa si pesakit, kebanyakan berita yang diterima hukum cambuk paling banyak menyebabkan kuli mati. 43 T. Keizerina Devi, Op. Cit., hlm. 151, dikutip dari Pewarta Deli, 9 April 1930. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan