2.3. Hubungan dengan Kolonial
Ekspansi kekuasaan kolonial masuk ke Sumatera Timur melalui kerajaan Siak. Dengan Siak, Belanda berhasil mengadakan perjanjian yang disebut Traktat
Siak yang ditandatangani pada 1858. Isi Traktat Siak antara lain: a
Raja Siak menyatakan bahwa kerajaan menjadi bagian dari pemerintah Hindia Belanda di bawah kedaulatan Belanda.
b Pemerintah Belanda diizinkan mendirikan pos di Bengkalis.
c Pengganti Raja atau Raja Muda harus bersumpah setia kepada Jenderal.
d Tanpa izin dari Residen Riau Sultan tidak dibolehkan berhubungan dengan
pemerintah asing dan melarang orang asing menetap di wilayah kekuasaanya. e
Pemerintah Hindia Belanda jika berkeinginan dapat mengambilalih pajak atau pendapatan Sultan dengan diberi ganti rugi. Karena Siak telah ditundukkan,
selanjutnya Traktat Siak oleh Belanda dipakai sebagai langkah persiapan menaklukkan Sumatera Timur
21
Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang
berkuasa di kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai
daerah taklukan kerajaan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung Medan Putri.
.
21
Budi Agustono, Muhammad Osmar Tanjung, Edy Suhartono, Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia VS PTPN II: Sengketa Tanah di Sumatera Timur Bandung: Wahana Informasi
Masyarakat dan AKATIGA, 1997,hlm.22
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1862, yaitu empat tahun setelah penandatanganan Trakta Siak, Residen Elisa Netscher berlayar ke berbagai kerajaan di Sumatera Timur. Dengan
tujuan agar raja-raja yang berada dibawah kekuasaan Siak agar mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda atas kerajaan mereka masing-masing sesuai isi Traktat
Siak. Tetapi Sultan Mahmud Perkasa Alam yang menggantikan Sultan Osman, yang menduduki Kerajaan Deli, menyatakan bersedia mengakui kedaulatan Hindia
Belanda atas kerajaan Deli dengan syarat bahwa kerajaan Siak bukan merupakan atasan bagi kerajaan Deli. Kemudin Resident Netscher menyetujui syarat tersebut.
Dengan ditandatanganinya Acte Van Erkenning bahwa kerajaan Deli berada
dibawah perlindungan Hindia Belanda yang berdaulat di Siak oleh Sultan Mahmud pada tanggal 22 Agustus 1862 maka sejak saat itu Hindia Belanda mulai menjajah
Deli. Belanda menaklukkan Sumatera Timur bukan lewat peperangan, melalui
kontrak politik atau akta perjanjian yang disodorkan secara paksa kepada kesultanan. Setiap kali menandatangani Akta Perjanjian kepada Sultan, Belanda memaksa
kehendak politiknya. Dengan Akta Perjanjian itu pula Belanda semakin mudah mengontrol dan mendiktekan kemauan politiknya.
Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan
dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, Ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di
Kampung Bahari Labuhan juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana
Universitas Sumatera Utara
Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya
menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente Kota Praja dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan Acte van Schenking
Akte Hibah Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga
resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan,
Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir. Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri
dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139 orang.
Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di
Kampung Baru 1919, sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan - Besitang 1919, Konsulat Amerika 1919, Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M.
Yamin sekarang 1923, Mingguan Soematra 1924, Perkumpulan Renang Medan 1924, Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga
Kebun Bunga 1929. Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan ekspor-impor sejak masa lalu. sedang
Universitas Sumatera Utara
dijadikannya medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikan Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah.
2.4 Kedatangan Nienhuys