Kerangka teori Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)

12 4. Diana Febrina Lubis Nim. 017011015 Prinsip Bagi Hasil Pada Perjanjian Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura Suatu Penelitian Di Kota Medan 5. Wihardi Nim. 047011076 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor Melalui Perusahaan Pembiayaan Di Kota Medan 6. Ivon Lazuardy Ananda Nim. 057011037 Perjanjian Pembiayaan Dengan Cara Partisipasi Terbatas Antara PT. Sarana Sumut Venture Dengan PT. Sarana Krakatau Digdaya Namun belum ada yang melakukan penelitian dengan judul “Analisis terhadap Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada PT. Astra Credit Company Studi Kasus Said Fahli pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Medan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka teori

Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 8 Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran 8 J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996, hal. 203. Universitas Sumatera Utara 13 atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 9 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati. 10 Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian, maka teori hukum yang dipergunakan adalah teori hukum dalam lapangan hukum perjanjian. Dasar pokok pengaturan pembiayaan konsumen adalah hukum kontrakperjanjian. Dalam pembiayaan konsumen, bentuk perjanjian kerjasamanya merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 11 9 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Madju, 1994, hal. 80. 10 Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 35. 11 Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Cet. 21, 2005, hal. 1. Universitas Sumatera Utara 14 Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 12 Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak. Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional law”. 13 Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak 12 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986 hal. 6. 13 Subekti, Op. cit, hal. 13. Universitas Sumatera Utara 15 dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata BW, yang menyiratkan adanya 3 tiga asas yang seyogyanya dalam perjanjian: 1. Mengenai terjadinya perjanjian Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak consensus, consensualisme. 2. Tentang akibat perjanjian Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah di antara para pihak, berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut. 3. Tentang isi perjanjian Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak contractsvrijheid atau partijautonomie yang bersangkutan. Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan Universitas Sumatera Utara 16 dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sehingga dalam membuat perjanjian pembiayaan konsumen para pihak bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakatidisetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku. 14 Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara para pihak. Dalam pembiayaan konsumen ditentukan hak dan kewajiban dari masing- masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Pembiayaan konsumen telah diikat dengan suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa pembiayaan konsumen menyebabkan para pihak mempunyai kewajiban untuk memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan perjanjian tersebut. Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keseimbangan. dimana nantinya akan dilihat keseimbangan antara lembaga pembiayaan selaku lembaga keuangan yang menyalurkan pembiayaan dan konsumen yang menerima pembiayaan. Keseimbangan 14 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 59. Universitas Sumatera Utara 17 untuk memperoleh kepastian hukum antara para pihak dalam perjanjian beli kembali ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Teori keseimbangan ini dipelopori oleh Aristoteles dimana Ia menyatakan bahwa hukum harus diluruskan penegakannya sehingga memberi keseimbangan yang adil terhadap orang-orang yang mencari keadilan. Dalam teori keseimbangan semua orang mempunyai kedudukan yang sama dan diperlakukan sama pula seimbang di hadapan hukum. 15 Teori keseimbangan tersebut di atas didukung pula dengan teori keadilan yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri. 16 Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu: moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.” 17 Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti 15 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, 1985, hal. 87. 16 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000, hal.42. 17 Roscoe Pound, Justice According To Law, New Haven USA: Yale University Press, 1952, hal. 3. Universitas Sumatera Utara 18 bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Sedangkan justitia commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. 18 Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang disamakan dengan diri sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia. 19 John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan 18 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003, hal. 77. 19 Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, Cambridge Mass: Harvard University Press, 1974, hal. 86. Universitas Sumatera Utara 19 pada kegunaan, melainkan pada dua sentimen, yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri dan perasaan simpati. 20 Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak yang bersangkutan. Perumusan hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi di antara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan kepentingan melalui proses tawar menawar tersebut. 21 Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu melalui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak. Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah. 22 Dengan tujuan pembentukan pembiayaan konsumen, diharapkan akan memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak 20 Ibid.` 21 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008, hal.1 22 Ibid Universitas Sumatera Utara 20 dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut. 23 Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan kewajiban para pihak menjadi seimbang. Sebagai teori pendukung dalam penelitian ini digunakan teori analisis kredit dan teori prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit. Untuk meminimalkan tingkat pembiayaan bermasalah salah satu proses yang sangat penting adalah pada saat analisis kredit. Sebelum memberikan kredit, pihak kreditor biasanya melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap Character watak. Capacity kemampuan, Capital modal, Collateral agunan dan Condition of Economic prospek usaha debitor atau yang lebih dikenal dengan istilah 5C. Sebelum melakukan pemberian kredit, sekurang-kurangnya kreditor harus melakukan analisis kelayakan usaha melalui penerapan faktor 5C serta penilaian terhadap aspek kemampuan membayar, yakni: 24 a. Character 23 Handri Raharjo, Loc. cit 24 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hal 394. Universitas Sumatera Utara 21 Faktor ini menyangkut kemauan debitor untuk membayar kembali kreditnya. Kemauan debitor dapat dilihat dari track record pembayaran pinjaman sebelumnya maupun pertimbangan terhadap latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam bisnis. b. Capacity Faktor ini untuk menjawab pertanyaan “can he pay?” atau kemampuan debitor untuk membayar kreditnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari cash flow. Sejarah pembayaran juga akan menjadi pertimbangan untuk melihat kemungkinan pembayaran yang akan datang. c. Capital Capital diperlukan untuk menjawab pertanyaan “how much can he pay?” Capital juga dapat diartikan jumlah uang yang diinvestasikan dalam bisnis tersebut dan besarnya risiko yang perlu ditanggung ketika bisnis tersebut gagal. d. Condition of Economy Penilaian faktor ini menyangkut kondisi bisnis seperti tujuan peminjaman ataupun kondisi eksternal yang berada di luar kendali debitor seperti kondisi ekonomi dan tingkat persaingan usaha. e. Collateral Apabila terjadi suatu kegagalan oleh debitor yang menyebabkan macetnya kredit, pemberi pinjaman akan menggunakan agunan collateral untuk Universitas Sumatera Utara 22 melunasi kredit. Jadi agunan merupakan second way out bagi kreditor untuk menjamin pembayaran kredit atau sebagai bentuk sekuritisasi kreditnya. Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian pelunasan di kemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya. 25 Jika kreditor menilai bahwa seorang calon debitor telah memenuhi kriteria di atas, barulah kreditor mau memberikan kredit yang diminta debitor tersebut. Kegiatan perkreditan akan berjalan lancar apabila adanya saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut. Keadaan itupun dapat terwujud hanya apabila semua pihak yang terkait mempunyai integritas moral.

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Analisa Pengakuan Pendapatan Atas Penjualan Angsuran Mobil Pada PT Astra Credit Company Medan

55 289 79

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 1 8

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 1

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 1 15

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 16

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan) Chapter III V

0 0 43

Perlindungan Hukum Terhadap Tertanggung Asuransi Kendaraan Bermotor Yang Terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen (Studi Pada PT. Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 1

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEMBIAYAAN BERMASALAH A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian - Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang M

0 0 71

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 27

Analisis Terhadap Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Perusahaan Pembiayaan Astra Credit Company Di Medan (Studi Pada PT Astra Credit Company Cabang Medan)

0 0 13