Kebijakan Eksekusi Administrasi Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

95 perkara ke penuntut umum. Sejak saat itu penuntut umum yang bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perkembangan perkara kepada korban. 123 Dengan demikian, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak hanya mementingkan keamanan dan ketertiban negara dan masyarakat saja, tetapi ada keseimbangan antara kepentingan masyarakat, kedudukan pelaku dan korban mendapat perhatian dan pengaturan yang sama. Pelaku mendapat hukuman yang berupa pidana dan tindakan, sedangkan korban mendapat perlindungan. Penerapan persamaan kedudukan dalam hukum merupakan konsekuensi dari penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Ide ini sejalan dengan konsep potential victims maupun actual victims, yaitu adanya keseimbangandaad dader slachttoffer srrafrecht. Selain itu juga dalam penerapan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangan dalam membuat kebijakan. Penerapan sanksi tersebut merupakan wujud bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum equality before the law apabila mereka melanggar hukum.

C. Kebijakan Eksekusi Administrasi

Kebijakan eksekusi adalah kebijakan hukum dalam tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat – aparat pelaksana pidana, dan tahap ini disebut juga tahap administrasi. Aparat pelaksana pidana dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan LAPAS, bagi mereka yang telah dijatuhi hukuman punishment oleh Hakim. 124 Petugas Lembaga Pemasyarakatan adalah pegawai yang melaksanakan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan, dimana para narapidana tersebut sudah diputus oleh pengadilan dan dinyatakan bersalah maupun masih dalam tahapan upaya hukum. 123 Ibid. 124 Henny, Op. Cit., Hal 312. Universitas Sumatera Utara 96 Dalam bagian ini hakim dalam melakukan penerapan hukuman, dapat berupa suatu pemberian sanksi yakni misalnya sanksi pidana penal dan sanksi administrasi non penal. Kepada pemberian sanksi bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang, hakim dapat menjurus kepada konsep hukum pembangunan dari Mochtar Kusumaatmadja, yaitu bersumber pada undang – undang, yurisprudensi, atau gabungan antara undang – undang dan yurisprudensi. Apabila pelaku pelaku tindak pidana perdagangan orang akan dikenakan sanksi sesuai konsep hukum pembangunan, dapat merujuk pada Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007, atau pada yurisprudensi. Namun dalam sistem hukum di Indonesia, proses penegakan hukum lebih mengacu kepada asas legalitas, yaitu berdasarkan peraturan hukum tertulis undang – undang. Demikian juga hakim di Indonesia, lebih sering menjatuhkan sanksi sesuai dengan aturan dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 125 Adapun asas legalitas yang dimaksud diatas yaitu suatu perbuatan tidak dapat dihukum apabila belum ada ketentuan peraturan perundang – undangan yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan. Sehingga hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana perdagangan orang hanya berdasarkan hukum yang berlaku yakni di dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Mengingat modus tindak pidana perdagangan orang beragam dan kompleks sifatnya, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang cenderung lebih melindungi korban dan saksi dibandingkan dengan pelaku seperti dalam Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana. Dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pelaku selain dikenakan sanksi berupa 125 Ibid. Hal 313. Universitas Sumatera Utara 97 penal juga dapat dikenakan non penal. Demikian juga dengan korban, selain dilindungi secara hukum, juga secara sosial, yaitu dengan adanya ganti rugi berupa materi dan rehabilitasi, baik rehabilitasi sosial maupun kesehatan. Perlindungan terhadap saksi dan korban selain diatur dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 juga dalam Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2006. 126 Saksi danatau korban beserta keluarga yang mendapat ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danatau hartanya berhak mendapatkan perlindungan baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan. Selain itu, korban dan ahli warisnya berhak mendapatkan restitusi dan rehabilitasi. Rehabilitasi bagi korban, meliputi rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial dari pemerintah, yang mengalami penderitaan fisik dan psikis akibat tindak pidana perdagangan orang. 127 Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi tersebut di atas diserahkan pada pemerintah, bahkan pemerintah dan pemerintah daerah diwajibkan membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma shelter. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juga mewajibkan kepada pemerintah, pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat untuk berusaha mencegah, merintangi, atau menggalkan secara langsung atau tidak langsung pada proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dipidan paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000,00 empat puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. 128 Mengkaji Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang seperti diuraikan di atas, terlihat jelas adanya perubahan dan pembaruan dalam pengaturan tindak pidana perdagangan orang, yaitu merupakan hasil dari 126 Mengenai perlindungan saksi, baca Undang – Undang 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 127 Lihat Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 128 Lihat pasal 22 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara 98 kebijakan pemerintah dalam hukum pidana, yaitu merupakan tahapan eksekusiadministrasi. Pembaruan terlihat dari segi pemidanaan terhadap pelaku dan mereka yang terlibat dalam tindak pidana perdagangan orang, yang mendasarkan pada kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan perwujudan dari komitmen Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB pada tahun 2000 tentang mencegah, memberantas, dan menghukum tindak pidana perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak Protokol Palermo yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai peraturan pelaksana, baik yang berupa peraturan pemerintah PP, maupun peraturan hukum lainnya sampai ke peraturan daerah perda. Semua peraturan hukum ini merupakan kebijakan hukum pidana, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dari tindak pidana perdagangan orang yang merupakan pelanggaran harkat dan martabat manusia. 129 Dewasa ini hampir seluruh daerah di tingkat provinsi dan kabupatenkota sudah mempunyai peraturan daerah perda yang mengatur tentang tindak pidana perdagangan orang, terutama daerah – daerah yang menjadi sending area, atau termasuk pemasok, penerima dan daerah tujuan tindak pidana perdagangan Orang. Realita yang terjadi, walaupun Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah menerapkan sanksi yang cukup berat dibandingkan dengan pengaturan dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, namun tindak pidana perdagangan orang ini makin marak terjadi. Pengenaan sanksi yang lebih berat tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku, bahkan pelaku cenderung lebih berani melakukannya, karena tindak pidana perdagangan orang dianggap sebagai bisnisusaha yang menguntungkan 129 Henny, Op. Cit., Hal 314 – 315. Universitas Sumatera Utara 99 dari segi ekonomi. Selain itu, dari sisi penegakan hukum upaya yang dilakukan belum berjalan optimal. Kendala yang dihadapi aparat penegak hukum adalah sulitnya melacak tindak pidana perdagangan orang, karena dalam tindak pidana perdagangan orang kasusnya baru terungkap apabila ada pengaduan dari korban atau keluarganya. 130 Untuk mengatasi tindak pidana perdagangan orang, maka upaya pencegahannya tidak dapat terlepas dari bekerjanya hukum dalam masyarakat, dan kepatuhan serta kesadaran hukum masyarakat, yang pada prinsipnya merupakan bagian dari politik kriminal. Komitmen dari pemerintah dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang telah diwujudkan dalam beberapa produk hukum yang merupakan pembaruan terhadap pembaruan tindak pidana perdagangan orang. Namun semua peraturan – peraturan ini dlam pelaksanaanya masih belum optimal dan maksiman. Karena sampai saat ini masih maraknya tindak pidana perdagangan orang. Hal ini membuktikan bahwa hukum belum bekerja sesuai dengan harapan. Pembaruan hukum biasanya diakhiri dengan diundangkannya suatu peraturan hukum. Setiap pembaruan hukum hendaknya didasarkan pada kebutuhan – kebutuhan masyarakat yang meliputi kebutuhan sosial, politik dan ekonomi. Namun dalam kenyataannya, hukum sering mengedepankan kepentingak politik dan ekonomi saja, tetapi dipisahkan dari kebutuhan sosial, sehingga dalam penegakan hukum tidak dapat berjalan optimal.pembaruan hukum harus lebih memperhatikan kepentingan sosial masyarakat, karena hukum diberlakukan untuk kehidupan bermasyarakat. Pembaruan hukum pidana merupaka hasil keputusan bersama dari berbagai kewenangan dalam negara yang bekerja bersama – sama dalam menanggulangi masalah pidana. Untuk itu, upaya menanggulangi kejahatantindak pidana tidak cukup dengan menggunakan sarana hukum, tetapi juga dapat melalui upaya - upaya sosial lainnya, seperti pendidikan, perbaikan taraf hidup anggota 130 Ibid. Universitas Sumatera Utara 100 masyarakat yang tergolong ‘ekonomi lemah’, mengurangi pengangguran, perbaikan lingkungan, dan strategi – strategi sosial lainnya. 131 Demikian juga dengan penegakan hukum tindak pidana perdagangan orang, khususnya pencegahan dapat berjalan apabila semua komponen masyarakat, pemerintah dan aparat penegak hukum, dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai amanat undang - undang. Untuk itu, agar hukum dapat bekerja, menurut Lawrence Friedman harus dipenuhi syarat – syarat : 1. Aturanundang – undang harus dapat dikomunikasikan kepada subjek yang diaturnya; 2. Subjek yang diaturnya mempunyai kemampuan untuk melaksanaka aturanundang – undang tersebut; 3. Subjek harus mempunyai motivasi untuk melaksanakan aturan undang – undang. 132 Melihat dari pendapat yang diberikan oleh Lawrence Friedman di atas, maka penegakan hukum terlebih lagi dalam hal pencegahan harus memperhatikan bekerjanya hukum itu di dalam masyarakat, yaitu dengan memperhatikan kepentingan negara, kepentingan individu, kepentingan pelaku dan kepentingan korban. Suatu pembaruan hukum yakni sarana pengendali kehidupan bermasyarakat, dengan menyeimbangkan dan meyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat, atau sebagai sarana kontrol masyarakat, yang pada akhirnya akan memberikan perlindungan kepada individu dan masyarakat. Ketentuan peraturan perundang - undangan tersebut merupakan suatu pembaruan hukum pidana dalam hal pengenaan sanksi dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang kesemuanya telah diarahkan agar dapat menjerat pelaku dari segala bentuk tindak pidana perdagangan orang yang bersifat kompleks, dan yang terlebih lagi dilakukan didalam skala nasional maupun skala internasional. Pembaruan tersebut merupakan usahakebijakan hukum pidana terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum tindak pidana perdagangan orang. 131 Ibid., Hal 315 – 316. 132 Lawrence Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial The Legal System A Social Science Perspektif , Penerjemah M. Khozin, Bandung : Nusa Media, 2009, Hal 56. Universitas Sumatera Utara 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan