BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya maka sampailah penulis pada bab terakhir, yaitu kesimpulan. Dalam bab ini penulis berusaha untuk
menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnnya. Sumatera Timur mengalami perkembangan yang luar biasa ketika
pertumbuhan perkebunan yang dirintis Jacobus Nienhuys semakin merebak luas dan menjadi perusahaan tembakau terbesar di Sumatera Timur dengan nama perkebunan
Deli Maatschappij, sebelum Sumatera Timur dibuka menjadi pusat industri perkebunan, daerah Sumatera Timur masih luas berupa hutan rimba.
Sedangkan masyarakat yang telah ada di dalamnya masih berkelompok- kelompok, diantara terdiri dari suku-suku seperti suku Karo, Melayu dan
Simalungun. Namun dengan hadirnya unsur-unsur dari luar yaitu kolonial Belanda yang memulai industri perkebunan, di Sumatera Timur mulai ramai masyarakat
pendatang dengan berbagai suku seperti Jawa, Cina, Tamil, Minangkabau dan lainnya. Seiring dengan berkembang pesatnya Sumatera Timur, maka pada tahun
1918, kota Medan yang telah menjadi gemeentee berubah menjadi kota bergaya Eropa dengan segala fasilitasnya. Keadaan ini disebabkan oleh perkembangan
perkebunan di Sumatera Timur terutama Deli Maaatschappij sebagai pionir dan perusahaan tembakau terbesar di Sumatera Timur.
Universitas Sumatera Utara
Terlepas dari pertumbuhannya yang pesat, perkebunan Deli Maatschappij memiliki berbagai permasalahan, salah satunya yaitu pekerja yang ketika itu lebih
lazim disebut kuli. Seperti kebanyakan perkebunan yang mengalami pertumbuhan yang pesat, Deli Maatshappij juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerja
yang baik dan memiliki keterampilan untuk itu penguasa perkebunan menyewa buruh dari bangsa Cina, Tamil dan yang paling banyak diantaranya yaitu suku Jawa. Selain
perekrutan yang sulit didapat masalah-masalah berikutnya yang semakin pelik mengenai perburuhan adalah masalah kemanusiaan yang lebih dramatis. Memang,
akibat perkebunan, Sumatera Timur semakin tumbuh pesat, namun di dalamnya para buruh perkebunan mengalami kesulitan dan penderitaan seakan-akan Sumatera Timur
tumbuh akibat penderitaan orang lain Akibat dari ini semua berimbas pada buruh, para pengusaha yang serakah
semakin memeras tenaga buruh tanpa diberi imbalan dan upah yang setara, mereka semakin terpuruk dengan tidak adanya modal ketika masa kontrak telah habis, maka
dengan demikian secara otomatis mereka harus terus dan terus bekerja apabila mau tetap hidup walaupun hidup dengan kesengsaraan. Bagaimana tidak, upah yang kecil,
akomodasi yang tidak pantas bagi pekerja, dan jaringan kejahatan serta keburukan lainnya seperti pembunuhan, pelacuran, perjudian sampai menjual anak kandung
menjadi kehidupan yang harus diterima oleh para buruh yang diakibatkan rendahnya moral pengusaha perkebunan sampai-sampai menimbulkan budaya tersendiri dan
terasing dari dunia di sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran