Pemeriksaan Kinerja

2.3. Pemeriksaan Kinerja

2.3.1. Definisi

Ada beberapa definisi mengenai pemeriksaan kinerja di antaranya yaitu (1) definisi menurut auditor pemerintah Amerika Serikat, General Accounting Office (GAO), (2) menurut INTOSAI dan (3) menurut BPK. Istilah pemeriksaan kinerja Ada beberapa definisi mengenai pemeriksaan kinerja di antaranya yaitu (1) definisi menurut auditor pemerintah Amerika Serikat, General Accounting Office (GAO), (2) menurut INTOSAI dan (3) menurut BPK. Istilah pemeriksaan kinerja

Government Auditing Standards (GAO, 2003) menyatakan bahwa pemeriksaan kinerja melibatkan pengujian bukti yang obyektif dan sistematik untuk memberikan penilaian independen atas kinerja dan manajemen suatu program terhadap kriteria obyektif. Pemeriksaan kinerja memberikan informasi untuk meningkatkan operasi program dan memfasilitasi pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk mengawasi atau mengambil tindakan korektif, dan meningkatkan akuntabilitas publik.

Menurut INTOSAI (2004) pemeriksan kinerja adalah pengujian independen atas efisiensi dan efektivitas tugas-tugas, program-program atau organisasi- organisasi pemerintah, dengan mempertimbangkan ekonomi dan mengarahkan kepada perbaikan.

SPKN (BPK, 2007) menyatakan bahwa pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, SPKN (BPK, 2007) menyatakan bahwa pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti,

2.3.2. Aspek Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas Pemeriksaan Kinerja

Pemeriksaan kinerja berkaitan dengan pengujian ekonomi, efisiensi dan efektivitas (BPK, 2007; INTOSAI, 2004; Khan, 1988; Larsen, 2001). Menurut Pendahuluan Standar Pemeriksaan 16 SPKN (BPK, 2007) dan Standar Audit INTOSAI AS 1.0.40 (INTOSAI, 2001) suatu pemeriksaan kinerja dapat memiliki tujuan pengujian terhadap satu atau lebih dari tiga aspek tersebut. Pemeriksaan kinerja menurut SPKN menguji tiga aspek “E” yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas, sedangkan INTOSAI menyebutkan lima “E” dengan menambahkan aspek environment (lingkungan) dan equity (persamaan). Chambers dan Rand (2000) menyebutkan enam “E” dengan menambahkan aspek etika kepada lima “E”. Penelitian ini hanya membahas mengenai tiga aspek pemeriksaan kinerja yang didasarkan kepada SPKN, yaitu: ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Pendahuluan Standar Pemeriksaan 16 SPKN (BPK, 2007) tidak menjelaskan secara panjang lebar mengenai tiga aspek pemeriksaan kinerja, tetapi hanya menyebutkan bahwa tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya dan tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Oleh karena itu dipandang penting untuk memperoleh penjelasan dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai Pendahuluan Standar Pemeriksaan 16 SPKN (BPK, 2007) tidak menjelaskan secara panjang lebar mengenai tiga aspek pemeriksaan kinerja, tetapi hanya menyebutkan bahwa tujuan pemeriksaan yang menilai hasil dan efektivitas suatu program adalah mengukur sejauh mana suatu program mencapai tujuannya dan tujuan pemeriksaan yang menilai ekonomi dan efisiensi berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif di dalam mencapai tujuan program. Oleh karena itu dipandang penting untuk memperoleh penjelasan dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai

a. Ekonomi – mempertahankan kos rendah Menurut Standar Audit INTOSAI, ‘ekonomi’ berarti meminimalkan kos sumber daya yang digunakan untuk suatu kegiatan, dengan mempertimbangkan kualitas yang sesuai. Dalam me-reviu pemerolehan sumber daya untuk ekonomi, auditor mencoba untuk meyakinkan apakah sumber daya telah diperoleh dalam jumlah yang tepat, pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dan dengan kos yang tepat. Reviu seperti ini mengasumsikan adanya standar yang dapat diterima. Tapi pada situasi nyata standar yang telah tersedia tidak ada, sehingga auditor harus menentukan kriteria yang merujuk ke tujuan utama organisasi yang diaudit. Dalam menentukan jumlah sumber daya yang tepat, auditor akan melihat apakah manajemen menetapkan kebutuhannya dengan jelas secara kuantitatif. Penilaian atas kebutuhan ini akan mengantarkan kepada identifikasi kebutuhan. Pada tahap ini alternatif-alternatif dianalisis untuk menentukan kos minimum. Meskipun konsep ekonomi dapat didefinisikan dengan baik, pemeriksaan ekonomi tidak mudah dilakukan. Bahkan menjadi lebih sulit untuk memberikan rekomendasi yang akan mengurangi kos tanpa mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumber daya yang digunakan.

b. Efisiensi – menghasilkan yang terbaik dengan sumber daya yang tersedia Efisiensi berhubungan dengan ekonomi dan adalah konsep yang sulit dalam organisasi pemerintah. Dalam efisiensi isu utama yang dibahas adalah

penggunaan sumber daya. Pertanyaan utamanya adalah apakah sumber daya- sumber daya telah digunakan secara optimal atau memuaskan atau apakah hasil yang sama atau hampir sama dalam ukuran kualitas dan waktu yang dibutuhkan dapat dicapai dengan sumber daya yang lebih sedikit. Pertanyaan ini merujuk kepada hubungan antara kualitas dan kuantitas layanan yang diberikan dan kegiatan dan kos sumber daya yang digunakan untuk memproduksinya, untuk mencapai hasil. Opini atau temuan atas efisiensi dapat diformulasikan dengan cara membandingkan dengan kegiatan yang sama, dengan periode lain, atau dengan standar yang telah diadopsi secara eksplisit. Penilaian efisiensi kadang didasarkan pada kondisi yang tidak berhubungan dengan standar khusus – ketika hal-hal sangat rumit sedemikian hingga tidak ada standar. Dalam kasus tersebut, penilaian harus didasarkan pada informasi dan argumen terbaik yang tersedia dan dalam ketaatan dengan analisis yang dilakukan selama audit. Konsep efisiensi umumnya dikhususkan dalam dua cara: apakah output yang sama dapat dicapai dengan sumber daya yang lebih sedikit, atau, dengan kata lain, apakah sumber daya yang sama dapat digunakan untuk mencapai hasil yang lebih baik (dalam hal kuantitas dan kualitas output). Efisiensi mengasumsikan adanya standar input dan output. Tapi dalam sejumlah besar kasus standar tidak tersedia dan auditor harus bekerja dengan manajemen auditee untuk menentukan standar yang disepakati bersama. Standar yang paling banyak digunakan adalah output yang direncanakan untuk sembarang input yang ditetapkan oleh auditee.

c. Efektivitas – pencapaian maksud dan tujuan yang ditetapkan Menurut Khan (1988) audit efektivitas mungkin adalah wilayah paling penting dalam audit kinerja. Sumber daya mungkin dapat diperoleh secara ekonomis dan efisien tetapi auditee mungkin tidak dapat mencapai tujuannya. Efektivitas adalah konsep pencapaian tujuan dan dipertimbangkan dalam hubungan antara tujuan, output dan dampak. Apakah maksud yang ditetapkan dicapai dengan perangkat yang digunakan, output yang dihasilkan dan dampak yang diamati? Apakah dampak yang diamati adalah hasil dari kebijakan dan bukan hal lain? Reviu efektivitas mengasumsikan adanya tujuan atau outcome program publik yang dapat diukur. Tujuan atau outcome ini berperan sebagai kriteria untuk auditor. Pertanyaan tentang efektivitas terdiri dari dua bagian: pertama, apakah tujuan kebijakan telah dicapai, dan kedua, apakah hal ini dapat diatribusikan dengan kebijakan. Untuk menilai lingkup pencapaian tujuan, maka tujuan harus diformulasikan dalam sebuah cara yang memungkinkan penilaian jenis ini dapat dilakukan. Hal ini tidak mudah dilakukan dengan tujuan yang tidak jelas atau abstrak. Untuk menilai lingkup kejadian yang diamati dapat ditelusur kembali ke kebijakan, diperlukan pembandingan yang dilakukan dengan mengukur sebelum dan sesudah kebijakan diterapkan dan mengukur dengan melibatkan suatu grup pengendali yang tidak menjadi subyek dari kebijakan. Dalam praktek, pembandingan umumnya sulit dilakukan, sebagian karena kurangnya materi pembanding. Dalam kasus tersebut, ada alternatif yaitu menilai plausibilitas asumsi yang dijadikan dasar kebijakan.

Auditor dapat menilai atau mengukur efektivitas dengan membandingkan oucome dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam sasaran kebijakan. Pendekatan ini disebut analisis ‘pencapaian tujuan’. Tetapi, ketika melakukan audit efektivitas, auditor biasanya harus mencoba untuk menentukan lingkup sejauh mana instrumen yang digunakan senyatanya berkontribusi terhadap pencapaian tujuan kebijakan. Inilah aplikasi sebenarnya dari audit efektivitas dan mensyaratkan bukti bahwa outcome, yang diamati, senyatanya disebabkan oleh tindakan diperiksa dan bukan oleh faktor-faktor lain. Contohnya, bila tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menurunkan pengangguran, apakah penurunan angka pengangguran yang diamati adalah hasil dari tindakan entitas yang diaudit, atau apakah hal itu adalah hasil dari perbaikan umum iklim ekonomi dan entitas yang diaudit tidak memiliki pengaruh atau kontrol? Oleh karena itu disain audit efektivitas harus memasukkan pertanyaan-pertanyaan atribusi dan dapat mengeluarkan variabel-variabel eksternal dan perantara. Untuk pengujian efektivitas adalah hal yang umum untuk menilai outcome atau dampak dari suatu kegiatan. Sehingga, meski pendekatan berbasis sistem dapat digunakan, auditor biasanya juga harus memperoleh bukti substantif yang cukup tentang dampak dari kegiatan atau program, dan umumnya auditor harus mengumpulkan informasi tidak hanya dari institusi yang diaudit tetapi juga stakeholder lainnya di wilayah tersebut. Hal ini penting mengingat tindakan stakeholder lain dapat mempengaruhi dampak. Satu aspek spesifik adalah dampak yang tidak diharapkan, terutama bila dampak tersebut bersifat negatif. Ada permasalahan penentuan garis batas Auditor dapat menilai atau mengukur efektivitas dengan membandingkan oucome dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam sasaran kebijakan. Pendekatan ini disebut analisis ‘pencapaian tujuan’. Tetapi, ketika melakukan audit efektivitas, auditor biasanya harus mencoba untuk menentukan lingkup sejauh mana instrumen yang digunakan senyatanya berkontribusi terhadap pencapaian tujuan kebijakan. Inilah aplikasi sebenarnya dari audit efektivitas dan mensyaratkan bukti bahwa outcome, yang diamati, senyatanya disebabkan oleh tindakan diperiksa dan bukan oleh faktor-faktor lain. Contohnya, bila tujuan kebijakan tersebut adalah untuk menurunkan pengangguran, apakah penurunan angka pengangguran yang diamati adalah hasil dari tindakan entitas yang diaudit, atau apakah hal itu adalah hasil dari perbaikan umum iklim ekonomi dan entitas yang diaudit tidak memiliki pengaruh atau kontrol? Oleh karena itu disain audit efektivitas harus memasukkan pertanyaan-pertanyaan atribusi dan dapat mengeluarkan variabel-variabel eksternal dan perantara. Untuk pengujian efektivitas adalah hal yang umum untuk menilai outcome atau dampak dari suatu kegiatan. Sehingga, meski pendekatan berbasis sistem dapat digunakan, auditor biasanya juga harus memperoleh bukti substantif yang cukup tentang dampak dari kegiatan atau program, dan umumnya auditor harus mengumpulkan informasi tidak hanya dari institusi yang diaudit tetapi juga stakeholder lainnya di wilayah tersebut. Hal ini penting mengingat tindakan stakeholder lain dapat mempengaruhi dampak. Satu aspek spesifik adalah dampak yang tidak diharapkan, terutama bila dampak tersebut bersifat negatif. Ada permasalahan penentuan garis batas

2.3.3. Hubungan Antara Aspek Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas

Gambar 2.4. Hubungan ekonomi, efisiensi dan efektivitas dalam model input- output (dimodifikasi dari Brazilian Court of Audit, 1998; Chambers dan Rand, 2000; dan Larsen, 2001).

Aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas dalam pemeriksaan kinerja saling berhubungan dalam suatu model input-output (Brazilian Court of Audit, 1998) seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4. Ekonomi adalah fungsi dari input aktual terhadap input yang direncanakan. Efisiensi adalah fungsi dari output aktual terhadap input aktual. Dan efektivitas adalah fungsi dari output yang diharapkan (outcome) terhadap output aktual.