Latar Belakang Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)

9 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan sejarah, perdagangan atau perbudakan telah ada dan berkembang sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu yang dimulai dengan adanya penaklukan atas suatu kelompok oleh kelompok lainnya, kelompok yang paling kuat dan memiliki kekuasaan akan menguasai kelompok yang lemah. Kepemilikan kekuasaan ekonomi dan politik menjadikan sumber dan peluang untuk dapat berkembangnya perbudakan, sebagai akibat dari penaklukan yang dibayar dengan suatu pengabdian yang mutlak. Di benua Eropa khususnya Inggris, perbudakan diawali dengan adanya penaklukan negara Inggris ke beberapa negara di luar benua Eropa. Kasus perbudakan pertama – tama diketahui terjadi di masyarakat Sumeria, yang sekarang adalah Irak, lebih dari lima – ribu tahun yang lalu. Perbudakan terjadi di masyarakat Cina, India, Afrika, Timur Tengah dan Amerika. Perbudakan berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan dengan meningkatnya permintaan akan tenaga kerja untuk menghasilkan barang – barang keperluan ekspor. Pada masa itu perbudakan merupakan keadaan umum yang wajar, yang dapat terjadi terhadap siapapun dan kapanpun. Tidak banyak yang memandang perbudakan sebagai praktik jahat atau tidak adil. 1 Pada tahun 1300 – an orang kulit hitam Afrika dibeli atau ditangkap dari negara – negara Arab di Afrika Utara, yang digunakan sebagai budak selama bertahun – tahun. Menjelang tahun – tahun 1500 – an, Spanyol dan Portugal memiliki koloni – koloni di Amerika. Orang – orang Eropa memperkerjakan orang Indian pribumi Amerika di perkebunan luas dan di daerah pertambangan di koloni – koloni Amerika. Kebanyakan orang Indian meninggal dunia karena terserang penyakit di Eropa dan karena perawatan yang tidak 1 Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, Hal 350. Universitas Sumatera Utara 10 memadai. Karena itu orang Spanyol dan Portugal mulai mendatangkan orang – orang dari Afrika Barat sebagai budak. Prancis, Inggris, Belanda berbuat serupa di koloni – koloni mereka di Amerika. Koloni – koloni Inggris di Amerika Utara menciptakan sistem ekonomi pertanian yang tidak dapat bertahan hidup tanpa meggunakan budak sebagai tenaga kerja. Banyak budak hidup di ladan pertanian yang luas perkebunan, yang menghasilkan produk pertanian penting untuk diperdagangkan oleh koloni. Setiap perkebunan, merupakan desa kecil yang dimiliki oleh satu keluarga. Pemilik perkebunan besar dapat memiliki sampai 200 budak. Budak - budak itu bekerja di ladang pertanian, mereka bekerja berat dan dalam waktu yang sangat lama. 2 Undang – undang yang disahkan di koloni – koloni Ameria Selatan menyatakan ilegal bagi budak untuk menikah, memiliki harta kekayaan, atau memperoleh kebebasan. Peraturan itu juga tidak mengijinkan budak memperoleh pendidikan, bahkan untuk belajar membaca. Namun ada pemilik budak yang membolehkan budak mereka memperoleh kebebasan. Sekarang, kebanyakan orang di dunia mengutuk perbudakan. Demikian halnya pada awal berdirinya negara Amerika. Banyak orang Amerika berpendapat bahwa perbudakan itu jahat, namun diperlukan. Pada awal tahun 1700 – an memiliki budak merupakan hal yang biasa dikalangan orang kaya, dan bukan suatu kejahatan. 3 Adapun kampanye mengenai anti perbudakan dan perdagangan manusia dilakukan pertama kali di daerah Eropa dan Amerika, yakni dengan melahirkan beberapa konvensi – konvensi mengenai anti perbudakan dan eksploitasi tenaga kerja manusia, yang lama - kelamaan kemudian berkembang ke negara – negara lainnya seperti di daerah Asia dan Afrika, termasuk juga Indonesia. Dalam sejarah bangsa Indonesia perdagangan orang pernah ada melalui perbudakan dan penghambaan. Masa kerajaan – kerajaan di Jawa, perdagangan orang, yaitu perempuan 2 Jean Canu, sebagaimana dikutip oleh Henny Nuraeny, Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta : Sinar Grafika, 2011 , Hal 351. 3 Henny, Op.Cit., Hal 351. Universitas Sumatera Utara 11 pada saat itu merupakan bagian pelengkap dari sistem pemerintahan feodal. Pada masa itu konsep kekuasaan raja digambarkan sebagai kekuasaan yang sifatnya agung dan mulia. Kekuasaan raja tindak terbatas, hal ini tercermin dari banyaknya selir yang dimilikinya. Beberapa orang dari selir tersebut adalah putri bangsawan yang diserahkan kepada raja sebagai tanda kesetiaan. Sebagian lainnya adalah persembahan dari kerajaan lain dan ada juga selir yang berasal dari lingkungan masyarakat bawah yang dijual atau diserahkan oleh keluarganya dengan maksud agar keluarga itu mempunyai ketertarikan dengan keluarga istana, sehingga dapat meningkatkan statusnya. Perempuan yang dijadikan selir berasal dari daerah tertentu. Sampai sekarang daerah – daerah tersebut masih merupakan legenda. 4 Koentjoro mengidentifikasi ada 11 kabupaten di Jawa yang dalam sejarah terkenal sebagai pemasok perempuan untuk kerajaan dan sampai sekarang daerah tersebut masih terkenal sebagai pemasok perempuan untuk diperdagangkan, daerah tersebut adalah Jawa Barat Indramayu, Karawang, Kuningan , Jawa Tengah Pati, Jepara, Wonogiri ,Jawa Timur Blitar, Banyuwangi, Lamongan . 5 Dalam Prositution In Colonial Java dalam DP Chandler and M.C Ricklefs bahwa prostitusi di Indonesia mengalami puncaknya sekitar tahun 1811, yaitu pada saat pembangunan jalan dri Anyer – Panarukan dan dilanjutka pembangunan jalan dan stasiun kereta api oleh Daendles. Sekarang juga masih terjadi dimana lokalisasi prostitusi dekat stasiun kereta api. Perkembangan prostitusi kedua adalah tahun 1870 ketika pemerintah Belanda melakukan privatisasi perkebunan dan kulturstelsel. 6 Sistem feodal tidak sepenuhnya menunjukkan keberadaan perdagangan orang seperti yang dikenal dalam masyarakat modern ini, tetapi apa yang dilakukan pada masa itu telah membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan orang yang ada pada saat ini. Bentuk 4 Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, Hal 1. 5 Hull, Endang, Gavin Jones, Pelacuran di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997 , Hal. 1 – 2. 6 Kuntjoro, Memahami Pekerja Seks sebagai Korban Penyakit Sosial, Cetakan Pertama, Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan, 2004, Hal 2. Universitas Sumatera Utara 12 perdagangan orang lebih terorganisir dan berkembang pesat pada periode penjajahan Belanda. Kondisi tersebut terlihat dengan adanya sistem perbudakan tradisional dan perseliran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Eropa. Perdagangan orang berbentuk kerja rodi dan menjual anak perempuan untuk mendapat imbalan materi dan kawin kontrak. 7 Kini, perdagangan orang merupakan masalah yang menjadi perhatian luas di Asia bahkan di seluruh dunia. Perdagangan orang terjadi tidak hanya menyangkut di dalam negara Indonesia saja yaitu perdagangan orang antarpulau, tetapi juga perdagangan orang di luar negara Indonesia dimana terjadi perdagangan orang ke negara – negara lain. Maraknya issue perdagangan orang ini diawali dengan semakin meningkatnya pencari kerja baik laki – laki maupun perempuan bahkan anak – anak untuk bermigrasi ke luar daerah sampai keluar negeri guna mencari pekerjaan. Kurangnya pendidikan dan keterbatasan informasi yang dimiliki menyebabkan mereka rentan terjebak dalam perdagangan orang. Berbagai penyebab yang mendorong terjadi hal tersebut diatas, diantaranya yang paling dominan adalah faktor kemiskinan, ketidaktersediaan lapangan pekerjaan, perubahan orientasi pembangunan dari pertanian ke industri serta krisis ekonomi yang tidak berkesudahan. 8 Kondisi ini tidak saja dialami oleh Indonesia. Laporan Survei Dunia IV tentang perempuan dan Pembangunan menyebutkan bahwa banyak negara berkembang di Asia seperti di Vietnam, Srilanka, Thailand, dan Filipina mengalami hal yang sama, sebagai akibat ketidakpastian dan ketidakmampuan menghadapi persaingan bebas dari konsep liberalisme ekonomi di era globalisasi yang mempunyai dampak cukup kompleks terutama terhadap peningkatan peran dan kedudukan perempuan dalam bidang ekonomi baik tingkat nasional maupun internasional. 9 Perdagangan perempuan dan anak mempunyai jaringan yang sangat luas. Praktik perdagangan anak paling dominan berada di sektor jasa prostitusi, dimana kebanyakan 7 Farhana. Op Cit., Hal 2. 8 Ibid., Hal 4. 9 Ibid., Hal 5. Universitas Sumatera Utara 13 korbannya adalah anak – anak perempuan. Di Asia Tenggara, dalam beberapa tahun belakangan ini sejumlah besar anak – anak dari Myanmar, Kamboja, Cina, Laos, telah diperdagangkan dan dipaksa bekerja di dunia prostitusi Thailand. Baik anak laki – laki maupun perempuan dari daerah pedalaman yang miskin, dibujuk oleh agen recuiters dan pedagang profesional yang menjanjikan mereka pekerjaan yang baik atau layak di Thailand yang kondisi ekonominya lebih baik. Anak – anak perempuan dari Myanmar dibawa ke Thailand melalui berbagai pos tempat pemeriksaan perbatasan. Di Kamboja, mereka tiba melalui sungai Mekong ke berbagai provinsi di Thailand bagian utara dan barat daya. 10 Perdagangan orang yang mayoritas perempuan dan anak merupakan jenis perbudakan pada era modern ini yang merupakan dampak krisis multi dimensional yang dialami Indonesia. Dalam pemberitaan saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah global yang serius dan bahkan telah menjadi bisnis global yang telah memberikan keuntungan besar terhadap pelaku. Dari waktu ke waktu praktik perdagangan orang semakin menunjukkan kualitas dan kuantitasnya. Setiap tahun diperkirakan 2 dua juta manusia diperdagangkan dan sebagian besarnya adalah perempuan dan anak. 11 Tahun 2012, ILO Global Report on Forced Labour memperkirakan hampir 2,5 juta orang dieksploitasi melalui perdagangan orang menjadi buruh di seluruh dunia dan lebih dari setengahnya berada di wilayah Asia dan Pasifik dan 40 adalah anak – anak. 12 Masyarakat Internasional telah lama menaruh perhatian terhadap permasalahan perdagangan orang ini. Perserikatan Bangsa - Bangsa, misalnya melalui konvensi tahun 1949 mengenai penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran oleh pihak lain, konvensi tahun 1979 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, 10 Chairul Bariah Mozasa, Aturan – Aturan Hukum Trafficking, Medan : USU Press, 2005, Hal 2. 11 Rachmad Syafaat, Dagang Manusia, Cetakan Pertama, Jakarta : Lappera Pustaka Utama, 2003, Hal 1. 12 Departemen Kehakiman AS, Kantor Pengembangan Asisten dan Pelatihan Kerja Sama Luar Negeri OPDAT dan Kantor Kejaksaan RI Pusdiklat , Perdagangan Manusia dan Undang – Undang Ketenagakerjaan : Strategi Penuntutan yang Efektif, 2013, Hal. 33. Universitas Sumatera Utara 14 konvensi tahun 1989 mengenai hak – hak anak. Berbagai organisasi Internasional seperti IOM, ILO, UNICEF, dan UNESCO memberikan perhatian khusus pada masalah perdagangan anak, pekerja anak yang biasanya berada pada kondisi pekerjaan eksploitatif, seksual komersial. 13 Dari laporan yang diterima Kementerian Pemberdayaan Perempuan berkaitan dengan pelecehan, penipuan, pemerkosaan, dan kekerasan, di terdapat kurang lebih 1.079 TKI perempuan dari Singapura melarikan diri atau melapor ke KBRI, 235 kasus bermasalah dari Saudi Arabia, 219 TKI yang dipulangkan karena tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, masing – masing dari Kuwait, Kuala Lumpur, Brunei, Jordania, dan Kolombia. 14 Jika ditinjau dari aspek hukum, sindikat seperti perdagangan orang sudah masuk area tindak pidana, perlakuan mereka orientasinya adalah bisnis, tanpa memikirkan bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan Tuhan yang perlu dilindungi dan mempunyai harga diri sebagai pemangku hak dan kewajiban. Saat sekarang ini perdagangan orang dianggap sama dengan perbudakan, yang diartikan sebagai suatu kondisi seseorang yang berada di bawah kepemilikan orang lain. Tindak pidana perdagangan orang juga dikatakan sebagai bentuk modern dari perbudakan manusia, yang merupakan perbuatan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Atas dasar itu, masalah tindak pidana perdagangan orang menjadi perhatian yang serius dari beberapa negara termasuk pemerintah Indonesia. Alasan – alasan tersebut di atas, dilandasi nilai – nilai luhur dan komitmen nasional dan internasional untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan sejak dini, dengan penindakan terhadap pelaku dan perlindungan terhadap 13 Chairul Bariah Mozasa, Loc. Cit. 14 Dalam Kompas, Rabu 1 Oktober 2013, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan : Putuskan Rantai Sindikat Perdagangan. Tersedia juga di www. Kompas. Com. Universitas Sumatera Utara 15 korban, diperlukan adanya kerjasama nasional, regional dan universal, serta yang terpenting adalah kebijakan hukum. 15 Kebijakan hukum perlu dilakukan khususnya dalam penanggulangan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orang agar hukum dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan harapan. Menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum tanpa kekuasaan adalah angan – angan, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman. 16 Menanggulangi perdagangan orang melalui produk hukum berupa undang – undang, pada dasarnya merupakan salah satu wujud dari kebijakan penanggulangan kejahatan atau bagian dari politik kebijakan kriminal. Adapun Sudarto memberikan suatu pengertian yang singkat tentang politik kriminal yaitu ; “ suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan “. 17 Menurut Marc Ancel politik kriminal adalah ; “ the rational organization of the control of crime by society “ suatu usaha yang rasional untuk mengontrol kejahatan yang ada dalam masyarakat 18 Sarana penal policy politik hukum pidana menurut Ancel dalam Modern Criminal Science adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang – undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang – undang, juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 19 15 Henny, Op.Cit., Hal 27. 16 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep – Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung, 2006. Hal 199. 17 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1981, Hal 113 – 114. 18 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1981, Hal 38. 19 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, Hal 3. Universitas Sumatera Utara 16 Sedangkan dalam pengertian praktis, politik hukum pidana merupakan segala usaha yang rasional dari masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Usaha ini meliputi pembentukan undang – undang, dan aktifitas aparat penegak hukum polisi, jaksa, hakim dan petugas lembaga pemasyarakatan pelaksana eksekusi, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing – masing. Pada akhirnya kebijakan hukum pidana tidak dapat berkerja sendiri, karena berhubungan dengan penegak hukum baik perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi. 20 Hal tersebut di atas merupakan bagian dari kebijakan sosial social policy, yaitu merupakan usaha rasional dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari kebijakan penegakkan hukum law enforcement policy. Hal ini didasarkan pada sistem peradilan pidana Criminal Justice System, yang terdiri dari subsistem penyidikan, subsistem penuntutan, subsistem peradilan, dan subsistem pemasyarakatan. Selain itu usaha penanggulangan kejahatan melalui pembuatan undang – undang kebijakan legislasi , pada hakikatnya merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat. Oleh karena itu kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial. Kebijakan sosial social policy dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Jadi dalam pengertian social policy sekaligus tercakup didalamnya social welfare policy dan social defence policy. Untuk dapat melaksanakan upaya – upaya pencegahan tindak pidana khususnya tindak pidana perdagangan orang, maka harus disesuaikan dengan rencana pembangunan hukum yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarto, bahwa apabila hukum pidana hendak dilibatkan dalam usaha mengatasi segi negatif 20 Henny, Op.Cit., Hal 29 – 30. Universitas Sumatera Utara 17 dari perkembangan masyrakat, hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik hukum kriminal social defence planning karena politik hukum kriminal merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional. 21 Dalam hal ini pemerintah Indonesia turut meratifikasi protokol PBB dan Rencana Aksi Nasional RAN Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang disahkan pada tanggal 30 Desember 2002 melalui Keputusan Presiden No.88 Tahun 2002. RAN tersebut merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak . Pengesahan RAN ditindaklanjuti dengan pembentukan gugus tugas anti trafiking di Tingkat Nasional. Untuk menjamin terlaksananya RAN di tingkat propinsi dan kabupaten kota maka penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas. Penetapan peraturan dan pembentukan gugus tugas ini dibuat berdasarkan keputusan kepala daerah masing - masing, termasuk anggaran pembiayaannya . Dalam RAN diberikan 29 rujukan landasan hukum yang relevan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat dipakai dalam upaya menghapus trafiking, antara lain: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP; Undang - Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; Undang - Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; Undang - Undang Nomor 19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO International Labor Organisation Nomor 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa; Undang - Undang Nomor 1 tahun 2000 tentang Pengesahan Konvesi ILO No.182 mengenai Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk- bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak; UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan rujukan-rujukan relevan lainnya. 21 Sudarto, Hukum......Op. Cit., Hal 104. Universitas Sumatera Utara 18 Seiring dengan hal itu maka adapun gagasan tentang pencegahan, pemberantasan dan penanganan perdagangan orang yang di buat oleh pemerintah Indonesia dalam menangani tindak pidana perdagangan orang yakni dengan diundangkannya Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak – Anak. Diundangkannya undang – undang tersebut diatas melengkapi konvensi Perserikatan Bangsa - Bangsa PBB untuk menentang tindak pidana trans – nasional yang terorganisir 22 . Dari uraian – uraian diatas, mendorong penulis untuk mengetahui apakah kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang sudah dilakukan dan dilaksanakan dengan baik. Untuk itulah penulis membuat judul yang bertuliskan “ Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking “.

B. Perumusan Masalah