88
masyarakat. Hal ini karena kejahatan tindak pidana perdagangan orang makin hari makin marak, sehingga memerlukan usaha yang sistemik dan integrasi dengan adanya peran serta
dari seluruh komponen masyarakat dan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang adalah peraturan
yang dibuat harus menyesuaikan diri dengan perkembangan – perkembangan baru dalam masyarakat, baik masyarakat internasional maupun nasional, terutama yang berhubungan
dengan kemanusiaan.
117
B. Kebijakan Aplikasi Yudikasi
Kebijakan aplikasi yaitu tahap penerapan hukum pidana oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Tahapan ini dinamakan juga tahapan
yudikasi. Kebijakan aplikasiyudikasi tidak terlepas dari sistem peradilan pidana criminal justice system, yaitu suatu upaya masyarakat dalam menanggulangi kejahatantindak pidana.
Kebijakan aplikasiyudikasi berhubungan dengan proses penegak hukum dan bekerjanya hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam mewujudkan criminal justice system,
aparat penegak hukum polisi, jaksa dan haki harus dapat berkoordinasi dengan baik dalam melaksanakan tugas, selaras dan berwibawa, atau harus mengacu pada managemen criminal
justice system.
118
Berbicara tentang penerapan hukum pidana oleh aparat penegak hukum dalam tindak pidana perdagangan orang maka tidak terlepas dari penyelidikan dan penyidikan. Dimana
proses penyelidikan dan penyidikan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilakukan berdasarkan dari Undang – Undang Nomor 8 tentang Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana KUHAP kecuali ditentukan lain dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Hal ini tercantum
117
Ibid.
118
Ibid., Hal 298.
Universitas Sumatera Utara
89
dalam pasal 28 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa :
“ penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilakukan berdasarkan Hukum Acara Pidana yang berlaku, kecuali
ditentukan lain dalam undang – undang ini “. Dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang, selain hukum pidana materiil dirumuskan juga hukum pidana formil pada Pasal 28 sampai dengan Pasal 42. Tahap penyelidikan, yaitu tindakan yang
dilakukan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan. Adapun tahap penyidikan, yaitu
tindakan untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terangnya tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangka. Kewenangan penyelidik dan penyidik ada di
kepolisian. Adapun kebijakan penyidikan tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai
berikut : 1.
Perlindungan terhadap korban. 2.
Mengungkapkan perbuatan pidana yang dilakukan pelaku dan orang yang lain yang terlibat dalam proses rekrutmen dan eksploitasi dari orang – orang di
trafik dan menggulung organisasi ilegal dibelakangnya. 3.
Menyita keuntungan yang diperoleh dari kejahatan. 4.
Prevensi umum dan khusus.
119
Perlakuan dan penanganan korban perdagangan orang terutama korban eksploitasi seksual, mensyaratkan keahlian khusus. Oleh karena itu, di setiap kantor polisi seharusnya
tersedia jumlah petugas yang dilatih khususnya untuk menangani kasus perdagangan orang.
119
Internasional Organization for Migration Mission in Indonesia, Pedoman untuk Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Trafficking dan Perlindungan terhadap Korban Selama Proses Penegakan Hukum,
2005, Hal 29.
Universitas Sumatera Utara
90
Petugas – petugas ini adalah polisi yang memiliki ketrampilan sosial, pengetahuan tentang posisi dan permasalahan yang dihadapi korban serta terbiasa bekerja sama dengan lembaga –
lembaga yang dapat menyediakan bantuan, pelayanan dan pendampingan korban baik lembaga swadaya masyarakat maupun instansi pemerintah. Petugas polisi yang tidak secara
khusus dilatih menangani kasus – kasus perdagangan orang dan kemudian berhadapan dengan korban atau mereka yang diduga merupakan korban, karena korban hendak
menyampaikan laporan perihal tindak pidana yang menimpanya, maka korban dirujuk kepada petugas khusus yang dilatih untuk itu. Hal tersebut menjadi penting untuk mencegah
reviktimisasi korban karena polisi penerima laporan atau penyidik yang kemudian ditunjuk tidak mengerti dan memahami kondisi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban
tindak pidana perdagangan orang sering mengalami ketakutan terhadap aparat penegak hukum karena korban juga melakukan sejumlah pelanggaran hukum berkaitan dengan
terjadinya kejahatan yang menimpanya.
120
Di dalam mempertimbangkan suatu keputusan agar melaporkan suatu kejadian yang dirasakan korban yang kemudian akan dilakukan penyidikan kemudian penuntutan, akan
berdampak cukup berat bagi korban. Ini harus dipahami dan menjadi pertimbangan oleh korban. Oleh sebab itu, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan diri,
sehingga pertimbangan dan pengambilan pilihan – pilihan hukum yang terbuka bagi korban. apabila korban membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan untuk
melaporkan kasusnya kepada polisi danatau menjadi saksi, maka waktu yang dmikian harus diberikan. Dalam waktu lebih lama dapat memperbesar peluang terkumpulnya bukti – bukti
dan kesaksian yang lebih kuat. Adapun hak – hak yang dimiliki korban untuk mendapatkan informasi yakni antara
lain :
120
Farhana, Op. Cit., Hal 126.
Universitas Sumatera Utara
91
1. Tahapan – tahapan penanganan perkara pidana, peran serta posisi korban
berkaitan dengan penanganan perkara pidana, khususnya berkenaan dengan hak dan kewajiban korban. Informasi demikian sebaiknya diberikan baik
secara lisan maupun secara tertulis. 2.
Kemungkinan untuk mendapatkan bantuan hukum secara cuma – cuma , misalnya oleh lembaga – lembaga swadaya masyarakat atau biro bantuan
huku; 3.
Perlindungan seperti apa yang dapat diharapkan korban dan jangkauan perlindungan tersebut. Informasi di sini akan mencakup upaya – upaya
perlindungan yang tersedia selama persidangan bagi korban dan saksi serta kemungkinan melindungi privasi korban, termasuk perlindungan terhadap
sorotan mass media; 4.
Kemungkinan untuk mendapatkan infomasi tentang perkembangan penanganan perkara;
5. Upaya hukum yang tersedia untuk mengajukan gugatan ganti rugi dalam
konteks perkara pidana atau pengajuan gugatan ganti rugi dihadapan hakim perdata;
6. Keputusan untuk menghentikan penyidikan atau penuntutan. Dalam hal
demikian,polisi atau jaksa akan mengluarkan SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan.
Keterangan korban adalah bukti awal secara formal untuk memulai suatu proses pidana. Keterangan korban diproses secara profesional, dalam arti dengan kehati – hatian dan
cermat. Laporan atau pengaduan yang dilakukan korban perdagangan orang tidak dapat begitu saja mencabut keterangannya dan menghentikan proses penyidikan atau penuntutan
yang sudah dimulai, karena tindak pidana perdagangan orang merupakan ancaman terhadap
Universitas Sumatera Utara
92
kepentingan umum. Jika penyidikan dihentikan, polisi harus memberika SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan kepada korban. Jiwa korban keberatan atas
dihentikannya penyidikan berdasarkan Pasal 77 a jo. Pasal 79 Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, maka korban berhak mengajukan pra peradilan kepada ketua
pengadilan negeri. Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan keabsahan suatu penghentian penyidikan atau penuntutan. Jika polisi menghentikan
penyidikan atau jaksa menghentikan penuntutan tanpa adanya SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan atau polisi menolak menerbitkan SP3 Surat
Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan namun sekaligus menghentikan penyidikan, maka terbuka peluang korban untuk mengajukan keberatan kepada atasan
langsung dari petugas polisi yang bersangkutan. Jika setelah lewat jangka waktu tertentu situasi tidak berubah yaitu polisi tidak melanjutkan penyidikan dan tidak lupa menerbitkan
SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau Penuntutan, maka korban dapat mengajuka praperadilan, meskipun tanpa adanya SP3 Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau
Penuntutan.
121
Jika keperluan untuk suatu penyidikan dapat merekam wawancara atau pemeriksaan atau pengambilan keterangan korban yang dilakukan oleh penyidik. Kecuali apabila korban
merasa berkeberatan direkamnya kesaksian yang diberikan oleh korban. Dimungkinkan untuk diambilnya keterangan dibawah sumpah dari saksi korban maupun saksi – saksi lainnya.
berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, keterangan yang diberikan dibawah sumpah dianggap sama dengan keterangan yang disampaikan dihadapan
persidangan.
121
Ibid., Hal 128.
Universitas Sumatera Utara
93
Berkaitan dengan alat bukti, menurut Pasal 29 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa alat bukti selain
sebagaimana ditentukan Undang – Undang Hukum Acara Pidana dapat pula berupa : 1.
Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu, dan;
2. Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar,
yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baikyang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam
secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada : a.
Tulisan, suara,atau gambar; b.
Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau c.
Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Dalam ketentuan Pasal 29 b bahwa data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana,
baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, misalnya; data yang tersimpan di komputer, telepon atau peralatan elektronik
lainnya atau catatan lainnya seperti : 1.
Catatan rekening bank, catatan keuangan, catatan kredit atau utang, atau catatan transaksi yang terkait dengan seseorang atau korpoasi yang diduga
terlibat didalam perkara tindak pidana perdagangan orang; 2.
Catatan pergerakan, perjalanan, atau komunikasi oleh seseorang atau organisasi yang diduga terlibat di dalam tindak pidana menurut undang –
undang ini;
Universitas Sumatera Utara
94
3. Dokumen, penyataan tersumpah atau bukti – bukti lainnya yang didapatkan
dari negara asing, yang mana Indonesia memiliki kerja sama dengan pihak yang berwenang negara tersebut sesuai dengan ketentuan dalam undang –
undang yang berkaitan dengan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana.
Dalam kasus tindak pidana perdagangan orang bahwa salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saj sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalah, apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya. Jika korban menghendaki ganti rugi, maka penyidik memberitahukan korban tentang tersedianya upaya hukum untuk
menuntut ganti rugi danatau merujuk korban kepada lembaga atau organisasi yang dapat membantu korban mengajukan tuntutan ganti rugi. Awal pengumpulan informasi tentan
kerugian yang diderita korban dan kesedian pelaku tersangka atau terdakwa untuk memberikan ganti rugi ada di tangan penyidik. Untuk itu, penyidik menyertakan atau
melampirkannya dalam berita acara pemeriksaan BAP, informasi yang berhubungan dengan kerugian materil maupun immateril yang diderita korban.
122
Pada prinsipnya, penyidik membuka peluang bagi korban untuk memberikan semua bukti – bukti yang berkenaan dengan lingkup kerugian yang diderita korban kepada penyidik.
Informasi ini ditambah ke dalam berita acara pemeriksaan BAP termasuk juga informasi tentang peluang atau pilihan ganti rugi oleh tersangka atau pelaku. Apabila korban telah
menegaskan untuk menuntut ganti rugi danatau diberitahukan tentang perkembangan penanganan perkara setelah mengajukan laporan atau pengaduan, maka penyidik
menyampaikan laporan perkembangan perkara sampai dengan penyerahan dan pelimpahan
122
Ibid., Hal 130.
Universitas Sumatera Utara
95
perkara ke penuntut umum. Sejak saat itu penuntut umum yang bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perkembangan perkara kepada korban.
123
Dengan demikian, Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tidak hanya mementingkan keamanan dan ketertiban
negara dan masyarakat saja, tetapi ada keseimbangan antara kepentingan masyarakat, kedudukan pelaku dan korban mendapat perhatian dan pengaturan yang sama. Pelaku
mendapat hukuman yang berupa pidana dan tindakan, sedangkan korban mendapat perlindungan. Penerapan persamaan kedudukan dalam hukum merupakan konsekuensi dari
penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Ide ini sejalan dengan konsep potential victims maupun actual victims, yaitu adanya keseimbangandaad dader slachttoffer
srrafrecht. Selain itu juga dalam penerapan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang memberikan sanksi bagi pejabat yang menyalahgunakan jabatan dan kewenangan dalam membuat kebijakan. Penerapan sanksi
tersebut merupakan wujud bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum equality before the law apabila mereka melanggar hukum.
C. Kebijakan Eksekusi Administrasi