22
3.5 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu pengambilan sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang tidak terambil mempunyai
karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti Sudjana, 2005. Sampel yang digunakan adalah sediaan tablet merek dagang yaitu tablet Neo rheumacyl
®
Tempo Scan Pasific dan tablet Oskadon SP
®
Supra Ferbindo. Gambar sediaan tablet dan daftar spesifikasi sediaan tablet Neo rheumacyl
®
dan Oskadon SP
®
masing-masing dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2 halaman 65 dan 66.
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pembuatan larutan Induk Baku
3.6.1.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Parasetamol
Ditimbang sebanyak 50 mg baku parasetamol, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL, kemudian dilarutkan dengan 10 mL metanol dan dicukupkan
dengan akuades sampai garis tanda, dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5
00 μgmL LIB I. Selanjutnya dipipet 5 mL dari larutan LIB I dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 mL, kemudian dicukupkan dengan
akuades sampai garis tanda, dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 50 μgmL LIB II. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan larutan
induk baku parasetamol dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 67.
3.6.1.2 Pembuatan Larutan Induk Baku Ibuprofen
Ditimbang sebanyak 50 mg baku ibuprofen, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 mL, kemudian dilarutkan dengan 10 mL metanol dan dicukupkan
dengan akuades sampai garis tanda, dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5
00 μgmL LIB I. Selanjutnya dipipet 5 mL dari larutan
23 LIB I dan dimasukkan dalam labu tentukur 50 mL, kemudian dicukupkan dengan
akuades sampai garis tanda, dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5
0 μgmL LIB II. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan larutan induk baku ibuprofen dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 68.
3.6.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum 3.6.2.1 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Parasetamol
Dipipet 3,3 mL dari LIB II parasetamol 5
0 μgmL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda,
dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 6,6 μgmL,
kemudian diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan serapan maksimum parasetamol dapat dilihat pada
lampiran 3 halaman 67.
3.6.2.2 Pembuatan Spektrum Serapan Maksimum Ibuprofen Dipipet 4 mL dari LIB II ibuprofen 50
μgmL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda,
dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 8 μgmL, kemudian
diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan serapan maksimum ibuprofen dapat dilihat pada lampiran 3
halaman 68.
3.6.3 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif 3.6.3.1 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Parasetamol
Dipipet dari LIB II p arasetamol 50 μgmL masing-masing sebanyak
2,5 mL; 3,5 ml; 4,5 mL; 5,5 mL dan 6,5 mL. Masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda,
24 dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5
μgmL; 7 μgmL; 9
μgmL; 11 μgmL dan 13 μgmL dan diukur serapan pada panjang gelombang 200 – 400 nm, kemudian spektrum serapan ditransformasikan menjadi spektrum
serapan derivat pertama dan spektrum sera pan derivat kedua dengan Δλ 8 nm.
Bagan alir prosedur penelitian pembuatan spektrum derivatif parasetamol dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 69.
3.6.3.2 Pembuatan Spektrum Serapan Derivatif Ibuprofen
Dipipet dari LIB II ibuprofe n 50 μgmL masing-masing sebanyak
2 mL; 3 mL; 4 mL; 5 mL dan 6 mL. Masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, dihomogenkan
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 4 μgmL; 6 μgmL; 8 μgmL;
10 μgmL dan 12 μgmL dan diukur serapan pada panjang gelombang
200 – 400 nm, kemudian spektrum serapan ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat pertama dan spektrum sera
pan derivat kedua dengan Δλ 8 nm. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan spektrum derivatif ibuprofen dapat
dilihat pada lampiran 3 halaman 70.
3.6.4 Penentuan Zero Crossing
Penentuan zero crossing diperoleh dengan menumpang tindihkan spektrum serapan pada masing-masing derivat dengan berbagai konsentrasi
parasetamol dan ibuprofen yang ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi.
3.6.5 Penentuan Panjang Gelombang Analisis
Dibuat larutan parasetamol dengan konsentrasi 7 μgmL, ibuprofen dengan
konsentrasi 4 μgmL, serta larutan campuran parasetamol konsentrasi 7 μgmL
25 dan ibuprofen konsentrasi 4
μgmL. Kemudian dibuat spektrum serapan derivat pertama dan
spektrum sera pan derivat kedua dengan Δλ 8 nm
dari masing-masing parasetamol
, ibuprofen
dan campuran parasetamol dan ibuprofen
. Kemudian ditumpang tindihkan, y
ang dipilih untuk menjadi panjang gelombang analisis adalah dimana pada saat salah satu nilai serapan senyawa pasangannya nol
sedangkan nilai serapan senyawa lain dan campurannya memiliki nilai serapan sama atau hampir sama. Bagan alir prosedur penelitian penentuan panjang
gelombang analisis parasetamol dan ibuprofen dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 71.
3.6.6 Pembuatan dan Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi 3.6.6.1 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Parasetamol
Dipip et dari LIB II parasetamol 50 μgmL masing-masing sebanyak
2,5 mL; 3,5 ml; 4,5 mL; 5,5 mL dan 6,5 mL. Masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda,
dihomogenkan sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5 μgmL; 7 μgmL;
9 μgmL; 11 μgmL dan 13 μgmL. Kemudian diukur serapan pada panjang
gelombang 200 – 400 nm, selanjutnya spektrum serapan ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat
kedua dengan Δλ 8 nm pada panjang gelombang analisis 253,4 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara
konsentrasi dengan serapan sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan dan penentuan linearitas
kurva kalibrasi parasetamol dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 72.
26
3.6.6.2 Pembuatan dan Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Ibuprofen
Dipipet dari LIB II ibuprofen 50 μgmL masing-masing sebanyak
2 mL; 3 mL; 4 mL; 5 mL dan 6 mL. Masing-masing dimasukkan kedalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, dihomogenkan
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 4 μgmL; 6 μgmL; 8 μgmL;
10 μgmL dan 12 μgmL. Kemudian diukur serapan pada panjang gelombang
200 – 400 nm, selanjutnya spektrum serapan ditransformasikan menjadi spektrum sera
pan derivat kedua dengan Δλ 8 nm pada panjang gelombang 228,6 nm. Kemudian dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi dengan serapan
sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = ax + b. Bagan alir prosedur penelitian pembuatan dan penentuan linearitas kurva kalibrasi ibuprofen dapat
dilihat pada lampiran 3 halaman 72.
3.6.7 Penentuan Kadar Parasetamol dan Ibuprofen pada Sediaan Tablet
Ditimbang 20 tablet merek dagang yang mengandung parasetamol 350 mg dan ibuprofen 200 mg kemudian digerus dalam lumpang sampai halus dan
homogen. Selanjutnya ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 50 mg parasetamol. Kemudian dari berat analit yang ditimbang setara 50 mg
parasetamol ini dihitung kesetaraan ibuprofen yang terkandung di dalamnya penimbangan serbuk dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 mL, dan dilarutkan dengan 10 mL metanol, dihomogenkan dengan sonikator selama 15 menit, kemudian
dicukupkan dengan akuades sampai garis tanda, dikocok sampai homogen. Larutan tersebut kemudian disaring, lebih kurang 10 mL filtrat pertama dibuang.
Filtrat selanjutnya ditampung. Kemudian dari filtrat ini dipipet sebanyak 0,35 mL,
27 dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 mL, dicukupkan dengan akuades sampai
garis tanda sehingga diperoleh larutan yang didalamnya terdapat parasetamol konsentrasi 7 μgmL dan ibuprofen konsentrasi 4 μgmL dan diukur serapan pada
panjang gelombang 200 −400 nm, selanjutnya spektrum serapan ditransformasikan
menjadi spektrum serapan derivat kedua dengan Δλ 8 nm pada panjang gelombang analisis parasetamol dan ibuprofen masing-masing 253,4 nm dan
228,6 nm. Bagan alir prosedur penelitian penentuan kadar sediaan tablet dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 73.
3.6.8 Analisis Data Statistik
Analisis data secara statistik menggunakan uji t. Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti di bawah ini :
Dasar penolakan data jika t
hitung
≥ t
tabel
dan t
hitung
≤ -t
tabel
Sudjana, 2005. Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99
dengan derajat kebebasan dk = n-1 Sudjana, 2005, digunakan rumus :
Keterangan : μ = Interval kepercayaan
X = Kadar rata-rata sampel
X = Kadar sampel
t = Harga t
tabel
sesuai dengan dk = n-1 α = Tingkat kepercayaaan
t
hitung
=
X −X�
SD √n
⁄
μ = X ±
t
1- 12αdk
x
�� √�
28 dk
= Derajat kebebasan dk = n-1 SD = Standar deviasi
n = Jumlah pengulangan
3.6.9 Uji Validasi 3.6.9.1 Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan dengan metode penambahan bahan baku yaitu dengan membuat 3 konsentrasi analit sampel dengan rentang spesifik 80, 100,
120. Dimana pada masing-masing rentang spesifik digunakan 70 sampel dan 30 baku yang akan ditambahkan Harmita, 2004.
Kemudian campuran sampel dan baku diukur serapannya pada panjang gelombang 200 – 400 nm, selanjutnya spektrum serapan ditransformasikan
menjadi spektrum serapan derivat kedua dengan Δλ 8 nm pada panjang gelombang analisis parasetamol dan ibuprofen masing-masing 253,4 nm dan
228,6 nm. Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus: perolehan kembali =
C
F
− C
A
C
A ∗
x
100 Keterangan:
C
F
= Konsentrasi sampel setelah penambahan bahan baku C
A
= Konsentrasi sampel sebelum penambahan bahan baku C
A
= Jumlah baku yang ditambahkan
3.6.9.2 Uji Presisi
Uji presisi keseksamaan ditentukan dengan parameter Relative Standard Deviasi RSD Gandjar dan Rohman, 2007. Dengan rumus :
RSD =
SD X
�
x 100
29 Keterangan:
RSD = Standar deviasi relatif SD = Standar deviasi
X = Kadar rata-rata zat pada sampel Untuk menghitung Standar Deviasi SD digunakan rumus :
Keterangan: X
= Kadar zat dalam sampel X
� = Kadar rata-rata zat dalam sampel n = Jumlah pengulangan
3.6.9.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung melalui persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi
Gandjar dan Rohman, 2007; Harmita, 2004. Untuk menghitung
batas deteksi dan batas kuantitasi digunakan rumus :
Keterangan:
S� �
� = Simpangan baku slope = b pada persamaan garis y = ax+b
SD =
�
∑X−X
2
n −1
S� �
� =
�
∑Y−Yi
2
n −2
LOD =
3 x S� �
� slope
LOQ =
10 x S� �
� slope
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penentuan Spektrum Serapan Maksimum
Pengukuran spektrum serapan maksimum parasetamol dan ibuprofen dilakukan masing-masing pada konsentrasi 6,6
μgmL dan 8 μgmL pada panjang gelombang 200
− 400 nm. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh panjang gelombang parasetamol 244,0 nm dan ibuprofen 222,0 nm. Spektrum serapan
maksimum parasetamol konsentrasi 6,6 μgmL dan spektrum serapan maksimum
ibuprofen konsentrasi 8 μgmL masing-masing dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.1. Spektrum serapan maksimum parasetamol konsentrasi 6,6
μgmL
Gambar 4.2. Spektrum serapan maksimum ibuprofen konsentrasi 8 μgmL
31
4.2 Penentuan Δλ Parasetamol dan Ibuprofen
Hasil p
enentuan Δλ parasetamol dan ibuprofen dilakukan terhadap
spektrum parasetamol dan ibuprofen dengan berbagai konsentrasi. Parasetamol dengan konsentrasi
5 μgmL; 7 μgmL; 9 μgmL; 11 μgmL; dan 13 μgmL dan ibuprofen dengan konsentrasi
4 μgmL; 6 μgmL; 8 μgmL; 10 μgmL dan 12 μgmL. Kemudian masing-masing konsentrasi diukur pada panjang gelombang
200 – 400 nm. Spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen selanjutnya ditransformasikan menjadi spektrum serapan derivat pertama dan spektrum
serapan derivat kedua dengan Δλ 1, 2, 4 dan 8 nm.
Penentuan Δλ 1, 2, 4 dan 8 nm diperoleh berdasarkan pada sampling
interval pada program. Disini sampling interval yang digunakan adalah 1 nm, berarti penetapan jarak pembacaan data dilakukan setiap 1 nm, sehingga
menghasilkan Δλ 1, 2, 4 dan 8 nm. Semakin meningkatnya Δλ maka spektrum
yang dihasilkan akan semakin halus. Spektrum yang diperoleh diharapkan tidak kasar dan juga tidak terlalu halus.
Hal ini dikarenakan apabila spektrum terlalu kasar, maka sulit untuk menentukan serapan sebenarnya, sedangkan jika terlalu halus, maka informasi
yang diperlukan dapat berkurang karena adanya distorsi spektrum. Apabila distorsi spektrum terjadi, maka terjadi penurunan tinggi puncak, sedangkan lebar
puncak akan meningkat. Spektrum serapan derivat pertama parasetamol dan ibuprofen dilakukan tumpang tindih dengan
Δλ 1, 2, 4 dan 8 nm dan dilakukan juga terhadap spektrum serapan derivat kedua dengan
Δλ 1, 2, 4 dan 8 nm yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.3 sampai 4.18
32 A. Serapan Derivat Pertama Parasetamol
Gambar 4.3. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama parasetamol
den gan Δλ 1 nm
Gambar 4.4.
Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama parasetamol dengan Δλ 2 nm
33 Lanjutan Serapan Derivat Pertama Parasetamol
Gambar 4.5. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama parasetamol
dengan Δλ 4 nm
Gambar 4.6. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama parasetamol
dengan Δλ 8 nm
34 B. Serapan Derivat kedua Parasetamol
Gambar 4.7.
Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua parasetamol dengan Δλ 1 nm
Gambar 4.8. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua parasetamol
dengan Δλ 2 nm
35 Lanjutan Serapan Derivat kedua Parasetamol
Gambar 4.9. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua parasetamol
dengan Δλ 4 nm
Gambar 4.10. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua parasetamol
dengan Δλ 8 nm
36 C. Serapan Derivat Pertama Ibuprofen
Gambar 4.11. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama ibuprofen
dengan Δλ 1 nm
Gambar 4.12. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama ibuprofen
dengan Δλ 2 nm
37 Lanjutan Serapan Derivat Pertama Ibuprofen
Gambar 4.13.
Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama ibuprofen dengan Δλ 4 nm
Gambar 4.14. Tumpang tindih spektrum serapan derivat pertama ibuprofen
dengan Δλ 8 nm
38 D. Serapan Derivat Kedua Ibuprofen
Gambar 4.15. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua ibuprofen dengan
Δλ 1 nm
Gambar 4.16. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua ibuprofen dengan
Δλ 2 nm
39 Lanjutan Serapan Derivat Kedua Ibuprofen
Gambar 4.17. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua ibuprofen dengan
Δλ 4 nm
Gambar 4.18. Tumpang tindih spektrum serapan derivat kedua ibuprofen dengan
Δλ 8 nm
40 Dari hasil pengamatan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat
perubahan bentuk spektrum parasetamol dan ibuprofen pada derivat yang sama dengan
Δλ yang berbeda Δλ 1, 2, 4 dan 8. Dengan berbedanya Δλ akan mempengaruhi bentuk spektrum maupun posisi puncak dan mempengaruhi titik
zero crossing dari senyawa yang akan dianalisis. Pemilihan Δλ yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Δλ 8, pada Δλ tersebut akan dihasilkan resolusi spektrum serapan parasetamol dan ibuprofen yang semakin baik.
4.3 Hasil Penentuan Spektrum Serapan Derivatif Parasetamol