Hasil Wawancara dan Pengamatan terhadap Enam Informan

Tabel IV.1 Data Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Angkatan 2010 Menjadi Informan No Inisial Jenis Kelamin LP Angkatan 1. PRA P 2010 2. MA P 2010 3. TP P 2010 4. CNC P 2010 5. MFK L 2010 6. KAS L 2010 Sumber : Hasil Penelitian

IV.1.2 Hasil Wawancara dan Pengamatan terhadap Enam Informan

Informan 1 NamaInisial : PRA Usia : 20 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Senin, 20 Januari 2014 PRA adalah informan yang pertama kali peneliti wawancarai. Awalnya, peneliti menemui kendala dengan waktu. Malam tanggal 19 Januari 2014 peneliti menghubungi PRA untuk menanyakan kesediaannya untuk diwawancarai. Pada saat itu, PRA yang menentukan waktu wawancara. PRA memilih jam dua siang besoknya. Keesokan harinya peneliti kembali menghubungi PRA, namun PRA mengaku tidak bisa karena ada urusan mendadak. Mau tidak mau wawancara harus ditunda dan PRA baru bisa diwawancarai lusa. Ternyata tidak lama setelah itu, PRA kembali menghubungi peneliti bahwa PRA tidak jadi pergi dan bisa melakukan wawancara pada hari itu juga. Universitas Sumatera Utara Wawancara berlangsung di kampus FISIP USU tepatnya di sekretariat PIJAR. Peneliti mencoba untuk membuat suasana santai saat melakukan wawancara agar informasi yang dibutuhkan bisa lebih dalam. PRA antusias dalam menjawab pertanyaan dari peneliti karena informan mengaku senang memperhatikan komunikasi nonverbal dosen ketika di dalam kelas. Peneliti memilih PRA sebagai informan karena ia masuk ke dalam kategori subjek yang telah ditentukan. Di samping itu, PRA juga seorang mahasiswa yang aktif ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Namun ada dosen yang tidak begitu PRA ketahui komunikasi nonverbalnya karena PRA tidak pernah diajar langsung oleh dosen tersebut. Sehingga PRA hanya dapat menyebutkan komunikasi nonverbal dosen tersebut secara singkat sekedar apa yang pernah PRA lihat secara kasat mata. “Secara umum saya suka, dosen Komunikasi itu secara keseluruhan nggak ada yang kayak persepsi saya sebelum masuk kampus. Jadi nggak ada dosen killer, nggak ada dosen yang tukang apa ya, maksudnya kayak minta bayar- bayaran gitukan. Dulu persepsi aku kayak gitu tentang dosen tapi ternyata di Komunikasi nggak.” PRA menganggap dosen di Departemen Ilmu Komunikasi itu santai dan tidak terlalu menjaga jarak dengan mahasiswanya. Banyak dosen Komunikasi yang mau dipanggil Abang walaupun pada awalnya PRA merasa tidak sopan, tetapi setelah dilalui PRA mulai merasa biasa saja bahkan menurutnya bisa lebih mendekatkan dia kepada dosen yang bersangkutan. Berbicara mengenai komunikasi nonverbal dosen Komunikasi masih ada yang perlu ditonjolkan menurut PRA. Meskipun komunikasi itu terjadi secara alamiah, namun bisa dilatih dalam penggunaannya agar komunikasi yang digunakan sesuai pada tempatnya dan dapat memberikan kesan baik bagi si dosen. “Walaupun kita tahu nonverbal itu nggak bisa dirancang artinya nonverbal itu nggak bisa diset, cuma aku pikir bisa dipakai ya, gitu. Nonverbal itu bisa dipakai walaupun tanpa sadar gitu. Misalnya kayak dilatih suara. Suara itu mulai dinaikin kalau untuk menekankan materi-materi yang cukup penting itu pakai pitch-pitch yang tinggi atau kalau dia perlu untuk mengajak kesadaran mahasiswanya suaranya diturunin. Suaranya lebih mendayu-dayu atau mengajak. Lebih ke situ sih suara. Ya kayak gitu sih ketepatan waktu ya, apa namanya kronemik itu juga sih.” Universitas Sumatera Utara PRA mengakui kalau kemampuan dosen Komunikasi dalam menerapkan komunikasi nonverbal masih kurang. Masih banyak terjadi miss dalam penerapannya. Banyak dari mahasiswa yang salah menafsirkan komunikasi nonverbal dosen ketika mereka mengajar di kelas. Gadis berjilbab ini juga mengungkapkan kalau dirinya jarang melihat dosen Komunikasi melakukan komunikasi nonverbal ketika mereka mengajar maupun di kehidupan mereka sehari-hari di kampus. Hari semakin sore namun wawancara masih terus berlanjut. Agar wawancara tidak membosankan, peneliti menyelingi tanya jawab dengan candaan- candaan yang bisa membuat informan tertawa. Namun peneliti harus tetap fokus terhadap apa yang ingin ditanyakan. Ketika peneliti bertanya mengenai adakah perbedaan komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh dosen yang berbeda suku di Departemen Ilmu Komunikasi, PRA hanya menjawab dengan singkat. “Nggak, kan nonverbal itu nggak ngeliat-liat suku.” Dalam komunikasi ada beberapa fungsi komunikasi nonverbal salah satunya adalah fungsi melengkapi informasi yaitu mengulangi apa yang telah dikatakan secara verbal. Menurut PRA fungsi ini sebagian dari dosen ada yang melakukan dan ada juga yang tidak. Banyak dosen ketika mengajar hanya menggunakan verbalnya saja. Mungkin karena mereka menganggap mahasiswanya adalah anak Komunikasi yang pastinya sudah banyak mengerti tentang apa yang dikatakan dengan komunikasi. “Kayak mana ya, separoh ada separoh nggak gitu. Tapi banyak yang ini sih, mungkin karena orang komunikasi ya jadi ngomong tapi nonverbalnya kurang dimainkan peranannya.” Cewek kelahiran 20 tahun yang lalu ini pastinya memiliki segudang cerita selama dia belajar di Departemen Ilmu Komunikasi. Tidak hanya itu, kebiasaan- kebiasaan mahasiswa baik itu yang bersifat positif maupun negatif sudah menjadi pandangan yang biasa baginya. Salah satu kebiasaan mahasiswa yang tidak pernah hilang adalah ketika jam mata kuliah sudah habis, banyak cara mahasiswa menunjukkan isyarat kepada dosen agar kuliah segera diakhiri. Ada yang mulai membereskan buku, duduk mulai gelisah dan ada juga yang mulai mengobrol dengan teman di sampingnya. Isyarat ini cepat ditangkap oleh dosen Komunikasi, Universitas Sumatera Utara karena sebagian besar dari mereka sudah memahami nonverbal yang ditunjukkan oleh mahasiswanya. Di sisi lain, meskipun mereka adalah dosen Ilmu Komunikasi, masih banyak dosen yang belum bisa menyembunyikan emosi dan perasaan mereka ketika mengajar. Misalnya ketika mahasiswa tidak mengerjakan tugas, terkadang tanpa mereka sadari amarah yang mereka tampilkan tidak terkontrol sehingga dapat menimbulkan kesan yang kurang baik di mata mahasiswa. Contoh lain ketika mereka memiliki masalah di luar kampus, ada beberapa dosen yang tanpa dia sengaja memperlihatkan masalahnya, seperti kebanyakan diam, tidak mood mengajar ataupun dari raut wajah yang malas dan kening yang berkerut. Pembicaraan semakin lama semakin menarik karena banyak hal yang terungkap di sini. Mungkin selama ini mahasiswa hanya bisa melihat, tapi dengan adanya penelitian ini mahasiswa diberi peluang untuk menyampaikan persepsi mereka terhadap perilaku dosen khususnya perilaku mereka dalam komunikasi nonverbal. PRA juga mengungkapkan pendapatnya tentang peran perilaku komunikasi nonverbal dosen Komunikasi dalam mengekspresikan kekuasaannya, kendali dan dominasi. “Kalau yang dosen-dosen yang suka mendominasi itu bisanya dia cenderung suaranya digedein. Suara dia paling besar kami suaranya nggak boleh besarkan. Terus habis itu pakai disiplin kelas misalnya dalam kelas dia nggak boleh ngomong, nggak boleh ribut gitu, atau sama dia nggak boleh banyak nanya kayak gitu, habis itu ada sih yang misalnya kayak cara duduk ya, kalau aku memperhatikannya cara duduk gitu ada yang mungkin kekuasaannya ini lebih keliatan kalau orang duduknya ngangkang gitu, itu keliatan dia lebih menguasai sesuatu atau kakinya dinaikkan itu biasanyakan kelihatan dia berkuasa gitu lo, lebih kuat dari orang yang di depan dia.” Wawancara sempat terhenti sejenak karena salah seorang teman PRA datang dan mengajak PRA mengobrol. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena informan menyampaikan kepada temannya bahwa dia sedang ada wawancara dan tidak bisa mengobrol lama. Peneliti kemudian melanjutkan wawancara dengan mengajukan pertanyaan mengenai kinesics yaitu kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan badan. Menurut PRA ada beberapa bentuk komunikasi nonverbal dalam hal ini kinesics yang sering digunakan oleh dosen dan pernah terlihat oleh PRA, ada yang jarang namun ada juga yang tidak pernah terlihat. Biasanya yang sering terlihat oleh PRA adalah Universitas Sumatera Utara isyarat kinesics seperti ilustrator dan affect display. Kemudian yang jarang terlihat ada emblim dan regulator, dan yang tidak pernah terlihat oleh informan adalah isyarat adaptor. “Paling isyaratnya itu kayak mana ya kalau lagi ngejelasin kuliah itu khasnya orang Medan. Sambil cerita nanti sambil ngasih efek-efek misalnya kayak terjadi tabrakan gitu “puaak” tangannya dipukulin kayak gitu. Terus habis itu untuk menggambarkan suasana yang sedikit panas gitu, apa ya banyak main di tangan sih.” Di samping gerakan-gerakan seperti itu, PRA juga memberikan penjelasan mengenai gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna emosional atau yang sering dikenal dengan isyarat affect display. Dia mengatakan affect display yang sering digunakan oleh dosen Komunikasi yang dominan adalah gerakan-gerakan wajah yang memperlihatkan rasa gembira atau rasa senang. “Nggak pernah sih aku ketemu dosen masuk ke kelas dalam keadaan lagi marah-marah. Dosen komunikasi ya, yang lain mungkin adalah. Tapi kalau dosen Komunikasi nggak pernah sih kalau masuk kelas dalam keadaan ngambek, takut, sedih, marah itu nggak ada.” Di dalam kelas banyak cara yang digunakan oleh dosen untuk menarik perahatian mahasiswanya. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan melakukan kontak mata. Secara psikologis ketika seseorang melakukan kontak mata dengan kita, secara otomatis pusat pandangan kita akan tertuju kepada dia. Dengan demikian, ketika dosen melakukan kontak mata fokus mahasiswa akan tertuju kepada dosen. Tidak hanya itu, kontak mata juga dapat menambah konsentrasi kita dalam proses belajar mengajar. Untuk itulah mengapa dosen Komunikasi sering melakukan kontak mata. Selain kontak mata, cara lain yang dilakukan oleh dosen untuk menarik perhatian mahasiswanya adalah dengan menggunakan komunikasi ruang proksemik. Ada beberapa dosen yang menggunakan jarak pribadi untuk lebih dekat dengan mahasiswanya. Cara yang mereka lakukan dengan berjalan-jalan memutari kelas sambil sesekali menyentuh pundak atau ujung jari mahasiswanya. Tidak banyak dosen yang menggunakan jarak pribadi, mayoritas dosen menggunakan jarak sosial berkisar antara 125 cm sampai 4 m. Namun dosen yang menggunakan jarak sosial ini memiliki cara lain untuk menarik perhatian mahasiswanya. Cara yang mereka lakukan adalah dengan gerak isyarat atau Universitas Sumatera Utara gesture, ada juga yang menggunakan isyarat paralanguage seperti tinggi rendahnya nada, keras lembutnya nada, kecepatan berbicara maupun kualitas bunyi dari suara. Selanjutnya, berbicara masalah penampilan dosen Komunikasi berpenampilan lebih simple. Mulai dari pakaian, aksesoris, warna dan bau-bauan yang mereka pilih tidak terlalu mencolok. “Dosen komunikasi itu bedanya lebih simple dalam berdandan nggak riweh gitu, nggak ribet.” Kesimpulan Kasus Banyak ragam dan cara dosen Komunikasi dalam berpenampilan. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka berpakaian, aksesoris yang mereka pakai hingga mobil yang mereka bawa. Namun secara keseluruhan dosen Komunikasi tidak terlalu mencolok dalam hal ini. Dalam hal pemilihan warna dosen Komunikasi juga tidak terlalu mencolok. Mereka lebih memilih warna-warna yang lembut namun tetap terlihat elegant. Dalam hal penggunaan waktu menurut PRA dosen Komunikasi sebagian besar sudah memenuhi ketetapan dari Fakultas. Namun tetap saja ada yang melanggar ketetapan itu meskipun hanya sebagian kecil. Itupun tidak terlalu berpengaruh karena keterlambatannya masih bisa ditoleransi. Berbicara mengenai ekspresi wajah, dosen Komunikasi selalu ceria. Sehingga mahasiswa tidak takut untuk bertemu dosen ketika di luar kelas. Bahkan banyak dosen dengan jarak pribadi yang dia gunakan memposisikan dia bukan sebagai dosen tapi sebagai seorang teman bagi mahasiswanya. Secara keseluruhan PRA menganggap komunikasi nonverbal dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU mayoritas sudah cukup baik, meskipun masih ada beberapa dosen yang belum bisa menggunakan komunikasi nonverbal sesuai pada tempatnya. Namun itu hanya sebagian kecil dari dosen Komunikasi karena PRA menganggap dosen Komunikasi pastilah tahu banyak tentang komunikasi nonverbal. Universitas Sumatera Utara Informan 2 NamaInisial : MA Usia : 22 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Jumat, 24 Januari 2014 Peneliti mendapatkan informan kedua ini dengan bertanya langsung kepada MA sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. MA termasuk salah satu di dalam kriteria tersebut. Tidak ada kesulitan berarti bagi peneliti ketika menanyakan kesediaan MA untuk dijadikan sebagai informan. Menurut MA tidak ada salahnya saling membantu sesama teman. Pada saat peneliti menemui MA, peneliti mendapatkan MA sedang makan siang di kantin. Peneliti menunggu MA hingga selesai makan dan akhirnya wawancarapun dimulai. MA adalah salah satu mahasiswa yang cukup aktif di dalam kelas maupun di dalam organisasi sehingga banyak dosen-dosen yang mengenal MA secara pribadi. Selama lebih kurang empat tahun MA kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi, secara umum dosen Ilmu Komunikasi bagus dan benar-benar pantas disebut dosen Ilmu Komunikasi. Menurutnya, dosen komunikasi sangat peduli dan benar-benar memperhatikan mahasiswanya. Sebagian besar dari mereka juga sangat menjaga kedekatan dengan mahasiswa meskipun ada beberapa dosen yang tidak memperdulikan hal itu. “Biasanya mereka sangat menjaga ibaratnya masalah proximity atau kedekatan itukan kadang penting bagi orang, jadi banyak dosen yang dia justru sangat-sangat aware sama proximity, jadi dia bener-bener tau ketika jarak segini itu ternyata mahasiswa “aku benar-benar diperhatikan dosen,” tidak hanya sebatas “ya udah saya ngajar” nggak hanya sebatas itu. Jadi ada dosen-dosen yang dia sangat menjaga keintiman, jadi dia bener-bener datangi si mahasiswa, bukan datangi buat bertanya ya, tapi untuk mendekati. Contohnya kayak Bu Mazda dan Bang Hendra. Jadi kita merasa bener-bener “Oh iya, dia memang benar-benar menyampaikan pesannya itu sengaja ke semua arah.” Berbicara mengenai komunikasi nonverbal, justru MA mengaku tidak semua dosen yang komunikasi nonverbalnya itu sama dengan komunikasi Universitas Sumatera Utara verbalnya. Maksudnya, kadangkala bahasa tubuh itu lebih jujur dari pada bahasa yang dikeluarkan oleh mulut kita. “Kalau dibilang masalah komunikasi nonverbal justru tidak semua dosen yang komunikasi nonverbalnya itu sama dengan komunikasi verbalnya. Maksudnya gini, kadangkan bahasa tubuh lebih jujur dari pada bahasa yang dikeluarkan oleh mulut kita. Nah, jadi kadang bahasa mulut kita ngasih tau yang ini, si dosen ini tapi bahasa tubuhnya ngasih tau yang lain, yang berbeda.” Berdasarkan pengalaman MA, ada beberapa dosen yang sudah menerapkan komunikasi nonverbal sesuai pada tempatnya dan ada beberapa yang tidak. Contohnya, pada saat itu ada seorang dosen yang mengacungkan jari tengahnya saat mengajar di dalam kelas. Padahal di Amerika mengacungkan jari tengah menunjukkan bahwa si pembicara tidak menyukai orang yang dibicarakannya. Meskipun MA tidak mengetahui pasti apakah kesepakatan universal bahwa komunikasi nonverbal itu memang sudah universal di segala daerah tanpa memikirkan budaya atau tidak. “Bu Fatma pernah sih tidak menyesuaikan dengan ini yang ada, yang pernah saya lihat ya. Untuk komunikasi nonverbal sendiri sebenarnya, saya nggak tau itu benerkah kesepakatan universal bahwa komunikasi nonverbal itu memang ya gerakan tangan atau segala macamnya itu udah universal di segala daerah tanpa memikirkan budaya karena kalau saya pernah nonton film ketika seseorang berbicara soal orang lain dan saat itu salah satu jari tangannya, maaf jari tengahnya mengacung itu ditandakan bahwa si pembicara tidak menyukai calon yang dibicarakannya. Nah, saat itu saya berpikir, jari tengah yang mengacung itukan adalah kata-kata yang tidak bagus di Amerika sana, apakah sesuai dengan budaya kita di Indonesia itu saya kurang tau. Tapi Bu Fatma pernah mempraktekkan hal seperti itu.” Berbicara mengenai jarak proksemik, ada beberapa dosen yang sangat mengerti untuk menciptakan keakraban itu. Cara yang dia lakukan adalah dengan mendekati dan mengajak mahasiswa berbicara dengan topik pembicaraan yang bersifat pribadi. Namun ada beberapa dosen yang memang menjaga jarak untuk memperlihatkan kekuasaan, kendali dan dominasi mereka. “Menurut saya itu masalah proximity, masalah kedekatan. Jadi, masalah jarak itu bisa menjelaskan banyak hal ibaratnya antara yang berbicara dan yang mendengarkan. Jadi kebanyakan rata-rata yang berbicara posisinya kelihatan lebih berkuasa dari yang mendengarkan. Nah, ada beberapa dosen yang dia bener-bener menjaga jaraknya sama mahasiswa. Contohnya Bu Inon, dia ya duduk aja di tempat duduknya. Seolah-olah dia memang bener- bener “Saya dosen, kalian mahasiswa,” seperti itu. Kemudian seperti postur Universitas Sumatera Utara tubuh. Bu Inon sering sekali saya lihat membusungkan dada nggak tau apa maksudnya. Selain Bu Inon ada Pak Danan.” Banyak hal yang menarik ketika kita membahas komunikasi nonverbal. Salah satunya adalah mengenai postur tubuh dosen di Ilmu Komunikasi. Menurut cewek yang hobi baca ini, kebanyakan dosen Komunikasi memiliki postur tubuh endomorphy dimana endomorphy adalah mereka yang memiliki bentuk tubuh pendek, bulat dan gemuk. Hal menarik lainnya yang dapat dilihat adalah dalam segi penggunaan waktu, rata-rata dosen Ilmu Komunikasi saat kuliah mereka tidak bisa melaksanakan waktu yang telah ditentukan oleh pendidikan. Mayoritas dari dosen juga tidak tepat menggunakan waktu dalam proses belajar mengajar. Ada dosen yang terlambat masuk, cepat keluar dan bahkan sudah terlambat masuk kemudian keluar kelas lebih awal. Penggunaan waktu yang paling tidak efektif terlihat pada saat kuliah pengganti yang sering dilaksanakan pada sore hari. Berbicara mengenai komunikasi nonverbal, kita tidak bisa terlepas dari bentuk komunikasi nonverbal yang satu ini yaitu kontak mata. Kontak mata sangat diperlukan untuk menjaga komunikan agar tetap fokus kepada komunikator. Hal ini juga yang dilakukan oleh dosen Ilmu Komunikasi. Kontak mata yang mereka lakukan seperti menatap mahasiswa dengan waktu yang cukup lama, dapat memastikan apakah si mahasiswa itu benar-benar memperhatikan mereka atau tidak. “Yang sering melakukannya itu biasanya Bu Mazda, Bang Hendra” Hal lain yang tidak bisa terlepas dari komunikasi nonverbal adalah ekspresi wajah. Banyak macam ekspresi wajah yang ditampilkan oleh dosen Komunikasi baik ketika mengajar di dalam kelas maupun di kehidupan sehari-hari mereka di kampus. Menurut MA ada dosen yang serius, ada yang memang senang mengajar, dan ada yang peduli tidak peduli. “Kalau seneng sih biasanya Bu Mazda. Kayaknya humble gitu, ramah. Emang passionnya gitu ngajar. Kalau yang kayaknya yang penting ngajar aja gitu Bu Inon. Kalau yang serius itu Pak Humaizi. Yang berpikir “Ah terserah orang ini,” itu Pak Suwardi. Yang seneng ngajar itu juga Kak Emil.” Waktu terus berjalan, pembicaraanpun semakin lama semakin hangat. Semua uneg-uneg yang selama ini terpendam, MA salurkan lewat penelitian ini. Universitas Sumatera Utara MA merasa senang bisa terpilih sebagai informan karena menurutnya dia senang memperhatikan komunikasi nonverbal dosen ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Dia berharap apa yang disampaikannya ini bisa menjadi bahan introspeksi bagi dosen untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya. Dia ingin tidak ada lagi dosen yang peduli tidak peduli dengan mahasiswanya. Meskipun secara verbal mereka berbicara di dalam kelas, namun ada beberapa dosen secara gesturenya sangat terlihat bahwa mereka mengajar hanya karena dibayar. Kesimpulan Kasus Kemampuan komunikasi nonverbal dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup mempuni meskipun ada beberapa dosen yang tidak terlalu mempedulikan hal itu. Penggunaan komunikasi nonverbal dosen Komunikasi pada saat mengajar di kelas menurut MA dikategorikan sering. Mayoritas yang sering melakukan komunikasi nonverbal adalah dosen yang berjenis kelamin perempuan. Penggunaan komunikasi nonverbal oleh dosen yang berjenis kelamin perempuan berbeda dengan dosen yang berjenis kelamin laki-laki. Selain jenis kelamin, faktor yang membedakan penggunaan komunikasi nonverbal oleh dosen juga dapat dilihat pada usia, namun untuk suku tidak terdapat perbedaan menurut MA. Dalam penggunaan komunikasi nonverbal yang disengaja, ada beberapa dosen yang sudah sesuai pada tempatnya dan ada juga yang tidak. Dalam hal penggunaan warna, dosen Komunikasi suka menggunakan warna-warna yang netral. Selama MA belajar di Departemen Ilmu Komunikasi dia sudah cukup banyak tahu tentang kepribadian dosen di sini. Ada beberapa dosen yang menjaga jarak dengan mahasiswanya dan ada beberapa dosen yang mendekatkan diri pada mahasiswanya. Dosen yang menjaga jarak bisa dilihat dari komunikasi ruang yang dia tampilkan. Bisanya mereka menggunakan jarak sosial antara 125 cm hingga 4 meter. Sedangkan dosen yang mendekatkan diri dengan mahasiswanya terlihat sangat peduli dan terkadang melakukan sentuhan-sentuhan seperti menyentuh bahu, tangan bahkan pelukan. Universitas Sumatera Utara Informan 3 NamaInisial : TP Usia : 20 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Jumat, 24 Januari 2014 TP adalah salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi yang berhasil peneliti jadikan informan ketiga. TP mengetahui semua dosen Ilmu Komunikasi dan merupakan mahasiswa yang cukup aktif di kelas. Selain aktif di kelas, TP juga aktif di berbagai organisasi baik di dalam maupun di luar kampus. Tingkat kehadiran TP juga tinggi meskipun ada salah satu mata kuliah yang jarang dia ikuti. Menurutnya cara pengajaran dosen tersebut sangat membosankan, sehingga dia sering mengurungkan niat untuk mengikuti mata kuliah dosen tersebut. TP memiliki ciri fisik dengan tubuh mungil, berjilbab dan menggunakan kacamata. Ketika peneliti menanyakan kesediaannya untuk menjadi informan, TP langsung menyetujui namun dia tidak bisa diwawancarai dalam waktu dekat dikarenakan kesibukannya dengan organisasi. TP dan peneliti sama-sama sedang dalam pengerjaan tugas akhir. Peneliti juga sangat memaklumi kesibukan TP pada saat ini. Peneliti terus berusaha untuk menanyakan kepada TP kapan waktu kosong yang memungkinkan untuk diwawancarai. Setelah lebih kurang satu bulan, akhirnya TP menghubungi peneliti dan bersedia untuk diwawancarai. Namun ada kendala pada saat itu, pagi tanggal 24 Januari TP ada urusan mendadak dan pada akhirnya wawancara baru bisa dilakukan pada sore harinya. Wawancara berlangsung di kos TP di perumahan dosen jalan Universitas pintu 1 USU. Hal pertama yang peneliti tanyakan adalah bagaimana persepsi TP terhadap dosen Ilmu Komunikasi. TP mengatakan bahwa dosen Komunikasi sudah cukup menggambarkan bagaimana seorang dosen yang bekerja di sebuah Universitas atau di lembaga pendidikan. Dosen Komunikasi juga memiliki kualitas yang cukup baik dalam hal mengajar baik itu secara verbal maupun nonverbal dibandingkan dengan dosen jurusan lain yang ada di FISIP USU. Universitas Sumatera Utara Dalam menerapkan komunikasi nonverbal ketika mengajar maupun di luar kelas kemampuan dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup baik. Hal ini terlihat jelas ketika dosen Komunikasi berusaha menjaga image ataupun penampilan untuk memberikan kesan yang baik kepada mahasiswanya namun tetap dalam ritme yang terkontrol. Selain itu, dosen Komunikasi juga lebih elegant dan cukup menjaga verbalnya ketika berbicara. Menurut TP itulah hal yang membedakan dosen Komunikasi dengan dosen-dosen jurusan lainnya. “Dan aku pikir kemampuan dosen Ilmu Komunikasi dalam menggunakan Komunikasi nonverbal sudah cukup apik, jadi kayak jaga image di depan umum itu kelihatan. Tapi, kita sebagai mahasiswa sudah bisa liat Komunikasi nonverbalnya baiklah. Mereka kalau jaga kesan baik ritmenya terjaga, maksudnya terjaga itu nggak ini lo, beda lo dosen Komunikasi dengan dosen jurusan lain. Kalau dosen jurusan lain kadang kita langsung bisa bedain dosen Komunikasi biasa lebih elegant, terus kalau ngomong nampak gitu kalau orang Komunikasi yang ngomong dijaga. Kalau yang nggak baik aku rasa nggak ada sih kalau dalam konteks pendidikan, sudah cukup baiklah.” Dosen komunikasi tergolong sering melakukan komunikasi nonverbal baik disengaja maupun tidak. Meskipun secara keseluruhan penerapannya sudah baik, namun masih ada dosen yang tidak menggunakan itu pada tempatnya. Menurut cewek yang sangat suka dengan warna hijau ini, terkadang masih ada dosen yang mengekspresikan rasa marahnya di depan umum secara berlebihan. Hal ini terkesan tidak baik kepada diri si dosen itu sendiri. “Untuk beberapa dosen iya, penggunaannya sudah sesuai tempat. Ada yang beberapa tidak. Kadang untuk seorang dosen yang mau marah-marah di depan umum aku rasa itu belum sesuai pada tempatnya, gitu. Marah dalam hal apa?. Kadang mereka untuk spesifikasi nonverbalnya sendiri kayak contoh Bang Hendra nih, kalau dia memang lagi nggak mood ya bentuk marahnya di depan umum itu suka ngelayasi mahasiswanya atau melengos gitu aja nggak diterge, gitu.” Adzan berkumandang menunjukkan bahwa sudah masuk waktu sholat maghrib. Peneliti menunda beberapa saat untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim, begitu juga dengan TP. Setelah selesai sholat, peneliti kembali bertanya kepada TP mengenai perbedaan komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh dosen yang berbeda suku. Menurutnya jelas ada perbedaan karena persepsi itu dilahirkan dari perbedaan kepercayaan, sikap, nilai, organisasi dan sebagainya. “Ya jelas ada, karna aku juga baru belajar tentang persepsi. Persepsi itu dilahirkan dari perbedaan kepercayaan, sikap, nilai, organisasi dan Universitas Sumatera Utara sebagainya. Jadi kalau aku bilang itu beda pasti ada. Kalau contohnya kayak yang dari Batak misalnya, kayak misalnya Bang Hendra. Kalau ngomong Hendra Harahap itu Batakkan. Kalau ngomong di kelas ya ngomong dengan vokal yang tinggi atau suara yang keras gitukan. Memang dari bawaan sukunya yang kayak gitu. Beda dengan ibu Lusiana yang lebih mendayu- dayu, kalau Bu Lusianakan Melayu, jadi kalau ngomong, walaupun kayak gitu dia tetap tegas, tetap ada perbedaan.” Komunikasi nonverbal yang dilakukan dosen Komunikasi beragam bentuknya. Terlihat jelas ketika dosen Ilmu Komunikasi dalam menunjukkan peran perilaku komunikasi nonverbal dalam mengekspresikan kekuasaan, kendali dan dominasi. Dalam hal itu, banyak cara yang dilakukan oleh dosen Komunikasi seperti meninggikan nada suara, memberikan pertanyaan tiba-tiba bahkan ketika kelas sedang ribut, cukup hanya dengan dosen tersebut diam mahasiswa Komunikasi biasanya sudah mengerti apa yang dimaksudkan oleh dosen tersebut. Selama TP belajar di Komunikasi, menurutnya dosen Ilmu Komunikasi sering melakukan kontak mata. Kontak mata yang mereka lakukan beragam, ada dosen yang melakukan kontak mata hanya tertuju pada salah satu mahasiswa yang aktif di dalam kelas saja, ada yang menggunakan kontak matanya untuk memantau kelas secara keseluruhan dan ada dosen yang melakukan kontak mata hanya dengan mahasiswa yang duduk di depan mereka bahkan ada juga dosen yang jarang melakukannya. Berbicara mengenai ekspresi wajah, menurut TP ekspresi wajah dosen Ilmu Komunikasi netral, artinya ketika dosen sedang dalam keadaan senang ekspresi yang mereka tunjukkan adalah senyum. Sebaliknya, ketika dosen dalam keadaan mood yang kurang baik mereka akan menunjukkan ekspresi yang kurang bersahabat. Di samping dari kedua hal itu, mereka biasanya menggunakan ekspresi wajah ketika mereka menceritakan pengalaman hidup dan ketika mencerna pertanyaan dari mahasiswa. “Biasanya ada netral, ada yang senyum, tergantung mood. Kalau mood mereka lagi baik, baiklah itu. Tapi kalau mood mereka buruk, ya udah. Kadang mau baru masuk langsung keluar.” Hari semakin malam, perutpun mulai keroncongan. Peneliti dan Tp memutuskan untuk menunda wawancara dan pergi ke salah satu tempat makan yang ada di dekat kost TP. Tidak butuh waktu lama untuk menghabiskan makanan Universitas Sumatera Utara mengingat waktu yang tidak memungkinkan untuk peneliti berada lama di kost TP, sebab peraturan di kost TP tamu tidak boleh lebih dari jam 22.00 malam. Peneliti kembali mengupas hal-hal selama ini yang menjadi tujuan penelitian. Salah satunya adalah mengenai bentuk komunikasi nonverbal oleh dosen Ilmu Komunikasi dalam kaitannya dengan komunikasi ruang proksemik. TP membagi kategori komunikasi ruang yang dilakukan oleh dosen Ilmu Komunikasi menjadi tiga bagian, yaitu jarak pribadi, sosial dan publik. “Kalau aku sih ngebaginya kalau yang pertama itu yang pribadi ya, contohnya kayak dia mau keliling kelas. Contohnya Bu Fatma, Bu Mazda, Bang Haris, Bang Hendra, Pak Abdi, itu yang mau bangkit dari kursinya. Kalau yang sosial aku ngelompokkannya ke yang berdiri. Kalau yang berdiri itu Pak Syafruddin, Pak Humaizi, Kak Emil, Bu Inon, Pak Suwardi, Bu Dayana. Kalau yang umum aku rasa yang duduk di kursi aja itu Pak Iskandar, Bu Rusni, Kak Jo, Bu Dewi, Pak Safrin, Bu Lusi, Bu Nurbani, Pak Danan, Pak Amir dan Pak Mukti, dia jarang mau jalan duduk aja.” Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi ruang. Menurutnya, faktor yang mempengaruhi komunikasi ruang dosen Ilmu Komunikasi adalah faktor usia, jenis kelamin, masalah yang dibahas serta evaluasi positif dan negatif. Usia yang sudah cukup tua membuat dosen malas untuk berjalan mengelilingi kelas, sehingga dosen hanya bisa memantau mahasiswanya dari jauh dan terlihat adanya jarak antara si dosen dan mahasiswa. Lain halnya dengan masalah yang dibahas. Faktor ini bisa menentukan ruang kedekatan antara mahasiswa dengan dosen karena biasanya di luar konteks pelajaran, faktor ini berkaitan dengan pengalaman hidup. Di sela-sela pelajaran, dosen seringkali menyelipkan sedikit pengalaman hidup mereka biasanya untuk menjaga hubungan dengan mahasiswa agar tidak terlihat jarak yang terlalu jauh. Jenis kelamin relatif tidak terlalu mempengaruhi karena dosen perempuan biasanya lebih aktif untuk dekat dengan mahasiswanya. “Kalau faktor yang mempengaruhi ruang yang pertama itukan masalah yang dibahas, misalnya di luar dari konteks mata kuliah misalnya dia kasih contoh pengalaman hidupnya itu bisa menentukan ruang kedekatan, dia bisa langsung contohin ke mahasiswa dekat gitu, langsung nyentuh mahasiswa. Kalau usia dan jenis kelamin juga. Biasanya usia dan jenis kelamin misalnya kayak segi usia dulu ya kalau orang tua malas jalan kecuali kalau memang orangnya karakternya memang ceria kayak Bu Mazda. Kalau usia kayak Bu Rusni itu nggaklah, jarang. Dia udah ngasih ruang yang kayak mana ya, usia kita udah beda lo, cara pandang juga udah beda. Kalau jenis kelamin aku Universitas Sumatera Utara bilang relatif nggak terlalu juga mempengaruhi karna biasanya yang aktif dekat ke mahasiswa itu perempuan. Kalau evaluasi positif dan negatif, jadi kalau mereka lagi evaluasi ke mahasiswa biasanya dengan jarak yang intim kadang, dekat gitu.” Dalam hal pemilihan warna, dosen Ilmu Komunikasi sering menggunakan warna hitam. Tetapi tidak ada warna spesifik yang menunjukkan bahwa dosen tersebut adalah dosen Komunikasi. “Aku bilang kalau warna spesifik nggak ada. Tapi kalau gaya ada. Biasanya mereka yang cewek-cewek pakai batik. Kalau yang cowok-cowok pakai kemeja dan warnanya netral kayak abu-abu, putih kayak gitu. Jarang warna-warna yang ijo, merah kayak gitu.” Kesimpulan Kasus Pada dasarnya setiap dosen dalam kaitannya dengan nonverbal bergantung pada karakter individunya masing-masing. Hanya saja yang banyak membedakan masing-masing dosen Ilmu Komunikasi dengan yang lainnya yang paling mencolok adalah apa yang dipakai dan bagaimana mangatur kesan di hadapan orang banyak. Secara mereka akademisi komunikasi, sudah tentu mereka memiliki potensi yang cukup dalam mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari, terutama pada kegiatan belajar-mengajar di lingkungan kampus. Sejauh pengalaman yang TP dapat pesan-pesan yang disampaikan dosen komenunikasi melalui nonverbal telah mewakili identitas dan karakter masing- masing dosen. Contohnya, Kak Emil, perawakannya yang kurus tinggi dan memiliki wajah mungil serta tutur kata yang lembut serta mendayu melambangkan jika beliau adalah sosok ibu muda yang cukup elegant. Tak hanya itu, cara mengajarnya juga terlihat lebih komunikatif dengan menggunakan banyak gerakan tubuh dan mimik muka yang sumringah. Jarang sekali terlihat muram. Sehingga mahasiswa manapun pasti senang beliau mengajar di kelas. Dari awal TP masuk kuliah, kak Emil kelihatan masih kurang bisa menguasai kelas. Misalnya ketika beliau sedang mengajar dan ada mahasiswa yang ribut biasanya beliau hanya diam. Mungkin karena volume suara yang tidak begitu keras. Tapi semakin ke depan menurut TP banyak perkembangan yang berubah. Misalnya, karakter mengajarnya yang lebih disiplin dan tegas. Jika ada yang kurang memperhatikan, beliau sudah bisa mengendalikan kelas dengan langsung Universitas Sumatera Utara mendatangi mahasiswa yang bersangkutan. Contoh dosen yang lain yang cukup kontras memakai pesan nonverbal yang mudah dipahami mahasiswa adalah Bang Hendra, salah satu dosen komunikasi yang perawakannya bisa digolongkan atletis, tinggi-besar. Ia mempunyai karakter yang lebih bebas dan tidak terlalu memikirkan penampilan yang begitu rapi layaknya dosen pria yang lain yang memakai kemeja dimasukkan ke dalam celana atau menggunakan sepatu saat sedang mengajar. Dari gerak tubuhnya menegaskan, jika beliau adalah tipe orang yang santai. Tidak ada batasan yang terlalu tinggi untuk hubungan antara mahasiswa dan dosen. Terbukti suatu kali beliau mengajak ngobrol salah satu mahasiswa di luar kelas dengan tangan dimasukkan ke dalam kantong jeansnya dengan mimik muka yang cukup ramah dan tidak kaku layaknya dosen lain yang seumuran dengan beliau. Apalagi ditambah gaya bahasanya disesuaikan dengan selera mahasiswa. Namun secara keseluruhan komunikasi nonverbal dosen Ilmu Komunikasi bisa dikatakan baik. Secara pribadi mampu mengelola kesan yang baik di depan mahasiswanya, walaupun sebagian dosen ada menunjukkan karakter aslinya daripada menutupinya dengan nonverbal agar terkesan baik di mata mahasiswanya. Informan 4 NamaInisial : CNC Usia : 21 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Senin, 24 Februari 2014 CNC merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010 yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian tugas akhir. Peneliti sangat paham dengan kesibukan CNC pada saat ini, oleh karena itu peneliti tetap bersabar sampai CNC bersedia untuk diwawancara. Setelah sebulan lamanya menunggu, akhirnya CNC memberi kabar kepada peneliti bahwa dia siap untuk diwawancarai. Peneliti memilih CNC karena sudah sesuai dengan kriteria untuk dijadikan subjek Universitas Sumatera Utara penelitian. CNC merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi yang mengambil konsentrasi Jurnalistik. Jadi, ada beberapa mata kuliah pilihan Humas yang tidak dia pilih sehingga dia tidak pernah bertatap muka langsung dengan dosen yang menyangkut mata kuliah tersebut di dalam kelas. Namun di luar kelas, CNC cukup mengenal dosen yang bersangkutan sehingga tidak ada kesulitan yang berarti olehnya dalam melihat komunikasi nonverbal dosen itu. Wawancara berlangsung di kost informan di Pasar 1 Padang Bulan. Hal pertama kali yang peneliti tanyakan adalah persepsi CNC tentang dosen Ilmu Komunikasi. Menurutnya dosen Ilmu Komunikasi berwibawa, pintar dan modis dalam berpenampilan. Dia sangat mengagumi dosen-dosen tersebut. Banyak hal yang bisa dicontoh dari keseharian mereka, terutaman dalam hal berkomunikasi. Komunikasi bukan hanya melalui verbal namun juga nonverbal. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita lebih sering melakukan komunikasi nonverbal dibanding komunikasi verbal. Hal ini yang juga terjadi pada dosen-dosen Ilmu Komunikasi. Banyak komunikasi nonverbal yang mereka isyaratkan ketika mereka mengajar maupun di kehidupan mereka sehari-hari di kampus. Mulai dari cara berpakaian hingga interaksi-interaksi yang mereka lakukan dengan mahasiswanya. “Banyak sih yang kadang mereka isyaratkan dari cara berpakaian, dari cara melihat, dari cara mereka berinteraksi dengan mahasiswa- mahasiswanya. Jadi kita juga bisa belajar tentang apa komunikasi nonverbal dari cara mereka.” Menurut cewek yang tidak suka makan sayur ini, dosen yang sering melakukan komunikasi nonverbal itu didominasi oleh dosen-dosen yang berjenis kelamin perempuan. Karena dosen perempuan biasanya lebih mengekspresikan emosi dan perasaannya dibanding dengan laki-laki. Dalam hal sentuhan, dosen perempuan juga yang lebih sering melakukannya dibanding dosen laki-laki. “Yang sering itu dosen perempuan sih. Biasanya dia lakukan itu sama anak bimbingannya mereka itu lebih sering bersentuhan seperti merangkul, menggandeng tapi beberapa hanya bersalaman. Kalau dosen cowok biasanya hanya sebatas salaman tangan saja. Kemampuan dosen Ilmu Komunikasi dalam menerapkan komunikasi nonverbal sudah cukup baik. Mereka sudah bisa menempatkan komunikasi nonverbal yang disengaja itu sesuai pada tempatnya. Ketika mengajar di kelas, Universitas Sumatera Utara sangat jarang dosen Komunikasi memperlihatkan emosi yang tidak enak kepada mahasiswa. Mereka lebih sering tersenyum, hal ini mereka lakukan salah satunya untuk menciptakan kesan baik di depan mahasiswa, meskipun tidak semua dosen yang melakukan hal demikian. “Rata-rata cara mereka menciptakan kesan baik itu dengan senyum. Tapi ada juga dengan komunikasi nonverbalnya itu dia jadi terkesan buruk di depan mahasiswanya. Kayak misalnya Bang Hendra, dia itu ceplas-ceplos aja dan dia nggak mikirin apa yang ditampilkannya itu ditafsirkan lain oleh mahasiswanya.” Karakter setiap orang pastilah berbeda. Ada sebagian mahasiswa yang benar-benar fokus ketika mendengarkan dosen dan ada juga yang tidak. Untuk tetap bisa memegang kendali, banyak cara yang dilakukan oleh dosen Ilmu Komunikasi. Sebagian dosen ada yang meninggikan volume suaranya, ada yang berjalan mengelilingi kelas dan ada juga yang menggunakan gerakan-gerakan tubuh untuk mempertegas apa yang mereka katakan sehingga fokus mahasiswa tetap kepada mereka. CNC sangat menyayangkan tidak ada dosen Komunikasi yang benar-benar menjaga kontak mata dengan mahasiswa. Kontak mata yang mereka lakukan hanya sekedarnya saja. Padahal menurut CNC kontak mata juga bisa dijadikan sebagai alat oleh dosen untuk memegang kendali dan dominasi di dalam kelas. “Rata-rata dosennya memiliki kontak mata yang biasa aja nggak terlalu kuat.” Berbicara mengenai komunikasi ruang proksemik, menurut CNC komunikasi ruang yang dilakukan oleh dosen Komunikasi dengan mahasiswanya berbeda ketika di dalam kelas dan di luar kelas. Ketika di dalam kelas, dosen Ilmu Komunikasi menggunakan jarak pribadi sementara di luar kelas mereka lebih menggunakan jarak sosial. “Kalau lagi ngajar di kelas rata-rata jarak yang digunakan jarak pribadi. Tapi kalau di luar kelas lebih menggunakan jarak sosial.” Faktor yang mempengaruhi komunikasi ruang dosen Ilmu Komunikasi menurutnya ada dua, yaitu masalah yang dibahas dan jenis kelamin dari dosen. Jika masalah yang dibahas cukup menarik, biasanya dosen akan lebih Universitas Sumatera Utara mendekatkan jarak dengan mahaiswa, namun apabila masalah yang dibahas biasa- biasa saja, mereka biasanya hanya duduk dan berdiri di sekitar meja saja. “Tergantung masalah yang dibahas, jenis kelamin mahasiswa juga. Kalau dosen cowok lebih menjaga jarak dengan mahasiswa perempuan.” Kesimpulan Kasus Kemampuan dosen Ilmu Komunikasi dalam menerapkan komunikasi nonverbal sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari cara mereka berpenampilan, menampilkan gesture tubuh, menggunakan ekspresi wajah, melakukan kontak mata maupun dari cara mereka berbicara. Mereka mampu menerapkannya sesuai pada tempatnya. Dalam hal komunikasi nonverbal, banyak cara yang dilakukan dosen untuk menunjukkan kesan baik di depan mahasiswanya. Menurut CNC salah satunya adalah dengan senyum. Namun ada juga dosen yang menurutnya tidak peduli dengan hal itu. Terkadang mereka tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan ditafsirkan lain oleh mahasiswanya. Meskipun demikian, hal itu tidak terlihat dengan jelas sebab dengan kekurangan yang mereka miliki, mereka mampu menutupinya dengan kelebihan-kelebihan lain yang mereka punya. Informan 5 NamaInisial : MFK Usia : 21 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Selasa, 25 Februari 2014 MFK merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angakatan 2010 yang menjadi informan kelima penelitian. Secara keseluruhan MFK sudah banyak mengenal karakter-karakter dosen Ilmu Komunikasi karena MFK cukup dekat dengan mereka. Karena selama masa perkuliahan, MFK selalu ditunjuk untuk menjadi ketua kelas. Tingkat kehadirannya di setiap mata kuliah pun cukup tinggi dan dia selalu duduk di barisan bangku paling depan. Menurutnya dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup baik dalam hal mengajar meskipun ada beberapa yang kadang kurang maksimal. Terutama misalnya dalam hal penyampaian bahan dan Universitas Sumatera Utara penggunaan waktu. Begitu juga halnya dalam penggunaan komunikasi nonverbal. Secara umum penerapan komunikasi nonverbal dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup baik meskipun ada beberapa yang menerapkannya kurang sesuai pada tempatnya. “Tapi rata–rata semuanya udah sesuai. Orang Komunikasi ya jago–jago nonverbal.” Dosen Komunikasi datang dari berbagai macam suku dan budaya yang berbeda. Sering sekali terdapat perbedaan isyarat-isyarat nonverbal dari setiap suku maupun budaya. Namun sepertinya itu tidak terjadi dengan dosen Ilmu Komunikasi. Hal-hal tersebut sudah mulai terkikis karena banyaknya perbauran suku yang ada di Sumatera Utara khususnya di dalam lingkungan kampus. Meskipun ada, namun hal itu tidak terlihat dengan jelas. “Kalaupun ada perbedaan itu tidak terlalu. Hal-hal yang seperti itu saat ini sudah terkikis, karena udah berbaur. Ibaratnya sama aja gitulah. Kalaupun ada perbedaan nggak, itulah nggak telalu kali, contohnya kayak Pak Humaizi, diakan orang Aceh. Kalo ngajar dia itu agak nampak gerakan kepala agak ke atas. Kebetulan karena aku orang Aceh, rata-rata aku tengok ya orang Aceh itu, nggak tau ya mungkin bawaan. Tapi pengamatan aku orang Aceh kalo ngomong sering ke atas. Nggak ada maksud sih, mungkin udah rata-rata kayak gitu.” Mahasiswa Ilmu Komunikasi berjumlah cukup banyak. Oleh karena itu dosen harus mampu untuk menguasai dan mengendalikan kelas agar tetap tenang dan kondusif. Cara yang dilakukan oleh dosen Ilmu Komunikasi untuk mensiasati kondisi seperti itu banyak ragamnya. Misalnya dengan meninggikan intonasi suara, berjalan-jalan mengelilingi kelas bahkan dengan memberikan pertanyaan secara tiba-tiba. Tidak hanya itu, ada juga dosen yang menggunakan joke-joke agar kelas tidak begitu tegang sehingga mahasiswa senang mengikuti proses belajar mengajar. MFK beranggapan bahwa yang sering melakukan komunikasi nonverbal secara umum adalah dosen yang berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin mempengaruhi komunikasi ruang dosen dengan mahasiswa dalam melakukan komunikasi. Biasanya dosen perempuan lebih dekat dengan mahasiswa sehingga banyak terlihat bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yang mereka tampilkan. Faktor yang mempengaruhi komunikasi ruang dosen Ilmu Komunikasi dalam Universitas Sumatera Utara melakukan komunikasi nonverbal bukan hanya jenis kelamin, tetapi ada juga faktor yang lain seperti status, usia, masalah yang dibahas dan kultur. “Mungkin yang pertama statuslah ya, karna kita institusikan. Status itu pasti, kalau misalnya dosen nggak ada jarak sama mahasiswanya itu nanti kemajuan pula mahasiswanya. Yang kedua mungkin usia, ketiga jenis kelamin, yang keempat materi terus kelima kultur. Kalau kita orang timurkan antara laki-laki sama perempuan batasnya ada.” Banyak bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yang ditampilkan oleh dosen Ilmu Komunikasi saat mereka mengajar di dalam kelas. Salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang sering ditampilkan oleh dosen Komunikasi adalah ekspresi wajah. Banyak macam ekspresi wajah yang ditampilkan misalnya ekspresi senyum, senyuman sinis, mengerutkan dahi, ekspresi serius, ekspresi wajah yang peduli tidak peduli, tertawa lebar bahkan ekspresi datar sekalipun ada. “Bu Fatma mengerutkan dahi, Bu Mazda sering meyipitkan mata ketika mengiyakan sesuatu, bibirnya juga. Bu Dayana datar, Kak Emil sering senyum, Kak Jo sering menunjukkan ekspresi dan senyuman sinis, Bu Lusi sering mengerutkan dahi, Bu Bani kadang sinis, kadang dahinya berkerut, kadang senyum. Bu Dewi ekspresinya datar, Bu Inon senyum, Bang Hendra berkerut jidatnya, ekspresi wajah menunjukkan ekspresi lelah, Pak Amir dahinya sering berkerut, Bang Haris ekspresi wajahnya selalu santai, Pak Pohan senyum dan kalau pembahasannya agak berat, jidatnya suka berkerut, Pak Humaizi lebih banyak ketawa sama sinisnya, Pak Suwardi dia sering ketawa dan juga sering mengerutkan dahi, kalau Pak Abdi senyum aja bawaannya, dari mulai sampe berhenti senyum terus, giginya nampak terus, Pak Mukti ekspresinya sering ketawa lebar, Pak Danan serius kali orangnya, Bu Rusni ekspresi wajahnya ekspresi los peduli nggak pedulilah, Pak Safrin tegas, Bang Is ekspresinya santai.” Kesimpulan Kasus Secara keseluruhan komunikasi nonverbal yang ditampilkan dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup baik meskipun masih ada beberapa dosen yang kurang tepat dalam penempatannya. Hal itu tidak terlalu terlihat dengan jelas karena kemampuan beberapa dosen tersebut dalam menggunakan komunikasi nonverbal masih dikategorikan sedang. Kemampuan mereka berkomunikasi juga tentulah tidak terlepas dari latar belakang pendidikan yang pernah mereka tempuh. Pendidikan yang berlatarbelakang komunikasi pastinya sudah memberikan banyak pengetahuan dan tata cara dalam berkomunikasi dengan baik khususnya ketika menggunakan komunikasi nonverbal. Universitas Sumatera Utara Informan 6 NamaInisial : KAS Usia : 21 Jenis Kelamin : Laki-laki Angkatan : 2010 Tanggal Wawancara : Rabu, 2 April 2014 KAS adalah angkatan 2010 yang menjadi informan terakhir yang mengetahui semua dosen Ilmu Komunikasi dan bersedia menjadi informan dalam penelitian ini. Awalnya peneliti mencoba untuk menghubungi KAS lewat telepon selular dan menanyakan kesediaan KAS untuk dijadikan informan. Setelah mengobrol dengan KAS pada akhirnya KAS bersedia untuk dijadikan informan. Peneliti memilih KAS untuk dijadikan sebagai informan karena KAS sudah memenuhi syarat yang telah ditentukan untuk dijadikan sebagai informan. Selain itu, KAS juga seorang mahasiswa yang tingkat kehadirannya tinggi di setiap mata kuliah dan selalu duduk di barisan bangku paling depan. Meskipun ada satu mata kuliah yang jarang KAS ikuti dikarenakan dosen yang bersangkutan jarang hadir. Wawancara dilakukan tiga hari setelah persetujuan dari KAS dikarenakan KAS masih berada di kampung halamannya tepatnya di kota Tebing Tinggi. Rabu tanggal 2 April 2014 peneliti bertemu dengan KAS di rumah kost salah satu mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2010. Siang itu cuaca cukup panas, namun sangat terlihat jelas wajah KAS tetap bersemangat untuk diwawancarai. Sebelum wawancara dimulai peneliti mengucapkan terima kasih kepada KAS karena telah bersedia menjadi informan peneliti meskipun hanya disuguhi dengan sebotol air mineral di tengah teriknya matahari. KAS mengaku persepsi dia tentang dosen Ilmu Komunikasi sudah cukup baik. Hal ini terbukti bahwa dosen Ilmu Komunikasi lebih mampu menyampaikan pesannya kepada mahasiswanya terutama pada saat mengajar dibanding dosen- dosen dari jurusan lain.Itulah yang menjadi salah satu nilai plus dari dosen Ilmu Komunikasi didalam mengajar. Begitu juga halnya dengan komunikasi nonverbal mereka sudah cukup baik dalam memberikan, menunjukkan emosi atau dalam menjelaskan bahasa verbal yang mereka ucapkan disaat mengajar. Universitas Sumatera Utara “Menurut saya dosen komunikasi itu, ada beberapa dosen yang sering menggunakan bahasa nonverbal umumnya di dosen-dosen wanita seperti Bu Nurbani, Bu Fatma dan Bu Mazda itu lebih sering menggunakan bahasa nonverbal saat mengajar. Menurut saya sih komunikasi nonverbal yang dilakukan dosen-dosen yang saya bilang tadi ini cukup baik dalam memberikan, menunjukkan emosi atau dalam menjelaskan bahasa verbal yang mereka ucapkan disaat mengajar.” Dosen-dosen Ilmu Komunikasi sangat sering melakukan komunikasi nonverbal ketika mereka mengajar di dalam kelas. Terutama dosen-dosen yang berjenis kelamin perempuan. Saat mereka mengajar, mereka sering menggunakan komunikasi nonverbal apalagi di saat kondisi kelas yang kurang kondusif. Ada juga beberapa dosen pada saat mereka memberikan contoh, mereka menggunakan komunikasi nonverbal untuk menekankan apa yang mereka katakan agar mahasiswa lebih paham terhadap pesan yang ingin mereka sampaikan. “Kalau di dalam mengajar mereka sih sering menggunakan apalagi kalau misalnya ada kondisi yang kurang kondusif itu sering mereka lakukan dan ada beberapa mungkin saat orang itu memberikan contoh untuk komunikasi nonverbal pun juga mereka lakukan untuk menjelaskan agar mahasiswa itu lebih paham terhadap pesan yang ingin mereka sampaikan.” KAS yang sudah menyelesaikan studinya dan sekarang telah mendapat gelar sarjana ini mengaku sebagian besar dosen sudah menempatkan komunikasi nonverbal sesuai pada tempatnya, meskipun ada beberapa yang belum. Misalnya, ada dosen yang mungkin sedang mengalami masalah pribadi. Komunikasi nonverbal yang mereka tampilkan tidak sesuai dengan komunikasi verbal yang mereka sampaikan. “Menurut saya sih ada beberapa yang sesuai pada tempatnya ada juga yang tidak, seperti saat mereka mungkin mengalami masalah pribadi itu sering juga komunikasi nonverbal mereka tidak sesuai dengan bahasa verbal yang mereka sampaikan.” Komunikasi nonverbal berkaitan erat dengan suku dan budaya. Jadi sangat mungkin jika ada perbedaan komunikasi nonverbal antara dosen yang berbeda suku. Dosen dengan suku Jawa biasanya lebih lembut dan halus dalam menampilkan komunikasi nonverbal dibanding dosen yang bersuku Batak. Namun perbedaan ini tidak terlihat begitu mencolok disebabkan adanya perbauran budaya yang sudah melekat dalam diri setiap dosen. Universitas Sumatera Utara “Adalah, contohnya ya seperti kalau misalnya dosen dengan suku yang Jawa mungkin bahasa verbalnya lebih halus dari pada orang dosen yang lebih banyak dari suku Batak atau suku-suku yang sifatnya masih lebih kasar dari pada suku Jawa.” Sebagai seorang dosen agar kelas tetap selalu kondusif dan mahasiswa tetap konsentrasi dan fokus dengan mata pelajaran, dosen harus mampu memegang kendali, menguasai serta mengendalikan kelas. Hal yang biasa dosen Komunikasi lakukan biasanya dengan berjalan-jalan memutari kelas, meninggikan nada suara mereka hingga melakukan pendekatan pribadi dengan mahasiswanya. Wawancara sempat terhenti sebentar karena ada sedikit keributan yang disebabkan oleh pengerjaan bangunan di rumah kost tempat berlangsungnya wawancara. Setelah situasi mulai sedikit hening, peneliti melanjutkan kembali proses wawancara. Menurut laki-laki yang memiliki postur tubuh mesomorphy ini, untuk bisa menguasai kelas dosen setidaknya harus memiliki volume suara yang cukup keras agar dapat menjangkau isi kelas dan mahasiswa tetap fokus terhadap apa yang mereka sampaikan. Namun untuk sebagian dosen yang memiliki volume suara pelan biasanya mereka memainkan intonasi suara dan mengatur kecepatan berbicara agar suara mereka lebih menarik untuk didengar. Selama kuliah tentunya cowok yang memiliki postur tubuh mesomorphy ini sudah banyak memiliki pengalaman-pengalaman antara dia dengan teman- teman maupun dia dengan dosen, mengingat KAS memang memiliki hubungan yang cukup dekat dengan beberapa dosen di departemen Ilmu Komunikasi. Dari kedekatannya tersebut terkadang dosen mau melakukan sentuhan kepada KAS. “Pak Humaizi dia sering nyentuh kepala, Bu Mazda sering pegang ujung tangan, kalau lagi marah dia kadang mukul pundak. Itu aja sih.” Seorang komunikator dituntut untuk bisa menciptakan kesan baik di depan komunikannya. Hal ini dilakukan agar komunikan tertarik terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator.Sama halnya dengan dosen Ilmu Komunikasi, kesan baik sangat penting diciptakan oleh seorang dosen agar mahasiswa tertarik pada mata kuliah yang diajarkan si dosen. Berbagai cara yang dibuat oleh dosen untuk menciptakan kesan baik, misalnya dengan tersenyum, bersikap ramah, memberikan nasihat sampai dengan memberikan joke-joke agar mahasiswanya tidak bosan. Universitas Sumatera Utara “Kalau Bu Fatma menurut saya sih dalam menciptakan kesan yang baik terhadap diri dia kepada mahasiswa yang pernah saya alami Ibu itu lebih bersikap ramah dan mudah tersenyum apalagi saat jumpa Ibu itu sering menegur. Kalau Bu Mazda sih dalam menciptakan kesan yang baik sama seperti dosen-dosen umumnya ya kebanyakan sih dosen-dosen asal jumpa saya sih lebih banyak tersenyum dan mereka juga kenal dengan saya jadi menurut saya sih dosen-dosen Ilmu Komunikasi baik semua rata-rata.” Kesimpulan Kasus Komunikasi nonverbal dosen Ilmu Komunikasi FISIP USU pada hakekatnya sudah cukup baik meskipun ada beberapa dosen Ilmu Komunikasi yang kurang bisa menerapkan itu sesuai pada tempanya. Namun hal itu tidak terlalu memberikan efek yang negatif pada dosen tersebut. Sebab, dengan kekurangannya itu mereka mampu menutupinya dengan kelebihan lain yang mereka punya. Banyak hal yang dosen lakukan untuk membuat suasanan kelas agar tetap terfokus kepada mereka. Misalnya dengan meninggikan nada suara, memainkan intonasi suara, berjalan mengelilingi kelas, menggunakan gerakan-gerakan tangan, melakukan kontak mata dan memberikan joke-joke agar tidak terlihat ada jarak yang terlalu jauh dengan mahasiswanya. Dalam penerapan komunikasi nonverbal khususnya mengekspresikan emosi, dosen Komunikasi jarang sekali menunjukkan emosi yang tidak enak seperti marah atau kesal ketika di dalam kelas. Menurut KAS, dosen Komunikasi lebih sering menunjukkan emosi senang dan ekspresi wajah senyum kepada mahasiswanya. Universitas Sumatera Utara

IV.1.3 Penyajian Data Tabel IV.2