pada pencapaian sebuah kelompok masyarakat secara keseluruhan; kita akan berbangga hati pada kesamaan dengan anggota kelompok masyarakat yang lain.
Han Shavitt, dalam DeVito, 2009: 40-41. •
Budaya Konteks-Tinggi dan-Rendah
Menurut Gudykunst Ting Toomey; Gudykunst Kimdalam DeVito, 2009: 41 budaya konteks-tinggi adalah juga budaya kolektivis. Budaya konteks-
rendah adalah juga budaya individualis. Budaya ini menempatkan perhatian yang kurang dalam informasi personal dan lebih menekankan verbal, penjelasan
eksplisit dan diatas kontrak tertulis dalam transaksi bisnis. Anggota-anggota dari budaya konteks-tinggi menghabiskan banyak waktu
untuk mengenal satu sama lain antarpersonal dan antarmasyarakat sebelum transaksi penting apapun dilakukan. Anggota budaya konteks-rendah
menghabiskan waktu yang lebih sedikit untuk mengenal satu sama lain, dan karena itu, tidak mempunyai shared knowledge. Kepada anggota budaya konteks-
tinggi, apa yang dihilangkan atau diasumsikan adalah bagian vital dari transaksi komunikasi. Menurut Basso dalam DeVito, 2009: 41,diam, sebagai contoh
sangat bernilai tinggi. Untuk anggota budaya konteks-rendah, apa yang dihilangkan menciptakan ambiguitas, tapi ambiguitas ini adalah sesuatu yang
sederhana yang akan hilang oleh komunikasi langsung dan eksplisit. Menurut Gudykunstdalam DeVito, 2009: 41 untuk anggota budaya konteks-tinggi,
ambiguitas adalah sesuatu yang dihindari; ini adalah tanda bahwa interaksi personal dan sosial tidak terbukti cukup untuk menyusun informasi yang berbasis
sama.
II.2.3 Teori Pelanggaran Harapan
Teori Pelanggaran Harapan atau Expectancy Violations Theory EVT pada mulanya disebut sebagai Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal
NonverbalExpectancy Violations Theory. Teori ini dikembangkan oleh Judee Burgoon untuk memahami komunikasi nonverbal serta pengaruhnya terhadap
pesan-pesan dalam sebuah percakapan. Akan tetapi kemudian Burgoon menghapus kata nonverbal karena sekarang teori ini juga mencakup isu-isu di luar
Universitas Sumatera Utara
area komunikasi nonverbal. Walaupun demikian, dari awal pembentukannya di akhir 1970an, Teori Pelanggaran Harapan telah menjadi teori utama dalam
mengidentifikasi pengaruh komunikasi nonverbal terhadap perilaku. Teori Pelanggaran Harapan Expectancy Violations Theory—EVT,
menyatakan bahwaorang memiliki harapan mengenai perilaku nonverbal orang lain. Burgoon berargumen bahwa perubahan tak terduga yang terjadi dalam jarak
perbincangan antara para komunikator dapat menimbulkan suatu perasaan yang tidak nyaman atau bahkan rasa marah dan sering kali ambigu.
Tulisan awal Burgoon mengenai EVT mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi nonverbal; yaitu, ruang personal dan harapan orang akan
jarak ketika perbincangan terjadi karena ruang personal merupakan konsep inti dari teori ini West dan Turner, 2009 : 154-155
Hubungan Ruang
Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik proxemics. Proksemik membahas cara seseorang menggunakan ruang
dalam percakapan mereka dan juga persepsi orang lain akan penggunaan ruang. Menurut Mark Knapp dan Judith Hall dalam West dan Turner 2009 penggunaan
ruang seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan pesan.
Ruang-ruang orang telah menarik minat peneliti untuk beberapa saat; Burgoon memulai karya awalnya yang membahas EVT dengan mempelajari interpretasi
dari pelanggaran ruang. Burgoon dalam West dan Turner, 2009 mulai dari sebuah premis bahwa
manusia memiliki dua kebutuhan yang saling bertarung: afiliasi dan ruang pribadi.
Ruang personal personal space, menurut Burgoon dapat didefenisikan sebagai
“sebuah ruang tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah yang melingkupi seseorang, yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang
terhadap orang lain.” Burgoon dan peneliti Pelanggaran Harapan lainnya percaya bahwa manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain,
tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu. Hal ini membingungkan, tetapi merupakan dilema yang realistis bagi kita. Sedikit orang dapat hidup dalam
Universitas Sumatera Utara
keterasingan, dan walaupun demikian seringkali orang-orang membutuhkan privasi.
- Zona Proksemik
Teori Pelanggaran Harapan Burgoon banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari seorang antropolog Edward Hall dalam West dan Turner, 2009. Setelah
mempelajari tentang orang-orang Amerika Utara di daerah Timur Laut, Hall mengklaim bahwa terdapat empat zona proksemik, yaitu:
1. Jarak intim, zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0
sampai 18 inci 46 sentimeter. Hall dalam West dan Turner, 2009 mengamati bahwa perilaku-perilaku ini termasuk perilaku
yangbervariasi mulai dari sentuhan misalnya, berhubungan intim hingga mengamati bentuk wajah seseorang. Bisikan yang biasanya
digunakan dalam kisaran jarak intim intimate distance ini dapat
menjadi sangat berpengaruh. Hall menganggapnya sebagai suatu hal yang menarik bahwa ketika warga Amerika Serikat sedang berada
dalam suasana dan lingkungan yang intim tetapi sedang tidak bersama pasangan yang dekat dengan mereka, mereka seringkali berusaha
untuk menciptakan pengalaman yang tidak intim. 2.
Jarak personal, zona spasial yang berkisar antara 18 inci sampai 4 kaki, digunakan untuk keluarga dan teman. Menurut Hall dalam West dan
Turner 2009, perilaku dalam jarak personal personal distance
termasuk bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan seseorang sejauh panjang lengan.
3. Jarak sosial, zona spasial yang berkisar antara 4-12 kaki, digunakan
untuk hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan sekerja. Hall dalam West dan Turner, 2009 menyatakan bahwa jarak
sosial yang terdekat biasanya digunakan di dalam latar sosial yang kasual, contohnya pesta koktail. Walaupun jarak ini tampaknya sedikit
jauh, Hall mengingatkan kita bahwa kita masih dapat melihat tekstur rambut dan kulit pada fase dekat dari kategori ini. Fase yang jauh
biasanya dikaitkan dengan orang yang harus berbicara lebih keras
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan mereka yang ada di dalam fase dekat. Selain itu, fase jauh dapat dianggap sebagai fase yang lebih formal dari fase
dekat. Fase jauh dari jarak sosial memungkinkan seseorang untuk menjalankan berbagai pekerjaan sekaligus.
4. Jarak publik, zona spasial yang berjarak 12 kaki atau lebih dan
digunakan untuk diskusi yang sangat formal seperti antara seorang dosen dan mahasiswa di dalam kelas.
- Kewilayahan
Kewilayahan territoriality adalah kepemilikan seseorang akan sebuah area atau benda. Menurut Altman, Lyman Scott dalam West dan Turner, 2009:
157. Ada tiga jenis wilayah: primer, skunder dan publik. Wilayah primer primary territories merupakan wilayah eksklusif seseorang. Contohnya, ruang
kerja seseorang atau komputer adalah wilayah primer. Wilayah sekunder secondary territories menunjukkan hubungan personal seseorang dengan sebuah
area atau benda. Contohnya, banyak mahasiswa pascasarjana merasakan bahwa perpustakaan kampus adalah wilayah sekunder mereka. Wilayah publik public
territories tidak melibatkan suatu afiliasi personal dan termasuk area-area yang terbuka bagi semua orang—misalnya, pantai, taman, bioskop dan transportasi
umum. Kewilayahan seringkali diikuti dengan pencegahan dan reaksi Knapp
Hall, dalam West dan Turner, 2009. Maksudnya, orang akan berusaha untuk mencegah anda memasuki wilayah mereka atau akan memberikan respon begitu
wilayah mereka dilanggar. Beberapa geng menggunakan penanda wilayah untuk mencegah geng lain melanggar wilayah kekuasaan mereka. Knapp Hall melihat
bahwa jika suatu pencegahan tidak berfungsi dalam mempertahankan wilayah seseorang, orang itu mungkin akan bereaksi dengan cara tertentu, termasuk
menjadi tertantang secara fisik maupun kognitif. Singkatnya, manusia biasanya menandai wilayah mereka dengan empat cara: menandai menandai wilayah kita,
melabeli memberikan simbol untuk identifikasi, menggunakan tanda atau gambar yang mengancam menunjukkan penampilan dan perilaku yang agresif
dan meduduki mengambil tempat terlebih dahulu dan tinggal di sana untuk waktu
Universitas Sumatera Utara
yang paling lama dari orang lain Knapp, dalam West dan Turner, 2009: 157- 158.
Gambar II.7 Contoh Kewilayahan
Sumber: DeVito 2011 : 220
Asumsi Teori Pelanggaran Harapan
Teori Pelanggaran Harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam
sebuah percakapan. Selain itu, terdapat tiga asumsi yang menuntun teori ini West dan Turner, 2009 : 158:
• Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia
• Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari
• Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal
Asumsi pertama menyatakan bahwa orang memiliki harapan dalam interaksinya dengan orang lain. Dengan kata lain, harapan mendorong terjadinya
interaksi. Harapan expectancy dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku
yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Judee Burgoon dan Jerold Hale dalam West dan Turner, 2009 menyatakan bahwa ada
dua jenis harapan: prainteraksional dan interaksional. Harapan prainteraksional pre-interaksional-expectatio mencakup jenis pengetahuan dan keahlian
Universitas Sumatera Utara
interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum ia memulai sebuah percakapan. Harapan interaksional interaksional expectation merujuk pada
kemampuan seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri. Kebanyakan orang mengharapkan orang lain untuk menjaga jarak sewajarnya dalam sebuah
percakapan. Hal ini menuntun kita pada asumsi EVT yang kedua—bahwa orang
mempelajari harapannya melalui budaya secara luas dan juga individu-individu dalam budaya tersebut. Misalnya, di Amerika hubungan antara profesor dengan
mahasiswa didasari rasa hormat profesional. Individu-individu dalam sebuah budaya juga berpengaruh dalam
mengomunikasikan harapan. Burgoon dan Hale dalam West dan Turner, 2009 menyatakan bahwa sangat penting bagi kita untuk memperhatikan perbedaan-
perbedaan berdasarkan pengetahuan awal kita mengenai orang lain, sejarah hubungan kita dengan mereka dan observasi kita.
Asumsi yang ketiga terkait dengan prediksi yang dibuat oleh orang mengenai komunikasi nonverbal. Pada titik ini, sangatlah penting untuk
menunjukkan sebuah pandangan yang terkandung dalam teori ini: orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal orang lain.
II.2.4 Teori Pengurangan Ketidakpastian