Teori Kebohongan Gerakan wajah

II.2.5 Teori Kebohongan

David Buller dari AMC Cancer Research Center, Denver dan Judee Burgoon dari University of Arizona, telah melakukan lebih dari selusin percobaan dimana mereka meminta kepada partisipan untuk membohongi orang lain. Para peneliti ini menerangkan bahwa orang sering kali menemukan diri mereka dalam situasi dimana mereka membuat pernyataan yang kurang jujur guna menghindar dari melukai perasaan atau menyerang orang lain, untuk menampilkan kualitas terbaik mereka, untuk menghindar terlibat dalam suatu konflik, atau untuk mempercepat atau memperlambat suatu hubungan David Buller et al., dalam Budyatna, 2011. Dalam hal ini dapat dilihat dari contoh kasus di bawah ini: Anda telah berkencan dengan Pat selama hampir tiga tahun dan merasa sangat dekat dalam hubungan Anda tersebut. Pat kuliah di kota yang berbeda dan keduanya setuju untuk bisa berkencan dengan orang lain. Namun demikian, Pat orangnya sangat besar cemburunya dan suka menguasai. Selama kuliah Anda hanya mengunjungi Pat sekali-sekali tetapi saling menelepon setiap hari Minggu dan berbicara di telepon berjam-jam lamanya. Pada hari Jumat salah seorang teman Anda mengundang Anda untuk pergi ke pesta malam minggu, tetapi pesta itu mengisyaratkan harus dengan pasangan, makanya Anda perlu berkencan dengan wanita lain untuk diajak ke pesta. Tidak mungkin Pat bisa datang selama libur ke tempat Anda. Anda memutuskan untuk mengajak teman sekelas yang Anda juga tertarik padanya sehingga Anda bisa pergi ke pesta. Anda berdua pergi ke pesta dan sangat menikmati pesta itu. Pada Minggu sore, ada yang mengetuk pintu kamar Anda dan ternyata Pat. Ia masuk dan berkata “Saya memutuskan untuk datang dan mengejutkan kamu. Saya telah menelepon kamu tadi malam, tetapi HP kamu tidak aktif. Apa yang sedang kamu lakukan tadi malam?” Steven McCornack, 1992. Buller dan Burgoon membicarakan tiga tipe respon yang Anda akan berikan jika Anda memutuskan untuk tidak menceritakan hal yang sebenarnya. Pertama, Anda dapat berbohong: “Saya sedang di perpustakaan mempersiapkan Universitas Sumatera Utara ujian teori komunikasi.” Kedua, Anda dapat menceritakan hanya sebagian kebenaran dengan membuang bagian-bagian yang penting: “Saya pergi ke pesta di apartemen seorang teman.” Ketiga, Anda bisa dengan sengaja memberikan jawaban yang samar-samar atau bersifat mengelak: “Saya lagi keluar sebentar.” Menurut petunjuk pihak lain yang mempelajari kebohongan verbal, Buller dan Burgoon menamakan tiga strategi dengan label falsifikasi, dan dalih atau falsification, concealment and equivocation. Beda ketiganya ialah bahwa falsifikasi menciptakan khayalan, menyembunyikan sebuah rahasia, dan dalih mengelak atau menghindar dari masalah itu. Ketiganya itu berada dalam payung mengenai konsep kebohongan atau concept of deception, dimana Buller dan Burgoon mendefenisikan sebagai “sebuah pesan yang secara sadar disampaikan oleh si pengirim untuk membantu menciptakan keyakinan atau kesimpulan palsu pada diri penerima” Buller and Burgoon, dalam Budyatna, 2011 Granhag dan Stromwall dalam Budyatna, 2011 membedakannya antara falsifikasi, distorsi dan penyembunyian atau falsification, distortions and concealments. Falsifikasi merupakan kebohongan total dimana segala sesuatu yang diceritakan merupakan kebalikan daripada keadaan yang sebenarnya. Distorsi berangkat dari kebenaran tetapi kurang lebih telah diubah agar sesuai dengan tujuan orang yang berbohong dan dalam kategori ini sering mendapat hal- hal yang berlebihan. Penyembunyian, dimana si pembohong mengatakan tidak tahu walaupun ia tahu atau ia mengatakan tidak ingat walaupun ia ingat, yakni ia dapat menyembunyikan kebenaran. Menurut kedua penulis ini apa yang dikemukakan di atas merupakan kebohongan yang serius dan bukan merupakan kebohongan sosial atau social lies atau dinamakan juga kebohongan yang putih atau white lies yang kebanyakan orang mengatakannya dalam kehidupan sehari- hari baik ditujukan kepada orang lain atau kepada dirinya sendiri. Misalnya, “Ah, bagus amat gaya rambut Anda,” “Hari ini Anda kelihatan cantik,” dan yang ditujukan kepada diri sendiri: “Saya tidak pernah berkhayal mengenai orang lain.” Kembali kepada kasus Pat dengan kekasihnya. Apakah Pat dapat melihat kebohongan itu?. Teori kebohongan antarpribadi mengatakan tidak. Walaupun kebanyakan orang yakin mereka bisa melihat kebohongan itu, adalah sangat diragukan bahwa mitra romantis yang pencemburu merupakan kekecualian Universitas Sumatera Utara Gerald Miller James Stiff, dalam Budyatna, 2011. Berangkat dari asumsi yang populer bahwa komunikasi nonverbal sulit untuk berpura-pura, Pat agaknya akan mengamati ekspresi wajah Anda dan mendengarkan nada suara Anda untuk memperkuat atau melemahkan jawaban Anda. Kebijakan umum memberikan pembenaran untuk menangkap isyarat-isyarat nonverbal bagi isyarat kebohongan. Apabila orang tidak mau menatap langsung ke mata Anda, kita berasumsi bahwa orang itu telah menyembunyikan sesuatu. Kita juga cenderung percaya bahwa tertawa dengan gugup dan berbicara tergesa-gesa mencerminkan rasa takut ketahuan dalam berbohong. Meskipun pemikiran seperti ini merupakan hal yang umum dan wajar, sejumlah besar penelitian mengenai kebohongan menunjukkan bahwa isyarat nonverbal khusus ini bukan merupakan indikator yang dapat dipercaya mengenai kebohongan Miron Zuckerman Robert Driver, dalam Budyatna, 2011. Orang tertawanya tertekan atau tertawa kecil, orang yang bicaranya tergesa-gesa berusaha menghindar dari kontak mata seperti halnya akan menceritakan kebenaran seperti seseorang yang menampilkan isyarat-isyarat yang diterima umum mengenai kesungguhan atau ketulusan hati. Ketika diadakan pengujian di laboratorium jarang orang yang mencapai lebih dari 60 ketepatan dalam kemampuannya menangkap kebohongan, sedangkan hanya secara kebetulan 50 tingkat pendeteksian adalah umum. Jadi, agaknya bahwa Pat tidak akan pernah tahu secara pasti apa yang Anda lakukan dan bagaimana perasaan Anda pada malam minggu itu E.M. Griffin, dalam Budyatna, 2011. Keadaan menempatkan para ilmuwan yang tertarik pada komunikasi antarpribadi dalam kebingungan sejauh mana asumsi, teori dan temuan terdahulu mengenai kebohongan dapat menyamaratakan atau generalize bagi interaksi sosial. Buller dan Burgoon percaya perspektif teori yang baru dijamin untuk menjelaskan bagi kebohongan dan lebih luas lagi, komunikasi yang dapat dipercaya dan yang tidak dapat dipercaya dalam konteks antarpribadi. Model itu memberikan di dalamnya yang menggambarkan usaha mereka untuk mengembangkan perspektif teoritis dimana faktor-faktor individual seperti tujuan, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif adalah perlu tetapi tidak merupakan faktor-faktor yang cukup untuk memprediksi dan menerangkan topografi Universitas Sumatera Utara mengenai pertemuan antarpribadi yang mengandung kebohongan dan mengenai hasilnya. Di dalamnya mereka melakukan pendekatan terhadap masalah secara relasional, mempertimbangkan saling pertukaran mengenai kebohongan dari perspektif diadik dan dialogik daripada perspektif monodik dan monologik. Mereka mengakui sifat kerja sama mengenai episode kebohongan, seperti tindakan-tindakan komunikasi dari mereka yang berinteraksi bukan hanya proses- proses psikologi mereka, merupakan prasyarat bagi perilaku dan interpretasi. Sebagai tambahan, persyaratan kognitif dan perilaku khusus yang menyertai partisipasi aktif ikut diperhitungkan pula. Singkatnya, Buller dan Burgoon menggabungkan prinsip-prinsip kebohongan dengan prinsip-prinsip komunikasi antarpribadi. Model yang telah kedua penulis ciptakan yaitu teori kebohongan antarpribadi atau interpersonal deception theory IDT masih dalam tahap-tahap perkembangan Buller Burgoon, Burgoon, Burgoon Buller, dalam Budyatna, 2011. Nama teori tersebut menentukan kondisi lingkupnya yaitu interaksi antarpribadi dimana keyakinan komunikator adalah jelas atau dipertanyakan. Teori ini telah dikembangkan oleh Buller dan Burgoon dan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pihak lain lebih dari dua setengah dekade ke dalam bidang yang luas dari komunikasi antarpribadi, perilaku nonverbal, pemrosesan pesan, kredibilitas dan kebohongan. Perspektif kedua penulis tersebut tidak menjauhkan diri dari apa yang telah diketahui mengenai kebohongan. Kebohongan atau deception didefenisikan sebagai pesan yang secara sadar disampaikan oleh pengirim atau sender untuk membantu mengembangkan keyakinan atau kesimpulan yang salah oleh penerima Ekman and Knapp Comadena, dalam Budyatna, 2011. Lebih spesifiknya kebohongan terjadi apabila para komunikator mengendalikan informasi berisikan pesan-pesan mereka untuk menyampaikan sebuah makna yang menyimpang dari kebenaran sebagaimana mereka mengetahui atau menyadarinya. Ini berarti menyampingkan kesalahan atau kebohongan yang tidak dimaksudkan. Mitra penerima mengenai kebohongan yaitu pengirim dirasakan sebagai berbohong atau mencurigakan. Kecurigaan atau suspicion mengacu kepada keyakinan yang dianut tanpa bukti yang cukup untuk menjamin kepastian, bahwa ucapan atau tindakan seseorang dapat ditandai Universitas Sumatera Utara sebagai bermuka dua. Kecurigaan terletak di antara kebenaran dan kebohongan, yakni penerima yang curiga tidak merasa pasti apakah pengirim pesan menceritakan hal yang benar atau bohong. Sebagaimana pendekatan para penerima apakah ekstrem mengenai kepastian, ketidakpastian memberi jalan bagi kepastian yang baik dan kecurigaan menjadi berubah ke dalam keyakinan yang mantap tentang kebenaran pengirim, yaitu, penerima “tahu” pengirim adalah jujur atau bohong.

II.3 Kerangka Pemikiran