Pengertian Tentang Tindak Pidana

22 “ kebijakan mengenai hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah “ 28 Hal ini juga mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembutaan dan penegakan hukum itu. Dalam konteks ini hukum tidak bisa hanya dipandang sebagai pasal – pasal yang bersifat imperatif, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataannya bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materinya pasal – pasal, maupun dalam penegakannya. Sedangkan menurut Marc Ancel bahwa kebijakan hukum pidana atau “ penal policy “ dinyatakan sebagai “ suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik “. Dengan demikian yang dimaksud dengan “ peraturan hukum positif “the positive rules dalam defenisi Marc Ancel itu jelas adalah peraturan perundang – undangan hukum pidana. Dengan demikian istilah “ penal policy “ menurut Marc Ancel adalah sama dengan istilah “ kebijakan atau politik hukum pidana “. 29 Menurut A. Mulder, “ Strafrechtspolitiek “ ialah garis kebijakan untuk menentukan : 30 a. Seberapa jauh ketentuan – ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui; b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dana pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Secara umum dari pendapat – pendapat di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa kebijakan hukum pidana atau “ penal policy “ adalah suatu usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk menentukan kearah mana pemberlakuan hukum pidana Indonesia dimasa yang akan datang dengan melihat penegakkannya dimasa sekarang.

2. Pengertian Tentang Tindak Pidana

28 Mahfud M.D, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1989, Hal 1 – 2. 29 Barda Nawawi Arief, Op. Cit., Hal 23. 30 A. Mulder, “ Strafrechtspolitiek “, Delikt en Delinkwent, Mei 1980, Hal. 333. Universitas Sumatera Utara 23 Dari berbagai literatur dapat diketahui, bahwa istilah tindak pidana hakikatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaar feit dalam bahasa Belanda. Kata strafbaar feit kemudian diterjemahkan dalam berbagai terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang digunakan untuk menterjemahkan kata strafbaar feit oleh sarjana – sarjana Indonesia antara lain : tindak pidana, delict, perbuatan pidana. Pembentuk undang – undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaar feit“ untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana “ di dalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan yang jelas mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit“ tersebut. 31 Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”. Sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum” hingga secara harafiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 32 Sementara dalam berbagai perundang – undangan sendiri digunakan berbagai istilah untuk menunjuk pada pengertian kata strafbaar feit. Beberapa istilah yang digunakan dalam undang – undang tersebut adalah : 33 a. Peristiwa pidana, istilah ini antara lain digunakan dalam undang – undang dasar sementara tahun 1950 khususnya dalam pasal 14. b. Perbuatan pidana, istilah ini digunakan dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan dan acara – acara pengadilan sipil. 31 P.A.F Lamintang, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hal 181. 32 Ibid. 33 Tongat, Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, Malang : UMM Press, 2009, Hal 101. Universitas Sumatera Utara 24 c. Perbuatan – perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan dalam Undang – undang Darurat Nomor 2 Tahun 1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke Byzondere Strafbepalingen. d. Hal yang diancam dengan hukum, istilah ini digunakan dalam Undang – undang Darurat Nomor 16 tahun 1951 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. e. Tindak Pidana, istilah ini digunakan dalam berbagai undang – undang misalnya : 1 Undang – Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Umum. 2 Undang – Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi. 3 Penetapan Presiden Nomor 4 Tahun 1964 tentang Kewajiban Kerja Bakti Dalam Rangka Pemasyarakatannya bagi Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan kejahatan. Oleh karena itu menurut penulis, penggunaan berbagai dari istilah tersebut di atas pada hakikatnya tidak menjadi sebuah persoalan, sepanjang dari penggunaannya disesuaikan dengan konteksnya dan pemahaman maknanya. Setelah diketahui berbagai istilah yang dapat digunakan untuk menunjuk pada istilah strafbaar feit atau tindak pidana, berikut ini akan dibahas tentang tindak pidana. Sebagai salah satu masalah yang esensial dalam hukum pidana, masalah tindak pidana perlu diberikan penjelasan yang memadai. Penjelasan ini dirasa sangat urgen oleh karena penjelasan tentang masalah ini akan memberikan pemahaman kapan suatu perbuatan dapat dikualifikasi sebagai perbuatantindak pidana dan kapan tidak. Dengan demikian dapat diketahui dimana batas – batas suatu perbuatan dapat disebut sebagai perbuatantindak pidana. Universitas Sumatera Utara 25 Untuk mendapatkan suatu gambaran yang lebih jelas mengenai tindak pidana tersebut, dibawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli mengenai tindak pidana. Menurut D. Simons, suatu tindak pidana adalah ; 34 “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang – undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum“ Dengan batasan seperti ini, maka menurut Simons, untuk adanya suatu tindak pidana harus dipenuhi unsur – unsur sebagai berikut : 35 a. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif berbuat maupun perbuatan negatif tidak berbuat. b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Dengan penjelasan seperti ini maka tersimpul, bahwa keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana. Simons tidak memisahkan antara criminal act dan criminal responbility. Apabila diikuti pendapat ini, maka apabila ada seseorang yang melakukan pembunuhan eks Pasal 338 KUHP, tetapi kemudian ternyata orang yang melakukan pembunuhan itu adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab, misalnya oleh karena orang gila, maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan telah terjadi tindak pidana. Secara gampang bisa dijelaskan mengapa peristiwa itu tidak dapat disebut tindak pidana, sebab unsur – unsur tindak pidananya tidak terpenuhi, yaitu unsur orang yang mampu bertanggung jawab. Oleh karena itu tidak ada tindak pidana, maka juga tidak ada pidana. 36 34 P.A.F Lamintang, Op.Cit., Hal 185. 35 Ibid. 36 Ibid. Universitas Sumatera Utara 26 Menurut J. Bauman, tindak pidana perbuatan adalah ; 37 “ Perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan “. Menurut Wiryono Prodjodikoro, yang dimaksud dengan tindak pidana adalah ; 38 “ Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana “. Menurut E. Utrecht menerjemahkan strafbaar feit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen- positif atau melalaikan nalaten-negatif, maupun akibatnya keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu. Peristiwa pidana merupakan ; 39 “ Suatu peristiwa hukum rechtfeit, yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum “. Tindakan semua unsur yang disinggung oleh suatu ketentuan pidana dijadikan unsur yang mutlak dari peristiwa pidana. Hanya sebagian yang dapat dijadikan unsur – unsur mutlak suatu tindak pidana. Yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum unsur melawan hukum, oleh sebab itu dapat dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata bertanggung jawab. Menurut Pompe, perkataan strafbaar feit atau tindak pidana secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu ; 40 “Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelakuk itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum“. Sedangkan menurut Hazewinkel Suringa telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari “strafbaar feit” atau tindak pidana sebagai : 41 37 P.A.F Lamintang, Op.Cit., Hal 106. 38 Ibid. 39 Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafika, 2005, Hal. 6. 40 Ibid. Universitas Sumatera Utara 27 “suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak didalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana – sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya”. Namun menurut Van Hamel telah merumuskan “strafbaar feit” itu sebagai berikut : 42 “suatu serangan atau suatu ancaman terhadap hak – hak orang lain”. Berdasarkan beberapa pendapat para sarjana yang ada di atas, penulis berpendapat bahwa tindak pidana tersebut adalah suatu perbuatan yang memiliki sifat melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang baik sengaja maupun tidak sengaja yang harus diberikan sanksi terhadap pelanggarnya. Berdasarkan pengertian – pengertian yang terdapat di atas, penulis dapat mengambil suatu pemikiran bahwa tindak pidana yang dilakukan seseorang akan membawa akibat hukum kepadanya yaitu berupa suatu penjatuhan hukuman pidana. Penjatuhan hukuman yang dijatuhkan oleh hakim tersebut merupakan suatu proses pemidanaan. Adapun suatu pemidanaan yang dilakukan kepada seseorang memiliki tujuan untuk memberikan suatu penderitaan kepada seorang pelaku tindak pidana.

3. Pengertian Perdagangan Orang