8 maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagai blangko Ditjen BKAK,
2014. Struktur parasetamol dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Struktur parasetamol
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Pada umumnya dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling
aman dan juga untuk swamedikasi pengobatan mandiri Tan dan Rahardja, 2002. Mekanisme kerja sebagai analgesik dengan cara menghambat
prostaglandin sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator- mediator rasa sakit. Sebagai antipiretik parasetamol dapat meningkatkan eliminasi
panas pada penderita suhu tinggi dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus Siswandono dan
Soekardjo, 2000.
2.3 Ibuprofen 2.3.1 Sifat Fisika dan Kimia
Ibuprofen dengan nama kimia adalah ±-2-p-isobutilfenil asam propionat, dengan rumus molekul C
13
H
18
O
2
. Persyaratan kadar untuk sediaan tablet ibuprofen yaitu tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 110,0 dari
jumlah yang tertera pada etiket dan pemerian ibuprofen adalah serbuk hablur, putih hingga hampir putih dan berbau khas lemah. Kelarutan ibuprofen adalah
9 praktis tidak larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol,
dalam aseton, dalam klorofom dan sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen dalam larutan dapar fosfat pH 7,2 memberikan serapan maksimum pada panjang
gelombang lebih kurang 221 nm Ditjen BKAK, 2014. Struktur ibuprofen dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan asam propionat golongan obat Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs NSAIDs yang mempunyai aktivitas antirematik,
antiradang dan analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai kondisi rematik dan artritis Tan dan
Rahardja, 2002; Siswandono dan Soekardjo, 2000.
2.4 Spektrofotometri Ultraviolet-Visible UV-Vis
Spektrofotometri adalah metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi cahaya dengan materi. Suatu alat yang mengukuran panjang gelombang
dan intensitas sinar ultraviolet - visible yang diserap oleh sampel disebut spektrofotometer ultraviolet - visible. Ultraviolet berada pada panjang gelombang
200 − 400 nm, sedangkan visibel berada pada panjang gelombang 400 − 800 nm
Dachriyanus, 2004. Spektrofotometer ini merupakan peralatan yang berbiaya murah sampai
sedang dan mempunyai kepekaan analisis cukup tinggi. Karena luasnya ragam bahan farmasi dan bahan biokimia yang menyerap radiasi ultraviolet - visible,
10 maka metode ini banyak dipakai dalam analisis farmasi dan analisis klinik
Munson, 1984. Dasar analisis kuantitatif senyawa obat dengan spektrofotometri
ultraviolet - visible adalah hukum Lambert – Beer. Menurut hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari, sedangkan menurut
Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat disimpulkan menjadi satu dalam hukum Lambert-Beer, yaitu serapan berbanding
lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel Day dan Underwood, 1980; Roth dan Blaschke, 1981. Absorbansi senyawa yang akan dianalisis terbaca oleh
spektrofotometer hendaknya berada pada rentang 0,2 − 0,8 Gandjar dan Rohman,
2007. Dengan persamaan :
Keterangan: A
1 1
= serapan larutan 1 bv dalam kuvet 1 cm A = serapan yang diukur
b = ketebalan kuvet dalam cm c = konsentrasi larutan g100 mL
Penyerapan energi oleh molekul terjadi jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul
tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi. Perpindahan energi dari suatu tingkat ke tingkat lain disebut transisi. Transisi-transisi elektronik yang terjadi
diantara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada 4, yaitu transisi sigma- sigma star σ → σ
; transisi n – sigma star n →
σ ; transisi n – phi star n
→ π
dan transisi phi- phi star π
→ π
Gandjar dan Rohman, 2007.
A = A
1 1
.b.c
11 1.
Transisi sigma-sigma star σ → σ Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi sinar
yang frekuensinya terletak diantara UV vakum kurang dari 180 nm sehingga kurang bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometer ultraviolet –
visible. 2.
Transisi n – sigma star n → σ Energi yang diperlukan untuk transisi ini lebih kecil dibanding transisi σ → σ
sehingga sinar yang diserap mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang, yaitu sekitar 150-250 nm.
3. Transisi n – phi star n → π
Transisi ini sama seperti transisi π
→ π
yaitu mencakup sebagian besar senyawa organik. Energi yang diperlukan untuk transisi ini dalam daerah
200-700 nm. Dengan bertambahnya kepolaran pelarut, pada transisi ini bentuk puncak bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek hipsokromik.
4. Transisi phi-phi star π
→ π
Bedanya dengan transisi n →
π pada efek pelarut, dimana transisi ini bentuk
puncak bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang batokromik dan merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis dengan cara
spektrofotometer ultraviolet – visible, sebab memiliki panjang gelombang antara 200-700 nm Khopkar, 1985; Gandjar dan Rohman, 2007.
2.4.1 Instrumentasi Spektrofotometri Ultraviolet - Visible UV-Vis
Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet - visible terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan
menghasilkan sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang
12 200 – 800 nm Cairns, 2004. Suatu diagram sederhana spektrofotometer
Ultraviolet - Visible ditunjukkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Diagram spektrofotometer ultraviolet - visible
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya atau lampu yang digunakan adalah dua lampu terpisah yang digunakan secara bersama-sama, yang mencakup seluruh daerah
ultraviolet - visible. Untuk senyawa yang menyerap pada daerah ultraviolet diperlukan lampu deuterium sedangkan untuk senyawa yang
menyerap pada daerah visible digunakan lampu tungsten Cairns, 2004. 2.
Celah Celah dibuat dari logam yang kedua ujungnya diasah dengan sama Mulja
dan Suharman, 1995. 3.
Monokromator Cahaya yang digunakan harus monokromatis, yaitu cahaya dengan satu
panjang gelombang tertentu. Cahaya monokromatis ini didapat dengan melewatkan cahaya polikromatis pada sebuah monokromator Cairns,
2004. 4.
Tempat sampel Kuvet yang digunakan untuk tempat sampel pada pengukuran didaerah
ultraviolet - visible biasanya terbuat dari silika atau glas Cairns, 2004.
13 5.
Detektor Peranan detekor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang Khopkar, 1985.
2.4.2 Metode Umum Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
Beberapa penelitian yang telah menetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan metode umum dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Metode Umum Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
Berdasarkan Tabel 2.1 diatas penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan KCKT dilakukan oleh Damayanti, dkk., 2003; Tuani, dkk.,
2014; Battu dan Reddy, 2009. Penggunaan KCKT relatif lebih mahal dan memerlukan tahap pemisahan sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Giri
dan Tripathi, 2010 menggunakan metode spektrofotometri UV untuk penetapan kadar campuran parasetamol dan ibuprofen dengan pelarut etanol 99.
Dibandingkan dengan pelarut metanol-air, pelarut etanol 99 menghasilkan spektrum senyawa yang tidak tersembunyi dalam suatu bentuk spektrum besar
yang saling tumpang tindih.
Senyawa Metode
Pelarut Fase gerak Referensi
Parasetamol dan Ibuprofen
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Asetonitril : dapar fosfat pH 4,5 75:25
Damayanti, dkk., 2003
Parasetamol dan Ibuprofen
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Asetonitril: dapar fosfat pH 7 60:40
Battu dan Reddy, 2009
Parasetamol dan Ibuprofen
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Metanol : dapar fosfat pH 3 80:20
Tuani, dkk., 2014
Parasetamol dan Ibuprofen
spektrofotometri UV dengan
λ parasetamol 248 nm dan ibuprofen 220 nm
etanol 99,9 Giri dan
Tripathi, 2010
14
2.5 Spektrofotometri Derivatif
Spektofotometri derivatif merupakan metode manipulatif terhadap spektrum serapan pada spektrofotometri ultraviolet - visible. Dimana spektrum
serapan ditransformasikan menjadi spektrum derivatif pertama, kedua atau spektrum derivatif dengan orde yang lebih tinggi Ditjen POM, 1995.
Metode spektrofotometri derivatif dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa dalam campuran yang spektrumnya mungkin tersembunyi
dalam suatu bentuk spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan proses pemisahan zat yang bertingkat-tingkat Nurhidayati, 2007.
Penentuan derivatif adalah dengan cara menggambarkan selisih serapan dua panjang gelombang
∆A=Aλ
2
– Aλ
1
terhadap harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut
Pada prinsipnya semua spektrum yang dihasilkan oleh semua spektrofotometer ultraviolet
− visible jenis apapun dapat diturunkan spektrum derivatifnya secara manual maupun otomatis Mulja dan Suharman, 1995. Profil
penurunan spektrum derivatif dari spektrum serapan normal sampai derivatif keempat dapat dilihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Profil penurunan spektrum derivatif dari spektrum serapan normal
sampai derivatif keempat a. serapan normal b. Derivat 1 c. Derivat 2 d. Derivat 3 e. Derivat 4 Mulja dan Suharman,
1995.
λ
1
+ λ
2
2
λ
m =
e d
c b
a
15 Efek yang tidak diinginkan dari proses derivatisasi adalah terjadinya
perubahan bentuk spektrum yang kurang halus, untuk mengurangi hal tersebut dapat dilakukan dengan teknik penghalusan smoothing yaitu perubahan bentuk
spektrum pada derivat yang sama dengan Δλ yang berbeda. Penentuan Δλ
diperoleh berdasarkan pada sampling interval pada program. Semakin meningkatnya
Δλ maka spektrum akan semakin halus. Jika terlalu kasar, maka sulit untuk menentukan serapan sebenarnya, sedangkan jika terlalu halus, maka
informasi yang diperlukan dapat berkurang karena adanya distorsi spektrum. Apabila distorsi spektrum terjadi, maka terjadi penurunan tinggi puncak,
sedangkan lebar puncak akan meningkat Skujins dan Varian, 1986.
2.5.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode Spektrofotometri Derivatif
Spektrofotometri derivatif menawarkan berbagai kelebihan yaitu : 1. Spektrofotometri derivatif ditekankan pada gambaran struktur yang
lembut terhadap spektrum serapan derivatif. Gambaran ini lebih jelas bila meningkat dari derivatif pertama sampai ke derivatif keempat
Munson, 1984. 2. Dapat dilaksanakan analisis kuantitatif satu komponen dalam suatu
campuran yang rumit Munson, 1984. 3.
Selain itu, metode ini juga memberikan beberapa keuntungan seperti menghemat waktu dan biaya, karena penentuan zat dalam contoh
dapat dilakukan secara sederhana dan cepat Munson, 1984. 4.
Bila dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi KCKT, metode spektrofotometri derivatif tidak memerlukan tahap pemisahan
dan alat yang digunakan relatif lebih murah Ojeda dan Rojas, 2013.
16 Kekurangan dari metode ini adalah ketergantunganya pada parameter
instrumentasi, seperti kecepatan pemindaian dan slit width. Ojeda dan Rojas, 2013.
2.5.2 Teknik zero crossing
Spektrofotometri derivatif ultraviolet SDUV dengan teknik zero crossing merupakan pengembangan dari teknik spektrofotometri konvensional. Teknik ini
memiliki kelebihan seperti dapat memilih puncak yang tajam di antara spektrum yang lebar, meningkatkan resolusi dari spektrum yang tumpang tindih, serta dapat
menghilangkan gangguan background pada spektrum Popovic, dkk, 2000. Teknik zero crossing adalah prosedur yang paling umum untuk
menentukan campuran biner yang spektranya saling tumpang tindih secara simultan Nurhidayati L, 2007. Bila campuran biner memiliki panjang
gelombang zero crossing lebih dari satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah dimana panjang gelombang yang nilai serapan
senyawa pasangannya dan campurannya persis sama atau hampir sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif mengukur serapan senyawa
pasangannya dan memiliki serapan yang paling besar. Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan analisis dapat diperkecil
Hayun, dkk., 2006. Bila panjanggelombang zero crossing masing-masing senyawa tidak sama,
maka penetapan kadar campuran dua senyawa dapat dilakukan tanpa pemisahan terlebih dahulu. Tetapi apabila panjang gelombang masing-masing senyawa yang
hampir sama atau berdekatan akan terjadi pelebaran pita, maka spektrum derivatif
17 pertama tidak akan dapat memisahkan spektranya. Sehingga akan dilanjutkan
pada spektrum derivatif berikutnya Nurhidayati, 2007. Penentuan teknik zero crossing dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5. Penentuan teknik zero crossing Talsky, 1994.
2.5.3 Jenis – jenis Teknik Spektrofotometri Derivatif
Teknik lain yang umum digunakan untuk mengevaluasi spektrum serapan derivatif untuk tujuan kuantitatif adalah metode peak-peak p
1
, metode peak- tangen t, metode peak-zero z, metode rasio peak-peak p
1
p
2
, gambar jenis – jenis teknik spektrofotometri derivatif dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6.
Jenis – jenis teknik spektrofotometri derivatif Popovic, dkk, 2000.
2.5.4 Teknik Penetapan Kadar Campuran Parasetamol dan Ibuprofen
Berbagai peneliti yang telah menggunakan spektrofotometri derivatif dengan beberapa teknik dapat dilihat pada Tabel 2.2.
18
Tabel 2.2. Berbagai Peneliti Yang Telah Menggunakan Spektrofotometri
Derivatif Dengan Beberapa Teknik
Berdasarkan Tabel 2.2 diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis berbagai
senyawa dengan teknik yang berbeda menunjukkan akurasi dan presisi yang baik. Pada referensi Issa, dkk., 2010; Patel dan Patel, 2013 menggunakan teknik
ratio spectra. Teknik ratio spectra ini memiliki tahap yang rumit dalam pengolahan spektrumnya bila dibandingkan dengan teknik zero crossing.
2.6 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu penilaian terhadap parameter tertentu untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan
untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis yaitu: akurasi, presisi, linearitas, batas deteksi dan
batas kuantitasi Harmita, 2004.
2.6.1 Akurasi Kecermatan
Akurasi adalah hasil nilai rata-rata yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya. Untuk menilai ukuran ketelitan digunakan parameter perolehan
kembali recovery Gandjar dan Rohman, 2007. Untuk mendokumentasikan akurasi, pengumpulan data dilakukan 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi
Senyawa Teknik
Pelarut Hasil
Referensi Parasetamol dan
Ibuprofen Ratio spectra
Metanol Akurasi dan
Presisi baik Issa, dkk.,
2010 Ibuprofen dan
Klorzoxazon Ratio spectra
Metanol Akurasi dan
Presisi baik Patel dan Patel,
2013 Ondansetron dan
Parasetamol Zero crossing Metanol
Akurasi dan Presisi baik
Kumar, dkk., 2006
Parasetamol dalam tablet kombinasi
Parasetamol dengan Kofein
Zero crossing Etanol
95 Akurasi dan
Presisi baik Naid, dkk.,
2011
19 yang berbeda misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi. Jumlah analit yang
yang ditambahkan kedalam sampel umumnya pada 80, 100 dan 120 ICH, 2005; Harmita, 2004. Berikut rumus persen perolehan kembali:
Perolehan Kembali = C
F
- C
A
C
A
×100
Keterangan: C
F
= Konsentrasi sampel setelah penambahan bahan baku C
A
= Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku C
A
= Jumlah baku yang ditambahkan
2.6.2 Presisi Keseksamaan
Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif RSD Gandjar dan Rohman,
2007. RSD dirumuskan dengan: RSD =
SD X
x 100 Keterangan:
RSD = Standar deviasi relatif SD = Standar deviasi
X = Kadar rata-rata zat pada sampel
2.6.3 Linearitas
Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara konsentrasi X dengan serapan Y. Linearitas dapat
diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda- beda. Data yang diperoleh selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan slope,
intersep, dan koefisien korelasinya Gandjar dan Rohman, 2007; Watson, 2005.
20 Suatu koefisien korelasi -1
≤ r ≤ 1 dianggap menunjukkan linearitas. Tanda ± positif dan negatif bukanlah tanda aljabar, tetapi menunjukkan arah korelasi
saja. Koefisien korelasi positif yaitu koefisien korelasi dimana kenaikan variabel pertama diikuti dengan kenaikan nilai variabel yang kedua atau sebaliknya.
Koefisien korelasi negatif yaitu koefisien korelasi dimana kenaikan variabel pertama diikuti dengan menurunnya nilai variabel kedua. Gandjar dan Rohman,
2007; Hartono, 2004. Persamaan suatu garis lurus menghasilkan y = ax + b.
2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi. Batas kuantifikasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung melalui garis regresi linier dari
kurva kalibrasi Gandjar dan Rohman, 2007; Harmita, 2004.
Keterangan: S�
� � = Simpangan baku
slope = b pada persamaan garis y = ax+b S�
� �
=
�
∑Y−Yi
2
n −2
LOD =
3 x S� �
� slope
LOQ =
10 x S� �
� slope
21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan metode spektrofotometri derivatif terhadap analisa campuran parasetamol dan ibuprofen
yang terkandung dalam dua sediaan tablet merek dagang.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan November 2014 di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer ultraviolet- visible Shimadzu 1800 dengan komputer yang dilengkapi dengan software UV-
Probe 2.34. Neraca analitik Mettler Toledo, sonikator Branson 1510, alat-alat gelas Oberoi, lumpang dan alu serta alat-alat lainnya yang diperlukan dalam
penyiapan sampel.
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah baku parasetamol BPFI, sertifikat pengujian parasetamol dapat dilihat pada lampiran 24 halaman 122,
baku ibuprofen Biocause sertifikat pengujian ibuprofen dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 123, metanol pro analisis E-Merck, akuades, tablet Neo
rheumacyl
®
Tempo Scan Pasific dan tablet Oskadon SP
®
Supra Ferbindo.
22
3.5 Pengambilan Sampel