Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN

UPAYA MENGATASI PENCEMARAN LINGKUNGAN PADA

MASYARAKAT SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR (TPA) JATIBARANG KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Yuli Handayani NIM 3201407011

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari : Senin

Tanggal : 24 Oktober 2011

Pembimbing I

Drs. Apik Budi Santoso, M. Si NIP. 19620904 198901 1 001

Pembimbing II

Drs. R. Sugiyanto, SU

NIP. 19471201 197501 1 001

Mengetahui: Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M. Si NIP. 19620904 198901 1 001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 28 Oktober 2011

Penguji I

Drs. Apik Budi Santoso, M. Si NIP. 19620904 198901 1 001

Penguji II

Drs. R. Sugiyanto, SU

NIP. 19471201 197501 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. Subagyo, M.Pd.

NIP. 19510808 198003 1 003 Penguji Utama

Drs. Saptono Putro, M.Si NIP. 19620928 199003 1 002


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,

Yuli Handayani NIM. 3201407011


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan….dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Al Insirah 6-8)

Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran, nikmatnya beroleh kemenangan akan menghilangkan letihnya perjuangan, menuntaskan pekerjaan dengan baik akan melenyapkan lelahnya jerih payah (Dr.Aidh bin Abdullah Al-Qurni)

karena hidup tidak pernah sampai di sini”. “cintai

hidupmu dengan berani, jangan pernah menyerah dan

jangan berputus asa”. Karena untuk hidup dan

melangkah adalah sebuah anugrah, tetapi untuk terus hidup dan terus melangkah lagi, bekerja keras untuk setiap impian adalah luar biasa (Yuli Handayani)

PERSEMBAHAN:

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan ibuku yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, arahan dan perhatian yang begitu besar dalam setiap detik langkahku.

2. Mas dan adikku, terimakasih atas kasih sayang dan motivasinya.

3. Seseorang dari-Nya yang kelak akan menemani langkahku.

4. Almamaterku yang telah membekaliku dengan ilmu yang bermanfaat.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang

2. Drs. Subagyo, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, Ketua Jurusan Geografi serta Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan sabar selama proses penelitian hingga akhir penulisan skripsi.

4. Drs. R Sugiyanto, SU, Dosen Pembimbing II atas segala arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Staf Pengajar dan Keryawan Jurusan Geografi, terima kasih untuk ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan serta bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.


(7)

vii

6. Kepala Kelurahan Kedungpane serta Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini serta kerjasamanya.

7. Semua teman dan Sahabat Geografi 2007, terima kasih atas persahabatan yang indah, kalian adalah bagian dari perjalanan hidupku.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan serta bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai sumbangan berharga bagi karya penulis selanjutnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia.

Semarang, September 2011


(8)

viii

SARI

Yuli Handayani. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang . Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang

Kata kunci: Hubungan, Tingkat Pendidikan, Pencemaran Lingkungan

Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk Sumber daya manusia yang ahli dan terampil serta produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat. Perbedaan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang terkadang mempengaruhi pola pikir dan sikap mereka, walaupun faktor lingkungan dan kebiasaan juga sangat berperan namun pendidikan tetaplah penting dalam pembentukan karakter seseorang dalam melakukan maupun mengatasi suatu permasalahan yang timbul. Salah satunya yaitu permasalahan lingkungan yang kaitannya dengan pencemaran lingkungan yang telah terjadi dewasa ini. Timbunan sampah di TPA Jatibarang semakin bertambah melebihi daya tampung TPA tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara dan bau sampah semakin meluas serta sampah-sampah yang tercecer juga telah mencemari tanah di daerah tersebut. Pokok permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah: Adakah hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui tingkat pendidikan masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang. 2) Mengetahui upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang. 3) Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang khususnya RW.4 Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen yang berjumlah 268 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 25% dari tiap populasi, yaitu 69 orang. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, teknik angket, dan teknik dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif persentase dan teknik analisis statistik dengan rumus product moment. Teknik deskriptif persentase digunakan untuk mempersentasekan tingkat pendidikan serta upaya mengatasi pencemaran lingkungan. Teknik analisis statistik digunakan untuk mencari ada atau tidaknya korelasi antar variabel dalam penelitian.

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan masyarakat sekitar TPA Jatibarang dalam kriteria sedang 51,62% (sumber: Hasil penelitian, 2011) karena sebagian besar masyarakatnya hanya menempuh pendidikan sekolah dasar yaitu sebanyak 2,90%, lulusan SMP 21,74%, lulusan SMA 18,84% dan yang


(9)

ix

menempuh perguruan tinggi sebesar 2,90%. hasil perhitungan dengan menggunakan statistik korelasi product moment, diperoleh hasil rxy sebesar 0,317 sedangkan pada r tabel dengan N = 69 pada taraf signifikansi 95% sebesar 0,235. Karena nilai r xy > r tabel (0,317 > 0,235) maka Ha yang berbunyi “ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang” diterima dengan hasil interpretasi tergolong rendah.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang walaupun tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan bukanlah faktor dominan yang berperan dalam upaya yang dilakukan masyarakat, namun terdapat faktor-faktor lain yang juga berperan misalnya pengetahuan, lingkungan dan kebiasaan masyarakat.

Saran yang dikemukakan adalah supaya aparat Kelurahan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Pemkot Kota Semarang untuk meningkatkan sistem pengelolaan sampah di TPA Jatibarang serta mengadakan penyuluhan-penyuluhan guna mengatasi pencemaran lingkungan yang terjadi di sekitar TPA Jatibarang. Masyarakat sekitar TPA Jatibarang, diharapkan dapat turut berperan dalam mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi di sekitar TPA Jatibarang dengan cara melakukan pengelolaan sampah yang baik, penghijauan, serta kegiatan-kegiatan lain guna pemberdayaan masyarakat.


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penegasan Istilah ... 7

F. Sistematika Skripsi ... 9

BAB II LANDASAN TEORI dan HIPOTESIS A. Landasan Teori ... ….11

1. .... Tingkat Pendidikan ... 11

2. .... Pencemaran Lingkungan ... 14

3. .... Sampah... 26

4. .... Masyarakat ... 34

5. .... Tempat Pembuangan Akhir ... 34

B. Penelitian Terdahulu... 37

C. Kerangka Berpikir ... 42


(11)

xi BAB III METODE PENELITIAN

A. Populasi ... 44

B. Sampel ... 44

C. Variabel Penelitian ... 46

D. Metode Pengumpulan Data ... 47

E. Validitas dan Realibilitas ... 49

F. Metode Analisis Data ... 50

G. Tahap Penelitian ... 54

H. Kerangka Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 57

1. . Letak dan Luas Wilayah ... 57

2. . Kondisi Fisik Wilayah ... 60

3. . Kondisi Penduduk... 64

B.Hasil Penelitian ... 68

1. . Tingkat Pendidikan Masyarakat... 68

2. . Upaya Mengatasi Pencemaran ... 69

3. . Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar TPA Jatibarang Kota Semarang ... 75

C.Pembahasan ... 76

BAB V SIMPULAN dan SARAN A.Simpulan ... 82

B.Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Komponen Pencemar Daratan ... 21

Tabel 2. Limbah Padat dan Daur Ulangnya (recycling) ... 31

Tabel 3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

Tabel 4. Klasifikasi Kategori Tingkatan dalam Bentuk Skor dan Persen (%) ... 53

Tabel 5. Interpretasi Nilai r ... 54

Tabel 6. Daftar Kelurahan di Kecamatan Mijen ... 58

Tabel 7. Penggunaan Lahan di Kelurahan Kedungpane ... 61

Tabel 8. Timbulan Sampah di Kota Semarang Tahun 2010 ... 64

Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pembagian Wilayah RW ... 65

Tabel 10.Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 65

Tabel 11. Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Kedungpane ... 66

Tabel 12.Jumlah Penduduk Meurut Tingkat Pendidikan ... 66

Tabel 13.Mata Pencaharian Penduduk ... 67

Tabel 14.Tingkat Pendidikan Responden ... 68

Tabel 15.Upaya Mengatasi Pencemaran Tanah Oleh Masyarakat ... 72

Tabel 16.Upaya Mengatasi Pencemaran Air Oleh Masyarakat ... 73


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daur Pencemaran Lingkungan... 23

Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 42

Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Penelitian ... 56

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian ... 59

Gambar 5. Pintu Masuk TPA Jatibarang ... 60

Gambar 6. Penggunaan Lahan di Kelurahan Kedungpane ... 62

Gambar 7. Tanah yang Tercemar Oleh Sampah ... 63

Gambar 8. Timbunan Sampah di TPA Jatibarang ... 63

Gambar 9. Lokasi TPA Jatibarang Kota Semarang ... 70

Gambar 10.Sampah yang Tercecer di Pinggir Jalan ... 72


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi Observasi ... 87

Lampiran 2. Lembar Observasi ... 88

Lampiran 3. Kisi-kisi Instrumen ... 92

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 93

Lampiran 5. Tabel Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 104

Lampiran 6. Perhitungan Validitas dan Realibilitas ... 109

Lampiran 7. Daftar Nama Reponden ... 112

Lampiran 8. Tabulasi Tingkat Pendidikan ... 114

Lampiran 9. Tabulasi Upaya Mengatasi Pencemaran Tanah ... 116

Lampiran 10.Tabulasi Upaya Mengatasi Pencemaran Air... 118

Lampiran 11.Tabulasi Upaya Mengatasi Pencemaran Udara ... 121

Lampiran 12.Kriteria Tingkat Pendidikan Terhadap Upaya Mengatasi Pencemaran... 124

Lampiran 13.Tabel Analisis Korelasi Product Moment ... 126

Lampiran 14.Analisis Korelasi Product Moment ... 128


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk sumber daya manusia yang ahli dan terampil serta produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat. Manusia sangat berperan dalam melestarikan potensi lingkungan hidup. Oleh karena itu manusia perlu diberi bekal untuk melestarikan lingkungan melalui pendidikan lingkungan, khususnya etika lingkungan. Dikatakan demikian karena sebagai penduduk bumi, manusia bertanggung jawab terhadap Tuhan, dalam arti menjaga kelangsungan hidup manusia dan kelestarian lingkungannya. Manusia pada dasarnya berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan juga dipengaruhi oleh lingkungannya (Neolaka, 2008:104).

Perbedaan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang terkadang mempengaruhi pola pikir dan sikap mereka, walaupun faktor lingkungan dan kebiasaan juga sangat berperan namun pendidikan tetaplah penting dalam pembentukan karakter seseorang dalam melakukan maupun mengatasi suatu permasalahan yang timbul. Salah satunya yaitu permasalahan lingkungan yang kaitannya dengan pencemaran lingkungan yang telah terjadi dewasa ini.

Pada saat ini jumlah populasi manusia masih meningkat di berbagai bagian dunia, terutama negara berkembang. Jika perkembangan ini tidak


(16)

dikendalikan dan teknologi untuk mempertahankan kondisi yang baik bagi manusia tidak dapat dikembangkan cepat untuk menaggulangi kepesatan laju penduduk kini resiko yang akan dipikul amatlah berat. Dengan semakin pesatnya jumlah penduduk yang ada serta diikuti dengan perkembangan jaman, membuat kebutuhan manusia menjadi semakin meningkat sehingga berimbas pada bertambahnya volume sampah yang ditimbulkan baik dari sisa kebutuhan maupun aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

Makhluk hidup seperti manusia selalu mencemari lingkungan karena tingkah lakunya, karena membuang kotoran akibat proses pencemaran dan metabolismenya. Sebagai makhluk sosial, ia memindahkan benda dari lingkungan dan menambah sisa-sisa makanan, pakaian, perumahan, atau keperluan keluarganya.

Alasan yang sering diajukan mengenai kejadian di atas ialah kealpaan manusia untuk mengenal bahwa ia sendiri adalah bagian dari alam. Sepanjang ini manusia terus-menerus mengeksploitasi alam. Karena itu manusia hendaknya sadar akan hubungan antara manusia dengan alam. Manusia hendaknya membalikkan kecenderungan atau arah jalan yang ditempuh agar memahami masalah populasi ini. Manusia hendaknya memahami ekologi, berbagai asas ilmu lingkungan, terutama konsep ekosistem (Sastrawijaya, 2000: 58).

Kota yang merupakan tempat pemukiman manusia yang padat dan pusat aktivitas kehidupan yang luar biasa ramainya, menjadi lokalisasi produksi berbagai macam barang yang dikerjakan langsung oleh


(17)

makhluk-3

makhluk hidup atau oleh industri. Meskipun pada pembuatan barang diusahakan seefisien mungkin, tentu masih akan ada sisa atau bekas-bekas yang dianggap tidak dapat dipakai lagi pada saat itu, dan harus disingkirkan dari tempat pengolahan. Bahan buangan atau sampah produksi tersebut ada dua macam, yang dapat dihancurkan oleh organisma (biodegradable) dan yang tidak dapat dihancurkan oleh organisma (non-biodegradable). Makin banyak kegiatan kota, makin banyak bahan buangan yang harus disingkiran, dan makin sulit mendapatkan lokasi penempatannya. Pada umumnya bahan tersebut akhirnya sampai di perairan, entah selokan, sungai, danau, laut, karena secara tradisional perairan senantiasa merupakan tempat pembuangan sampah, disamping sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan air. Sesungguhnya bahan buangan tersebut dapat dimusnahkan dengan dibakar, tetapi untuk itu diperlukan juga biaya dan juga menimbulkan pencemaran lain, pencemaran udara karena barang-barang yang dibakar mengandung aneka ragam zat yang dapat menimbulkan peracunan udara disamping asapnya yang sangat mengganggu pemandangan dan penciuman (Prawiro, 1979: 69).

Kota Semarang yang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan. Kota ini memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi dengan kebutuhan yang tinggi pula. Sebagai ibukota propinsi, Kota Semarang menjadi parameter kemajuan kota-kota lain di Propinsi Jawa Tengah. Produksi sampah di Kota Semarang tidak sebanding dengan sarana dan prasarana pengelola kebersihannya. Timbunan sampah meningkat rata-rata 324 m3 per hari. Pemusnahan sampah Kota Semarang saat


(18)

ini berada di TPA Jatibarang, yang berlokasi di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Yang beroperasi mulai bulan Maret 1992.

Timbunan sampah di TPA Jatibarang semakin bertambah melebihi daya tampung TPA tersebut. Dengan kondisi tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan apalagi pada saat musim penghujan. Sarana penanganan sampah (alat berat, dump truck) semakin kurang mencukupi, Sanitary Landfill (pengisian tanah kesehatan) sulit dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin meluas. Lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat pun terlihat kumuh dengan bau sampah yang menyengat. Sampah-sampah yang tercecer juga telah mencemari tanah di daerah tersebut.

Menurut hasil wawancara dengan bapak Tantri selaku kepala TPA Jatibarang, masyarakat pernah mengadakan protes mengenai lingkungan sekitar TPA Jatibarang. Munculnya bau yang kurang sedap serta adanya sampah-sampah yang tercecer dari muatan truk yang keluar masuk TPA membuat lingkungan menjadi kotor. Dalam menanggapi protes warga ini, pemerintah memberikan kompensasi dengan memberikan beberapa ekor sapi kepada warga untuk diternakkan, sedangkan untuk mengatasi pencemaran tanah, air, dan udara yang terjadi, merupakan usaha dari masing-masing warga itu sendiri karena pemerintah telah memberikan ganti rugi dengan dibagikaanya sapi.

Hal ini sangat menarik untuk diteliti terkait dengan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi pencemaran yang terjadi di


(19)

5

lingkungannya terutama dengan latar belakang dari tiap-tiap masyarakat yang berbeda-beda, khususnya mengenai tingkat pendidikan masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang”.

B. Perumusan Masalah

Melihat apa yang telah dijelaskan pada latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana tingkat pendidikan masyarakat sekitar tempat pembuangan

akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang?

2. Bagaimana upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang? 3. Adakah hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi

pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Melihat dari perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat pendidikan masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.


(20)

2. Mengetahui upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.

3. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis.

Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya geografi pada bidang lingkungan hidup.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Agar lebih memperhatikan dan memahami arti pentingnya menjaga lingkungan serta dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi pencemaran lingkungan.

b. Bagi Pemerintah/ Lembaga Terkait

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi dan masukan pada Pemda atau aparat pemerintah khususnya dinas kebersihan dan Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang untuk lebih memperhatikan lingkungan hidup sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.


(21)

7

E. Penegasan Istilah

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tingkat pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang dikenal dengan pendidikan sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003).

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini yaitu tingkat pendidikan formal yang dimiliki masyarakat di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang.

2. Pencemaran Lingkungan

Undang-undang R.I. No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa “Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”.


(22)

Pencemaran adalah suatu keadaan tertentu dari udara, air, tanah yang disebabkan karena adanya bahan-bahan dalam bentuk dan jumlah tertentu yang mempunyai potensi mengganggu kesehatan, merusak kehidupan tanaman atau binatang, merupakan gangguan terhadap panca indera atau yang dalam batas tidak dapat kita terima secara sosial (Rahwartono dalam Santoso, 2006:82).

Pencemaran lingkungan dalam penelitian ini yaitu pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah, dimana suatu keadaan dari tanah, air dan udara yang dapat mengganggu kesehatan dan gangguan terhadap panca indera yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah di TPA Jatibarang.

3. Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan

Upaya mengatasi pencemaran lingkungan adalah suatu usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan. Dalam penelitian ini, yang termasuk upaya mengatasi pencemaran lingkungan yaitu segala usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.

4. Masyarakat

Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama (Depdikbud, 1989).


(23)

9

Masyarakat dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Jatibarang yaitu warga RW.4 di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang karena lingkungan tempat tinggal mereka yang berdekatan dengan lokasi TPA Jatibarang.

5. Kesimpulan Arti Judul

Maksud dari penelitian dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Pada Masyarakat Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang” yaitu untuk mengetahui adakah hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal masyarakat dengan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Jatibarang di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah (mencakup pencemaran tanah, air, dan udara).

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika skripsi terdiri dari tiga bagian pokok yaitu pendahuluan, isi dan penutup.

1. Bagian awal skripsi terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar lampiran, daftar gambar, dan daftar tabel.


(24)

2. Bagian Isi BAB I

Pendahuluan, memuat tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan istilah.

BAB II

Merupakan landasan teori yang meliputi landasan teori tentang tingkat pendidikan, teori tentang masyarakat, teori tentang pencemaran lingkungan, teori tentang upaya mengatasi pencemaran lingkungan.

BAB III

Metode penelitian, terdiri dari dari populasi, sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, langkah-langkah penelitian, kerangka berfikir, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB IV

Hasil penelitian dan pembahasan yang memuat tentang hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB V

Penutup meliputi, simpulan dari hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak yang terkait dengan penelitian.

3. Bagian Akhir Skripsi


(25)

11

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat Pendidikan

Menurut undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi didiknya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, dan kesadaran akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Tingkat pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang dikenal dengan pendidikan sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, untuk menjaga, membina dan mengatasi hal-hal yang berkenaan dengan pelestarian lingkungannya, mereka membina mental dan sikap secara positif terhadap kelestarian lingkungan.

Jalur pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya dan mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.


(26)

Pendidikan nonformal adalah pendidikan yang tidak diselenggarakan di sekolah namun seperti sekolah, misalnya TPA atau Taman Pendidikan Al Quran yang banyak terdapat di masjid dan Sekolah Minggu yang terdapat di gereja. Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus music, bimbingan belajar dan sebagainya. Program-program Pendidikan Non Formal yaitu Keaksaraan fungsional (KF); Pendidikan Kesetaraan A, B, C; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); Magang; dan sebagainya. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggungjawab.

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yaitu pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Untuk kejar paket A yang setara dengan SD, B yang setara dengan SMP mapun C yang setara dengan SMA tidak termasuk dalam penelitian ini karena kejar paket merupakan pendidikan nonformal.

a. Pendidikan Tingkat Dasar

Pendidikan tingkat dasar adalah pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan ini berbentuk sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI) dan sekolah menengah pertama (SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs).


(27)

13

b. Pendidikan Tingkat Menengah

Pendidikan tingkat menengah merupakan lanjutan dari pendidikan tingkat dasar. Bentuk satuan pendidikan ini meliputi sekolah menengah umum (SMU), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan sekolah menengah keagamaan (MA).

c. Pendidikan Tingkat Tinggi

Pendidikan tingkat tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister dan doktoral. Bentuk pendidikan ini meliputi : 1) Akademik, yaitu perguruan tinggi yang menyelenggarakan

pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagai cabang ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian tertentu.

2) Politeknik, yaitu perguruan yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.

3) Sekolah tinggi, yaitu perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau professional dalam satu disiplin ilmu tertentu.

4) Institut, yaitu perguruan tinggi yang terdiri dari sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau professional dalam sekelompok disiplin ilmu sejenis.

5) Universitas, yaitu perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan atau professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.


(28)

Berdasarkan macam-macam pendidikan tingkat tinggi di atas, semua yang lulus dari pendidikan tingkat tinggi tersebut merupakan lulusan perguruan tinggi atau memiliki pendidikan perguruan tinggi tersebut.

2. Pencemaran Lingkungan

a. Pengertian Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan (environmental pollution) merupakan satu dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas lingkungan. Undang-undang R.I. No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat (12) menyebutkan bahwa “Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukan”.

Makhluk hidup, zat atau energi yang dimasukkan kedalam lingkungan hidup tersebut biasanya merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan manusia disebut juga limbah. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sebagai akibat adanya limbah yang dibuang kedalam lingkungan hingga daya dukungnya terlampaui. Pencemaran lingkungan tersebut


(29)

15

merupakan sumber penyebab terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat (Mulia, 2005:6).

Pencemaran adalah suatu keadaan tertentu dari udara, air, tanah yang disebabkan karena adanya bahan-bahan dalam bentuk dan jumlah tertentu yang mempunyai potensi mengganggu kesehatan, merusak kehidupan tanaman atau binatang, merupakan gangguan terhadap panca indera atau yang dalam batas tidak dapat kita terima secara sosial (Rahwartono dalam Santoso, 2006).

b. Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam jangka waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang. Bila keadaan tersebut terjadi, maka udara dikatakan telah tercemar dan kenyamanan hidup terganggu (Wardhana, 2004:27).

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya. Kecepatan penyebaran ini sudah barang tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi setempat.


(30)

Penyebab polusi udara dapat timbul dari bermacam-macam polutan, ada yang natural dan yang buatan manusia; ada yang berbentuk gas dan yang partikel-partikel; partikel tersebut ada yang padat dan ada yang cairan; ada yang anorganik dan ada yang organik (Prawiro, 1979:54).

Salah satu polutan yang menyebabkan polusi udara yaitu sampah. Sampah dapat menyebabkan pencemaran udara karena gas hasil dari pembusukan sampah sangat berbau kurang sedap dan sangat menyengat, bahkan dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan gas tersebut meledak karena mengandung gas metana. Gas-gas yang keluar dari sampah mengandung berbagi macam komponen yang dapat mengganggu kesehatan apabila dihirup dalam jumlah yang besar. Proses pemusnahan sampah dengan cara pembakaran pun mengandung aneka ragam zat yang dapat menimbulkan peracunan udara disamping asapnya yang sangat mengganggu pemandangan dan penciuman.

Adanya truk-truk sampah yang beroperasi setiap hari dengan muatan yang cukup banyak serta kondisi truk sampah yang kurang layak terkadang menyebabkan adanya sampah dan air lindi yang berbau tercecer di jalan. Hal ini menimbulkan gangguan bagi pengguna jalan dan masyarakat karena karena jalan menjadi kotor dan berbau.


(31)

17

c. Pencemaran Air

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut. Kegunaan air seperti tersebut di atas termasuk sebagai kegunaan air secara konvensional.

Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, terjadi juga peningkatan aktivitas manusia. Namun tidak jarang, aktivitas manusia sendiri juga dapat menyebabkan penurunan kualitas (mutu) air. Bila penurunan air ini tidak diminimalkan akan terjadi pencemaran air. Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 menyebutkan bahwa “pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukkannya” (Mulia, 2005:46).

Salah satu bahan pencemar yang dapat mencemari air yaitu bahan buangan atau sampah. Sampah-sampah yang ditimbun akan menghasilkan cairan yang disebut air lindi. Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan


(32)

pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Lindi akan terjadi apabila ada air eksternal yang berinfiltrasi ke dalam timbunan sampah, misalnya dari air permukaan, air hujan, air tanah atau sumber lain. Cairan tersebut kemudian mengisi rongga-rongga pada sampah, dan bila kapasitasnya telah melampaui tekanan air dari sampah, maka cairan tersbut akan keluar dan mengekstrasi bahan organik dan anorganik hasil proses fisika, kimia dan biologis yang terjadi pada sampah (Tchobanoglous, 1993 dalam Hardyanti, 2008).

Sampah yang dapat dihancurkan organisma pada umumnya terdiri dari bahan organik atau sisa-sisa pengolahan bahan organik, misalnya kotoran manusia dan hewan, daun dan kayu, buah-buahan, bangkai, kertas, buangan dari pabrik kertas, dari pabrik bahan makanan, dan sebagainya. Senyawa organik akan dihancurkan bakteri meskipun prosesnya lambat, dan sering dibarengi dengan keluarnya bau-bauan tidak menyenangkan, dan rasa air tidak menarik. Untuk menjaga supaya buangan tidak menjadi sarang penyakit, seringkali diberi chlor sebagai desinfektan air yang akan dipakai, tetapi akibatnya chlor bereaksi dengan senyawa-senyawa organik dari buangan tersebut yang membentuk senyawa organik berchlor dengan bau dan rasa lebih buruk dari bahan buangan semula. Kecuali itu buangan organik merupakan nutrien bagi tumbuhan air. Jadi meskipun sampah yang biodegradable itu akhirnya lenyap dengan sendiri, dalam proses


(33)

19

penghancurannya menimbulkan gangguan-gangguan pula kepada lingkungan.

Sampah yang terdiri dari senyawa-senyawa sintetik banyak yang non-biodegradable, misalnya bahan-bahan plastik, serat-serat sintetik, pestisida hidrokarbon berchlor seperti DDT dan bangsanya, kinyak bumi, senyawa-senyawa logam dan senyawa-senyawa lainnya yang dihasilkan industri modern yang setiap saat bertambah banyak macamnya. Senyawa-senyawa tersebut akhirnya juga dihancurkan oleh alam, tetapi memerlukan waktu yang sangat lama sehingga sangat mempengaruhi pemanfaatan dan efektivitas air dan lingkungan. Apalagi apabila bersifat racun atau merusak. Kerena senyawa-senyawa tersebut tidak lekas hancur, maka mudah menumpuk dalam tubuh organisma, sehingga kadar dalam tubuh makin bertambah besar dan akhirnya bersifat racun yang mematikan. Dan karena tertinggal dalam tubuh organisma, dapat meracuni seluruh rantai makanan di dalam ekosistem (Prawiro, 1979:70).

Air yang telah tercemar dan kemudian tidak dapat lagi digunakan sebagai penunjang kehidupan manusia, terutama untuk keperluan rumah tangga, akan menimbulkan dampak sosial yang sangat luas dan akan memakan waktu lama untuk memulihkannya. Padahal air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga sangat banyak, mulai untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan lain sebagainya.


(34)

d. Pencemaran Tanah

Tanah merupakan bagian tertipis dari seluruh lapisan bumi, tetapi pengaruhnya bagi kehidupan sangat besar. Hubungan antara tanah dan makhluk hidup di atasnya sangat erat. Tanah menyediakan berbagai sumber daya yang berguna bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Selain itu, tanah juga merupakan habitat alamiah bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu sudah selayaknya manusia memelihara kualitas tanah agar hidupnya sejahtera.

Selain fungsi tanah sebagai penyedia berbagai sumber daya dan habitat bagi makhluk hidup, tanah juga merupakan reseptor dari sejumlah besar bahan pencemar. Tanah merupakan tempat penampungan berbagai bahan kimia yang berasal dari rembesan sampah (landfill), Instansi Pengolahan Air Limbah, dan sumber-sumber lainnya (Mulia, 2005:88).

Sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat teruraikan oleh makhluk pengurai dalam waktu lama akan mencemarkan tanah. Yang dimasukkan ke dalam sampah ialah bahan yang tidak dipakai lagi (refuse), karena telah diambil bagian utamanya dengan pengolahan, menjadi bagian yang tidak disukai dan secara ekonomi tidak ada harganya (Sastrawijaya, 2000:73).

Pencemaran daratan pada umumnya berasal dari limbah berbentuk padat yang dikumpulkan pada suatu tempat penampungan


(35)

21

yang sering disebut dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) atau Dump Station. Bahan buangan padat terdiri dari berbagai macam komponen baik yang bersifat organik maupun yang anorganik. Bahan buangan padat kota besar di negara industri padat akan berbeda dengan bahan buangan yang dihasilkan oleh kota kecil yang tidak ada kegiatan industrinya. Susunan komponen pencemar daratan yang berasal dari bahan buangan atau limbah kota besar di negara industri dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Komponen pencemar daratan

No. Komponen Persentase

1 Kertas 41%

2 Limbah bahan makanan 21%

3 Gelas 12%

4 Logam (besi) 10%

5 Plastik 5%

6 Kayu 5%

7 Karet dan kulit 3%

8 Kain (serat tekstil) 2%

9 Logam lainnya (Aluminium) 1%

Komposisi bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik perbandingannya kurang lebih 70%:30%. Makin banyak bahan buangan organik dibandingkan dengan bahan buangan anorganik akan makin baik dipandang dari sudut pelestarian lingkungan, karena bahan organik lebih mudah didegradasi dan menyatu kembali dengan lingkungan alam.


(36)

Bahan buangan anorganik yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme dipisahkan dari bahan buangan organik dan dikumpulkan sesuai dengan sifat dan jenisnya. Misalnya semua jenis logam (besi, alumunium, seng, tembaga, dll) dikumpulkan menjadi satu, dipisahkan dari bahan buangan gelas dan plastik, untuk memudahkan proses daur ulang bahan buangan tersebut. Pemisahan ini seringkali sudah dimulai sejak bahan buangan akan dijadikan limbah, dengan menyediakan tempat limbah (sampah) yang sudah dibagi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Cara ini akan membantu proses daur ulang bahan buangan sehingga menjadi bahan yang masih dapat dimanfaatkan lagi bagi kehidupan manusia (Wardhana, 2004:100-102). e. Dampak Pencemaran

Dampak pencemaran lingkungan tidak hanya berpengaruh dan berakibat kepada lingkungan alam saja, akan tetapi berakibat dan berpengaruh pula terhadap kehidupan tanaman, hewan, dan juga manusia. Kalau lingkungan alam telah tercemar sudah barang tentu tanaman yang tumbuh di lingkungan tersebut akan tercemar, demikian pula dengan hewan yang hidup di situ. Pada akhirnya manusia sebagai makhluk hidup yang omnivora akan ikut pula merasakan dampak pencemaran tersebut.


(37)

23

Gambar 1. Daur Pencemaran Lingkungan (Wardhana, 2004:107) Pencemaran daratan pada umumnya berasal dari limbah berbentuk padat yang dibuang atau dikumpulkan di suatu tempat penampungan. Tempat penampungan ini dapat bersifat sementara dan dapat pula bersifat tetap. Oleh karena tempat pengumpulan limbah padat ini sudah ditentukan maka seharusnya sudah pula diperhitungkan pula kemungkinan dampaknya. Namun dalam kenyataannya seringkali terjadi bahwa tempat penampungan limbah padat tersebut tetap menimbulkan gangguan pada manusia (Wardhana, 2004:151).

Sumber Pencemar

Udara Udara Udara

Tanaman Tanaman

Hewan Hewan


(38)

Bentuk dampak pencemaran daratan tergantung pada komposisi limbah padat dan jumlahnya. Bentuk dampak pencemaran daratan dapat berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung. 1) Dampak Langsung

Dampak pencemaran daratan yang secara langsung dirasakan oleh manusia adalah dampak dari pembuangan limbah padat organik yang berasal dari kegiatan rumah tangga dan juga dari kegiatan industri olahan bahan makanan. Limbah padat organik yang didegradasi oleh mikroorganisme akan menimbulkan bau yang tidak sedap (busuk) akibat penguraian limbah tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang disertai dengan pelepasan gas yang berbau tidak sedap. Limbah organik yang mengandung protein akan menghasilkan bau yang lebih tidak sedap lagi (lebih busuk) karena protein yang mengandung gugus amin itu akan terurai menjadi gas ammonia.

Akibat langsung akibat pencemaran daratan lainnya adalah adanya timbunan limbah padat dalam jumlah besar yang akan menimbulkan pemandangan tidak sedap, kotor, dan kumuh. Keadaan ini pada umumnya terjadi pada tempat pembuangan akhir (TPA) atau dump station. Timbunan limbah padat yang banyak dan menggunung karena belum diolah lagi menjadi bahan lain yang berguna menyebabkan pemandangan di sekitar tempat tersebut


(39)

25

menjadi kotor. Kesan kotor ini secara praktis akan mempengaruhi penduduk di sekitar tempat pembuangan tersebut.

2) Dampak Tak Langsung

Dampak tak langsung akibat pencemaran daratan adalah dampak yang dirasakan oleh manusia melalui media lain yang ditimbulkan akibat pencemaran daratan. Jadi media lain inilah yang merupakan dampak langsung akibat pencemaran daratan tersebut yang selanjutnya memberikan dampaknya kepada manusia.

Sebagai contoh dari dampak tak langsung ini adalah bahwa tempat pembuangan limbah padat, baik tempat penimbunan sementara maupun tempat pembuangan akhir, akan menjadi pusat berkembang biaknya tikus dan serangga yang merugikan manusia, seperti lalat dan nyamuk. Tempat pembuangan sampah adalah tempat yang kumuh namun menyediakan mekanan yang cukup bagi perkembangan tikus, yaitu limbah organik terutama sisa-sisa makanan yang ikut dibuang ke tempat itu. Celah-celah antara lembah padat seperti ban, kaleng bekas, kardus, kotak kayu dan lain sebagainya merupakan tempat ideal bagi persembunyian dan perkembang biakan tikus (Wardhana, 2004:152). Baik dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan, nantinya akan tetap berpengaruh pada lingkungan serta masyarakat yang bermukim di wilayah yang tercemar tersebut, terutama dampak pada kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitar.


(40)

3. Sampah

a. Pengertian Sampah

Sampah merupakan merupakan permasalahan ringan-ringan rumit dalam kehidupan kita. Produksi massal sampah terjadi dari akumulasi sampah domestik pada setiap rumah setiap hari. Limbah domestik yang disebut sampah tersebut sangat beragam. Mulai dari bahan-bahan organik dan berbagai macam bahan an organik.sampah-sampah tersebut kemudian mengalami tansportasi yang sangat jauh, mulai dari keranjang-keranjang sampah di setiap bangunan, kemudian diakumulasi dalam bak sampah dan diangkut oleh truk sampah baru kemudian menuju terminal yang akhirnya di tempat pembuangan sampah (TPS). Sampah identik dengan kotor, bau, becek, jorok, barang bekas, dan penyakit. Sampah disebut sebagai biang dari banjir karena mampetnya saluran drainase serta penyebab pencemaran lingkungan, air, dan tanah (Marfai, 2005:108).

b. Penggolongan Sampah

Menurut Hadiwiyoto, 1983 dalam Sejati, 2009, ada beberapa macam penggolongan sampah. Penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu:

1) Penggolongan sampah berdasarkan asalnya

a) Sampah hasil kegiatan rumah tangga, termasuk di dalamnya sampah rumah sakit, hotel, dan kantor.


(41)

27

c) Sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan.

d) Sampah hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar dan took.

e) Sampah hasil kegiatan pembangunan. f) Sampah jalan raya.

2) Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya

a) Sampah seragam. Misalnya sampah hasil kegiatan industri dan sampah kantor.

b) Sampah campuran. Misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum yang sangat beraneka ragam dan bercampur menjadi satu.

3) Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya

a) Sampah padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng, plastik, dan logam.

b) Sampah cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, tetes tebu, limbah industri yang cair.

c) Sampah berbentuk gas, misalnya karbondioksida, ammonia, H2S, dan lainnya.

4) Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya

a) Sampah kota (urban) yang terkumpul di kota-kota besar.

b) Sampah daerah yang terkumpul di daerah-daerah luar perkotaan.


(42)

5) Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya

a) Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena prose salami. Misalnya rontokan dedaunan.

b) Sampah nonalami, ialah sampah yang terjadinya karena kegiatan manusia. Misalnya plastik dan kertas.

6) Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya

a) Sampah organik, adalah sampah yang mengandung senyawa organik dan tersusun oleh unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Sampah ini mudah terdegradasi oleh mikroba.

b) Sampah anorganik, adalah sampah yang tidak tersusun oleh senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikroba sehingga sulit untuk diuraikan.

7) Penggolongan sampah berdasarkan jenisnya a) Sampah makanan

b) Sampah kebun/pekarangan c) Sampah kertas

d) Sampah plastik, karet, dan kulit e) Sampah kain

f) Sampah kayu g) Sampah logam

h) Sampah gelas dan keramik i) Sampah abu dan debu


(43)

29

c. Penanganan Sampah

Penanganan sampah ialah mencegah mencegah timbulnya pencemaran yang disebabkan oleh sampah tersebut. Ada beberapa macam cara penanganan masalah sampah, yaitu sebagai berikut: 1) Penimbunan (dumping)

Cara penimbunan (dumping) dengan maksud untuk menutupi rawa, jurang, lekukan tanah di tempat terbuka dan di laut. Cara ini murah namun masih menimbulkan bau, kotor, penyakit, dan pencemaran.

2) Sanitary landfill

Cara kedua ialah pengisian tanah kesehatan (sanitary landfill) dengan mengisi tanah berlegok dan kemudian mengisinya dengan tanah; pada cara ini diperlukan tanah yang luas. Diharapkan sampah tidak akan mencemari lagi karena ditimbun dan ditutup.

3) Pencacahan (grinding)

Limbah organik dimasukkan ke dalam alat penggiling sehingga menjadi kecil-kecil, dialirkan ke selokan, hanyut ke tempat pengolahan lebih lanjut.

4) Pengomposan (composting)

Yakni pengolahan limbah untuk memperoleh kompos untuk menyuburkan tanah. Mikroorganisme membantu menguraikan limbah organik menjadi anorganik pada suhu dan kelembaban


(44)

udara yang sesuai dengan kehidupan mikroorganisme itu (bakteri, jamur).

5) Pembakaran (incineration)

Cara yang paling biasa dilakukan oleh mayoritas masyarakat dalam menangani sampah adalah dengan pembakaran. Cara pemusnahan ini akan menghasilkan gas dan residu (Sastrawijaya, 2000:74).

6) Daur ulang (recycling)

Proses daur ulang adalah pengolahan kembali suatu massa atau bahan-bahan bekas dalam bentuk sampah kering yang tadinya tidak memiliki nilai ekonomi menjadi suatu barang yang berharga dan berguna bagi kehidupan manusia.

Dari beberapa penanganan sampah di atas, semuanya memiliki segi positif dan negatif bagi lingkungan. Beberapa cara dapat ikut berkontribusi dalam menimbulkan pencemaran lingkungan, misalnya penanganan sampah dengan cara penimbunan dan pembakaran akan turut menyumbang terjadinya pencemaran udara dari asap maupun bau yang ditimbulkan bahkan juga dapat pencemaran air dan tanah.

Cara penanganan sampah yang dianjurkan untuk dilakukan yaitu cara daur ulang (recycling) serta pengomposan (composting). Jadi jenis sampah-sampah organik dapat dibuat menjadi kompos dan sampah-sampah anorganik didaur ulang menjadi barang-barang yang dapat dimanfaatkan kembali.


(45)

31

Tabel 2. Limbah padat dan daur ulangnyanya (recycling)

Limbah Daur ulang (recycling)

Kertas 1. Dibuat bubur pulp lagi untuk bahan

kertas, cardboard dan produk-produk kertas lainnya.

2. Dihancurkan untuk dipakai sebagai

bahan pengisi, bahan isolasi.

3. Diinsenerasi sebagai penghasil panas.

Bahan Organik 1. Dibuat kompos untuk pupuk tanaman.

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas.

Tekstil/pakaian (bekas) 1. Dihancurkan sebagai bahan pengisi,

bahan isolasi.

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas.

3. Disumbangkan kepada yang

memerlukan.

Gelas 1. Dibersihkan dan dipakai lagi (botol).

2. Dihancurkan untuk digunakan lagi

sebagai bahan pembuat gelas baru.

3. Dihancurkan dan dicampur aspal untuk

pengerasan jalan.

4. Dihancurkan dan dicampur pasir dan

batu untuk pembuatan bata semen.

Logam 1. Dicor untuk pembuatan logam baru

yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan.

2. Langsung digunakan lagi bila

keadaannya masih baik dan memungkinkan.

Karet, kulit dan plastik 1. Dihancurkan untuk dipakai sebagai

bahan pengisi, isolasi.

2. Diinsenerasi sebagai penghasil panas.

Sumber: Wardhana, 2004:102

d. Upaya Mengatasi Pencemaran Lingkungan Akibat Sampah

Salah satu cara untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah yaitu dengan mengadakan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat


(46)

maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan ada juga yang negatif.

1) Pengaruh positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut:

a) Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

b) Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk menjaga pengaruh buruk sampah tersebur terhadap ternak.

c) Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.

d) Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat.

2) Pengaruh negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut: a) Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan

sampah sebagai tempat perkembangbiakan vector penyakit, seperti lalat, tikus, serangga, jamur.


(47)

33

b) Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang menyengat.

c) Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara. 3) Pengaruh terhadap lingkungan

a) Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran udara lingkungan masyarakat.

b) Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk. c) Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.

Dalam Priambodo, 2009 disebutkan bahwa upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya polusi atau pencemaran yaitu:

1)Pola hidup ramah lingkungan

2)Cara menjaga kebersihan lingkungan 3)Program penghijauan lingkungan 4)Pengelolaan sampah


(48)

4. Masyarakat

Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah system semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur (Wikipedia, 2011).

Ahli sosiolog lain menyebutkan pengertian masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi. Ikatan yang membuat suatu kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batasan kesatuan ini.

5. Tempat Pembuangan Akhir

a. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir

Tempat pembuangan akhir sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Tempat pembuangan akhir sampah pada dasarnya merupakan akhir dari proses penanganan sampah yang aman dan ramah lingkungan. Namun adanya


(49)

35

keterbatasan biaya dan kapasitas SDM serta andalan pola kumpul, angkut, buang yang ada selama ini telah berdampak pada pembebasan yang terlalu berat di TPA baik ditinjau dari kebutuhan lahan maupun beban pencemaran lingkungan.

b. Metode Pembuangan Akhir di Area TPA 1) Metode Open Dumping (penumpukan)

Cara pembuangan yang umum dilakukan di Indonesia dan dilakukan secara sederhana dimana sampah dihamparkan di suatu tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan. Cara ini tidak dianjurkan karena memiliki dampak negatif yang tinggi terhadap kesehatan lingkungan. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran, dan sumber penyakit.

2) Metode Sanitary Landfill

Sampah diletakkan pada lokasi cekung, kemudian pada ketebalan tertentu diurug dengan tanah. Pada bagian atas urugan digunakan lagi untuk menimbun sampah lalu diurug lagi dengan tanah sehingga berbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) yang terbentuk dari proses penguraian sampah organik.


(50)

Metode ini merupakan cara yang ideal namun memerlukan biaya investasi dan operasional yang tinggi.

3) Metode Pengomposan

Merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi. Cara membuat kompos menggunakan langkah-langkah, diantaranya adalah pemilahan sampah, penumpukan sampah, pemantauan suhu, pelapukan, pematangan, pemanenan.

4) Metode Pembakaran

Metode ini dapat dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Arus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau, dan kebakaran.

Metode pembuangan yang digunakan di TPA Jatibarang yaitu metode Open Dumping (penumpukan), jadi sampah-sampah yang masuk ke dalam TPA Jatibarang akan ditumpuk atau ditimbun menjadi satu tanpa adanya pemilahan sampah terlebih dahulu. Metode penumpukan ini bersifat sederhana namun memiliki dampak negatif yang lebih tinggi terhadap kesehatan lingkungan, selain itu juga menyebabkan pencemaran tanah, air, dan udara di kawasan sekitar TPA Jatibarang tersebut.


(51)

37

B. PENELITIAN TERDAHULU

No. Judul Oleh Tahun Variabel Metode Kesimpulan

1. Kualitas Air Sumur Di

Sekitar TPA Jatibarang Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang Cahya Nirbita

2010 a. Kualitas air sumur

1) Suhu

2) Warna

3) Kekeruhan

4) Rasa 5) Bau

b. Pemanfaatan dan

penggunaan air sumur

a. Observasi

b. Kuesioner

c. Dokumentasi

a. Kualitas air sumur dari sampel 1 yang mengalami penyimpangan adalah warna, kekeruhan, zat organik dan mangan. Pada sampel 2 yang mengalami penyimpangan adalah warna, kekeruhan, zat organik, besi, sulfide dan mangan, dan pada sampel 3 yang mengalami penyimpangan adalah warna kekeruhan dan mangan, dan pada sampel 4 yang mengalami penyimpangan adalah zat organik.

b. Pemanfaatan air sumur oleh

masyarakat sekitar TPA Jatibarang Kel. Kedungpane Kec. Mijen Kota Semarang rata-rata sebesar 150 liter/hari atau 37,5 liter/kapita/hari dimana aktivitas yang berhubungan dengan pemanfaatan air sumur tersebut antara lain untuk mandi, minum, mencuci, memasak dan lain-lain walaupun tidak memenuhi persyaratan air bersih.


(52)

Jatibarang Kel. Kedungpane Kec. Mijen Kota Semarang disebabkan karena adanya hasil buangan sampah di TPA Jatibarang. Selain itu jarak sumur penduduk di Kel.

Kedungpane berdekatan dengan limbah sampah TPA Jatibarang, dampak pembuangan sampah bagi penduduk yang

mengkonsumsi air sumur yang tercemar limbah sampah dapat terserang penyakit seperti penyakit kulit, gatal-gatal, diare, sakit perut serta penyakit pernafasan seperti ISPA, batuk dan sesak nafas.

2. Pengaruh Tingkat

Pendidikan Masyarakat Terhadap Kesehatan Lingkungan di Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Dyah Saptarini

2007 a. Tingkat pendidikan

formal

1) SD

2) SMP

3) SMA

4) PT

b. Kesehatan lingkungan

1) Penyediaan air

bersih 2) Penyediaan jamban/WC 3) Pengelolaan sampah a. Kuesioner b. Observasi c. Dokumentasi

Koefisian korelasi hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kesehatan lingkungan diperoleh fhit sebesar 0,449 sedangkan ftabel sebesar o,21 sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan yang kuat antara tingkat pendidikan terhadap kesehatan lingkungan masyarakat. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka akan semakin tinggi tingkat kesehatan lingkungan masyarakat. Karena


(53)

39

4) Pengelolaan air

limbah

5) Kondisi rumah

6) Pembasmi binatang

vektor

itu pendidikan merupakan hal yang penting bagi seseorang.

3. Pengolahan Sampah

Organik Sebagai Salah Satu Usaha Pelestarian Lingkungan Hidup Di TPA Putri Cempo Mojosongo

Fahreza Dhika P.

2004 a. Dampak sampah bagi

lingkungan

b. Pengelolaan dan

pengolahan sampah organik

a. Wawancara

b. Observasi

a. Sampah merupakan

barang-barang yang dibuang karena sudahtidak terpakai lagi dan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan apabila tidak diolah dengan baik.

b. TPA Putri Cempo merupakan

penampungan akhir bagi sampah yang berasal dari berbagai tempat di Kota Surakarta yang nantinya akan diolah dan dikelola menjadi produk hasil.

c. Tumpukan sampah yang

memenuhi sebagian besar lahan TPA dapat

menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan

masyarakat sekitar TPA seperti terjadinya pencemaran tanah, air, dan udara,

berjangkitnya penyakit serta kerusakan keindahan lingkungan.


(54)

d. Pengolahan sampah organik di TPA Putri Cempo pada saat ini dilakukan dengan teknik composting secara sederhana. e. Teknik composting telah

berjalan dengan baik namun produk yang dihasilkan yaitu berupa pupuk kompos belum dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga

mengurangi luas lahan yang ada.

f. Pembakaran sampah pada

tungku temperatur tinggi dan pemanfaatan gas metan sampah untuk bahan bakar rumah tangga, dapat menjadi alternatif baru pengolahan sampah organik.

4. Peran Serta Masyarakat

Kota Yogyakarta Dalam Menangani Masalah Sampah.

Ischak 2001 a. Jenis sampah

b. Tempat pembuangan

sampah dan pengelolaannya c. Peran serta masyarakat

dalam menangai masalah sampah a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi

a. Jenis sampah utama yang

dibuang sebagian besar berupa: daun, plastik, dan kertas/karton, dengan berat antara 0,50 – 1,00 kg tiap hari per keluarga, sehingga berat keseluruhan sampah keluarga yang dibuang mencapai 94 kg per hari.

b. Dalam memilih tempat

pembuangan sementara (TPS) sudah cukup baik (+70%).


(55)

41

Namun perlu disadarkan orang-orang (keluarga) yang masih membuang sampah ke sungai/selokan, sebab

jumlahnya masih masih relatif banyak (+ 21%) yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat di sekitar sungai.

c. Dalam mengelola TPS

umumnya sudah baik (+77%). Termasuk dalam hal ini adalah keluarga yang membuat lubang sampah sendiri di pekarangan/ halaman rumah. Hal ini perlu dicontoh dalam rangka meningkatkan hasil pertanian di pekarangan sempit atau pot-pot di pekarangan rumah. Sebab sampah yang ditimbun, pada saatnya dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

d. Peran serta masyarakat dalam

menangani masalah sampah pada umumnya masih kurang, khususnya keterlibatan mereka secara fisik. Keterlibatan mereka secara mental sudah cukup baik (65,80%).


(56)

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2. Kerangka Berpikir

TPA Jatibarang merupakan TPA terbesar yang ada di Kota Semarang yang berlokasi di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen. Timbunan sampah di TPA Jatibarang semakin bertambah melebihi daya tamping TPA tersebut, timbunan sampah meningkat rata-rata 324 m3 per hari. Dengan kondisi tersebut menyebabkan air lindi sulit diendalikan apalagi saat musim penghujan. Penanganan sampah dengan metode open dumping (penumpukan) menimbulkan

Tingkat pendidikan masyarakat (formal):

1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT Permasalahan Sampah TPA Jatibarang Pencemaran Lingkungan: 1. Tanah 2. Air 3. Udara

Upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah:

a. Pola hidup ramah lingkungan

b. Cara menjaga kebersihan lingkungan c. Program penghijauan lingkungan d. Pengelolaan sampah

Pengumpulan dan pengangkutan sampah

Pemilahan sampah Penanganan sampah a) Penimbunan (dumping) b) Sanitary landfill

c) Pencacahan (grinding) d) Pengomposan (composting) e) Pembakaran (incineration) f) Daur ulang

e. Kerjasama dengan pihak terkait

Hipotesis:

Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah.


(57)

43

banyak dampak negatif bagi lingkungan sekitar TPA Jatibarang, yaitu terjadinya pencemaran tanah, air, dan udara di sekitar lokasi TPA tersebut.

Upaya-upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan pengetahuan masyarakat setempat, mulai dari yang sederhana seperti cara menjaga kebersihan lingkungan hingga upaya untuk bekerjasama dengan pihak terkait.

Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh seseorang dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan mereka dalam melakukan aktivitas didalam kehidupan sehari-hari mereka dibidang apapun. Perbedaan tingkat pendidikan masyarakat sekitar TPA Jatibarang Kota Semarang, khususnya RW. IV Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen berpengaruh terhadap hal-hal yang dilakukan dalam berbagai hal tidak terkecuali dalam upaya mengatasi pencemaran lingkungan yang terjadi di sekitar TPA Jatibarang sebab tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki individu dan akan berpengaruh pula pada tindakan individu tersebut.

D. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah pada pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.

Ha = Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai-nilai tes atau peristiwa sebagai sumber daya yang memiliki karekteristik sendiri dalam suatu penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang tinggal di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang khususnya RW.4 Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen yang berjumlah 268 orang karena letaknya yang dekat dengan TPA Jatibarang dan diperkirakan memiliki tingkat pencemaran lebih tinggi daripada RW yang lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.4 hal.59.

B. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti apabila subyek penelitian kurang dari seratus, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Dalam pengambilan data sampel itu harus representative dalam arti segala karakteristik dari populasi hendaknya tercermin pula dalam sampel yang diambil dalam sampel tersebut juga merupakan kesimpulan dari populasi (Arikunto, 2006:106).


(59)

45

Mengingat jumlah populasi yang cukup besar, maka sampel yang diambil sebesar 25% karena menurut Arikunto jika jumlahnya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dana, sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek karena ini menyangkut banyak sedikitnya data, besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti (Arikunto, 2006:121).

Berdasarkan pertimbangan di atas, peneliti menggunakan teknik stratified proportional random sampling, yaitu pengambilan sampel dengan menggunakan strata tertentu (pendidikan) dengan proporsi yang sama besar pada tiap stratanya (25%) dengan cara pengambilan sampel secara acak. Dengan menggunakan teknik stratified proportional random sampling, peneliti menentukan jumlah sampel sebesar 25% dari tiap populasi.

Tabel 3. Populasi dan Sampel Penelitian

No. Tingkat Pendidikan Populasi

(orang)

Sampel 25% (orang)

1. Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD 151 37

2. Tamat SD 2 2

3. Tamat SMP 59 15

4. Tamat SMA 50 13

5. Perguruan Tinggi 7 2

Jumlah 268 69

Sumber : BIP Kel. Kedungpane Th. 2009

Dalam penelitian ini sampel yang telah ditentukan sebanyak 69 orang yang memiliki tingkat pendidikan yang berbeda dan pengetahuan yang


(60)

berbeda mengenai upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian penelitian (Arikunto, 2006:96). Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

Tingkat pendidikan masyarakat dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh masyarakat. Tingkat pendidikan diukur dengan menggunakan ijazah terakhir yang diterima oleh seseorang.

Jenjang pendidikan yang dimaksud adalah jenjang pendidikan rendah, yaitu orang yang berhasil menyelesaikan pendidikan wajib selama 9 tahun, pendidikan sedang yaitu orang yang memperoleh ijazah SMA, dan jenjang pendidikan tinggi adalah orang yang berhasil menuntaskan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat atau terpengaruh dalam penelitian ini adalah upaya mengatasi pencemaran lingkungan dengan sub variabel sebagai berikut:

a. Pencemaran tanah

1) Pola hidup ramah lingkungan

2) Cara menjaga kebersihan lingkungan 3) Program penghijauan lingkungan 4) Pengelolaan sampah


(61)

47

5) Kerjasama dengan pihak terkait b. Pencemaran air

1) Pola hidup ramah lingkungan

2) Cara menjaga kebersihan lingkungan 3) Program penghijauan lingkungan 4) Pengelolaan sampah

5) Kerjasama dengan pihak terkait c. Pencemaran udara

1) Pola hidup ramah lingkungan

2) Cara menjaga kebersihan lingkungan 3) Program penghijauan lingkungan 4) Pengelolaan sampah

5) Kerjasama dengan pihak terkait

D. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi adalah pengamatan langsung di dalam artian penelitian observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara (Arikunto, 2006:157). Penelitian dilakukan secara efektif terutama mengenai hal-hal yang berkaiatan dengan permasalahan pada penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan observasi terhadap TPA Jatibarang, masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Jatibarang,


(62)

sampah dan pencemaran yang terjadi di sekitar TPA Jatibarang. Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung pada daerah kajian dengan menggunakan lembar observasi untuk memudahkan peneliti dalam melakukan kegiatan observasi.

2. Angket atau Kuesioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151).

Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sekitar TPA Jatibarang untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang terjadi akibat penumpukan sampah di TPA Jatibarang tersebut.

Metode angket ini dilakukan dengan cara membagikan angket kepada sampel yang telah ditentukan untuk diisi. Dengan angket ini maka peneliti dapat mengetahui upaya-upaya yang dilakukan masyarakat sekitar TPA Jatibarang untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang terjadi di lingkungan mereka.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, notulen rapat, dan sebagainya (Arikunto, 2006:158).

Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah dan tingkat pendidikan formal


(63)

49 2 2 2 2 xy ) Y ( Y N ) X ( X N ) Y )( X ( -XY N r

penduduk yang akan menjadi sampel penelitian. Serta data-data lain yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian ini.

Data-data yang diperlukan diperoleh dari kelurahan maupun dinas/lembaga terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang.

E. Validitas dan Realibilitas

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto 2006:168). Analisis butir-butir yaitu dengan mengkrelasikan skor tiap butir angket dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah rumus Product Moment sebagai berikut:

Keterangan:

∑xy : hasil kali dari nilai x dan y N : banyak responden

rxy : koefisien korelasi antara x dan y X : skor butir

Y : skor total

∑X2 : jumlah kuadrat nilai X ∑Y2 : jumlah kuadrat nilai Y


(64)

2. Reliabilitas

Realibilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebur sudah baik. Instrument yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006:197).

Uji reliabilitas dapat dihitung menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:

r11= 2

1 2

1 1

b

k k

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

2

b = jumlah varians butir

2

1 = varians total (Arikunto, 2006:196)

F. Metode Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Rumus deskriptif persentase digunakan untuk menampilkan data-data kualitatif (angka) ke dalam kalimat. Dalam angket penelitian, untuk menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya mengatasi


(65)

51

pencemaran lingkungan terdapat 60 pertanyaan yang masing-masing pertanyaan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu:

a. Untuk jawaban a dengan skor 4 b. Untuk jawaban b dengan skor 3 c. Untuk jawaban c dengan skor 2 d. Untuk jawaban d dengan skor 1

Setelah data diolah kemudian data dianalisis secara analisis deskriptif persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menghitung persentase untuk tiap kategori jawaban yang ada pada masing-masing indikator.

b. Menghitung persentase untuk analisis deskriptif dengan rumus

Nilai persentase yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan kriteria presentase untuk dideskriptifkan dan ditarik kesimpulan untuk menentukan kriteria tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah menggunakan perhitungan sebagai berikut:

a. Jumlah responden = 69 b. Jumlah butir soal = 60

c. Skor jawaban maks. = jumlah responden x jml. soal x skor maks = 69 x 60 x 4


(66)

d. Skor jawaban min. = jumlah responden x jml. soal x skor min = 69 x 60 x 1

= 4.140

e. Rentang skor = skor jawaban maks. – skor jawaban min. = 16.560 – 4.140

= 12.420

f. Interval kelas skor = rentang skor : 4 = 12.420 : 4 = 3.105 g. Persentase maksimal =

= = 100% h. Persentase minimal =

=

= 25%

i. Rentang persentase = 100% - 25% = 75%

j. Interval kelas = rentang persentase : 4 = 75% : 4

= 18,75%

Dari hasil perhitungan, diperoleh kriteria tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya mengatasi pencemaran lingkungan akibat sampah sebagai berikut:

Skor jawaban maksimal

Skor jawaban maksimal x 100%

Skor jawaban minimal

Skor jawaban maksimal x 100% 16.560


(67)

53 2 2 2 2 xy ) Y ( Y N ) X ( X N ) Y )( X ( -XY N r

Tabel 4. Klasifikasi Kategori Tingkatan Dalam Bentuk Skor dan Persen (%)

No. Rentang skor Persentase Kriteria

1 13.455 – 16.560 81,25 – 100% Sangat tinggi 2 10.350 – 13.454 62,5 – 81,25% Tinggi 3 7.245 – 10.349 43,75 – 62,5% Sedang 4 4.140 – 7.244 25 – 43,75% Rendah

2. Analisis Statistik Korelasi Product Moment

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi. Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa besar hubungan tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan oleh sampah. Adapun korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

∑xy : hasil kali dari nilai x dan y N : banyak responden

rxy : koefisien korelasi antara x dan y X : skor butir

Y : skor total

∑X2 : jumlah kuadrat nilai X ∑Y2 : jumlah kuadrat nilai Y


(1)

R37 11 35 62 51 159

R38 14 40 60 54 168

R39 11 42 54 51 158

R40 13 45 64 52 174

R41 13 47 58 51 169

R42 15 41 63 47 166

R43 12 34 64 54 164

R44 12 41 58 54 165

R45 14 43 57 49 163

R46 14 46 60 53 173

R47 13 41 65 55 174

R48 14 41 60 52 167

R49 15 45 58 51 169

R50 13 44 65 51 173

R51 11 43 68 57 179

R52 15 30 56 49 150

R53 14 42 66 50 172

R54 13 42 55 47 157

R55 12 42 59 53 166

R56 13 45 60 50 168

R57 16 46 56 47 165

R58 16 44 64 55 179

R59 17 41 64 48 170

R60 16 40 63 53 172

R61 16 33 61 60 170

R62 15 36 59 57 167

R63 17 38 62 57 174

R64 16 41 59 48 164

R65 15 43 57 58 173

R66 15 45 60 56 176

R67 16 39 57 51 163

R68 19 47 66 58 190

R69 20 52 68 53 193

Skor total 875 2837 4135 3559 11406

Skor max. 1695 4140 5796 4968 16560

Kriteria tingkat pendidikan masyarakat terhadap upaya mengatasi pencemaran lingkungan adalah


(2)

(3)

Analisis Statistik Korelasi Produk Moment

No. X Y X2 Y2 XY

1 10 147 100 21609 1470

2 11 159 121 25281 1749

3 9 149 81 22201 1341

4 10 156 100 24336 1560

5 12 156 144 24336 1872

6 12 150 144 22500 1800

7 12 155 144 24025 1860

8 11 148 121 21904 1628

9 8 157 64 24649 1256

10 10 158 100 24964 1580

11 9 148 81 21904 1332

12 12 144 144 20736 1728

13 12 147 144 21609 1764

14 9 156 81 24336 1404

15 9 151 81 22801 1359

16 10 158 100 24964 1580

17 12 156 144 24336 1872

18 13 151 169 22801 1963

19 12 148 144 21904 1776

20 10 141 100 19881 1410

21 11 149 121 22201 1639

22 9 140 81 19600 1260

23 13 142 169 20164 1846

24 11 152 121 23104 1672

25 11 149 121 22201 1639

26 12 150 144 22500 1800

27 14 141 196 19881 1974

28 11 153 121 23409 1683

29 10 143 100 20449 1430

30 13 159 169 25281 2067

31 12 154 144 23716 1848

32 12 157 144 24649 1884

33 10 155 100 24025 1550

34 12 151 144 22801 1812

35 13 147 169 21609 1911

36 12 140 144 19600 1680

37 11 148 121 21904 1628


(4)

38 14 154 196 23716 2156

39 11 147 121 21609 1617

40 13 161 169 25921 2093

41 13 156 169 24336 2028

42 15 151 225 22801 2265

43 12 152 144 23104 1824

44 12 153 144 23409 1836

45 14 149 196 22201 2086

46 14 159 196 25281 2226

47 13 161 169 25921 2093

47 14 153 196 23409 2142

49 15 154 225 23716 2310

50 13 160 169 25600 2080

51 11 168 121 28224 1848

52 15 135 225 18225 2025

53 14 158 196 24964 2212

54 13 144 169 20736 1872

55 12 154 144 23716 1848

56 13 155 169 24025 2015

57 16 149 256 22201 2384

58 16 163 256 26569 2608

59 17 153 289 23409 2601

60 16 156 256 24336 2496

61 16 154 256 23716 2464

62 15 152 225 23104 2280

63 17 157 289 24649 2669

64 16 148 256 21904 2368

65 15 158 225 24964 2370

66 15 161 225 25921 2415

67 16 147 256 21609 2352

68 19 171 361 29241 3249

69 20 173 400 29929 3460


(5)

Lampiran14

Analisis Korelasi Produk Moment

(rendah) Tabel Interpretasi Nilai r

Besarnya nilai r Interpretasi

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah (tak berkorelasi)

Berdasarkan hasil interpretasi nilai rxy dengan tabel interpretasi di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan upaya mengatasi pencemaran lingkungan pada masyarakat sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang walaupun tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan bukanlah faktor dominan yang berperan dalam upaya yang dilakukan masyarakat, namun terdapat faktor-faktor


(6)

lain yang juga berperan misalnya pengetahuan, lingkungan dan kebiasaan masyarakat.


Dokumen yang terkait

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 87 99

Isolasi Bakteri Dari Tanah Tempat Pembuangan Sampah Untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair

7 86 81

Pengaruh Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Personal Hygiene dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Keluhan Kesehatan pada Pemulung di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

19 80 151

Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Binjai Tahun 2000

2 65 79

Kajian Air Lindi Di Tempat Pembuangan Akhir Terjun Menggunakan Metode Thornthwaite

8 88 75

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

DAMPAK PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA PEMATANG SIANTAR.

2 5 47

HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS PSIKOLOGIS DENGAN STRES PADA WARGA YANG TINGGAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS PSIKOLOGIS DENGAN STRES PADA WARGA YANG TINGGAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR (TPA) PUTRI CEMPO.

0 0 16

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH CIKUNDUL TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN SEKITAR DI KOTA SUKABUMI.

1 10 34

KUALITAS LINGKUNGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) SUKAJAYA KOTA PALEMBANG

1 1 6