RANCANGAN DAN IMPLEMENTASI MODEL PEMERIK (1)
RANCANGAN DAN IMPLEMENTASI MODEL PEMERIKSAAN KINERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS APLIKASI E-GOVERNMENT DI PEMERINTAH DAERAH: STUDI KASUS KABUPATEN SRAGEN
Internship Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Sains Akuntansi Konsentrasi Akuntansi Terapan
Diajukan oleh
Arie Purwanto 25067/IV-3/2548/06
Kepada PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2007
RANCANGAN DAN IMPLEMENTASI MODEL PEMERIKSAAN KINERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ATAS APLIKASI E-GOVERNMENT DI PEMERINTAH DAERAH: STUDI KASUS KABUPATEN SRAGEN
Internship Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Magister Sains Akuntansi Konsentrasi Akuntansi Terapan
Diajukan oleh
Arie Purwanto 25067/IV-3/2548/06
Kepada PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA 2007
PRAKATA
Segala puji dan syukur bagi Sang Pencipta yang memberi kemampuan dan kemauan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian (internship) ini. Penelitian ini adalah sebuah studi awal yang bertujuan untuk menghasilkan suatu model kriteria untuk membantu auditor (BPK) dalam menilai aspek efektivitas aplikasi e-government di pemerintah daerah dalam bingkai pemeriksaan kinerja.
Penelitian ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak drs. Haryono, M.Com, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan internship sejak tahap pencarian judul hingga saat ujian insternship.
2. Bunda Maya dan Mbak Khya, yang dengan penuh kesabaran dan ketabahan selalu menyemangati penulis melalui kegembiraan, kasih sayang, perhatian dan cinta.
3. Bapake dan ibuke di Wonosobo, yang selalu mengirimkan doa-doa terbaiknya untuk penulis dan keluarga.
4. Kawan-kawan MAKSI Angkatan VIII, yang telah memperluas lingkaran persahabatan penulis dan memotivasi penulis.
5. Kawan-kawan anggota dan alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Komisariat Fakultas Teknik UGM yang memotivasi penulis untuk maju dan memberi yang terbaik bagi bangsa. Merdeka! GMNI Jaya! Marhaen Menang! Akhir kata, penulis berharap penelitian ini bermanfaat dan kekurangan-
kekurangan di dalamnya dapat diperbaiki oleh penelitian-penelitian selanjutnya.
MERDEKA!!! Wonosobo, 19 Januari 2008
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Ilmu hanyalah ilmu sejati, jikalau ilmu itu ialah untuk membawa kebahagiaan kepada manusia.” – Ir. Soekarno [Menggali Api Pancasila, hal. 15]
“The further the spiritual evolution of mankind advances, the more certain it seems to me that the path to genuine religiosity does not lie through the fear of life, and the fear of death, and blind faith, but through striving after rational knowledge.” – Albert Einstein
“Satyan Nasti Paro Dharmah: There is no religion higher than The Truth.” – Anonim
Kupersembahkan sebagai wujud perjuanganku untuk: ¾ Sang Awal dan Sang Akhir
¾ Tanah tumpah darahku Indonesia ¾ Sigaraning nyawaku: Christiana Maya Kartikasari ¾ Titipan Sang Hyang Widhi: Berekhya Kiri Grace Syandana ¾ Bapake dan Ibuke ¾ BPK Republik Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Pengujian Model .......................................... 122 Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Penilaian Efektivitas .................................... 127
ABSTRACT
This research presents the process of developing an evaluation criterion model to assist the Indonesian Audit Board in examinig the effectiveness aspect of performance audit on e-government applications in local governments. The model was based on DeLone and McLean information systems success model. The model’s reliability and validity were tested using Structural Equation Modeling with Partial Least Square technique. Some measurement items were dropped from the instrument to produce the final version of the model, because their reliability and validity were not adequate. This final model was implemented to examine the effectiveness of e-government applications of Sragen Regency government.
The model test results reveal that e-government information quality and e- government service quality significantly influence e-government user satisfaction. On the other hand, the results show a weak relationship between e-government system quality and e-government user satisfaction. The results don’t show significant links between e-government use and its predictor variables, i.e. e- government system quality, e-government information quality, e-government service quality, and e-government user satisfaction. E-government user satisfaction dominantly influence e-government net benefits than e-government use. Hence, e-government quality (system quality, information quality, and service quality) influences e-government net benefits over e-government user satisfaction.
The model implementation takes place in Integrated Service Board of Sragen Regency which using e-government applications (i.e. Licensing Management Information Systems and Demographic Information System) in delivering public services. The implementation results show effective e-government applications. However, some aspects of the applications need to be improved to meet the users’ needs, i.e. their functionality, accessibility, efficiency, response time, and the output format.
Keywords: e-government, information systems effectiveness, information systems evaluation, performance audit.
ABSTRAK
Penelitian ini menggambarkan proses pengembangan model kriteria evaluasi untuk mendukung Badan Pemeriksa Keuangan dalam menguji aspek efektivitas pemeriksaan kinerja atas aplikasi e-government di pemerintah daerah. Model ini didasarkan pada model kesuksesan sistem informasi DeLone dan McLean. Reliabilitas dan validitas model diuji menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan teknik Partial Least Square (PLS). Beberapa item pengukuran dikeluarkan dari instrumen untuk menghasilkan versi akhir dari model, sebab reliabilitas dan validitasnya tidak memadai. Model akhir ini diterapkan untuk menguji efektivitas aplikasi e-government Pemerintah Kabupaten Sragen.
Hasil uji model mengungkapkan bahwa kualitas informasi e-government dan kualitas pelayanan e-government mempengaruhi secara signifikan ke kepuasan pemakai e-government. Sebaliknya, hasil tersebut menunjukkan suatu hubungan yang lemah antara kualitas sistem e-government dan kepuasan pemakai e- government. Hasil tersebut tidak menunjukkan hubungan-hubungan yang signifikan antara pemakaian e-government dan variabel-variabel prediktor, seperti kualitas sistem e-government, kualitas informasi e-government, kualitas pelayanan e-government, dan kepuasan pemakai e-government. Kepuasan pemakai e-government secara dominan mempengaruhi ke manfaat-manfaat bersih e-government dibandingkan pemakaian e-government. Karena itu, kualitas e- government (seperti kualitas sistem, kualitas informasi, dan kualitas pelayanan) mempengaruhi ke manfaat-manfaat bersih e-government melalui kepuasan pemakai e-government.
Implementasi model dilaksanakan di Badan Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen yang menerapkan aplikasi-aplikasi e-government (seperti Sistem Informasi Manajemen Perijinan dan Sistem Informasi Manajemen Kependudukan) dalam memberikan pelayanan publik. Hasil implementasi menunjukkan aplikasi-aplikasi e-government tersebut efektif. Akan tetapi, beberapa aspek dari aplikasi perlu diperbaiki untuk memenuhi kebutuhan penggunanya, seperti fungsionalitas, aksesibilitas, efisiensi, lama respon, dan format output.
Keywords: audit kinerja, e-government, efektivitas sistem informasi, evaluasi sistem informasi.
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu bentuk implikasi teknologi informasi terhadap bidang pemerintahan adalah electronic government (e-government) (Rahardjo, 2000). E-government adalah sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dimiliki atau dioperasikan oleh pemerintah yang mengubah hubungan dengan masyarakat, sektor privat dan atau agen pemerintah lain sedemikian hingga meningkatkan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan pelayanan, memperkuat akuntabilitas, meningkatkan transparansi, atau meningkatkan efisiensi pemerintah (World Bank, 2001). Pengembangan sistem dan layanan e-government menjadi prioritas dan agenda pembangunan di pemerintah-pemerintah di seluruh dunia, termasuk Indonesia (Følstad dkk, 2004).
Di Indonesia e-government menjadi topik populer setelah pengunduran diri Soeharto dari kepemimpinan Indonesia, terutama setelah diterbitkannya Undang- undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur mengenai desentralisasi wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, yang populer disebut dengan era otonomi daerah (Swastika, 2007). Tuntutan masyarakat akan layanan publik yang lebih baik, adil, transparan, dan efisien menjadi alasan kuat pemerintah untuk mengembangkan e-government (Sudarto, 2006). Untuk mewujudkan visi TIK Indonesia, Presiden Megawati Soekarnoputri membentuk Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) pada tahun
2001 (Harijadi, 2004) dan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E- Government pada 9 Juni 2003. Dengan dalih reformasi dan otonomi daerah inilah, pemerintah daerah-pemerintah daerah saling berlomba menerapkan e-government dengan anggaran yang besar, tetapi miskin manfaat bagi pengguna akhirnya.
Mengadopsi model empat fase e-government yang dikemukakan oleh Baum (2000), Inpres Nomor 3 Tahun 2003 menyebutkan bahwa berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut:
Tabel 1.1. Empat tingkatan pengembangan e-government menurut Inpres Nomor
- Pembuatan situs informasi disetiap lembaga; - Penyiapan SDM; - Penyiapan sarana akses yang mudah; - Sosialisasi situs informasi.
2. Pematangan - Pembuatan situs informasi publik interaktif; - Pembuatan antarmuka keterhubungan dengan lembaga lain;
3. Pemantapan - Pembuatan situs transaksi pelayanan publik; - Pembuatan interoperabilitas aplikasi dan data dengan lembaga lain.
4. Pemanfaatan - Pembuatan aplikasi G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.
Berdasarkan empat tahapan tersebut dapat dijelaskan bahwa penerapan sistem e-government mencakup peningkatan efisiensi melalui reformasi administrasi hingga penyediaan informasi dan pelayanan bagi publik. Meskipun begitu, pemerintah daerah menerjemahkan e-government hanya sekedar sebagai situs web , yang hanya menampilkan informasi statis, jarang diperbarui dan tidak Berdasarkan empat tahapan tersebut dapat dijelaskan bahwa penerapan sistem e-government mencakup peningkatan efisiensi melalui reformasi administrasi hingga penyediaan informasi dan pelayanan bagi publik. Meskipun begitu, pemerintah daerah menerjemahkan e-government hanya sekedar sebagai situs web , yang hanya menampilkan informasi statis, jarang diperbarui dan tidak
Menurut Bastian (2003) penerapan e-government di pemerintah daerah umumnya masih berada pada tingkatan pertama dan hanya sebagian kecil yang telah mencapai tingkatan kedua dan ketiga. Hal ini diperkuat dengan data hasil penelitian Abhiseka (2003) yang mengungkapkan bahwa 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap.
Menurut survei yang dilakukan oleh Depkominfo (2004) sudah ada 70 % situs web pemerintah daerah dari total 472 pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang tersedia di internet, 83% di antaranya dapat diakses dan sisanya (17%) tidak dapat diakses. Buku Indikator TIK Tahun 2005 yang dipublikasikan oleh Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menunjukkan penurunan jumlah situs pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi hanya 25% dibandingkan pada tahun 2004. Buku tersebut juga mengungkapkan bahwa tahapan implementasi e- government di pemerintah daerah masih rendah. 68% dari situs yang ada menunjukkan tahap pertama dan 29% sudah mencapai tahap kedua dengan Menurut survei yang dilakukan oleh Depkominfo (2004) sudah ada 70 % situs web pemerintah daerah dari total 472 pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang tersedia di internet, 83% di antaranya dapat diakses dan sisanya (17%) tidak dapat diakses. Buku Indikator TIK Tahun 2005 yang dipublikasikan oleh Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi dan Elektronika Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menunjukkan penurunan jumlah situs pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi hanya 25% dibandingkan pada tahun 2004. Buku tersebut juga mengungkapkan bahwa tahapan implementasi e- government di pemerintah daerah masih rendah. 68% dari situs yang ada menunjukkan tahap pertama dan 29% sudah mencapai tahap kedua dengan
Berdasarkan penelitian Sarosa dan Lestari (2006) terungkap bahwa situs web- situs web pemerintah daerah di Yogyakarta belum bergerak dari publikasi informasi berbasis web ke perwujudan transaksi elektronik dan jauh dari bentuk pemerintahan virtual yang terintegrasi.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang Dasar 1945 untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Tugas ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU ini mengatur mengenai: lingkup pemeriksaan BPK yaitu meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; jenis pemeriksaan BPK yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu; dan pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK. Standar pemeriksaan yang diamanatkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 telah disusun dalam Peraturan BPK Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Seluruh peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar bagi BPK dalam melaksanakan pemeriksaan. Penerapan sistem e-government oleh pemerintah daerah termasuk dalam obyek pemeriksaan BPK sebab didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan unsur keuangan negara sesuai 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; jenis pemeriksaan BPK yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu; dan pelaksanaan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan yang disusun oleh BPK. Standar pemeriksaan yang diamanatkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2003 telah disusun dalam Peraturan BPK Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Seluruh peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar bagi BPK dalam melaksanakan pemeriksaan. Penerapan sistem e-government oleh pemerintah daerah termasuk dalam obyek pemeriksaan BPK sebab didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan unsur keuangan negara sesuai
Jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK berdasarkan SPKN adalah pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (Paragraf 14). Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas (Paragraf 15). Pemeriksaan dengan tujuan tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa (Paragraf 17).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Semester I dan II Tahun 2006, BPK telah melakukan 729 kegiatan pemeriksaan terhadap keuangan negara yang dikelola oleh pemerintah daerah dengan rincian sebagai berikut: 370 pemeriksaan keuangan; 16 pemeriksaan kinerja; dan 343 pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Berdasarkan LHP ini, BPK tidak melakukan pemeriksaan kinerja atas penerapan sistem e-government di pemerintah daerah. Pemeriksaan kinerja yang dilakukan umumnya terhadap pelaksanaan APBD di bidang pendidikan, kesehatan dan perhubungan. Meskipun begitu, terdapat 8 (delapan) PDTT atas sistem e-government sebagai bentuk reformasi administrasi. Berikut ini adalah rincian dari delapan obyek PDTT tersebut yang diurutkan berdasarkan nama wilayah pemerintah daerah:
a. Sistem informasi Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Propinsi Bali (PDTT atas belanja daerah).
b. Sistem informasi aset daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PDTT atas pengelolaan aset daerah).
c. Sistem informasi Samsat Propinsi Jawa Barat (PDTT atas pendapatan daerah).
d. Sistem informasi Samsat Propinsi Kalimantan Selatan (PDTT atas belanja).
e. Sistem informasi manajemen rumah sakit Kabupaten Rembang (PDTT atas belanja daerah).
f. Sistem informasi pendapatan daerah dan Samsat Propinsi Riau (PDTT untuk mengungkap fakta dan data tentang permasalahan yang diduga dan terindikasi kuat mengandung tindak pidana korupsi berdasarkan permintaan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia).
g. Sistem informasi keuangan daerah Kabupaten Simalungun (PDTT atas belanja daerah).
h. Sistem informasi Samsat Propinsi Sumatera Utara (PDTT atas pendapatan daerah).
Umumnya, penentuan obyek pemeriksaan dilakukan dengan uji petik (sampling) terhadap beberapa satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah. Data yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa obyek pada poin a, d, e dan g adalah hasil kegiatan belanja daerah yang termasuk dalam sampel uji petik. Sedangkan poin b,
c, f dan h, tidak termasuk dalam sampel uji petik karena poin f dilaksanakan berdasarkan permintaan pihak lain, sisanya karena mendukung sebagian dari unit kerja pendapatan daerah (poin c dan h) atau unit pengelola aset daerah (poin b). Data LHP tersebut lebih jauh menunjukkan bahwa nilai pembangunan sistem berkisar antara Rp 200 juta (poin e dan g), Rp 500 juta (poin d), hingga Rp 2 (dua)
milyar (poin f). Sesuai SPKN, PDTT atas belanja daerah tersebut dilakukan berdasarkan penilaian atas kepatuhan terhadap peraturan perundangan-undangan, kehematan atau ekonomi, dan efisiensi. Pendekatan pemeriksaan yang umum dilakukan terhadap sistem adalah dari aspek pengembangannya dengan metode pemeriksaan fisik. Data LHP menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak bermanfaat bagi penggunanya karena: tidak dioperasikan (poin f), menghasilkan informasi yang tidak akurat (poin b dan h), dan tidak menghasilkan informasi yang dibutuhkan (poin c, e, dan g). Ketiga hal tersebut berkaitan dengan penilaian efektivitas sistem dan menunjukkan bahwa meskipun suatu sistem dibangun sesuai dengan peraturan perundangan, memenuhi asas kehematan dan efisiensi dan secara fisik menghasilkan output, tetapi bila tidak bermanfaat baik bagi individu dan organisasi pengguna dalam kerangka peningkatan efisiensi kinerja dan pelayanan publik maka penggunaan keuangan negara untuk pembangunan sistem masih dapat digugat dan dipertanyakan oleh masyarakat.
Laporan Department of Economic and Social Affairs (DESA) PBB atas Seminar PBB-INTOSAI pada Pengauditan Pemerintah yang ke-18 menyimpulkan bahwa institusi audit tertinggi eksternal pemerintah (Supreme Audit Institution/SAI) harus memainkan peran yang lebih proaktif dalam mempromosikan e-government untuk pelayanan masyarakat yang lebih transparan dan lebih baik. Stern (2005) mengusulkan kepada SAI supaya tidak hanya terfokus pada isu-isu dan tren audit TIK teknis yang rumit yang berkaitan dengan e-government, tetapi juga pada manfaat e-government dalam menciptakan “produk publik”. Hal ini konsisten dengan kesimpulan dari beberapa seminar yang Laporan Department of Economic and Social Affairs (DESA) PBB atas Seminar PBB-INTOSAI pada Pengauditan Pemerintah yang ke-18 menyimpulkan bahwa institusi audit tertinggi eksternal pemerintah (Supreme Audit Institution/SAI) harus memainkan peran yang lebih proaktif dalam mempromosikan e-government untuk pelayanan masyarakat yang lebih transparan dan lebih baik. Stern (2005) mengusulkan kepada SAI supaya tidak hanya terfokus pada isu-isu dan tren audit TIK teknis yang rumit yang berkaitan dengan e-government, tetapi juga pada manfaat e-government dalam menciptakan “produk publik”. Hal ini konsisten dengan kesimpulan dari beberapa seminar yang
Komite Audit TI INTOSAI (2004) menekankan bahwa meskipun tujuan dasar dari audit TI dapat tetap mengikat auditor selama mengaudit e-government, fokus dari audit e-government harus bergeser ke pemberian pelayanan kepada masyarakat, sehingga metodologi kriteria dan bukti audit harus dimodifikasi. Kurangnya audit dan evaluasi atas e-government dapat menyebabkan meningkatnya risiko pengulangan kesalahan karena pengalaman dan pengetahuan yang penting mengenai e-government tidak pernah dianalisis dan dilaporkan atau dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang berkepentingan, seperti parlemen, pemerintah dan praktisi. Berdasarkan kebutuhan di atas, dipandang penting untuk mengembangkan audit kinerja dalam wilayah e-government.
Perlunya pengembangan audit kinerja e-government juga diusulkan oleh beberapa hasil penelitian. Chircu (2004) menyatakan bahwa meskipun potensi manfaat dari e-government untuk masyarakat, organisasi sektor publik, dan penyedia teknologi dan jasa e-government sangat banyak, tetapi saat ini tidak ada kerangka kerja integratif dalam penilaian proyek-proyek e-government. Menurut Wescott (2005), dalam banyak studi kasus TIK, evaluasi efektivitas dibangun
berdasarkan bukti kesuksesan yang subyektif dan tidak dapat diandalkan, dan menyediakan pengukuran perbaikan kinerja dan pencapaian pemberdayaan masyarakat yang tidak akurat, maupun value-for-money yang dicapai. Carbo (2004) menyatakan bahwa belum ada pengukuran yang baik untuk pemerintah digital atau kesepakatan atas apa yang harus diukur. Juga kurangnya pemahaman umum model-model proses yang digunakan untuk merencanakan, mendanai, mengembangkan, menerapkan, mengoperasikan, dan mengevaluasi sistem dalam konteks yang berbeda-beda. Bahkan menurut Peters dkk (2004) efektivitas e- government masih diukur hanya dari antarmuka situs web dan belum menyentuh proses bisnis dan sistem informasi di belakangnya.
1.2. Perumusan Masalah
Meskipun BPK belum melakukan pemeriksaan kinerja dari aspek efektivitas sistem e-government, tetapi berdasarkan uraian di atas, organisasi internasional seperti PBB dan INTOSAI mengharapkan adanya kemajuan dan peningkatan dalam audit kinerja atas e-government sebagai salah satu alat untuk memberdayakan masyarakat. Perkembangan teknologi cepat atau lambat akan mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menerapkan sistem- sistem e-government yang mewujudkan pelayanan masyarakat yang terintegrasi sesuai strategi e-government nasional. Oleh karena itu, BPK harus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan auditornya, dan mengembangkan pedoman atau standar pemeriksaan kinerja atas aplikasi e- government, untuk meningkatkan hasil pemeriksaan yang lebih komprehensif dan Meskipun BPK belum melakukan pemeriksaan kinerja dari aspek efektivitas sistem e-government, tetapi berdasarkan uraian di atas, organisasi internasional seperti PBB dan INTOSAI mengharapkan adanya kemajuan dan peningkatan dalam audit kinerja atas e-government sebagai salah satu alat untuk memberdayakan masyarakat. Perkembangan teknologi cepat atau lambat akan mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menerapkan sistem- sistem e-government yang mewujudkan pelayanan masyarakat yang terintegrasi sesuai strategi e-government nasional. Oleh karena itu, BPK harus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan auditornya, dan mengembangkan pedoman atau standar pemeriksaan kinerja atas aplikasi e- government, untuk meningkatkan hasil pemeriksaan yang lebih komprehensif dan
1.3. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi hanya pada aspek efektivitas dalam pemeriksaan kinerja, dan tidak membahas mengenai aspek ekonomi dan efisiensi dalam pemeriksaan kinerja. Penelitian ini menelaah peraturan-peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pengembangan e-government dan teori evaluasi efektivitas sistem informasi dan kombinasi yang mungkin digunakan secara sistematis untuk menyusun model pemeriksaan yang dimaksud.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pemeriksaan kinerja aspek efektivitas aplikasi e-government, berdasarkan peraturan perundang- undangan dan teori dalam audit kinerja dan evaluasi sistem informasi.
1.5. Manfaat Penelitian
Penulis mengharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi:
a. BPK, sebagai satu-satunya auditor eksternal pemerintah: - untuk mengingatkan akan pentingnya penggunaan TIK oleh pemerintah
daerah dalam memberikan pelayanan publik sebagai bentuk pengelolaan
- sebagai bahan masukan untuk penyusunan petunjuk teknis (juknis) atau petunjuk pelaksanaan (juklak) pemeriksaan kinerja atas sistem e- government untuk melengkapi Panduan Manajemen Pemeriksaan BPK dan Juknis Pemeriksaan Kinerja,
b. Pemerintah daerah yang sudah, sedang dan akan menerapkan e-government: - menjadi bahan acuan dan model untuk penyusunan evaluasi dan perbaikan
sistem e-government, - menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan e-
government,
c. Magister Sains Akuntansi Universitas Gadjah Mada, sebagai insitusi akademis: - menjadi bahan acuan bagi perkuliahan yang berkaitan dengan audit sistem
informasi secara umum atau audit sistem informasi dalam sektor publik secara khusus,
- menjadi model untuk pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai e-
government,
d. Penulis sendiri untuk memperluas pengetahuan mengenai e-government dan memperdalam pengetahuan mengenai audit kinerja dan evaluasi atas sistem informasi secara umum dan e-government secara khusus.
1.6. Metodologi Penelitian
Menurut Cooper dan Schindler (2006) terdapat banyak pendekatan disain penelitian yang berbeda-beda, tetapi tidak terdapat sistem klasifikasi sederhana Menurut Cooper dan Schindler (2006) terdapat banyak pendekatan disain penelitian yang berbeda-beda, tetapi tidak terdapat sistem klasifikasi sederhana
Berdasarkan derajat kristalisasi pertanyaan, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian formal. Dalam penelitian formal, penelitian diawali dengan hipotesa atau pertanyaan penelitian dan melibatkan prosedur-prosedur dan spesifikasi sumber data. Disain penelitian formal bertujuan untuk menguji hipotesa atau menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan.
Berdasarkan dimensi waktu penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian cross-sectional karena penelitian dilakukan sekali dan mewujudkan potret dalam satu waktu.
Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif karena penelitian terkait dengan penjelasan mengenai “siapa”, “apa”, “di mana”, “kapan”, atau “seberapa banyak”. Penelitian deskriptif memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (Kountur, 2003).
Pilihan pendekatan mana yang digunakan dalam penelitian ini, kualitatif atau kuantitatif, terkait dengan tujuan penelitian. Metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan karakteristik-karakteristik suatu fenomena. Metode ini tidak memberi pemahaman mengenai seberapa banyak karakteristik yang dimiliki suatu Pilihan pendekatan mana yang digunakan dalam penelitian ini, kualitatif atau kuantitatif, terkait dengan tujuan penelitian. Metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan karakteristik-karakteristik suatu fenomena. Metode ini tidak memberi pemahaman mengenai seberapa banyak karakteristik yang dimiliki suatu
Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu model pemeriksaan kinerja atas aspek efektivitas sistem e-government yang divalidasi, maka penelitian ini adalah mengenai identifikasi dan penggambaran kualitas dari fenomena efektivitas kinerja sistem e-government sekaligus mengukur seberapa banyak tiap karakteristik efektivitas kinerja muncul, dan gabungan metode kualitatif dan kuantitatif adalah pilihan yang tepat.
1.7. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori: (1) data primer, (2) data sekunder, dan (3) data tersier (Cooper dan Schindler, 2006).
Data primer adalah kerja-kerja penelitian asli atau data mentah tanpa interpretasi atau pernyataan yang mewakili suatu opini atau posisi resmi. Termasuk di dalamnya adalah memo, surat, interviu atau pidato lengkap (dalam audio, video, atau format transkrip tertulis). Data primer merupakan informasi paling otoritatif karena belum disaring atau diinterpretasikan oleh pihak kedua.
Data sekunder adalah interpretasi dari data primer. Ensiklopedia, buku-buku teks, buku-buku saku, artikel-artikel majalah, koran dan jurnal dianggap sebagai data sekunder. Hampir semua bahan referensi masuk dalam kategori ini, termasuk peraturan, regulasi, keputusan pengadilan atau standar, dan kebanyakan data pemerintah.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dikumpulkan dengan cara survei melalui instrumen kuesioner, wawancara dan observasi. Data sekunder yang digunakan adalah Standar Pemeriksaan Kinerja yang diterbitkan oleh BPK, peraturan-peraturan yang berkaitan dengan e-government yang diterbitkan oleh pemerintah, berita, buku- buku dan artikel-artikel penelitian teoretis dan empiris mengenai evaluasi efektivitas e-government yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional. Data tersebut dikumpulkan dengan cara studi literatur melalui perpustakaan, jurnal-jurnal on-line dan mesin pencari internet.
1.8. Metode Analisis
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan suatu usulan model pemeriksaan kinerja aspek efektivitas e-government di pemerintah daerah. Model ini berupa model proses, bukannya model kausal, sebab satu proses mengikuti proses yang lainnya berdasarkan proses pelaksanaan pemeriksaan kinerja.
Data berupa peraturan-peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan e- government dan hasil-hasil penelitian teoretis dan empiris mengenai efektivitas sistem informasi dianalisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang Data berupa peraturan-peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan e- government dan hasil-hasil penelitian teoretis dan empiris mengenai efektivitas sistem informasi dianalisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang
Gambar 1.1. Model penelitian.
1.9. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bagian awal ini menjelaskan mengenai keadaan terkini dalam penerapan e- government di pemerintah daerah, latar belakang timbulnya permasalahan, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian yang ingin dicapai, manfaat atau kontribusi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan Pustaka Bagian ini menjelaskan mengenai tinjauan literatur terhadap penelitian- penelitian teoretis dan empiris yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topik Bab II Tinjauan Pustaka Bagian ini menjelaskan mengenai tinjauan literatur terhadap penelitian- penelitian teoretis dan empiris yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topik
Bab III Rancangan Model Bagian ini menjelaskan mengenai rancangan model evaluasi efektivitas e- government, hipotesa penelitian, populasi dan sampel yang dipilih, teknik pengumpulan data, variabel-variabel dan teknik pengukurannya, dan metode analisis data yang meliputi pengujian validitas dan reliabilitas model dan pengujian model secara struktural. Hasil pengujian model tersebut kemudian dianalisis secara mendalam untuk memperoleh model yang valid untuk diterapkan secara empiris.
Bab IV Implementasi Model Bagian ini menjelaskan mengenai Kabupaten Sragen secara umum dan pelaksanaan aplikasi e-government di Kabupaten Sragen, penyesuaian rancangan model dengan kondisi pelaksanaan e-government di Kabupaten Sragen dan bagaimana rancangan model pemeriksaan kinerja aspek efektivitas diterapkan pada pemeriksaan kinerja aspek efektivitas aplikasi e-government Kabupaten Sragen. Hasil penerapan rancangan model tersebut kemudian dianalisis secara mendalam.
Bab V Kesimpulan dan Saran Bagian ini berisi kesimpulan setelah penelitian dilakukan dan saran-saran bagi pemilik kepentingan dari penerapan sistem e-government dan bagi penelitian Bab V Kesimpulan dan Saran Bagian ini berisi kesimpulan setelah penelitian dilakukan dan saran-saran bagi pemilik kepentingan dari penerapan sistem e-government dan bagi penelitian
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Penelitian Sebelumnya
Menurut Mustakini (2007b) penelitian mengenai efektivitas sistem informasi telah banyak dilakukan dengan pendekatan perilaku tentang bagaimana dan mengapa individual menggunakan sistem informasi. Perilaku individual pengguna sistem informasi menjadi penting karena individu-individu pengguna sistem informasi dan sistem informasi adalah komponen-komponen organisasi yang saling berinteraksi. Walaupun manajer-manajer senior yang mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu sistem informasi, tetapi keberhasilan penggunaan sistem tersebut tergantung dari penerimaan dan penggunaan oleh individu-individu.
E-government adalah salah satu bentuk sistem informasi strategik (Mustakini, 2006) yang diterapkan oleh pemerintah untuk memberikan layanan. Pengguna dari e-government adalah masyarakat, bisnis, pegawai pemerintah dan sesama instansi pemerintah. Berdasarkan uraian pada paragraf sebelumnya, maka keberhasilan penggunaan e-government tergantung dari penerimaan dan penggunaan oleh masyarakat, bisnis dan pemerintah.
Penelitian mengenai e-government umumnya difokuskan kepada kerangka kerja penerapan e-government secara umum. Aspek insfrastruktur teknologis e- government mendominasi sebagian besar penelitian tersebut (Al-adawi dkk, 2005). Sebagian penelitian e-government lainnya difokuskan kepada aspek-aspek evaluasinya untuk menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Penelitian mengenai e-government umumnya difokuskan kepada kerangka kerja penerapan e-government secara umum. Aspek insfrastruktur teknologis e- government mendominasi sebagian besar penelitian tersebut (Al-adawi dkk, 2005). Sebagian penelitian e-government lainnya difokuskan kepada aspek-aspek evaluasinya untuk menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
Wangpipatwong dkk (2005) mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi situs web e-government berdasarkan aspek-aspek kualitas informasi dan kualitas sistem (DeLone dan McLean, 1992). Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa kualitas informasi dan kualitas sistem adalah faktor-faktor yang signifikan yang mempengaruhi adopsi situs web e-government. Akurasi, relevansi, dan kelengkapan informasi lebih signifikan daripada ketepatan waktu dan presisi. Efisiensi adalah faktor kualitas sistem yang paling signifikan.
Wang (2003) menggunakan model Technology Acceptance Model (TAM) yang direvisi yang menambahkan variabel privasi informasi persepsian (perceived information privacy ) dan keyakinan-sendiri (self-efficacy) dan menyimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut signifikan dalam menjelaskan tingkat penggunaan sistem pengisian pajak secara elektronik di Taiwan.
Gilbert dan Balestrini (2004) menggunakan kombinasi antara teori Diffusion of Innovation , perluasan model TAM, dan kerangka kerja kualitas pelayanan (service quality ) untuk menemukan keuntungan dan hambatan yang mempengaruhi masyarakat Inggris dalam menggunakan layanan e-government. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada 9 (sembilan) variabel baru, yaitu: menghindari interaksi; kos; waktu; tampilan visual; pengalaman; keamanan finansial; kualitas informasi; tekanan rendah; dan kepercayaan, yang terbukti dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menjelaskan kemauan masyarakat untuk menggunakan Gilbert dan Balestrini (2004) menggunakan kombinasi antara teori Diffusion of Innovation , perluasan model TAM, dan kerangka kerja kualitas pelayanan (service quality ) untuk menemukan keuntungan dan hambatan yang mempengaruhi masyarakat Inggris dalam menggunakan layanan e-government. Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada 9 (sembilan) variabel baru, yaitu: menghindari interaksi; kos; waktu; tampilan visual; pengalaman; keamanan finansial; kualitas informasi; tekanan rendah; dan kepercayaan, yang terbukti dapat diandalkan sebagai ukuran untuk menjelaskan kemauan masyarakat untuk menggunakan
Sarosa dan Lestari (2006) mengevaluasi 5 (lima) situs web pemerintah lokal Yogyakarta menggunakan kerangka kerja Stanton berdasarkan pendekatan berpusat-pada-masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah lokal Yogyakarta belum bergerak menuju e-government yang berpusat-pada- msayarakat dan masih dalam tahap publish dengan variasi kecil dalam interaksi pemerintah-masyarakat melalui email, Yahoo! Messenger, forum on-line, dan formulir on-line.
Barnes dan Vidgen (2004) menggunakan instrumen E-Qual, yang didasarkan pada penelitian dalam ketergunaan (usability), kualitas informasi dan kualitas interaksi layanan, untuk mengevaluasi layanan e-government Departemen Pendapatan Dalam Negeri Inggris. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usability, empati dan personalisasi adalah faktor-faktor penting dalam memahami kebutuhan pembayar pajak secara individual, menyediakan layanan yang diperlukan, dan perangkat untuk hubungan personal.
Rahardjo dkk (2007) menguji fungsionalitas e-government dan fitur situs web yang penting bagi pertimbangan masyarakat Indonesia dalam menggunakan e- government. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mencapai penggunaan Rahardjo dkk (2007) menguji fungsionalitas e-government dan fitur situs web yang penting bagi pertimbangan masyarakat Indonesia dalam menggunakan e- government. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mencapai penggunaan
Hussein dkk (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor organisasi terhadap kesuksesan sistem informasi pada agensi-agensi e-government di Malaysia menggunakan enam faktor organisasional – struktur pengambilan keputusan, dukungan manajemen tingkat atas, penyelarasan tujuan, pengetahuan TI manajerial, gaya manajemen, dan alokasi sumber daya – dan model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean (DeLone dan McLean, 1992). Hasilnya menunjukkan bahwa faktor penyelarasan tujuan adalah prediktor tertinggi kesuksesan sistem informasi, diikuti dengan gaya manajemen dan sentralisasi struktur pengambilan keputusan.
Gupta dan Jana (2003) mengusulkan suatu kerangka kerja yang fleksibel untuk memilih strategi yang tepat untuk mengukur keuntungan e-government yang berwujud (tangible) dan tidak berwujud (intangible). Melalui studi kasus atas New Delhi Municipal Corporation, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mengevaluasi keuntungan e-government, proyek-proyek e-government harus dalam tahapan dewasa dengan menerapkan sistem informasi yang tepat.
Penelitian ini menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan kesuksesan sistem informasi yang telah dibuktikan secara empiris untuk sistem informasi spesifik yang bersifat on-line (situs web). Teori-teori tersebut dikombinasikan dengan praktik-praktik terbaik pengukuran atau pemeriksaan kinerja sistem informasi, untuk kemudian disusun dalam suatu model pemeriksaan kinerja e- Penelitian ini menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan kesuksesan sistem informasi yang telah dibuktikan secara empiris untuk sistem informasi spesifik yang bersifat on-line (situs web). Teori-teori tersebut dikombinasikan dengan praktik-praktik terbaik pengukuran atau pemeriksaan kinerja sistem informasi, untuk kemudian disusun dalam suatu model pemeriksaan kinerja e-
2.2. E-Government
Peningkatan penggunaan internet secara global, yang mengintegrasikan TIK berbasis standar terbuka secara efektif, dikombinasikan dengan reformasi administrasi publik, telah menempatkan e-government sebagai hal penting dalam agenda modernisasi pemerintahan. Tetapi penekanan dari e-government bukan pada “e” melainkan pada “government”, untuk mengingatkan bahwa dalam e- government, tugas utama pemerintah adalah pemerintahan, pekerjaan untuk mengatur seluruh masyarakatnya. Artinya e-government adalah tentang peningkatan dan perbaikan kinerja semua level pemerintahan, tidak sesempit sekedar hanya administrasi publik (Gordon, 2002).
Penggunaan portal World Wide Web (WWW) untuk menciptakan layanan satu atap (one-stop shops) adalah pendekatan e-government yang paling umum untuk memperbaiki penyediaan layanan publik kepada masyarakat. Meskipun begitu, e- government tidak hanya bagaimana memindahkan prosedur atau layanan yang ada ke internet, tetapi lebih kepada bagaimana mentransformasikannya. E-government mewujudkan pergeseran paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik. Pergeseran ini melibatkan transisi dari satu model pelayanan ke model lain dengan perubahan radikal dalam posisi pemerintah terhadap masyarakat dan inisiatif- inisiatif bisnisnya. Masyarakat tidak lagi perlu bertemu secara langsung dengan pemerintah dan tidak perlu tahu siapa yang melayaninya, bahkan dilayani oleh Penggunaan portal World Wide Web (WWW) untuk menciptakan layanan satu atap (one-stop shops) adalah pendekatan e-government yang paling umum untuk memperbaiki penyediaan layanan publik kepada masyarakat. Meskipun begitu, e- government tidak hanya bagaimana memindahkan prosedur atau layanan yang ada ke internet, tetapi lebih kepada bagaimana mentransformasikannya. E-government mewujudkan pergeseran paradigma bagaimana layanan diberikan kepada publik. Pergeseran ini melibatkan transisi dari satu model pelayanan ke model lain dengan perubahan radikal dalam posisi pemerintah terhadap masyarakat dan inisiatif- inisiatif bisnisnya. Masyarakat tidak lagi perlu bertemu secara langsung dengan pemerintah dan tidak perlu tahu siapa yang melayaninya, bahkan dilayani oleh
2.2.1. Definisi
Istilah e-government memiliki arti yang berbeda-beda dan tidak ada definisi yang diterima secara umum (Bhatnagar, 2003). Umumnya definisi-definisi e- government dikelompokkan dalam kategori-kategori dari yang lebih umum ke yang lebih spesifik. Definisi-definisi tersebut umumnya sepakat dalam hal kebutuhan untuk memanfaatkan teknologi, meskipun penekanannya berbeda; perbedaan utamanya adalah bahwa beberapa memandang tujuan mereka dalam istilah “output”, sedangkan yang lain memiliki visi yang lebih luas yaitu “social outcome” (The INTOSAI Standing Committee on IT Audit, 2003).
Penelitian ini menggunakan definisi e-government yang ditawarkan oleh World Bank (2001) dan INTOSAI (The INTOSAI Standing Committee on IT Audit, 2003). Berikut ini adalah definisi e-government menurut World Bank:
“E-government adalah sistem teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang dimiliki atau dioperasikan oleh pemerintah yang mengubah hubungan dengan masyarakat, sektor privat dan atau agen pemerintah lain sedemikian hingga meningkatkan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan pelayanan, memperkuat akuntabilitas, meningkatkan transparansi, atau meningkatkan efisiensi pemerintah.”
Definisi e-government menurut INTOSAI sedikit lebih regulatif, tanpa menjadi terlalu sempit:
“E-government adalah pertukaran informasi pemerintahan secara on-line dengan masyarakat, bisnis dan agen pemerintah lainnya; dan penyediaan layanan secara on-line kepada masyarakat, bisnis dan agen pemerintah lainnya.”
2.2.2. Sektor-sektor E-Government
Menurut Zhou (2001) ada tiga konstituen e-government yaitu: pemerintah, masyarakat dan bisnis. Oleh karena itu, aplikasi e-government dapat dibagi menjadi tiga kategori: Government-to-Government (G2G), Government-to- Business (G2B), dan Government-to-Citizen (G2C) (Young dan Leong, 2003). Inpres Nomor 3 Tahun 2003 juga menggunakan pengelompokan semacam ini dalam mewujudkan strategi e-government nasional. Perluasan terhadap wilayah lain dari e-government yang diusulkan adalah Government-to-Employees (G2E) (General Accounting Office, 2001; Siau dan Long, 2006).
Gambar 2.1 memperlihatkan hubungan antar sektor e-government. G2C dan G2E melibatkan interaksi antara pemerintah dan individu-individu, sedangkan G2B dan G2G terfokus pada interaksi dan kerjasama antara pemerintah dengan organisasi. G2C dan G2B mewujudkan interaksi eksternal dan kolaborasi antara pemerintah dengan institusi-institusi di sekelilingnya, sedangkan G2E dan G2G berkaitan dengan interaksi internal baik antara pemerintah dan pegawainya maupun antar pemerintah pada level-level kepemerintahan horisontal dan vertikal (Gonzales dkk, 2007).
Berikut adalah penjelasan mengenai sektor-sektor e-government dan contoh- contoh penerapannya menurut Carter dan Belanger (2003).
Gambar 2.1. Framework e-government (dimodifikasi dari Siau dan Long, 2006).
G2C memfasilitasi interaksi antara masyarakat dengan pemerintah, misalnya untuk memperbarui surat-surat ijin, lisensi dan sertifikat, membayar pajak, dan mendaftar tunjangan sosial, dengan cepat dan lebih mudah. G2C umumnya menggunakan perangkat seperti situs web atau kios-kios informasi. Tujuan utama menerapkan G2C umumnya adalah untuk menciptakan one-stop shops supaya masyarakat dapat melakukan tugas dan kewajibannya, yang melibatkan banyak instansi pemerintah, tanpa mengharuskan masyarakat untuk menghubungi tiap instansi secara individu.
Penerapan utama G2B adalah proses pengadaan barang dan jasa. Sektor G2B mendapat perhatian yang signifikan, karena tingginya antusiasme sektor bisnis dan potensi untuk mengurangi kos melalui praktik-praktik perbaikan pengadaan Penerapan utama G2B adalah proses pengadaan barang dan jasa. Sektor G2B mendapat perhatian yang signifikan, karena tingginya antusiasme sektor bisnis dan potensi untuk mengurangi kos melalui praktik-praktik perbaikan pengadaan
G2G mewujudkan inti dari e-government. Sektor G2G melibatkan sharing data melalui pertukaran elektronik di antara instansi-instansi pemerintahan. G2G melibatkan pertukaran intra dan antar instansi pemerintah, baik pada level pusat atau nasional, maupun pertukaran antara level pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
G2E dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menghitung tunjangan pensiun, menyediakan informasi tentang kesempatan kerja, dan meningkatkan sharing informasi dan kolaborasi tim.
Selanjutnya penelitian ini menggunakan istilah “masyarakat” yang mengacu pada Consumer, “bisnis” yang mengacu pada Business, dan “pemerintah” yang mengacu pada Government seperti yang digambarkan dalam hubungan antara pemerintah, masyarakat dan bisnis dalam sektor-sektor e-government.
2.2.3. Tahapan-tahapan Kedewasaan
Pengembangan e-government dalam sektor-sektor yang seutuhnya membutuhkan sumber daya yang sangat banyak karena faktor ketidakpastian yang timbul, oleh karena itu pengembangan e-government perlu direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan sasaran yang terukur. Tahapan-tahapan e-government ini tampak dalam strategi keenam yang terdapat pada Inpres Nomor 3 Tahun 2003 dan kerangka kerja INTOSAI.
Penelitian ini menggunakan tahapan-tahapan e-government sebagai obyek evaluasi dan kerangka kerja INTOSAI sebagai acuan teoritis evaluasi.
Strategi keenam pengembangan e-government di Indonesia dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2003 menyebutkan bahwa berdasarkan sifat transaksi informasi dan layanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dilaksanakan melalui empat tingkatan:
a. Tingkat 1 – Persiapan, yaitu pembuatan situs web sebagai media informasi dan komunikasi pada setiap lembaga.
b. Tingkat 2 – Pematangan, yaitu pembuatan web portal informasi publik yang bersifat interaktif.
c. Tingkat 3 – Pemantapan, yaitu pembuatan web portal yang bersifat transaksi elektronis layanan publik.
d. Tingkat 4 – Pemanfaatan, yaitu pembuatan aplikasi untuk layanan yang bersifat G2G, G2B, dan G2C. Kerangka kerja Komite Audit TI INTOSAI (2003) mendeskripsikan
kedewasaan e-government ke dalam empat fase yang berbeda:
a. Fase 1 – Publikasi (Publication): terbatas pada publikasi informasi pemerintah pada situs web.
b. Fase 2 – Interaksi Pasif (Passive Interaction): masyarakat dan bisnis berkomunikasi secara elektronik dengan pemerintah untuk memulai transaksi, tetapi belum dapat menyelesaikannya secara elektronik (misalnya memilih formulir untuk diunduh dan mengisinya secara manual, dan mengirimkan kembali dengan cara-cara konvensional).
c. Fase 3 – Interaksi Aktif (Active Interaction): masyarakat dan pemerintah dapat menyelesaikan transaksi-transaksi dasar secara elektronik.
d. Fase 4 – E-government Sempurna (Seamless E-Government): pencapaian pemberian layanan modern. Fase 3 disesuaikan untuk memampukan baik pemerintah maupun publik (masyarakat dan bisnis) untuk memperoleh nilai yang optimal dari interaksi elektronik mereka.. Menurut Komite Audit TI INTOSAI (2003) tahapan kedewasaan e-
government diperlakukan pada basis tiga dimensi pengukuran: (a) roll-out, (b) kapabilitas suplai (supply capability), dan (c) derajat kerumitan (degree of sophistication ):
Gambar 2.2. Roll-out (The INTOSAI Standing Committee on IT Audit, 2003).
Demand
Supply Capability
Vision
Build Capability
a. Roll-out: Dimensi ini menjelaskan posisi suatu negara – dalam kuadran roll-out seperti Gambar 2.2 – dalam hubungannya dengan tujuan program e-government.
1) Kuadran Demand menjelaskan bahwa telah terjadi konsultasi antara pemerintah dengan masyarakat, bisnis dan penyedia eksternal.
2) Kuadran Vision berarti bahwa sudah ada komitmen, kepemimpinan dan faktor pendorong perubahan yang lain.
3) Kuadran Supply Capability menjelaskan bahwa pemerintah sudah mampu
memberikan layanan e-government (front office).