ANALISIS APBD LAINNYA

4.7. ANALISIS APBD LAINNYA

4.7.1. Analisis Horizontal dan Vertikal

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan informasi dan menilai kinerja pelaksanaan APBD di wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

4.7.1.1. Analisis Horizontal

Analisis horizontal merupakan analisis yang membandingkan angka-angka dalam laporan realisasi pemerintah daerah satu dengan lainnya dalam satu provinsi. Selain itu juga merupakan analisis yang membandingkan perubahan keuangan dalam satu pos APBD yang sama pada satu lingkup pemerintah daerah. Analisis ini bertujuan untuk menyajikan informasi utuh terkait kinerja suatu pos antar pemerintah daerah dan perkembangannya dari waktu ke waktu.

Tabel IV-14 Analisis Horizontal Realisasi APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau

(dalam miliar Rupiah)

Tanjung Uraian

Kep.

Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Batam Anambas pinang

123,24 425,94 Dana Perimbangan 1.500,31

525,31 385,64 LL-PAD Sah

Tidak Langsung 1.219,90

Surplus/Defisit -582,62

-58,34 -1.314,21 Pembiayaan

*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016 Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)

Pendapatan terbesar adalah pendapatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau mencapai diatas Rp.2 triliun, sedangkan pendapatan terkecil adalah

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lingga dibawah Rp.600 miliar. PAD terbesar oleh Pemprov yang didukung oleh penerimaan pajak daerah yang besar. Dana perimbangan terbesar diterima oleh Pemprov dan Pemkab Natuna yang kaya akan minyak dan gas. Belanja terbesar baik belanja langsung maupun tidak langsung terbesar dilakukan oleh Pemprov. Defisit fiskal hampir terjadi di semua pemerintah daerah kecuali Pemkab Karimun Pembiayaan hampir semua surplus kecuali Pemprov, Pemkab Karimun, dan Pemkot Batam. Selain itu pemda dengan pembiayaan neto yang dapat menutupi defisit fiskalnya hanya Pemkot Tanjungpinang

Tabel IV-15 Perkembangan Porsi Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau

Porsi Pendapatan

Porsi Belanja

2014 Dana Perimbangan 2015

B.Pegawai 2012

2013 B.Barang 2014 B.Modal 2015

*Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016 Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)

Kontribusi dana perimbangan terhadap pendapatan daerah di Provinsi Kepulauan Riau masih sangat dominan, perkembangan kontribusi PAD yang semakin meningkat akan menurunkan kontribusi dana perimbangan dalam pendapatan daerah di Provinsi Kepulauan Riau. Kemandirian semakin menguat dengan penurunan dana perimbangan disertai peningkatan PAD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dari sisi belanja, porsi belanja modal masih kecil (24,33%) namun meningkat sehingga mencerminkan bahwa kebijakan sudah mengarah pada pembangunan infrastruktur sebagaimana di pemerintah pusat.

4.7.1.2. Analisis Vertikal

Analisis vertikal merupakan analisis yang membandingkan setiap pos terhadap total dalam satu komponen APBD yang sama. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi suatu pos sehingga diketahui pengaruhnya.

Kontribusi PAD terhadap pendapatan agregat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 23,00% dibawah kontribusi dana perimbangan yang mencapai 71,97%. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketergantungan terhadap dana perimbangan masih besar. Bahkan di tiga pemerintah daerah, yakni Pemkab Kepulauan Anambas, Natuna, dan Lingga porsinya diatas 90%. Hanya Pemkot Batam yang memiliki porsi PAD lebih besar dari dana perimbangannya di mana PAD berporsi 50,74% dan dana perimbangan berporsi 45,94%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemkot Batam memiliki tingkat kemandirian yang paling tinggi.

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

Tabel IV-16 Analisis Vertikal Realisasi Pendapatan APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau

Uraian Provinsi

Tanjung Batam

pinang PAD

Anambas

17,67% 50,74% Pajak dan Retribusi

10,67% 37,39% HPKD dan LLPAD

Dana Perimbangan

0,00% 3,19% Dana Penyesuaian 12,59%

LL Pendapatan Sah

0,00% 0,00% DBH Pemda lain

5,95% 3,32% Bantuan Keuangan

0,00% 0,00% *Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016 Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)

Penyusun pendapatan daerah di Pemprov tertinggi adalah pajak dan retribusi daerah begitu juga halnya di Pemkot Batam. Pemkab Bintan porsi terbesar pendapatan adalah DAU begitu juga halnya dengan Pemkab Karimun, Lingga, dan Pemkot Tanjungpinang. Sedangkan untuk Pemkab Natuna dan Pemkab Kepulauan Anambas yang terbesar adalah porsi DBH terutama DBH SDA karena kedua daerah tersebut merupakan penghasil minyak bumi dan gas bumi di Kepulauan Riau.

Tabel IV-17 Analisis Vertikal Realisasi Belanja APBD 2015 di Provinsi Kepulauan Riau

Tanjung Uraian

Kep.

pinang Batam Bel.Tidak Langsung

51,32% 33,32% B.Pegawai

0,50% 1,87% Bantuan Sosial

0,49% 0,21% Bagi Hasil ke Pemda 15,14%

0,14% 0,06% B.Tidak Terduga

48,68% 66,68% B.Pegawai

Bel.Langsung

12,39% 18,52% B.Barang

27,55% 23,83% B.Modal

8,74% 24,33% *Data pemerintah daerah bersifat sementara per 27 Februari 2016 Sumber: BPS, DJPK, Pemerintah Daerah; (diolah)

Belanja di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat sebagian besar digunakan untuk belanja langsung mencapai 66,68%, meningkat dari 58,36% di tahun sebelumnya. Hal tersebut mengindikasikan kebijakan fiskal diarahkan pada sektor produktif untuk mendorong perekonomian. Jika dilihat per pemda, Pemkab Bintan, Karimun, Lingga dan Pemkot Tanjungpinang memiliki porsi belanja langsung lebih kecil dibandingkan belanja tidak langsungnya. Sebagian besar belanja langsung di pemda didominasi oleh belanja barang dan jasa, namun untuk Pemkab Natuna, Pemkab Kepulauan Anambas, dan Pemkot Batam, porsi terbesar adalah pada belanja modal.

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

4.7.2. Kesehatan Keuangan Daerah

Untuk menganalisis dan mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah dapat dilakukan dengan menggunakan metode sederhana yaitu analisis indikator kesehatan keuangan daerah yang mengadopsi teori ten point test untuk mengetahui tingkat kondisi kesehatan keuangan masing-masing daerah dengan melihat skor akhir dari masing- masing daerah. Ten point test memotret kondisi kesehatan fiskal antar pemerintah daerah berdasarkan beberapa rasio sederhana, yang setiap rasionya terfokus pada empat aspek kesehatan fiskal yaitu pendapatan, pengeluaran, posisi operasi dan struktur utang. Ten point test yang dikembangkan oleh Kenneth W. Brown (1993) adalah the ten-point test of fiscal condition yang dimuat dalam jurnal β€œFiscal Health for Local Governments: An Introduction to Concept, Practical Analysis, and Strategies” yang disusun oleh Honadle, James, dan Beverly pada tahun 2004 (DJPK, 2012).

Untuk memotret kesehatan keuangan daerah di Indonesia maka metode ten point test tersebut dimodifikasi untuk disesuaikan dengan perbedaan standarisasi data dan informasi keuangan daerah yang ada di Indonesia menjadi sembilan indikator. Indikator keuangan yang dapat digunakan dalam memotret kesehatan keuangan daerah oleh DJPK adalah indikator pendapatan daerah per kapita, indikator kemandirian keuangan daerah, indikator rasio ruang fiskal daerah, indikator peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah, indikator kemampuan mendanai belanja daerah, indikator belanja modal, indikator belanja pegawai tidak langsung, indikator optimalisasi SILPA, dan indikator kemampuan pembayaran pokok hutang dan bunga daerah. Untuk menilai kesehatan keuangan daerah, hasil perhitungan sembilan rasio tersebut diberi skor untuk dibandingkan antar pemerintah daerah lingkup Provinsi Kepulauan Riau dan dengan skor rata-rata nasional.

4.7.2.1. Indikator Pendapatan Daerah Per kapita

Indikator pendapatan daerah per kapita dilihat berdasarkan rasio pendapatan daerah terhadap jumlah penduduk daerah tersebut. Rasio tersebut menunjukkan besarnya jumlah pendapatan pemerintah daerah yang dapat digunakan untuk melayani sejumlah penduduk daerah tersebut sehingga merupakan ukuran rill dari pendapatan daerah. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya beban pemerintah daerah sehingga harus diiringi oleh peningkatan pendapatan daerah.

Indikator pendapatan daerah per kapita dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator Pendapatan Daerah Per kapita =

Rasio pendapatan daerah per kapita secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 2,51 yang dapat diartikan bahwa kemampuan

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

Gambar IV-1 Indikator Pendapatan Daerah Per kapita di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

Rasio Pendapatan Daerah terhadap Jumlah Penduduk (dalam jutaan rupiah)

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Rasio pendapatan daerah per kapita pada delapan pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah rasio pada Pemkab Kepulauan Anambas sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemprov Kepulauan Riau. Terdapat dua rasio pemerintah daerah yang berada dibawah rasio nasional yakni rasio pada Pemprov Kepulauan Riau dan Pemkot Batam, sedangkan enam pemerintah daerah lainnya memiliki rasio diatas rasio nasional. Berdasarkan rasio pendapatan daerah per kapita pada Provinsi Kepulauan Riau secara agregat, terdapat empat pemerintah daerah yang berada di bawah rasio tersebut yakni rasio pada Pemkab Karimun, Pemkot Tanjungpinang, Pemkot Batam, dan Pemprov Kepulauan Riau.

4.7.2.2. Indikator Kemandirian Keuangan Daerah

Indikator kemandirian keuangan daerah dilihat berdasarkan rasio PAD terhadap total pendapatan. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD mendanai belanja daerah untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Rasio menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan bila terjadi kenaikan secara kontinyu atas pendapatan bunga, karena dapat diartikan peningkatan dana pemerintah daerah yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan.

Indikator kemandirian keuangan daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator Kemandirian Keuangan Daerah =

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

Rata-rata tingkat kemandirian daerah yang dicerminkan kemampuan mendanai belanja menggunakan sumber PAD adalah 23,08%, sedangkan sisanya menggunakan dana perimbangan dan LLPD yang sah. Semakin besar rasio PAD terhadap pendapatan daerah maka daerah tersebut semakin mandiri. Rasio PAD terhadap pendapatan daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 23,00%, sedikit di bawah rasio nasional. Namun demikian, nilai tersebut belum mencerminkan penerimaan daerah yang belum tercatat secara komprehensif per 26 Februari 2015 sehingga sangat dimungkinkan bahwa kemandirian keuangan sebenarnya dari pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau lebih tinggi dari akumulasi pemda nasional.

Gambar IV-2 Indikator Kemandirian Keuangan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

2,290% Rasio PAD terhadap Pendapatan Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Tingkat kemandirian keuangan pemda yang tertinggi dan berada di atas rata- rata nasional di Provinsi Kepulauan Riau adalah Pemkot Batam, diikuti oleh Pemkab Karimun dan Pemprov Kepulauan Riau dan Pemkab Bintan. Sedangkan kemandirian keuangan terendah adalah Pemkab Kepulauan Anambas. Terdapat 3 pemda dengan tingkat kemandirian di bawah 4% yakni Pemkab Natuna, Pemkab Lingga, dan Pemkab Kepulauan Anambas yang menunjukkan bahwa pemda-pemda tersebut sangat bergantung pada dana perimbangan dari pemerintahan pusat untuk menjalankan roda pemerintahannya.

4.7.2.3. Indikator Ruang Fiskal Daerah

Indikator ini menunjukkan seberapa besar keleluasaan dalam menggunakan dana untuk belanja prioritas. Kalkulasi indikator berdasarkan rasio antar ruang fiskal terhadap pendapatan daerah. Ruang fiskal merupakan pendapatan daerah selain DAK, hibah, dana penyesuaian dan otsus, dan dana darurat yang ada untuk membiayai belanja selain belanja pegawai tidak langsung dan belanja bunga. Semakin besar ruang fiskal, semakin leluasa pemda menyesuaikan dana dengan prioritas daerah.

Indikator ruang fiskal daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator Ruang Fiskal Daerah =

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

Rasio ruang fiskal terhadap pendapatan daerah secara nasional (akumulasi pemda seluruh Indonesia) sebesar 47,51% yang menunjukkan tingkat keleluasaan daerah dalam menggunakan dana untuk belanja. Semakin besar nilai rasio ruang fiskal terhadap pendapatan daerah maka daerah tersebut semakin leluasa menggunakan dana untuk prioritas pembangunan. Rasio ruang fiskal terhadap pendapatan daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 62,03% lebih tinggi dibandingkan dengan rasio secara nasional sehingga Provinsi Kepulauan Riau lebih leluasa dalam menggunakan dana APBD dibanding pemerintah daerah secara nasional.

Gambar IV-3 Indikator Ruang Fiskal Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

Rasio Fiskal terhadap Pendapatan Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Indikator ruang fiskal pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah Pemprov Kepulauan Riau sedangkan yang terendah adalah Pemkab Bintan. Hanya ada satu pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang tingkat keleluasaannya di bawah nasional yakni Pemkab Bintan. Sedangkan berdasarkan indikator ruang fiskal Provinsi Kepulauan Riau secara agregat, terdapat tiga pemda yang tingkat keleluasaan penggunaan dana berada di atas agregat provinsi yakni Pemprov Kepulauan Riau, Pemkab Kepulauan Anambas, dan Pemkab Natuna.

4.7.2.4. Indikator Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Indikator peningkatan pajak dan retribusi daerah merupakan indikator untuk melihat tingkat kemampuan daerah dalam menggali potensi pajak dan retribusi daerah, berdasarkan rasio pajak dan retribusi daerah terhadap PDRB. Semakin besar rasio peningkatan pajak dan retribusi daerah terhadap PDRB maka kemampuan daerah tersebut dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut juga semakin besar.

Indikator peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: Indikator Peningkatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah =

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

Rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 5,038% yang menunjukkan tingkat kemampuan pemerintah daerah dalam menggali potensi pajak dan retribusi daerah. Semakin besar nilai rasionya maka daerah tersebut semakin mampu menggali potensi pajak dan retribusi daerah menjadi penerimaan daerah. Rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 0,659% lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional sehingga Provinsi Kepulauan Riau belum optimal dalam menggali potensi penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah dibandingkan dengan pemerintah daerah secara nasional. Peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah tidak sebanding dengan peningkatan PDRB-nya.

Gambar IV-4 Indikator Peningkatan Pajak dan Retribusi Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

Rasio Pajak dan Retribusi Daerah terhadap PDRB

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB di delapan pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah rasio pada

Pemprov sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemkab Kepulauan Anambas. Semua pemerintah daerah di Kepulauan Riau nilai rasionya dibawah nilai rasio baik nasional maupun agregat provinsi.

4.7.2.5. Indikator Kemampuan Mendanai Belanja Daerah

Indikator kemampuan mendanai belanja daerah merupakan tingkat kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja dan pengeluaran daerah. Indikator tersebut tercermin dalam rasio total pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap total belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan. Kemampuan keuangan daerah tercermin dalam seluruh penerimaan daerah baik pendapatan daerah maupun penerimaan pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk mendanai seluruh belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan yang direncanakan. Semakin besar rasio penerimaan daerah dan penerimaan

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

Indikator kemampuan mendanai belanja daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Ind. Kemampuan Mendanai Belanja Daerah = π‘‘π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘› π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿπ‘Žβ„Ž π‘‘π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘›π‘’π‘Ÿπ‘–π‘šπ‘Žπ‘Žπ‘› π‘π‘’π‘šπ‘π‘–π‘Žπ‘¦π‘Žπ‘Žπ‘›

Rasio penerimaan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran daerah dan pengeluaran pembiayaan secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 99,95% yang menunjukkan tingkat kemampuan dalam mendanai belanja daerah masih kurang karena penerimaan daerah dan penerimaan pembiayaan masih belum mencukupi untuk mendanai belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan.

Gambar IV-5 Indikator Kemampuan Mendanai Belanja Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

99,630% Rasio Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan terhadap Belanja dan Pengeluaran Pembiayaan

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Rasio penerimaan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran daerah dan pengeluaran pembiayaan di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 78,33% lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional sehingga Provinsi Kepulauan Riau kurang mampu mendanai semua belanja daerah dibanding pemerintah daerah secara nasional.

Rasio penerimaan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran daerah dan pengeluaran pembiayaan di delapan pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah rasio pada Pemkab Karimun sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemkot Batam. Hanya terdapat dua pemerintah daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang tingkat kemampuan mendanai belanja daerah di atas nasional dan Provinsi Kepulauan Riau secara agregat yakni Pemkab Karimun dan Pemkot Tanjungpinang

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

4.7.2.6. Indikator Belanja Modal

Indikator belanja modal merupakan salah satu ukuran kualitas belanja berdasarkan rasio belanja modal terhadap total belanja daerah. Porsi belanja modal yang besar diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerah dan pada akhirnya meningkatkan potensi penerimaan daerah yang baru. Rasio belanja modal terhadap keseluruhan belanja yang semakin besar, maka kemampuan keuangan daerah untuk mengalokasikan porsi belanjanya pada belanja modal semakin besar sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara efektif.

Indikator belanja modal daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator Belanja Modal =

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah secara nasional (akumulasi pemda seluruh Indonesia) sebesar 24,83% yang menunjukkan besaran daerah mengalokasikan seluruh belanjanya untuk belanja modal dalam hal ini berarti secara nasional, dan sisanya untuk belanja lainnya. Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 18,44% lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional karena Provinsi Kepulauan Riau kurang mengalokasikan belanja modal dibanding pemerintah daerah secara nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah di lingkup Provinsi Kepulauan Riau, meskipun sudah meningkatkan proporsi belanja modalnya dalam beberapa tahun terakhir, namun belum cukup untuk mengejar orientasi pembangunan infrastruktur yang saat ini dilaksanakan oleh sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia.

Gambar IV-6 Indikator Belanja Modal Daerah di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

35,350% Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah Pemkab Kepulauan Anambas sedangkan yang terendah adalah Pemkot Tanjungpinang. Selain itu, Pemkab Kepulauan Anambas merupakan satu-satunya pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau yang mengalokasikan belanja modal diatas nasional dan Provinsi Kepulauan Riau secara agregat.

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

4.7.2.7. Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung

Indikator belanja pegawai tidak langsung dapat dilihat melalui rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah. Kualitas belanja daerah semakin baik dilihat dari semakin menurunnya porsi belanja pegawai tidak langsung dalam APBD yang menunjukkan semakin sedikit porsi APBD yang digunakan untuk belanja aparatur, sehingga APBD lebih terkonsentrasi pada belanja yang langsung terkait dengan pelayanan publik. Asumsinya jika belanja pegawai tidak langsung semakin berkurang maka dana APBD dapat direalokasikan ke belanja modal dan belanja barang jasa yang lebih efektif dalam mendorong roda perekonomian daerah.

Indikator belanja pegawai tidak langsung dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung =

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 33,82% yang menunjukkan besaran dana yang dialokasikan dalam belanja pegawai tidak langsung sebesar 33,82% dan sisanya untuk belanja lainnya. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 30,69% lebih rendah dibandingkan dengan rasio secara nasional sehingga Provinsi Kepulauan Riau lebih baik kualitas pengelolaan keuangan daerahnya dibanding pemerintah daerah secara nasional.

Gambar IV-7 Indikator Belanja Pegawai Tidak Langsung di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

38,160% Rasio Belanja Pegawai TL terhadap Belanja Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah Pemkot Tanjungpinang sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemprov Kepulauan Riau. Terdapat tiga pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang kualitas belanja daerahnya lebih baik dibandingkan nasional karena rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

4.7.2.8. Indikator Optimalisasi SiLPA

Indikator optimalisasi SiLPA dilihat berdasarkan rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah. SiLPA adalah sisa lebih perhitungan anggaran yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran. Jumlah SiLPA pada akhir tahun menjadi salah satu sumber pembiayaan pada tahun berikutnya. Daerah mampu mengoptimalkan penggunaan SiLPA jika SiLPA tahun sebelumnya mampu dimanfaatkan untuk belanja pada tahun berkenaan. Semakin besar rasio optimalisasi SiLPA, maka kemampuan pengoptimalan SiLPA juga semakin besar.

Indikator optimalisasi SiLPA dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Indikator optimalisasi SiLPA =

Rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 7,89% yang merupakan proporsi optimalisasi SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah tahun berjalan. Rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah di Provinsi Kepulauan Riau secara agregat mencapai 1,12% lebih rendah dibandingkan rasio secara nasional sehingga Provinsi Kepulauan Riau kurang optimal dalam memanfaatkan SiLPA tahun sebelumnya untuk membiayai belanja daerahnya dibanding rata-rata nasional.

Gambar IV-8 Indikator Optimalisasi SiLPA Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Ak.Nasional

Ak.Prov/Kab./Kota

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Bintan

Pemkab.Karimun

Pemkab.Natuna

Pemkab.Lingga

Pemkab.Kep.Anambas

Rasio SiLPA terhadap Belanja Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau, (diolah)

Pada 2015 hanya terdapat empat pemerintah daerah yang memanfaatkan SILPA tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai belanja daerahnya. Rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah di 4 pemda di Provinsi Kepulauan Riau yang paling tinggi adalah rasio pada Pemkot Tanjungpinang sedangkan yang terendah adalah rasio pada Pemkab Lingga. Hanya Pemkot Tanjungpinang pengguna SILPA di Provinsi Kepulauan Riau yang tingkat optimalisasi penggunaan SiLPA di atas tingkat optimalisasi nasional. Sedangkan berdasar rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah pada Provinsi Kepulauan Riau secara agregat, hanya dua pemerintah

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

4.7.2.9. Indikator Kemampuan Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga Daerah

Indikator kemampuan pembayaran pokok hutang dan bunga daerah dilihat berdasarkan rasio pembayaran pokok utang dan bunga terhadap total pendapatan daerah yang menunjukkan porsi pendapatan daerah yang digunakan untuk membayar pokok pinjaman beserta bunganya dalam satu periode waktu tertentu. Semakin kecil rasionya maka daerah semakin mampu untuk menjamin pengembalian hutang- hutangnya melalui pendapatan yang diterimanya.

Indikator kemampuan pembayaran pokok hutang dan bunga daerah dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: Ind. Kemampuan Pembayaran Pokok Hutang & Bunga Daerah =

Rasio pembayaran pokok hutang dan bunga terhadap total pendapatan daerah secara nasional (akumulasi pemerintah daerah seluruh Indonesia) sebesar 0,32% merupakan proporsi pembayaran pokok hutang dan bunga yang harus dibayar dari pendapatan daerah dalam satu periode. Sedangkan di Provinsi Kepulauan Riau, rasio pembayaran pokok hutang dan bunga terhadap total pendapatan daerah tersebut hanya 0,00% karena tidak ada pemerintah daerah yang membayarkan pokok hutang maupun bunga daerah di tahun 2015. Nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan rasio secara nasional tersebut dapat diartikan bahwa pemda di lingkup Provinsi Kepulauan Riau lebih mampu untuk menjamin pengembalian hutang-hutangnya melalui pendapatan yang diterimanya dibanding pemerintah daerah secara nasional.

Gambar IV-9 Indikator Kemampuan Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga Daerah di Provinsi Kepulauan

Riau

,324% Ak.Prov/Kab./Kota ,000%

Ak.Nasional

,000% Pemko.Tanjungpinang ,000%

Pemprov.Kep.Riau

Pemko.Batam ,000% Pemkab.Bintan ,000% Pemkab.Karimun ,000% Pemkab.Natuna ,000% Pemkab.Lingga ,000% Pemkab.Kep.Anambas ,000%

Rasio Pembayaran Pokok Hutang dan Bunga terhadap Pendapatan Daerah

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau (diolah)

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau

4.7.2.10. Gambaran Tingkat Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah di Provinsi Kepulauan Riau

Berdasarkan indikator-indikator kesehatan keuangan daerah sembilan indikator (4.7.2.1.1. hingga 4.7.2.1.9.) tersebut, dapat dibuat penilaian dengan memberikan pembobotan terhadap setiap pemerintah daerah sebagai berikut:

Tabel IV-18 Pembobotan Skor Kesehatan Keuangan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau

Tanjung Uraian

Kep.

Provinsi Bintan Karimun Natuna Lingga Batam Anambas pinang

Indikator I

Indikator II

Indikator III

Indikator IV

Indikator V

0 0 0 +1 -1

Indikator VI

Indikator VII

Indikator VIII

Indikator IX

Total Skor

Pemerintah daerah yang memiliki skor tertinggi adalah pemerintah daerah dengan kesehatan keuangan terbaik di Provinsi Kepulauan Riau yakni Pemkot Batam dan Pemkab Karimun dengan skor 5. Pada urutan ketiga dengan skor 4 adalah Pemprov Kepulauan Riau,. Tingkat kesehatan keuangan daerah terendah di Provinsi Kepulauan Riau adalah Pemkot Tanjungpinang dan Pemkab Lingga dengan skor 2.

Gambar IV-10 Skor Kesehatan Keuangan Daerah di Provinsi Kepulauan Riau Pemko.Tanjungpinang

Pemko.Batam

Pemkab.Kep.Anambas

Pemkab.Lingga

Pemkab.Natuna

Pemkab.Karimun

Pemkab.Bintan

Pemerintah Provinsi

Sumber: DJPK, Pemda se-Provinsi Kepulauan Riau (diolah))

Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II

Dokumen yang terkait

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

Pemanfaatan Media Peta Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips Dengan Pokok Bahasan Mengenal Peta Provinsi (Ptk Pada Siswa Kelas Iv Mis Al-Husna Kota Tangerang)

1 36 118

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Strategi Komunikasi Bigreds Regional Bandung Melalui Kegiatan "Off Season" Dalam Mempererat Solidaritas Antar Pendukung Liverpool Football Club Di Kota Bandung

1 29 135

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Sistem Informasi Pengolahan Data Pinjaman Pada Koperasi Serba Usaha Bersama di Ciroyom Provinsi Jawa Barat

4 39 117

Kajian Visualisasi Motif Batik priangan Berdasarkan Estetika Sunda Pada kelom Geulis Sagitria Tasikmalaya

10 104 59

Kajian pemilihan warna dan kualitas karya pada ilustrasi manual penyandang buta warna total : (studi kasus : ilustrasi manual berwarna karya Rukmnunal Hakim)

1 36 86

Prosedur pengelolaan Anggaran Belanja Langsung Pada Dinas tenaga kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat

1 7 58

Sistem informasi cuti tahunan pegawai berbasis website di Divisi Regional III PT.Telkom Jl.Supratman No.66 Bandung : laporan hasil praktek kerja lapangan

2 28 106