perbapaan, sedangkan kampong anak disebut dusun. Gabungan dari perbapaan dan
dusun-dusun disebut urung. Urung-urung ini kemudian membentuk sebuah federasi
yang dikenal dengan sibayak,
13
Orang Simalungun menetap di dataran tinggi Simalungun. Sama seperti Melayu, orang Simalungun juga memiliki rajanya sendiri. Ada beberapa kerajaan
kecil yang berdiri di Simalungun. Sistem pemerintahan kerajaan Melayu. dan dipimpin oleh seorang sibayak.
14
Orang Simalungun juga ada yang menetap di daerah-daerah Kerajaan Melayu, bahkan ada
juga yang sudah menjadi Melayu, umpamanya di Bedagai, Luhak Batak, Timur Dusun daerah kekuasaan Serdang, di daerah Batubara, dan Labuhan Batu.
15
2.2 Pemerintahan Tradisional
Kesultanan Deli didirikan oleh Gocah Pahlawan, seorang panglima perang Sultan Iskandar Muda. Gocah Pahlawan menurut terombo kesultanan Serdang nama
aslinya adalah Jazid, dan yang lain menamakannya adalah Abdullah Rhain. Sedangkan menurut Denai ia bernama Muhammad Dalik. Sebaliknya menurut
terombo kesultanan Deli namanya adalah Muhammad Delikhan asal dari Keling India, anak cucu Raja Delhi Akbar. Ia merantau ke arah nusantara dan kapalnya
tenggelam dekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai. Karena kulitnya agak hitam, ia dikenal dengan nama Lebai Hitam. Berkat jasa dan kepahlawanannya
13
Nas Sebayang, Dasar-Dasar Bentuk Susunan Pemerintahan Tradisional Karo Medan:1990, hlm.8-9
14
Suprayitno, Dari Federasi ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur Yogyakarta: Tesis S2, 1995, hlm.34.
15
Suprayitno, “ Medan Sebagai Kota Pembauran Sosio Kultur di Sumatera Utara Pada Masa Kolonial Belanda: dalam Historisme, Edisi No.21 TahunX Agustus 2005,hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
membunuh enam orang pengacau ia diberi gelar Gocah Pahlawan dari Sultan Aceh. Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan
Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang
mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan
memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan
Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan
Sigara-gara. Sekitar tahun 1630 setelah kembalinya ia ke tanah Deli, ia membuka ibukota
baru di sungai lalang, percut. Dengan bantuan tentara Aceh, Gocah Pahlawan dapat menstabilkan kedudukannya di Deli pada tahun 1641, sehingga suatu kerajaan Deli
yang baru dan bersahabat dengan Aceh dibawah pimpinannya dapat berdiri kokoh.
Nama Deli sendiri menurut terombo Deli diambil dari nama Delhi, yaitu tempat asal
Gocah Pahlawan. Kemungkinan lain, nama Deli diambil dari nama Deli-Tua, bekas ibukota Kerajaan Aru yang ditaklukkan oleh Gocah Pahlawan. Nama Deli Tua itu
aslinya diambil dari nama sebuah sungai dekat Deli Tua yang bernama Lau Petani Deli
16
16
Tengku lukman Sinar, Sari Sejarah Serdang, Jilid I, Medan:Tanpa Penerbit, 1971, hlm. 30-32
.
Universitas Sumatera Utara
Sultan Osman Perkasa Alamsyah adalah Sultan Deli pertama yang memerintah di Kesultanan Deli berdasarkan surat kuasa Sultan Aceh. Sultan Osman
Perkasa Alamsyah wafat pada tahun 1858 dan dimakamkan di areal pemakaman Mesjid Raya Labuhan Deli. Sultan Osman Perkasa digantikan oleh putranya, Sultan
Mahmud Perkasa Alamsyah, di buat perjanjian Acte Van Verband, antara Kesultanan
Deli dan Belanda yang dipimpin oleh Residen Riau, Eliza Netscher, pada tanggal 21 Agustus 1862
17
17
Perjanjian itu berisi: bahwa Sultan Deli taat dan setia pada Raja Belanda Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan melaksanakan pemerintahan di Deli sesuai adapt dan peraturan; bersedia
memajukan negeri dan rakyat; bersedia mematuhi syarat-syarat penambahan akte yang belum jelas atau belum tercantum. Perjanjian ini dilakukan Sultan Deli dan berikut gantinya.
. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuangku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan
kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.
Setelah wafat, Sultan Mahmud Perkasa digantikan oleh putranya yaitu Sultan Mahmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Pada masa itu putranya diangkat menjadi
Sultan belum mencapai usia tujuh belas tahun. Pada awal pemerintahan Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, ibukot a Kesultanan Deli masih berada di
Labuhan. Jauh sebelum Belanda , Labuhan telah mampu menjadi pelabuhan sungai penting yang ramai, dan telah mampu menampung kegiatan ekspor impor barang
dagangan dari dan keluar wilayah Kesultanan Deli. Setelah penandatanganan Acte Van Verband pada tanggal 22 Agustus 1862, Labuhan mulai dilirik untuk dijadikan
wilayah perkebunan tembakau. Pada tahun 1863, J Nienhuys, seorang pengusaha
Universitas Sumatera Utara
perkebunan berkebangsaan Belanda, pindah dari Jawa Timur ke Deli. Nienhuys berhasil mendapatkan konsesi tanah untuk membuka perkebunan di tanah Deli dari
Sultan Mahmud Perkasa Alamsyah. Daerah yang pertama untuk penanaman tembakau terletak di tepi sungai Deli yaitu seluas 4000 bau
18
. Konsesi ini diberikan selama 20 tahun, selam 5 tahun pertama Nienhuys dibebaskan dari pajak dan sesudah
itu baru membayar 200 gulden setahun
19
Pada tahun 1879, Kedudukan Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Asisten Residen Deli sendiri pada masa itu berada dibawah Keresidenan
Sumatera Timur dengan ibukotanya Bengkalis. Pindahnya Asisten Residen Deli ke Medan semakin menguatkan posisi Medan sebagai kota baru yang strategis.
Ditempat lain, pada tahun 1886, Sultan Makmun Al-Rasyid Perkasa .
Nienhuys berhasil dengan tanaman tembakaunya di Labuhan Deli. Pada tahun 1869, Nienhuys memindahkan kantor perusahaanya Deli Maatschappij, ke Medan.
Alasannya, karena letak medan yang lebih tinggi dari Labuhan, dapat menghindarkan diri dari banjir. Alasan lain Karena Medan sendiri pada waktu itu masih penuh
dengan hutan sehingga cukup mudah untuk melakukan perluasan lahan tanaman tembakaunya. Perkampungan yang sempat tercatat di Medan adalah suatu kampung
yang disebut dengan Medan Putri yang terletak pada pertemuan antara sungai Deli dan sungai Babura.
18
1 bau= 7,096.5 meter persegi
19
Nurhamidah,” Sejarah Buruh Perkebunan di Sumatera Timur”dalam Historisme Edisi No.21Tahun XI Agustus 2005, hlm.20. Lihat juga Thee Kian Wie, Plantation Agriculture and Export
Growth an Ecohomic History of East Sumatra 1863-1942, Jakara: National of Institue of Economic and Social Research LEKNAS- LIPI , 1977, hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
Alamsyah mendirikan kampong Bahari di Labuhan . Setelah melihat perkembangan Medan yang pesat, maka pada tanggal 26 Agustus 1888, Sultan Makmun Al-Rasyid
mulai mendirikan Istana Maimon di Medan. Secara resmi, Sultan Makmun Al-Rasyid pindah ke Medan dan menempati Istana Maimon pada tanggal 18 Mei 1891. Dengan
demikian, Medan menjadi ibukota Kesultanan pada tahun itu juga. Perpindahan ini semakin menjatuhkan pamor Labuhan sekaligus mempercepat proses kemunduran
Labuhan Deli. Pada akhirnya Labuhan tidak lagi menjadi Bandar pelabuhan bagi Kesultanan Deli dan pemerintah Belanda disebabkan endapan-endapan Lumpur.
Sebagai gantinya, kegiatan ekspor impor dipindahkan ke Belawan yang sudah dibangun pemerintah Belanda pada saat itu
20
20
Historisme Edisi No.22Tahun XI Agustus 2006, oleh Ratna, “Labuhan Deli:Riwayatmu Dulu” hlm. 9-10.
. Pada masa Sultan Makmun Al-Rasyid memerintah di Deli, perkebunan-
perkebunan tembakau sudah tersebar luas di Labuhan dan Medan. Pada masa itu wilayah Kesultanan Deli yang ramai dan menjadi pusat aktivitas ekonomi adalah
Labuhan dan Medan. Namun, sebagai akibat perpindahan Deli Maatschappij dan Asisten Residen Deli dari Labuhan ke Medan, serta dijadikannya Medan sebagai
ibukota Keresidenan Sumatera Timur, aktivitas ekonomi menjadi terpusat di Medan. Sehingga, Labuhan jatuh pamornya dan ditinggalkan orang. Hal ini yang memaksa
Sultan Makmun Al-Rasyid memindahkan Kesultanan Deli dari Kampung Bahari,
Labuhan ke Medan.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Hubungan dengan Kolonial