52
BAB III PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN
ORANG HUMAN TRAFFICKING
A. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang Human Trafficking
Isu perdagangan manusia sudah lama tejadi, pada awalnya isu ini hanya difokuskan pada perdagangan perempuan, tetapi terjadi perkembangan jaman dan pada kenyataannya
yang menjadi korban bukan hanya perempuan, tapi juga anak- anak. Melalui instrumen – instrumen internasional pada tahun 1904 dengan dikeluarkannya instrument internasional
Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic. Secara historis, gerakan perdagangan manusia memang didorong oleh ancaman yang
dirasakan atas “ puritas “ atau kemurnian populasi perempuan tertentu, dalam hal ini adalah perempuan kulit putih.
75
Pada tahun 1921 oleh Liga Bangsa – Bangsa, ditandatangani Convention of on the Suppression of Traffic in Women and Children dan pada tahun 1933,
International Convention of the Suppression of the Traffic in Women of Full Age. Terdapat 4 perjanjian internasional pendahulu yaitu :
1. Persetujuan Internasional tanggal 18 Mei 1904 untuk penghapusan perdagangan
budak kulit putih International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic. Dokumen ini diamandemen dengan protokol PBB pada tanggal 3 Desember
1948.
75
Lihat Radhika Coomaraswary, Laporan Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan, Perdagangan Perempuan, Migrasi Perempuan dan Kekerasan terhadap Perempuan ; Penyebab
dan Akibatnya, pada 9 Februari 2000. Diterbitkan oleh KOMNAS HAM Perempuan di Jakarta, Februari 2001.
Universitas Sumatera Utara
53
2. Konvensi Internasinal tanggal 4 Mei 1910 untuk penghapusan perdagangan budak
kulit putih International Convention for the Suppression of White Slave Traffic, diamandemen dengan protokol tersebut di atas.
3. Konvensi Internasional tanggal 30 September 1921 untuk penghapusan perdagangan
perempuan dan anak Convention of on the Suppression of Traffic in Women and Children, diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947.
4. Konvensi Internasional tanggal 22 Oktober 1933 untuk penghapusan perdagangan
perempuan dewasa International Convention of the Suppression of the Traffic in Women of Full Age, diamandemen dengan protokol PBB tersebut di atas.
76
Secara historis upaya untuk melindungi mereka yang tersekap dalam masalah perbudakan telah ada sejak lama. Usaha ini diawali oleh gerakan pimpinan gabungan
organisasi – organisasi non pemerintah NGO yaitu Liga Anti Perbudakan Anti Slavery League yang membujuk negara – negara untuk menyetujui konvensi tahun 1926 yang
menyatakan ketidaksahan perbudakan, suatu perjanjian yang ditambahkan pada tahun 1950. Praktik perbudakan telah melanggar hukum di seluruh dunia, namun banyak keadaan
pekerjaan anak yang mendekati kehidupan kerja yang disebut sebagai “ mendekati perbudakan “. Praktik mirip perbudakan, kendati bertentangan dengan hukum, tetap
berlangsung secara meluas di seluruh dunia. Hal ini mencakup eksploitasi buruh anak – anak, kerja paksa, pelacuran yang dipaksakan, dan penjualan narkoba dengan perantara anak – anak
. perserikatan Bangsa – Bangsa sebagai organisasi internasional yang terbesar telah banyak melahirkan konvensi – konvensi, instrumen dan deklarasi internasional yang secara langsung
atau tidak langsung telah membahas masalah perdagangan manusia. Resolusi PBB tentang perdagangan perempuan dan anak – anak antara lain :
77
76
Mengenai Amandemen dapat dilihat dalam Konvensi Wina pasal 39 dan bagian IV mengenai amandemen dan Penyesuain perjanjian.
77
Chairul Bariah, Op. Cit., Hal 19.
Universitas Sumatera Utara
54
1. Protokol PBB untuk mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan manusia
khususnya perempuan dan anak tahun 2000 protocol to Prevent, Suppres and Punihs Trafficking in Person, Especially Women and Children Supplementing the Uniter
Nation Convention Against Transnational Organized Crime . Protokol PBB ini merupakan salah satu yang disahkan pada Konvensi Palermo tahun 2000 yang
bertujuan untuk : a.
Mencegah terjadinya perdagangan manusia, terutama perdagangan perempuan dan anak,
b. Melindungi dan membantu korban traffickig, sesuai dengan hak asasi
manusia, dan c.
Mempromosikan kerjasama antarnegara dalam mengatasi terjadinya perdagangan manusia .
2. Dalam hal ini melakukan pencegahan terhadap perdagangan manusia khususnya
perempuan dan anak – anak, setiap negara diberi kebebasan untuk menghukum pelaku kejahatan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Setiap negara harus memberikan perlindungan yang sifatnya sementara atau permanen terhadap korban trafficking. Ini dilakukan dengan memperhatikn kehidupan pribadi
korban trafficking dan menjaga keselamatan korban perdagangan manusia yang berada di negara peserta sesuai dengan hukum yang berlaku di dalam negara yang bersangkutan.
78
Diaturnya mengenai kerjasama antara negara dalam melakukan pencegahan terjadinya perdagangan manusia dengan melakukan kampanye melalui media massa di
negara yang bersangkutan, prakarsa sosial ekonomi ayat 2, melakukan kerjasama antar setiap pemerintah negara perserta dan organisasi yang bergerak di bidang bersangkutan serta
seluruh rakyat ayat 3, setiap negara peserta diwajibkan untuk berupaya mengurangi
78
Ibid., Hal 20.
Universitas Sumatera Utara
55
kemiskinan didalam negaranya dan membantu negara – negara miskin ayat 4, dan setiap negara diwajibkan untuk menghukun seberat – beratnya bagi pelaku kejahatan perdagangan
manusia, khusunya perdagangan perempuan dan anak – anak ayat 5.
79
Diketahui bahwa setiap negara bekerja sama dalam memberikan informasi baik melalui keimigrasian ataupun pejabat lain yang mempunyai kaitan dengan pencegahan
perdagangan manusia. Selain itu negara peserta harus melakukan pelatihan bersama dalam menghadapi terjadi perdagangan manusia sehingga setiap negara perserta mempunyai
kemampuan untuk mencegah terjadinya perdagangan manusia. Dalam melakukan pencegahan perdagangan manusia, tidak tertutup kemungkinan
akan terjadi perbedaan pendapat karena kurangnya informasi yang diberikan kepada negara peserta lainnya, lingkup kedaulatan suatu negara peserta dan lain – lain. Untuk
menyelesaikan perselisihan ini, maka jalan yang ditempuh adalah melalui negosiasi. Apabila jalan negosiasi tidak dapat menyelesaikan masalah, maka bagi negara yang bersangkutan
akan diberikan batas waktu enam bulan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan jika tidak selesai juga makan akan dibawa ke Mahkamah Internasional .
80
Adapun larangan human trafficking secara internasional telah banyak instrumen yang mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah
human trafficking. Instrumen – instrumen yang dimaksud yaitu antara lain : 1.
Universal Declaratin of Human Rights ; 2.
International Covenant on Civil and Political Rights; 3.
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights; 4.
Convention on the Rights of the Child and its Relevant Optional Protocol; 5.
Convention Concerning the Prohibiton and Immediate Action for the Elimination of the Worst Forums of Child Labour ILO No. 182 ;
79
Ibid.
80
Ibid., Hal 21.
Universitas Sumatera Utara
56
6. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts
Women; 7.
United Nations protokol to Suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Against Transnational Organized Crime;
8. SARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for
Prostitusion.
Ada juga instrumen – instrumen yang dikeluarkan oleh International Labour Organization ILO berkaitan dengan perdagangan orang. ILO memusatkan perhatian pada
kemajuan dalam pasar tenaga kerja menuju peningkatan lapangan kerja dan perbaikan kondisi kerja. Pemberian pekerjaan layak yang purna waktu, produktif dan bebas untuk
dipilih akan berdampak pada perdagangan orang. ILO juga memfokuskan diri pada promosi kesetaraan gender karena ada keterkaitan antara status pekerjaan perempuan, perburuhan
anak dan perdagangan orang. ILO memiliki konvensi – konvensi yang melarang sejumlah standar internasional di bidang kerja paksa, migrasi, perdagangan dan perbudakan. Konvensi
– konvensi ini memiliki keterkaitan sebagai alat penanggulangan perdagangan. Untuk lebih rincinya konvensi – konvensi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.1.
ILO merupakan salah satu lembaga PBB yang mempunyai bidang pekerjaan spesifik, yaitu untuk bekerja dalam isu – isu perburuhan, dengan memperhatikan hak asasi manusia,
keadilan sosial dan kesetaraan gender. ILO berkewajiban untuk merumuskan standar dan pedoman perburuhan internasional guna mengatasi kekerasan di bidang perburuhan dan
perlakuan kerja terhadap tenaga kerja.
81
Tabel 3.1 Konvensi – konvensi ILO untuk Penanggulangan Perdagangan Orang
Instrumen Tahun Keterangan
81
Farhana, Op.Cit., Hal 99.
Universitas Sumatera Utara
57
Konvensi Kerja Paksa Nomor 29
1930 Diratifikasi oleh Indonesia
tahun 1950 Konvensi Perlindungan Upah
Nomor 95 Konvensi revisi Migrasi
untuk pekerjaan Nomor 97 1949
1949 Konvensi ini belum
diratifikasi Indonesia Konvensi ini belum
diratifikasi
Konvensi Abolisi Kerja Paksa Nomor 105
1957 Diratifikasi oleh Indonesia
tahun 1999 Konvensi diskriminasi
Pekerjaan dan Jabatan Nomor 111
1958 Diratifikasi oleh Indonesia
tahun 1999
Konvensi Kebijakan Pekerjaan Nomor 122
1964 Konvensi ini belum
diratifikasi oleh Indonesia Konvensi usia minimum untuk
bekerja Nomor 138 1973
Diratifikasi oleh Indonesia tahun 1999 sebagai UU No.
20 tahun 1999 Konvensi Buruh Migran
Ketentuan Pelengkap Nomor 143
1975 Konvensi ini belum
diratifikasi oleh Indonesia
Konvensi tentang Penduduk Asli dan Suku Bangsa Nomor
169 1989
Konvensi ini belum diratifikasi oleh Indonesia
Konvensi Lembaga Penyalur Tenaga Kerja Swasta
1997 Konvensi ini belum
diratifikasi oleh Indonesia
Universitas Sumatera Utara
58
Deklarasi Prinsip dan Hak Fundamental di tempat Kerja
1998 -
Konvensi bentuk – bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak
1999 Diratifikasi oleh Indonesia
tahun 2000 sebagai UU No. 1 Tahun 2000
Sumber : Ruth Rosernberg, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, 2010, Hal 276.
Berdasarkan tabel di atas bahwa standar – standar tersebut mempunyai dua bentuk, yaitu konvensi dan rekomendasi. Konvensi ILO merupakan traktat internasional yang harus
diratifikasi oleh negara – negara anggota ILO sedangkan rekomendasi merupakan instrumen yang tidak mengikat yang menetapkan pedoman untuk kebijakan dan aksi nasional. Kedua
bentuk itu ditujukan untuk mengubah kondisi dan praktik – praktik kerja, sehingga terjadi kemajuan dalam peningkatan lapangan kerja dan perbaikan kondisi kerja.
Korban perdagangan orang memiliki sejumlah hak fundamental, termasuk perlindungan dari ancaman terhadap keamanan pribadi, bantuan proses hukum dan akses
untuk memperoleh pemulihan yang memadai dan efektif. Walaupun negara tidak terlibat secara langsung dengan terjadinya perdagangan orang tetapi menurut hukum internasional
bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menjamin dihormatinya dan dilindunginya hak – hak tersebut dalam yuridiksi mereka. Sekarang ini berarti negara – negara harus bertindak
secara bersungguh –sungguh dalam mencegah, mengadili dan menghukum pelaku tindak pidana perdagangan orang serta menyediakan bantuan dan memulihkan para korban.
82
B. Pengaturan Hukum Nasional Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang 1.